Triase
Triase
lain Patient Acuity Category Scale (PACS), Worthing Physiology Score System (WPSS),
Australia Triage Scale, dan Emergency Severity Index (ESI). TRIASE sistem ESI saat ini
sudah diadopsi oleh rumah sakit-rumah sakit di Eropa, Australia, dan Asia. ESI
mempunyai 5 level, yaitu :
1) Level 1 merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa (impending
life/limb threatening problem) sehingga membutuhkan tindakan penyelematan jiwa
yang segera. Parameter level 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD.
2) Level 2 merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang tidak stabil yang harus ditangani
segera dalam waktu 10 menit. Parameter level 2 adalah pasien-pasien haemodinamik
atau ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12).
3) Level 3 merupakan pasien-pasien stabil yang membutuhkan penanganan dalam 30
menit. Contoh prioritas 3 antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan
laboratorium, radiologis dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi dan lain-lain.
4) Level 4 merupakan pasien-pasien stabil yang memerlukan perawatan IGD yang
minimal. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang memerlukan kateter urine,
vulnus laceratum yang membutuhkan penjahitan sederhana dan lain-lain.
5) Level 5 merupakan pasien-pasien stabil dan tidak darurat. Pasien ini hanya memerlukan
pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada
pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral atau rawat luka sederhana. Contoh level 5
antara lain, common cold, acne, eksoriasi, dan lain-lain.
Triase di rumah sakit X menggunakan penanda warna hijau, kuning, merah dan hitam
seperti pada sistem START. Setiap warna menuju ke ruang yang berbeda. Alur warna hijau
menuju ke ruang observasi, alur warna kuning menuju ke ruang tindakan bedah, alur
warna merah menuju ke ruang resusitasi sedangkan alur warna hitam tidak memiliki ruang
khusus. Meskipun sudah ada penanda warna di rumah sakit tidak dilakukan karena
minimnya pasien IGD di rumah sakit tersebut, jarang ada pasien emergensi yang datang
bersamaan sehingga triase dianggap kurang dibutuhkan. Sehingga rumah sakit X tidak
menganut sistem triase tertentu dalam penanganan pasien IGD.
Minimnya pasien dan kasus gawat darurat seharusnya bukan merupakan alasan
tidak terlaksananya triase di RSX. Karena tujuan triase adalah menetapkan tingkat derajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan tanpa memandang jumlah pasien
yang datang saat itu. Perlu diingat bahwa jumlah dan kasus pasien yang datang ke instalasi
gawat darurat tidak dapat diprediksi karena kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi
kapan saja, dimana saja, serta menimpa siapa saja.
terjadwal dan bersifat mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat dan tepat maka
hendaknya triase tetap dilakukan sebagai langkah awal dalam penanganan pasien di IGD
dalam kondisi sehari-hari.