Anda di halaman 1dari 3

2.

1 Pembahasan Hasil Observasi Alur Triase


Triase merupakan proses untuk mengidentifikasi korban yang membutuhkan
stabilisasi segera secara cepat (Depkes, 2006). Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) triase
bertujuan untuk memastikan pasien dirawat sesuai dengan urutan urgensi klinis mereka.
Tujuan triase dibagi berdasarkan tipe insiden yaitu pasien tunggal, korban multipel,
dan bencana. Pada kasus pasien tunggal triase bertujuan untuk mengoptimalkan perbaikan
pasien dengan memberikan semua sumber daya yang ada. Pada kejadian korban banyak
prioritaskan pasien untuk ditangani atau ditranfer sehingga mengurangi angka mobriditas
dan mortalitas. Pada kejadian bencana prioritaskan pasien untuk ditangani sehingga dalam
waktu singkat dapat mengurangi morbiditas, moratalitas dan juga dengan sumber daya
yang ada dapat memberikan hasil terbaik untuk pasien. Pasien dengan harapan hidup
rendah diprioritaskan paling akhir.
Sistem triase menggunakan kode warna untuk mengkalsifikasikan pasien. Ada
berbagai macam sistem triase, yaitu START (Simple Triage and Rapid Treatment),
Homebush Triage Standard, Xareflight Triage, Triage sieve, the Sacco Triage Method, the
CESIRA, SALT (Sort, Assess, Lifesaving measures, Treat/Transport), dan NATO triage.
Sampai saat ini tidak ada sistem yang bisa dikatakan lebih baik dari yang lain dalam hal
perbaikan dan manajemen pasien. Salah satu sistem triase yang paling umum digunakan
adalah START. START merupakan parameter pemeriksaan awal yang dilakukan dalam
waktu <60 detik. Saat pasien datang dinilai cedera dan ditempatkan sesuai dengan kategori
warna dan derajat cedera yang dialami. Klasifikasi warna dalam sistem START adalah
merah, kuning, hijau, dan hitam. Warna merah (immediate) merupakan kelompok pasien
dengan respirasi >30 kali/menit, pulsasi radialis tidak terapa (atau capillary refill < 2
detik), dan tidak bisa mengikuti perintah. Warna kuning (delayed) merupakan pasien yang
tidak dapaat berjalan namun tidak dikategorikan sebagai tipe merah dan hitam. Warna
hijau (minor) merupakan pasien yang sadar dan dapat berjalan. Warna hitam (deceased)
dilabelkan pada pasien yang meninggal. START merupakan sistem triase klasik yang
digunakan dalam kebencanaan yang sebagian besar dianut oleh rumah sakit di Indonesia
(Koenig & Schultz, 2006). Saat ini sistem START sudah tidak cocok dengan IGD rumah
sakit modern (Datusanantyo, 2013). Menurut Koenig & Schultz (2006) triase kebencaan
dan triase IGD mempunyai sistem yang berbeda.
IGD sendiri memiliki sistem triase yang bervariasi dan dimodifikiasi sesuai dengan
kondisi masing-masing rumah sakit. Sistem triase yang digunakan di rumah sakit antara
1

lain Patient Acuity Category Scale (PACS), Worthing Physiology Score System (WPSS),
Australia Triage Scale, dan Emergency Severity Index (ESI). TRIASE sistem ESI saat ini
sudah diadopsi oleh rumah sakit-rumah sakit di Eropa, Australia, dan Asia. ESI
mempunyai 5 level, yaitu :
1) Level 1 merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa (impending
life/limb threatening problem) sehingga membutuhkan tindakan penyelematan jiwa
yang segera. Parameter level 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD.
2) Level 2 merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang tidak stabil yang harus ditangani
segera dalam waktu 10 menit. Parameter level 2 adalah pasien-pasien haemodinamik
atau ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12).
3) Level 3 merupakan pasien-pasien stabil yang membutuhkan penanganan dalam 30
menit. Contoh prioritas 3 antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan
laboratorium, radiologis dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi dan lain-lain.
4) Level 4 merupakan pasien-pasien stabil yang memerlukan perawatan IGD yang
minimal. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang memerlukan kateter urine,
vulnus laceratum yang membutuhkan penjahitan sederhana dan lain-lain.
5) Level 5 merupakan pasien-pasien stabil dan tidak darurat. Pasien ini hanya memerlukan
pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada
pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral atau rawat luka sederhana. Contoh level 5
antara lain, common cold, acne, eksoriasi, dan lain-lain.
Triase di rumah sakit X menggunakan penanda warna hijau, kuning, merah dan hitam

seperti pada sistem START. Setiap warna menuju ke ruang yang berbeda. Alur warna hijau
menuju ke ruang observasi, alur warna kuning menuju ke ruang tindakan bedah, alur
warna merah menuju ke ruang resusitasi sedangkan alur warna hitam tidak memiliki ruang
khusus. Meskipun sudah ada penanda warna di rumah sakit tidak dilakukan karena
minimnya pasien IGD di rumah sakit tersebut, jarang ada pasien emergensi yang datang
bersamaan sehingga triase dianggap kurang dibutuhkan. Sehingga rumah sakit X tidak
menganut sistem triase tertentu dalam penanganan pasien IGD.
Minimnya pasien dan kasus gawat darurat seharusnya bukan merupakan alasan
tidak terlaksananya triase di RSX. Karena tujuan triase adalah menetapkan tingkat derajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan tanpa memandang jumlah pasien
yang datang saat itu. Perlu diingat bahwa jumlah dan kasus pasien yang datang ke instalasi
gawat darurat tidak dapat diprediksi karena kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi
kapan saja, dimana saja, serta menimpa siapa saja.

Karena kondisinya yang tidak

terjadwal dan bersifat mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat dan tepat maka

hendaknya triase tetap dilakukan sebagai langkah awal dalam penanganan pasien di IGD
dalam kondisi sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai