Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari
penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) dan angka kematian
bayi (AKB) (Maskey, 2005). Setiap tahun kematian bayi baru lahir atau neonatal
mencapai 37% dari semua kematian pada anak balita. Setiap hari 8.000 bayi baru
lahir di dunia meninggal dari penyebab yang tidak dapat dicegah, sebagian besar
kematian bayi terjadi pada minggu pertama kehidupan yaitu sekitar 6000 bayi
dan antara 2000-3600 kematian tersebut terjadi dalam 24 jam pertama (WHO,
2012).
Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 angka kematian bayi baru lahir sebesar 19/1000 kelahiran hidup
(Kemenkes, 2005). Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2010, tiga
penyebab utama kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah gangguan
pernapasan (35,9%), prematuritas (32,4%), dan sepsis neonatorum (12,0%)
(Depkes RI, 2008).
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang
dari 2500 gram. Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan
bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan

mortalitasnya (Saifuddin, 2009). Persalinan prematur merupakan penyebab


utama yaitu 60-80% morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh dunia.
Indonesia memiliki angka kejadian prematur sekitar 19% dan merupakan
penyebab utama kematian perinatal. Kelahiran di Indonesia diperkirakan sebesar
5.000.000 orang per tahun, maka dapat diperhitungkan kematian bayi 56/1000
KH, menjadi sekitar 280.000 per tahun yang artinya sekitar 2,2-2,6 menit bayi
meninggal. Penyebab kematian tersebut antara lain asfiksia (49-60%), infeksi
(24-34%), BBLR (15-20%), trauma persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1-3%)
(Kurniasih, 2009).
AKB merupakan salah satu indikator untuk diketahui derajat kesehatan
di suatu negara seluruh dunia. AKB di Indonesia masih sangat tinggi, menurut
hasil SDKI menyatakan bahwa AKB di Indonesia pada tahun 2009 mencapai
31/1000 KH (kelahiran hidup). Apabila dibandingkan dengan target dalam
Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 17/1000 KH,
ternyata AKB di Indonesia masih sangat tinggi.
Menurut Widyastuti, dkk (2009), faktor risiko kelahiran prematur dibagi
menjadi 4 faktor, yaitu faktor iatrogenic (faktor kesehatan medis), faktor
maternal (meliputi riwayat prematur sebelumnya, umur ibu, paritas ibu, plasenta
previa, kelainan serviks (serviks inkompetensi), hidramnion, infeksi intraamnion, hipertensi dan trauma), faktor janin (meliputi kehamilan kembar
(gemelli), janin mati (IUFD), dan cacat bawaan/kelainan kongenital), dan faktor
perilaku (meliputi ibu yang merokok dan minum alkohol).

Hasil survey awal diperoleh data rekam medik RSUD dr M. Yunus


Bengkulu tahun 2012, dari 1307 ibu bersalin sebanyak 218 (16,68%) ibu
mengalami persalinan prematur. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin
meneliti tentang faktor risiko (paritas, umur ibu, riwayat prematur, kebiasaan
merokok, dan kebiasaan minum alkohol) kejadian persalinan prematur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah dalam penelitian ini adalah
masih tingginya angka kejadian persalinan prematur di RSUD dr M. Yunus
Bengkulu, maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana gambaran faktor
risiko kejadian persalinan prematur di RSUD dr M. Yunus Bengkulu Tahun
2013? .
1.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini diketahui hubungan primigravida, mola hidatidosa dan
gamelli dengan kejadian hyperemisis gravidarum pada ibu hamil di ruang
Mawar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.

2.

Tujuan Khusus
a) Diketahui distribusi frekuensi umur dengan persalinan prematur di RSUD
dr M. Yunus Bengkulu 2013.
b) Diketahui distribusi frekuensi paritas dengan persalinan prematur di
RSUD dr M. Yunus Bengkulu 2013.
c) Diketahui distribusi frekuensi kejadian plasenta previa dengan persalinan
prematur di RSUD dr M. Yunus Bengkulu 2013
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik
Sebagai bahan referensi tambahan di Poltekkes

Kemenkes Bengkulu

khususnya jurusan kebidanan.


2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi/masukan bagi petugas kesehatan di Rumah sakit dalam
manajemen proses persalinan prematur dan komplikasi yang dapat terjadi
akibat persalinan prematur.
3. Bagi Peneliti lain
Dijadikan bahan tambahan dan informasi dalam melakukan penelitian lebih
lanjut tentang asfiksia neonaturum dengan variabel penelitian yang berbeda.
E. Keaslian Penelitian
1. Subagyo, dkk (2012), tentang hubungan ketuban pecah dini dengan
kejadian prematur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 37 ibu
bersalin yang mengalami KPD, terdapat 23 (62,2%) ibu yang mengalami
persalinan prematur. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p=0,017, berarti
ada hubungan antara kejadian ketuban pecah dini dengan kejadian persalinan
prematur. Besarnya nilai koefisien kontingensi (C)=0,295, menunjukkan
tingkat hubungan rendah dan nilai OR=4, jadi ibu bersalin yang mengalami
ketuban pecah dini berisiko 4 kali lebih besar untuk mengalami persalinan
prematur. Beda penelitian terletak pada desain, tempat, waktu, sampel, dan
variabel.
2. Sayono (2011), tentang faktor kejadian persalinan prematur. Hasil tidak
ada hubungan yang signifikan antara paritas ibu dengan persalinan prematur
(=0,638) dan merupakan faktor protektif terjadinya persalinan prematur
(OR=0,717). Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat prematur
sebelumnya dengan persalinan prematur (= 0,096), tetapi merupakan faktor

risiko terjadinya persalinan prematur (OR= 3,022). Ada hubungan yang


signifikan antara trauma ibu dengan persalinan prematur (= 0,002) dan
merupakan faktor risiko terjadinya persalinan prematur (OR = 5,020). Beda
dengan penelitian ini yaitu desain, tempat, waktu, jumlah sampel dan
variabel.
3. Anjani (2008), tentang gambaran paritas dan umur ibu pada kejadian
persalinan prematur. Hasil dari 225 ibu bersalin, sebagian besar (50,2%)
multipara dan sebagian besar (49,8%) berusia 2035 tahun. Beda dengan
penelitian ini yaitu desain, tempat, waktu, jumlah sampel dan variabel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Persalinan Prematur
1. Pengertian
Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur,
yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin meningkat,
serta dilatasi dan pembukaan serviks secara bertahap (Mochtar, 2010).
Persalinan prematur adalah suatu persalinan dari hasil konsepsi yang dapat
hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram
atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu (Wiknjosastro, 2010).

2. Etiologi
Menurut Surasmi (2003) bahwa penyebab persalinan prematur dibagi
3 yaitu:
a. Faktor Ibu. Misalnya, toksemia gravidarum yaitu pre eklamsi dan eklamsi,
kelainan bentuk uterus (missal: uterus bicornis, incompeten serviks), tumor
(misal: mioma uteri, sistoma), ibu yang menderita penyakit antara lain, akut
dengan gejala panas tinggi (tifus abdominalis, malaria), kronis (TBC,
penyakit jantung), trauma pada masa kehamilan, fisik (misal: jatuh),
psikologis (misal: stress), usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
b. Faktor Janin. Misalnya, kehamilan ganda/hidramnion, KPD ( ketuban pecah
dini), cacat bawaan, infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis),
insufisiensi placenta, ikompatibilitas darah ibu dan janin (faktor rhesus,
golongan darah A, B, O).
c. Faktor placenta. Misalnya, placenta previa dan solusio placenta.
3. Faktor Risiko Prematur
a. Faktor Iatrogenik (Indikasi Medis pada Ibu/ Janin)
Pengakhiran kehamilan yang terlalu dini dengan seksio sesarea karena
alasan bahwa bayi lebih baik dirawat di bangsal anak daripada dibiarkan
dalam rahim. Hal ini dilakukan dengan alasan ibu atau janin dalam keadaan
seperti diabetes maternal, penyakit hipertensi dalam kehamilan dan terjadi
gangguan pertumbuhan intrauterin (Oxorn, 2003).
b. Faktor Maternal
1) Umur ibu.
Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun.
Pada kehamilan diusia kurang dari 20 tahun secara fisik dan psikis masih
kurang, misalnya dalam perhatian untuk pemenuhan kebutuhan zat-zat

gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun


berkaitan dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta
berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini (Widyastuti, dkk,
2009).
Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih tinggi
mengalami penyulit obstetri serta morbiditas dan mortalitas perinatal.
Wanita berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan peningkatan dalam
masalah hipertensi, diabetes, solusio plasenta, persalinan prematur, lahir
mati dan plasenta previa (Cunningham, 2006).
2) Paritas ibu
Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup (Saifuddin, 2007). Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan
lebih dari 500 gram yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila
berat badan tidak diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24
minggu (Sumarah, 2008). Macam paritas menurut Varney (2008) dibagi
menjadi:
a) Primiparita, yaitu seorang wanita yang telah melahirkan bayi hidup
atau mati untuk pertama kali.
b) Multiparitas, yaitu wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati
beberapa kali (sampai 5 kali atau lebih).
3) Plasenta Previa
Plasenta previa adalah posisi plasenta yang berada di segmen
bawah uterus, baik posterior maupun anterior, sehingga perkembangan
plasenta yang sempurna menutupi os serviks (Varney, 2008). Plasenta
yang menutupi jalan lahir dapat menutupi seluruh osteum uteri internum,

sebagian atau tepi plasenta berada sekitar pinggir osteum uteri internum
(Wiknjosastro, 2010).
4) Trauma
Terjatuh, setelah berhubungan badan, terpukul pada perut atau
mempunyai luka bekas operasi/pembedahan seperti bekas luka SC
merupakan trauma fisik pada ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan.
Sedangkan trauma psikis yang dapat mempengaruhi kehamilan ibu adalah
stres atau terlalu banyak pikiran sehingga kehamilan ibu terganggu. Ibu
yang mengalami jatuh, terpukul pada perut atau riwayat pembedahan
seperti riwayat SC sebelumnya (Oxorn, 2003).
Melakukan hubungan seksual dapat terjadi

trauma

kerena

menimbulkan rangsangan pada uterus sehingga terjadi kontraksi uterus.


Sperma yang mengandung hormon prostaglandin merupakan hormon
yang dapat merangsang kontraksi uterus (Bobak, 2004).
5) Riwayat prematur sebelumnya
Persalinan prematur dapat terjadi pada ibu dengan riwayat prematur
sebelumnya (Rayburn, 2001). Menurut Oxorn (2003) risiko persalinan
prematur berulang bagi wanita yang persalinan pertamanya preterm, dapat
meningkat tiga kali lipat dibanding dengan wanita yang persalinan
pertamanya mencapai aterm. Riwayat prematur sebelumnya merupakan
ibu yang pernah mengalami persalinan prematur sebelumnya pada
kehamilan yang terdahulu (Hacker, 2001) .
Ibu yang tidak dapat melahirkan bayi sampai usia aterm dapat
disebabkan karena kandungan/rahim ibu yang lemah atau faktor lain yang

belum diketahui jelas penyebabnya. Wanita yang telah mengalami


kelahiran prematur pada kehamilan terdahulu memiliki risiko 20% sampai
40% untuk terulang kembali (Varney, 2007). Persalinan prematur dapat
terulang kembali pada ibu yang persalinan pertamanya terjadi persalinan
prematur dan risikonya meningkat pada ibu yang kehamilan pertama dan
kedua juga mengalami persalinan prematur.
Pemeriksaan dan perawatan antenatal yang ketat pada ibu hamil yang
pernah mengalami prematur sebelumnya merupakan cara untuk
meminimalkan risiko terjadinya persalinan premature kembali. Selain itu
kesehatan ibu dan janin dapat dijaga semaksimal mungkin untuk
menghindari

besarnya

persalinan

prematur

dapat

terulang

dan

membahayakan kelangsungan bayi yang dilahirkan.


6) Malnutrisi
Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin
seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati
maupun kematian neonatal/bayi. Penentuan status gizi yang baik yaitu
dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat
badan selama hamil (Varney, 2007).
7) Hidramnion
Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab
terjadinya kematian ibu dan janin. Hipertensi yang disertai dengan protein
urin yang meningkat dapat menyebabkan preeklampsia/ eklampsia.
Preeklampsia-eklampsia dapat mengakibatkan ibu mengalami komplikasi

10

yang lebih parah, seperti solusio plasenta, perdarahan otak, dan gagal otak
akut.

Janin

dari

ibu

yang

mengalami

preeklampsia-eklampsia

meningkatkan risiko terjadinya kelahiran prematur, terhambatnya


pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR), dan hipoksia (Bobak, 2004).
c. Faktor Janin
1) Gemelli
Proses persalinan pada kehamilan ganda bukan multiplikasi proses
kelahiran bayi, melainkan multiplikasi dari risiko kehamilan dan
persalinan (Saifuddin, 2009). Persalinan pada kehamilan kembar besar
kemungkinan terjadi masalah seperti resusitasi neonatus, prematuritas,
perdarahan postpartum, malpresentasi kembar kedua, atau perlunya seksio
sesaria (Varney, 2007).
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat
berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian darah pada
plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan kembar distensi
(peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan
sering terjadi persalinan prematur. Kematian bayi pada anak kembar lebih
tinggi dari pada anak kehamilan tunggal dan prematuritas meupakan
penyebab utama (Wiknjosastro, 2007).
Persalinan pada kehamilan kembar meningkat sesuai dengan
bertambahnya jumlah janin, yaitu lama kehamilan rata-rata adalah 40
minggu pada kehamilan tunggal, 37 minggu pada kehamilan kembar dua,
33 minggu pada kehamilan kembar tiga, dan 29 minggu pada kehamilan
kembar empat (Norwitz & Schorge, 2008).

11

4) Janin Mati Dalam Rahim Intra Uterin Fetal Death (IUFD)


Kematian janin dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin dalam
uterus yang beratnya 500 gram atau lebih dan usia kehamilan telah
mencapai 20 minggu atau lebih (Saifuddin, 2006).
5) Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel
telur. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan
dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil. BBLR dengan kelainan
kongenital diperkirakan 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya (Saifuddin, 2009).
d. Faktor Perilaku
1) Merokok. Merokok pada ibu hamil lebih dari 10 batang setiap hari dapat
mengganggu pertumbuhan janin dan risiko terjadinya prematuritas sangat
tinggi (Sujiyatini, 2009).
2) Minum alkohol. Alkohol dapat mengganggu kehamilan, pertumbuhan
janin tidak baik sehingga kejadian persalinan prematur sangat tinggi pada
ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol (Sujiyatini, 2009).
4. Klasifikasi Prematur
a. Menurut usia kehamilannya maka prematur dibedakan menjadi beberapa,
yaitu (Krisnadi, 2009):
1) Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur (preterm).
2) Usia kehamilan 28-32 minggu disebut persalinan sangat premature (very
preterm).
3) Usia kehamilan 20-27 minggu disebut persalinan ekstrim premature
(extremely preterm).
b. Menurut berat badan lahir, bayi prematur dibagi dalam kelompok (Krisnadi,
2009):

12

1) Berat badan bayi 1500-2500 gram disebut bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR).
2) Berat badan bayi 1000-1500 gram disebut bayi dengan Berat Badan Lahir
Sangat Rendah (BBLSR).
3) Berat badan bayi <1000 gram disebut bayi dengan Berat Badan Lahir
Ekstrim Rendah (BBLER)

c.

Prematuritas ini juga dibedakan dalam dua kelompok (Manuaba, 2010):


1) Prematuritas murni. Merupakan bayi yang lahir dengan berat badan sesuai
dengan masa kehamilan, seperti masa kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan berat badan 1800-2000 gram.
2) Bayi dismatur/small for gestational age. Merupakan bayi dengan berat badan
lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan, seperti bayi lahir setelah sembilan
bulan dengan berat badan tidak mencapai 2500 gram

5. Penatalaksanaan
Menurut Syaifuddin (2010), bahwa penanganan persalinan prematur ada 2
yaitu :
a. Penanganan umum
1) Lakukan evaluasi cepat keadaan umum ibu.
2) Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
b. Penilaian khusus
1) Penilaian klinik
Kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi yang teratur
dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir

13

kemerahan atau cairan pervaginan dan diikuti oleh tanda gejala salah satu
pemeriksaan dalam di dapatkan pendataran 50-80% atau lebih,
pembukaan 2 cm atau lebih, mengukur panjang serviks dengan vaginal
proses USG, panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi
persalinan prematur. Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan
menghalangi terjadinya persalinan prematur. Cara edukasi pasien bahkan
dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi
perubahan dalam insidensi kelahiran prematur.
2) Penanganan
Perlu dilakukan penilaian tentang, umur kehamilan, karena lebih
bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin, demam
atau tidak, kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin,
hidup/gawat janin/mati, kelainan congenital, dan sebagainya) dengan
USG, letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi irisan seksio sesarea,
fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya
seorang neonatalogis, bila dirujuk sesuai dengan prinsip penanganannya.
Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran, atau. Siapkan
penanganan selanjutnya. Upaya menghentikan kontraksi uterus dilakukan
dengan pemberian obat, kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil
sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai
induksi maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu.
Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup
matang.

14

Penundaan kelahiran ini dilakukan bila umur kehamilan < 35


minggu, pembukaan seviks < 3 cm, tidak ada amnionitis, preeklampsia
atau perdarahan yang aktif., tidak ada gawat janin, perawatan di RS. Ibu
masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap hisdan
pembukaan. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru
janin. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selama 12 jam (berikan 4
dosis deksamethason 5 mg IM selama 6 jam). Steroid tidak boleh
diberikan bila ada infeksi yang jelas. Pemberian antibiotika, mungkin
berhasil pada kasus dengan resiko infeksi tinggi. Organisme yang
menyebabkan adalah golongan aerob Gram (+) dan (-), anaerob dan lainlain. Obat tokolitik yang dianjurkan tidak > 48 jam. Monitor keadaan
janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus,
pengeluaran cairan ketuban atau cairan pervaginam, DJJ, gula darah).
Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya
optimal. Jangan menyetop kontraksi uterus bila, umur kehamilan lebih
dari 35 minggu. serviks membuka lebih dari 3 cm, perdarahan aktif, janin
mati dan adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidup kecil,
adanya khorioamnionitis, preeklampsi, gawat janin, monitor kemajuan
persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum untuk
melahirkan (sebab risiko perdarahan intrakranial pada bayi prematur
cukup tinggi).
6. Komplikasi

15

Menurut Syaifuddin (2010), bahwa komplikasi persalinan prematur ada 2


yaitu:
a. Terhadap ibu. Komplikasi pada ibu tidak terlalu berbahaya, tetapi
kemungkinan kehamilan prematur bisa kembali terulang.
b. Terhadap janin
1) Mudah terkena infeksi
2) Perkembangan dan pertumbuhannya sering terlambat
B. Kerangka Konsep
Bagan 2.1. Kerangka Konsep
Faktor Iatrogenik:
1. Indikasi Medis Ibu
Faktor
Maternal:
2. Indikasi
Janin
1. Umur Ibu
Persalinan
2. Paritas Ibu
Prematur
3. Trauma Ibu
4. Riwayat Prematur sebelumnya
Faktor
Janin: Previa
5. Plasenta
1. Gemelli
2. Janin Mati/ IUFD
Faktor
Perilaku
3. Prematur
Keterangan: Yang di cetak tebal: yang di teliti
Sumber: Modifikasi Widyastuti, dkk (2009), Varney (2007)
1. Merokok
2. Minum alkohol

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu, suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran atau fenomena tentang faktor risiko kejadian
prematur yaitu paritas, umur dan plasenta previa (Sastroasmoro, 2010).
Bagan 3.1. Variabel penelitian

16

1. Umur
2. Paritas
3. Plasenta previa

Ibu Bersalin dengan


Usia Hamil <37
Minggu

Sumber: Widyastuti, dkk (2009), Varney (2008), Oxorn (2003)


B. Variable Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu usia, paritas dan plasenta
previa dengan usia kehamilan < 37 minggu.

31

17

C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Cara Ukur

No Variable

Definisi

Alat Ukur

1 Prematur

Ibu yang terdiagnosa


melahirkan secara
prematur di buku
register RSUM Yunus
Bengkulu tahun 2013

Cheklist

Cheklist

Umur ibu yang


tercatat di buku
register saat terjadi
proses persalinan.
Jumlah anak yang
dimiliki ibu yang
tercatat di buku
register.
Diagnosa plasenta
previa yang teratat di
buku register ibu.

Cheklist

Cheklist

Cheklist

Cheklist

Cheklist

Cheklist

2.

Umur

3.

Paritas

5.

Plasenta
Previa

Hasil
Skala
Ukur
0. Ya, jika ibu
terdiagnosa
Nominal
prematur
1. Tidak, jika ibu
tidak terdiagnosa
prematur
1. <20 tahun
Nominal
2. 20-35 tahun
3. >35 tahun
1.
2.
3.

Primipara
Mutipara
Grande
multipara
0. Ya, jika ibu
terdiagnosa
plesenta previa
1. Tidak, jika ibu
tidak terdiagnosa
plasenta previa

Nominal

Nominal

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang melahirkan prematur di RSUD dr. M.
Yunus Bengkulu dari bulan Januari sampai Maret tahun 2013 sebanyak 165
persalinan.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil secara total sampling yaitu sebanyak 165 orang.

E. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu pada bulan
NovemberDesember tahun 2013.
F. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu dengan cara melihat diagosa ibu
bersalin di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2013.
2. Pengolahan Data

18

Data yang diperoleh akan peneliti diolah melalui beberapa tahap


pengolahan data, yaitu (Arikunto, 2010):
a. Editing
Merupakan tahap pemilihan data yang telah terkumpul baik cara
pengisian dan mengetahui apakah telah sesuai seperti data yang diharapkan
atau belum untuk proses lebih lanjut.
b. Coding
Pemberian kode terhadap hasil yang diperoleh dari data yang ada yaitu
menurut jenisnya, kemudian dimasukkan dalam lembar tabel kerja guna
mempermudah melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.
c. Entri Data
Memasukkan data yang sudah di editing dan coding tersebut kedalam
tabel apakah sudah sesuai dengan kode yang ditentukan.
d. Processing coding
Setelah semua format pengumpulan data diperiksa dan data telah
melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar
dapat di analisa dengan cara memasukkan data format pengumpulan data ke
komputer.
e. Cleaning
Sebelum analisis data, data yang dimasukkan dilakukan pengecekan atau
memastikan semua data sudah siap dianalisis.
3. Analisis Data
Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur, paritas, plasenta previa dan
persalinan prematur yang disajikan dalam bentuk deskriptif (Arikunto, 2010)
Keterangan:
F
P = Jumlah presentase
x 100 yang ingin dicapai
P
=
N
F = Jumlah frekuensi karakteristik responden
N = Jumlah responden/sampel
Dengan interpretasi dengan menggunakan skala:
0%
: tidak satu-pun dari responden
1-25 %
: sebagian kecil dari responden
26-49 %
: hampir sebagian dari responden

19

50-75 %
: sebagian besar dari responden
76-99 %
: hampir seluruh responden
100 %: seluruh responden
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Jalannya Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan di ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu pada tanggal 06 November06 Desember 2013. Populasi pada penelitian ini
adalah ibu yang melahirkan prematur di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dari bulan
Januari sampai Maret tahun 2013 sebanyak 165 persalinan. Sampel dalam penelitian
ini diambil secara total sampling yaitu sebanyak 165 responden.
Saat pengambilan data, peneliti tidak menemukan kendala yang berarti.
Pengambilan data hanya dapat dilakukan pada saat hari dan jam yang telah ditentukan
oleh pihak rumah sakit yaitu setiap hari rabu dan kamis dari jam 11.00 s/d 13.00 WIB.
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini telah mendapatkan bantuan dari beberapa
pihak, salah satunya adalah bantuan dari kepala ruangan kebidanan RSUD dr. M.
Yunus yang telah mengarahkan peneliti dan memberikan buku register sebagai sumber
data yang dibutuhkan oleh peneliti.

36

20

2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif
untuk memperoleh distribusi dari persalinan prematur, paritas, umur dan plasenta
previa.
Tabel 4.1.

Distribusi Frekuensi Persalinan Prematur, Paritas, Umur, dan


Plasenta Previa di RSUD dr M. Yunus Bengkulu Tahun 2013.
Persalinan Prematur

No.
1.

2.

3.

Variabel
Paritas
Primipara
Multipara
Grandemultipara
Umur
<20 Tahun
20-35 Tahun
35 Tahun
Plasenta Previa
Ya
Tidak

Jumlah

Frekuensi

Persentase

77
51
37

46,7%
30,9%
22,4%

165
(100%)

67
47
51

40,6%
28,5%
30,9%

165
(100%)

7
158

4,2%
95,8%

165
(100%)

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa dari 165 ibu yang melahirkan prematur,
hampir sebagian (46,7%) primipara, hampir sebagian (40,6%) berumur <20 tahun
dan hampir seluruh (95,8%) tidak plasenta previa.
B Pembahasan

Gambaran Paritas dengan Persalinan Prematur di RSUD dr. M. Yunus


Bengkulu tahun 2013.

21

Hasil penelitian ini didapat dari 165 yang melahirkan prematur, hampir
sebagian (46,7%) primipara, hampir sebagian (30,9%) multipara dan sebagian
kecil (22,4%) grandemultipara.
Kejadian prematur lebih sering terjadi pada ibu yang mempunyai paritas
tinggi dibanding dengan ibu dengan paritas rendah, hal ini disebabkan karena
terdapatnya jaringan parut akibat kehamilan dan persalinan terdahulu
(Kusumawati, 2002).
Jaringan parut pada persalinan dahulu mengakibatkan persediaan darah ke
plasenta tidak adekuat sehingga perlekatan plasenta tidak sempurna dan
plasenta menjadi tipis serta mencakup uterus lebih luas. Akibat lain dari
perlekatan plasenta yang tidak adekuat ini adalah terganggunya penyaluran
nutrisi yang berasal dari ibu ke janin sehingga penyaluran nutrisi dari ibu ke
janin menjadi terhambat atau kurang mencukupi kebutuhan janin (Raymond,
2006).
Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin
baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Ibu bersalin dengan paritas
tinggi mengalami kehamilan dan persalinan berulang kali sehingga pada sistem
reproduksi terdapat penurunan fungsi dan akan meningkat menjadi risiko tinggi
apabila ibu dengan paritas lebih dari lima (Cunningham, 2008). Persalinan
prematur lebih banyak terjadi pada ibu dengan paritas tinggi (lebih dari 5 kali)
(Bobak, 2004).

22

Gambaran Umur Ibu dengan Persalinan Prematur di RSUD dr. M. Yunus


Bengkulu tahun 2013.
Hasil penelitian ini didapat dari 165 yang melahirkan prematur, diketahui hamper
sebagian (40,6%) berumur <20-35 tahun, sebagian kecil (30,9%) berumur >35 tahun
dan sebagian kecil (28,5%) berumur 20-35 tahun.
Hamil terlalu muda kurang dari 20 tahun atau terlalu tua di atas 35 tahun
merupakan faktor terjadinya persalinan premature (Sukardi, 2005). Umur reproduksi
yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Pada kehamilan diusia kurang dari 20
tahun secara fisik dan psikis masih kurang, misalnya dalam perhatian untuk
pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Usia lebih dari 35 tahun
berkaitan dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit
yang sering menimpa di usia ini.
Kelahiran bayi prematur lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi
badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi
janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran prematur. Faktor usia ibu bukanlah
faktor utama kelahiran prematur, tetapi kelahiran prematur tampak meningkat pada
wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun (Wiknjosastro, 2010).
Secara umum seorang perempuan disebut siap secara fisik jika ia telah
menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20 tahun ketika tubuhnya
berhenti tumbuh. Usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik. Hambatan yang
akan terjadi pada kehamilan dengan usia kurang dari 20 tahun). Ibu muda pada waktu
hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol kehamilan ini
berdampak pada meningkatnya resiko kehamilan. Bahaya yang ditimbulkan pada ibu

23

hamil dengan resiko kehamilan yang tinggi diantaranya adalah bayi lahir prematur
dengan berat rendah (BBLR) (Manuaba, 2010).
Menurut Cunningham (2008), wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko
lebih tinggi mengalami penyulit obstetri serta morbiditas dan mortalitas perinatal.
Wanita berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan peningkatan dalam masalah
hipertensi, diabetes, solusio plasenta, persalinan prematur, lahir mati dan plasenta
previa.

Gambaran Plasenta Previa dengan Persalinan Prematur di RSUD dr. M.


Yunus Bengkulu tahun 2013.
Hasil penelitian ini didapat dari 165 yang melahirkan prematur, diketahui bahwa
hampir seluruh (95,8%) tidak plasenta previa dan sebagian kecil (4,2%) plasenta
previa.

Bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar


lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta
dari dinding uterus pada saat itu terjadilah perdarahan dan menyebabkan
persalinan yang kurang bulan (prematur) (Susilawati, 2003).
Persalinan prematur tidak dapat dihindari. Perdarahan yang terjadi pada
plasenta previa karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut

24

otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang
letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi
oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini
daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan
mulai (Wiknjosastro, 2010).
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan
pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan
transfusi darah, akan tetapi persalinan premature tidak dapat dihindari.

25

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan gambaran faktor risiko kejadian
persalinan prematur di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2013 maka dapat dibuat
kesimpulan sebagai berikut:
1
2

Ibu bersalin di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, hampir sebagian primipara.


Ibu bersalin di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, hampir sebagian berumur <20

tahun.
Ibu bersalin di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, hampir seluruh tidak plasenta
previa.

B Saran
1 Bagi Akademik
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bengkulu khususnya mahasiswa jurusan
kebidanan agar dapat memperluas pengetahuannya mengenai faktor risiko persalinan
prematur. Selain itu diharapkan kepada pihak pendidikan untuk menambah bukubuku refresentatif khususnya bukubuku terbaru atau lima tahun terakhir yang
membahas tentang persalinan prematur yang berisiko agar referensi mahasisiswa
lebih banyak, sehingga diharapkan nantinya pengetahuan tersebut dapat berguna
untuk mengurangi risiko persalinan prematur.

42

26

Bagi RSUD dr. M. Yunus Bengkulu


Diharapkan agar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dapat menyediakan sarana dan

prasarana yang lengkap untuk melakukan penatalaksanaan kelahiran prematur dengn


cepat dan tepat sehingga dapat meminimalkan angka morbiditas.
3

Bagi Peneliti Lain


Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk meneliti dan mengembangkan

ruang lingkup penelitian lebih lanjut dengan penambahan variabel penelitian, desain
penelitian dan analisis yang berbeda. Misalnya dengan meneliti tentang hubungan ibu
hamil yang merokok dan mengkonsumsi alkohol dengan kejadian persalinan
prematur.

Anda mungkin juga menyukai