Clinical Science Session Gambaran Radiologi Pada Kanker Payudara
Clinical Science Session Gambaran Radiologi Pada Kanker Payudara
Oleh
Hans Everald
0910312126
Endri Pristiwadi
0910312144
1010313087
Ranny Anneliza
1210313056
Preseptor:
dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Gambaran
Radiologi pada Kanker Payudara. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Radiologi, Radioterapi,
dan Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr.Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Bab 1 Pendahuluan
13
16
22
2.4 Patogenesis
24
2.6 Diagnosis
25
27
2.7 Penatalaksanaan
44
Bab 3 Penutup
49
Daftar Pustaka
50
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Payudara
10
12
12
13
14
26
27
30
31
32
33
35
37
36
37
38
39
41
43
43
DAFTAR TABEL
4
16
21
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat
berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.1 Kanker payudara termasuk
kedalam satu di antara tiga serangkai keganasan yang menyerang perempuan di
Indonesia, yakni kanker payudara, kanker serviks dan kanker kulit.2
Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang
perempuan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada
perempuan dengan rerata 1,3 juta kasus baru dan terdapat sekitar 458.000
kematian akibat kanker payudara.3 Berdasarkan data Globocan 2008, terdapat 30
kasus per 100.000 penduduk, dan kanker payudara menempati urutan pertama
yaitu sebesar 38% dari seluruh kanker pada wanita.4
Menurut data statistik Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, kanker payudara adalah kanker
terbanyak yang diderita wanita Indonesia dengan angka kejadian 26 per 100.000
wanita, disusul kanker leher rahim dengan angka kejadian 16 per 100.000 wanita.
Selain itu, kanker payudara menempati urutan pertama jumlah pasien rawat inap
kanker di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (16,85%), disusul kanker serviks
(11,78%).5
Di Sumatera Barat angka kejadian kanker payudara adalah 5,6%. Angka ini
lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian rerata nasional yang hanya
sekitar 4,3% sehingga menempatkan Sumatera Barat pada urutan keenam dari tiga
puluh tiga provinsi di Indonesia.6 Pada tahun 2012 terdapat 112 kasus baru
kanker payudara primer di RSUP Dr. M.Djamil Padang.7
Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
penting untuk kanker payudara. Pemeriksaan radiologi yang terkait dengan kanker
payudara adalah mamografi, ultrasonografi (USG), MRI, dan PET scan.8
Semua benjolan di payudara harus diuji dengan triple test yang terdiri dari
pemeriksaan fisik, mamografi , dan biopsi.9 Mammografi merupakan pemeriksaan
payudara menggunakan sinar X. American Cancer Society merekomendasikan
pemeriksaan mamografi dilakukan setiap tahun pada wanita di atas 40 tahun.
Mamografi dilakukan sebagai alat bantu diagnostik utama, terutama pada usia di
atas 30 tahun. Ultrasonografi (USG) merupakan teknologi yang menggunakan
gelombang suara. USG dapat membedakan benjolan berupa tumor padat atau
kistik. MRI merupakan modalitas pemeriksaan terakurat. MRI menggunakan
medan magnet kuat dan gelombang radio untuk mendeteksi kelainan payudara
dengan sensitivitas tinggi (> 90%) pada benjolan yang kecil. PET
scan
merupakan alat pencitra tiga dimensi berwarna untuk mendeteksi perubahan sel di
dalam tubuh dengan menggunakan zat radiofarmaka. Pemeriksaan PET scan dapat
menggambarkan anatomi dan metabolisme sel kanker serta penyebarannya.8
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul Gambaran Radiologi pada
Kanker Payudara sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Payudara
Epidermis puting dan areola lebih gelap dan berkulit, dan kulit puting
mengandung sejumlah kelenjar keringat apokrin dan sebasea dan relatif berambut.
Sekitar 15-25 duktus memasuki dasar puting dimana mereka berdilatasi
membentuk milk sinuses. Sedikit di bawah permukaan puting, sinus-sinus tersebut
berakhir pada ampula berbentuk kerucut. Areola mengelilingi puting dan
berdiameter antara 15-60 mm. Kulitnya terdiri dari rambut lanugo, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea, dan kelenjar Montgomery, yang besar, merubah
kelenjar sebasea dengan miniatur duktus yang terbuka ke tuberkel Morgagni di
epidermis areola. Di dalam areola dan puting terdapat serabut-serabut otot polos
yang tersusun radiel dan sirkuler sebagai jaringan konektif dan secara longitudinal
sepanjang duktus laktiferus yang meluas ke puting. Serabut otot ini bertanggung
jawab untuk kontraksi areola, ereksi puting, dan pengosongan milk sinuses.10
10
Gambar
payudara
Parenkim payudara meluas
dari2.2Anatomi
bawah setinggi
iga dua atau tiga sampai ke
lipatan inframammari yang terletak di sekitar iga enam atau tujuh dan secara
lateral dari ujung sternum sampai garis aksilaris anterior. Jaringan payudara juga
meluas sampai ke aksila sebagai kelenjar Tail of Spence. Permukaan posterior
10
11
a.
non-invasif. DCIS berarti sel yang berada di duktus berubah menjadi sel
kanker.Perbedaan DCIS dengan kanker invasif adalah sel yang belum menyebar
12
melalui dinding duktus ke sekitar jaringan payudara. Karena tidak invasif, DCIS
tidak bermetastasis ke luar payudara. DCIS dikatakan pre-kanker karena pada
beberapa kasus bisa menjadi kanker invasif. Sekitar 1 dari 5 kanker payudara baru
merupakan DCIS. Hampir semua pasien yang didiagnosa pada stadium awal bisa
disembuhkan.11
b.
susu, tapi tidak tumbuh menembus dinding lobulus. LCIS disebut juga neoplasia
lobular. LCIS berbeda dengan DCIS, karena ia tidak akan berkembang menjadi
invasif jika ditatalaksana.11
13
Karsinoma Invasif
a.
dari duktus payudara, menembus dinding duktus, dan tumbuh ke jaringan lemak
payudara. Tipe ini juga dapat bermetastasis ke bagian tubuh lain melalui sistem
limfatik dan aliran darah. Sekitar 8 dai 10 kanker payudara invasif adalah
infiltrating ductal carcinoma.11
Ada beberapa subtipe karsinoma invasif yang dinamai berdasarkan temuan
mikroskopik. Beberapa diantaranya mempunyai prognosis yang baik yaitu
karsinoma kistik adenoid (adenocystic), karsinoma adenoskuamosa grade rendah,
karsinoma medular, karsinoma papiler, dan karsinoma tubular. Beberapa subtipe
lain mempunyai prognosis lebih buruk karsinoma duktal invasif standar yaitu
karsinoma metaplastik, karsinoma mikropapiler, dan mixed carcinoma (campuran
invasif duktal dan lobular).11
14
b.
kulit puting dan kemudian areola. Tipe ini jarang hanya sekitar 1% dari semua
kanker payudara. Kulit dari puting dan areola keras, kasar, dan merah dengan area
yang berdarah atau transudasi. Juga ada rasa terbakar dan gatal. Paget disease
hampir selalu berhubungan dengan DCIS. Tatalaksana dengan mastektomi. Jika
tidak ada benjolan yang teraba pada jaringan payudara, dan biopsi menunjukkan
DCIS tapi bukan kanker invasif, maka prognosisnya baik. Namun bila hasilnya
merupakan kanker invasif, maka prognosis tidak baik dan dibuat stadium dan
ditatalaksana seperti kanker invasif.11
3.
15
T0
Tis
Carcinoma in situ
Tis(DCIS)
Tis(LCIS)
Tumor 2 cm
T1mic
Microinvasion 0.1
T1a
T1b
T1c
T2
T3
Tumor > 5 cm
T4
T4a
T4b
T4c
T4d
Inflammatory carcinoma
16
diangkat)
N0
N1
N2
N2a
N2b
N3
N3a
N3b
N3c
pN0
17
pN0(i+)
pN1mi
pN1a
pN1b
pN1c
pN2
pN2a
pN2b
18
pN3
pN3a
pN3b
pN3c
M0
M1
Tis
N0
M0
Stage I
T1
N0
M0
Stage IIA
T0
N1
M0
N1
M0
T2
N0
M0
T2
N1
M0
T3
N0
M0
N2
M0
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N1
M0
T1
Stage IIB
Stage IIIA
T0
T1
19
T3
N2
M0
T4
N0
M0
T4
N1
M0
T4
N2
M0
Stage IIIC
Any T
N3
M0
Stage IV
Any T
Any N
M1
Stage IIIB
20
Birads 3
meragukan.
Kemungkinan
Kemungkinan
21
jinak,
untuk
tapi
masih
menjadi
Birads 4
mengkonfirmasi.
22
Birads 5
Menunjukan
gambaran
klasik
kalsifikasi
gambaran
mass
segmental
speculated
atau
dengan
linear,
kalsifikasi
polimorfik.
Birads 6
23
24
13
Efek
2.5. Patogenesis
Patogenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya
berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor atau
25
mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa, sel
mioepitel dan sekretorik lumen.13,16
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam
perjalanan menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi selsel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk
inti-intinya saling tumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering
menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relatif memiliki
sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologik jinak.
Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia atipik (klonal), dimana sitoplasma
selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih serta lumen
duktus yang teratur, secara klinis dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara. Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya
karsinoma insitu, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologi
sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi
stroma dan menembus membran basal. Karsinoma insitu lobular biasanya
menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak
teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma insitu duktal
merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga
memberi penampilan yang beragam. Setelah sel-sel tumor menembus
membran basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasif dan dapat
menyebar
secara
hematogen
dan
limfogen
sehingga
menimbulkan
metastasis.13,16
Mekanisme yang digunakan oleh tubuh untuk bereaksi melawan setiap
antigen yang diekspresikan oleh neoplasma disebut Immunosurveilance.
26
Fungsi primer dari sistem imun adalah untuk mengenal dan mendegradasi
antigen asing (nonself) yang timbul dalam tubuh. Dalam Immunosurveilance,
sel mutan dianggap akan mengekspresikan satu atau lebih antigen yang dapat
dikenal sebagai nonself. Sel NK, CTL dan makrofag ternyata paling berperan
dalam Immunosurveilance tumor, setelah mengenal sel kanker sebagai sel
asing, ketiga sel imun tersebut akan menghancurkan sel kanker. Sel CTL dan
sel NK melakukan cara sitotoksisitas yang sama yaitu dengan mengeluarkan
perforin, sedangkan makrofag menggunakan cara fagositosis.16
2.6. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi :17
1
b
2
27
sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita
dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun.17
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema. 18
28
29
jaringan yang banyak mengandung lemak, dan memiliki sensitifitas yang tinggi
pada kegananasan yang mengalami mikrokalsifikasi.20
Meskipun
memiliki
sensitivitas
yang
cukup
tinggi,
spesifisitas
30
32
Kepadatan asimetris
Adanya halo
33
34
35
36
karenanya
mungkin
dibutuhkan
pemeriksaan
ulang
dengan
37
38
39
40
pada umumnya pembuluh dara ini berdinding tipis serta tidak memiliki
lapisan otot dan sering memperlihatkan pintasan arteri-vena (A-V
shunt).Oleh karena itu para ahli akhir-akhir ini telah mencoba
menggunakan Colour Doppler Ultrasound (CDUS) guna mendeteksi
dan menilai Feeding Arteri dan Tumour Vessel. Menurut berbagai
penyelidikan umumnya dijumpai peningkatan Velositas aliran darah pada
tumour vessel dan feeding Arteri. Jadi,penggunaan CDUS dapat
merupakan sarana yang penting dalam membantu membedakan suatu lesi
ganas dari suatu lesi jinak payudara. 22
Gambar 2.18. Pasien yang sama. Adanya neovaskularisasi pada CDUS dan nodul
di daerah axilla mengindikasikan karsinoma
c. MRI
41
42
deteksi,
penyebaran
dan
residif
keganasan.
44
PET lebih akurat dalam menentukan status kelenjar getah bening locoregional,
khususnya pada wanita dengan kanker payudara stadium lanjut meskipun
tidak memungkinkan penentuan jumlah kelenjar getah bening tumor yang
terlibat.23
Persiapan yang perlu dilakukan untuk PET adalah puasa 4-6 jam
sebelum pemeriksaan, namun pasien masih dapat minum air putih.
Mengurangi aktivitas berat 24 jam sebelum pemeriksaan.24
45
46
2.8 Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory
carcinoma
mungkin
dapat
disembuhkan
dengan
terapi
47
48
mastektomi dan
49
50
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan
retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen
dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen
untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal 18
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.27
51
BAB 3
PENUTUP
Kanker payudara merupakan keganasan dari sel yang membentuk jaringan
payudara. Kanker payudara didefinisikan sebagai kanker yang terbentuk di
jaringan payudara, biasanya pada saluran (tabung yang membawa susu ke puting)
dan lobulus (kelenjar yang memproduksi air susu).
Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang
perempuan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada
perempuan dengan rerata 1,3 juta kasus baru dan terdapat sekitar 458.000
kematian akibat kanker payudara.
Diagnosis kanker payudara bisa ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk mendukung
pemeriksaan klinis yaitu berupa mamografi, ultrasonografi (USG), CT scan, MRI,
dan PET Scan..
Kanker payudara dapat dicegah dengan memahami faktor resiko dan
kemudian menghindarinya. Seorang wanita yang memiliki riwayat keluarga
menderita kanker payudara atau ovarium, sebaiknya melakukan pemeriksaan
payudara sendiri (SADARI) sebulan sekali sekitar hari ke-8 menstruasi baik untuk
dilakukan sejak usia 18 tahun dan mamografi setiap tahunnya sejak usia 25 tahun.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Payudara. Tersedia: http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf.
Diakses pada Oktober 2016.
2. Rata, IGAK. 2011. Tumor kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor (penyunting). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal 233.
3. Ellen W. 2011. Breast cancer screening. N Engl J Med;(365):1025-32.
4. Wahyuni D, Edison, Wirma AH. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Sikap terhadap Pelaksanaan SADARI pada Ibu Rumah Tangga di Kelurahan
Jati. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1): 89-93
5. Firdaus VRP, Aswiyanti A, Daan K, Wirsma AH. 2016. Hubungan Grading
Histopatologi dan Infiltrasi Limfovaskular dengan Subtipe Molekuler pada
Kanker Payudara Invasif di Bagian Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas 5(1): 165-72.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta.
7. Rahmatya A, Daan K, Henny M. 2015. Hubungan Usia dengan Gambaran
Klinikpatologi Kanker Payudara di Bagian Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
8. Gemmy Adirama. 2012. Pemeriksaan Payudara. Health First 19: 16-7.
9. Fadjari Heri. 2012. Pendekatan Diagnosis Benjolan di Payudara. CKD-192
39(4): 308-10.
53
10. Moustapha
Hamdi,
Elisabeth
RaficKuzbariAnatomyoftheBreast:
dari
:http://eknygos.lsmuni.lt/
Wringer,
A
Ingrid
ClinicalApplication.
springer/477/1-8.pdf.
Schlenz,
Diakses
Diakses
pada
26
Diakses
dari
September 2016.
11. American
Cancer
Society.
Breast
Cancer.
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090-pdf.pdf.
Diakses pada 26 September 2016.
12. WHO. Guidelines for Management of Breast Cancer. Diakses dari :
http://www.emro.who.int/dsaf/dsa697.pdf. Diakses pada 26 September 2016.
13. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC
14. Shah R, Rosso K, and Nathanson SD. 2014. Pathogenesis, preventif,
diagnosis, and treatment of breast cancer. World J Clin Oncol 10; 5(3): 28398
15. Abdulkarem IH. 2013. Aetio-pathogenesis of breast cancer. Nigerian Medical
Journal54 (6):371-5
16. De Jong W, Sjamsuhidayat. 2004. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC;.
17. Dixon, JM. 2006. ABC of Breast Diseases. 3rd edition. United Kingdom :
Blackwell Publishing,
18. Tjindarbumi.2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;
19. Makes, D. 2009. Mamografi Payudara. Dalam S. Rasad, & I. Ekayuda
(Penyunt.), Radiologi Diagnostik edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal.
511-516
20. Kobrunen SH, Schreer, Dershaw DD. 1997. Diagnostic breast imaging. New
York: Thieme Stuttgart.
54
21. Sutton D. 2003. The book of radiology and imaging vol. II, 7 th Ed. London:
Churchill livingstone.
22. Maryani A. 2011. Penatalaksanaa USG payudara. Disampaikan di Seminar
Workshop Nasional PARI ke XII, Bandung.
23. Skoura Evalinga V, Ioannis E, Datseris. PET imaging in breast cancer.
Hospital Chronides 2007, 2 (1): 12-18.
24. Schuster, David M. Clinical Utility of Pet Scanning in breast Cancer
Management. The American Journal of Hematology/ Oncology Vol. 11, no. 6
June 2015.
25. Notosiswooyo M, Suswati S. 2004. Pemanfaatan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) sebagai Sarana Diagnosis Pasien. Media Litbang Kesehatan
14(3): 8-13.
26. Kobrunner SHH, Scheer I, Dershaw DD. 1997. Diagnostic Breast Imaging.
New York: Thieme Stuttgart. Hal 256-60
27. Johnson K. For node-positive breast cancer, axillary radiation is best.
55