Anda di halaman 1dari 55

Clinical Science Session

GAMBARAN RADIOLOGI PADA KANKER PAYUDARA

Oleh
Hans Everald

0910312126

Endri Pristiwadi

0910312144

Elsa Prima Putri

1010313087

Ranny Anneliza

1210313056

Preseptor:
dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)

BAGIAN ILMU RADIOLOGI, RADIOTERAPI,


DAN KEDOKTERAN NUKLIR
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Gambaran
Radiologi pada Kanker Payudara. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Radiologi, Radioterapi,
dan Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr.Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman judul

Kata pengantar

Daftar Isi

Daftar Gambar

Daftar Tabel

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Metode Penulisan

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Payudara

2.2 Klasifikasi Kanker Payudara

13

2.3 Penentuan Staging

16

2.3 Etiologi dan Faktor resiko

22

2.4 Patogenesis

24

2.6 Diagnosis

25

2.6 Pemeriksaan Penunjang Radiologi

27

2.7 Penatalaksanaan

44

Bab 3 Penutup

49

Daftar Pustaka

50

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Payudara

Gambar 1.2 Pembuluh darah payudara

10

Gambar 2.3 Aliran limfe payudara

12

Gambar 2.4 Persarafan payudara

12

Gambar 2.5 Ductal Carsinoma In Situ

13

Gambar 2.6. Lobular Carsinoma In Situ

14

Gambar 2.7 Inspeksi Payudara

26

Gambar 2.8 Palpasi Payudara

27

Gambar 2.9 Proyeksi MLO dan CC

30

Gambar 2.10 Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan


Sketsa Proyeksi Mediolateral

31

Gambar 2.11 Gambaran Payudara Normal Proyeksi MLO

32

Gambar 2.12 Gambaran Massa Spikula di Kuadran Lateral Atas

33

Gambar 2.13 Architectur Distortion

35

Gambar 2.14 Tampak Karsinoma pada Payudara Kanan

37

Gambar 2.15 Sono- Anatomi Payudara Normal


Gambar 2.16. Gambaran Lesi Hipoekoik Inhomogen
Berbatas Tidak Tegas

36
37

Gambar 2.17. Massa dengan Batas Irregular

38

Gambar 2.18. Neovaskularisasi pada CDUS Dan Nodul di Axilla

39

Gambar 2.19. Gambaran MRI pada Kanker Payudara

41

Gambar 2.20 Gambaran PET Scan pada Kanker Payudara

43

Gambar 2.21 Gambaran Metastase Kanker Payudara

43

DAFTAR TABEL
4

Tabel 1. Stadium berdasarkan TNM pada Kanker Payudara

16

Tabel 2. TNM Stage Grouping

21

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat
berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.1 Kanker payudara termasuk
kedalam satu di antara tiga serangkai keganasan yang menyerang perempuan di
Indonesia, yakni kanker payudara, kanker serviks dan kanker kulit.2
Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang
perempuan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada
perempuan dengan rerata 1,3 juta kasus baru dan terdapat sekitar 458.000
kematian akibat kanker payudara.3 Berdasarkan data Globocan 2008, terdapat 30
kasus per 100.000 penduduk, dan kanker payudara menempati urutan pertama
yaitu sebesar 38% dari seluruh kanker pada wanita.4
Menurut data statistik Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, kanker payudara adalah kanker
terbanyak yang diderita wanita Indonesia dengan angka kejadian 26 per 100.000
wanita, disusul kanker leher rahim dengan angka kejadian 16 per 100.000 wanita.
Selain itu, kanker payudara menempati urutan pertama jumlah pasien rawat inap
kanker di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (16,85%), disusul kanker serviks
(11,78%).5
Di Sumatera Barat angka kejadian kanker payudara adalah 5,6%. Angka ini
lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian rerata nasional yang hanya
sekitar 4,3% sehingga menempatkan Sumatera Barat pada urutan keenam dari tiga

puluh tiga provinsi di Indonesia.6 Pada tahun 2012 terdapat 112 kasus baru
kanker payudara primer di RSUP Dr. M.Djamil Padang.7
Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
penting untuk kanker payudara. Pemeriksaan radiologi yang terkait dengan kanker
payudara adalah mamografi, ultrasonografi (USG), MRI, dan PET scan.8
Semua benjolan di payudara harus diuji dengan triple test yang terdiri dari
pemeriksaan fisik, mamografi , dan biopsi.9 Mammografi merupakan pemeriksaan
payudara menggunakan sinar X. American Cancer Society merekomendasikan
pemeriksaan mamografi dilakukan setiap tahun pada wanita di atas 40 tahun.
Mamografi dilakukan sebagai alat bantu diagnostik utama, terutama pada usia di
atas 30 tahun. Ultrasonografi (USG) merupakan teknologi yang menggunakan
gelombang suara. USG dapat membedakan benjolan berupa tumor padat atau
kistik. MRI merupakan modalitas pemeriksaan terakurat. MRI menggunakan
medan magnet kuat dan gelombang radio untuk mendeteksi kelainan payudara
dengan sensitivitas tinggi (> 90%) pada benjolan yang kecil. PET

scan

merupakan alat pencitra tiga dimensi berwarna untuk mendeteksi perubahan sel di
dalam tubuh dengan menggunakan zat radiofarmaka. Pemeriksaan PET scan dapat
menggambarkan anatomi dan metabolisme sel kanker serta penyebarannya.8
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul Gambaran Radiologi pada
Kanker Payudara sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas tentang anatomi payudara, klasifikasi, penentuan
staging, etiolog, faktor risiko, patogenesis, diagnosis (anamnesis, pemeriksaan
fisik, diagnosis banding, dan pemeriksaan penunjang mamografi, USG, MRI, PET
scan), dan tatalaksana pada kanker payudara.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai kanker payudara.
1.4 Metode Penelitian
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Payudara
Epidermis puting dan areola lebih gelap dan berkulit, dan kulit puting
mengandung sejumlah kelenjar keringat apokrin dan sebasea dan relatif berambut.
Sekitar 15-25 duktus memasuki dasar puting dimana mereka berdilatasi
membentuk milk sinuses. Sedikit di bawah permukaan puting, sinus-sinus tersebut
berakhir pada ampula berbentuk kerucut. Areola mengelilingi puting dan
berdiameter antara 15-60 mm. Kulitnya terdiri dari rambut lanugo, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea, dan kelenjar Montgomery, yang besar, merubah
kelenjar sebasea dengan miniatur duktus yang terbuka ke tuberkel Morgagni di
epidermis areola. Di dalam areola dan puting terdapat serabut-serabut otot polos
yang tersusun radiel dan sirkuler sebagai jaringan konektif dan secara longitudinal
sepanjang duktus laktiferus yang meluas ke puting. Serabut otot ini bertanggung
jawab untuk kontraksi areola, ereksi puting, dan pengosongan milk sinuses.10

10

Gambar
payudara
Parenkim payudara meluas
dari2.2Anatomi
bawah setinggi
iga dua atau tiga sampai ke
lipatan inframammari yang terletak di sekitar iga enam atau tujuh dan secara
lateral dari ujung sternum sampai garis aksilaris anterior. Jaringan payudara juga
meluas sampai ke aksila sebagai kelenjar Tail of Spence. Permukaan posterior

payudara adalah fasia pektoralis mayor, seratus anterior, eksternal abdominal


oblik, dan otot rectus abdominis.10
Ada tiga rute arteri utama yang memperdarahi payudara : arteri mammaria
internal, arteri thoracic lateral, dan arteri interkostal.
1. Arteri mammaria internal, cabang arteri subklavia, yang memperdarahi
sekitar 60% dari total aliran payudara, terutama ke bagian medial.
2. Arteri thoracic lateral berjalan dari arteri aksilaris, atau terkadang arteri
subskapular atau thoracoacromial. Arteri ini menyuplai sampai 30% dari
aliran payudara ke lateral dan bagian luar atas payudara.
3. Arteri interkostal posterior 3, 4, dan 5 adalah yang paling sedikit
memperdarahi payudara. Arteri tersebut terletak di ruang interkostal dan
berasal dari aorta, terutama memperdarahi kuadran inferoeksternal.10

Gambar 3.2 Pembuluh darah payudara. IM : Internal


Mammaria, LT : Lateral Thoracic, dan IC : Intercostal
Aliran vena payudara dibagi menjadi dua, yaitu :
1.1 Sistem superfisial
Aliran vena ini berjalan dari bawah lapisan superfisial pada fasia superfisial
dan dibagi menjadi 2 tipe yaitu transversal dan longitudinal. Vena

10

transversal (91%) berjalan secara medial pada jaringan subkutan menuju


vena mammaria interna. Vena longitudinal (9 %) berjalan naik ke
suprasternal notch menuju vena superfisial leher bawah.
1.2 Sistem vena dalam
Tiga grup vena yang termasuk sistem vena dalam pada payudara adalah :
(a) Cabang vena mammaria internal, pembuluh terbesar pada sistem vena
dalam
(b) Aliran menuju vena aksilaris
(c) Cabang dari vena intercostal posterior. Vena ini berhubungan dengan
vena vertebra dan vena azigos menuju vena kava superior.
Ketiga jalur vena ini menuju jaringan kapiler pulmoner dan merupakan
rute terjadinya metastasis ke paru. Ketiga vena ini membentuk pleksus
vena vertebra dan menjadi jalur langsung metastasis ke tulang belakang,
paha, bahu, humerus, dan tengkorak.10
Sistem limfe penting diketahui karena merupakan salah satu cara
kanker dapat menyebar. Sel kanker payudara bisa memasuki pembuluh
limfe dan mulai tumbuh di kelenjar limfe. Kebanyakan pembuluh limfe
payudara berhubungan dengan kelenjar limfe di aksila. Beberapa
pembuluh limfe berhubungan dengan kelenjar limfe dalam dada (kelenjar
mammaria internal) dan yang lainnya di kelenjar supraklavikula atau
infraklavikula. Jika sel kanker menyebar ke kelenjar limfe, ada
kesempatan besar sel masuk ke aliran darah dan meyebar ke tempat lain di
tubuh.11

11

Gambar 2.3 Aliran limfe payudara3


Payudara dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dan anterior dari
saraf interkostal 2-6. Cabang kutaneus lateral memotong otot interkostal
dan di dalam fasia garis mid aksilaris dan mengalir ke inferomedial.
Cabang kutaneus anterior mempersarafi bagian medial payudara.10

Gambar 2.4Persarafan payudara10


2.2. Klasifikasi
Kanker payudara dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan tampilan
sel kanker di bawah mikroskop. Kebanyakan kanker adalah karsinoma, tipe
kanker yang mengenai sel epitelial. Sering juga jenis adenokarsinoma yang
mengenai jaringan kelenjar. Tipe lainnya yaitu sarkoma yang mengenai sel otot,
lemak, dan jaringan penghubung. Kanker payudara juga dapat dibagi berdasarkan
protein alam sel kanker menjadi hormon reseptor positif atau triple negatif.11
1.

Karsinoma non invasif

a.

Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)


DCIS dikenal juga dengan intraductal carcinoma adalah kanker payudara

non-invasif. DCIS berarti sel yang berada di duktus berubah menjadi sel
kanker.Perbedaan DCIS dengan kanker invasif adalah sel yang belum menyebar

12

melalui dinding duktus ke sekitar jaringan payudara. Karena tidak invasif, DCIS
tidak bermetastasis ke luar payudara. DCIS dikatakan pre-kanker karena pada
beberapa kasus bisa menjadi kanker invasif. Sekitar 1 dari 5 kanker payudara baru
merupakan DCIS. Hampir semua pasien yang didiagnosa pada stadium awal bisa
disembuhkan.11

b.

Lobular Carsinoma In Situ (LCIS)


Pada LCIS, sel yang terlihat seperti sel kanker tumbuh di lobulus kelenjar

susu, tapi tidak tumbuh menembus dinding lobulus. LCIS disebut juga neoplasia
lobular. LCIS berbeda dengan DCIS, karena ia tidak akan berkembang menjadi
invasif jika ditatalaksana.11

13

Gambar 2.6. Lobular Carsinoma In Situ


2.

Karsinoma Invasif

a.

Invasive (or infiltrating) ductal carcinoma


Ini adalah tipe terbanyak kanker payudara. Karsinoma ductal invasif mulai

dari duktus payudara, menembus dinding duktus, dan tumbuh ke jaringan lemak
payudara. Tipe ini juga dapat bermetastasis ke bagian tubuh lain melalui sistem
limfatik dan aliran darah. Sekitar 8 dai 10 kanker payudara invasif adalah
infiltrating ductal carcinoma.11
Ada beberapa subtipe karsinoma invasif yang dinamai berdasarkan temuan
mikroskopik. Beberapa diantaranya mempunyai prognosis yang baik yaitu
karsinoma kistik adenoid (adenocystic), karsinoma adenoskuamosa grade rendah,
karsinoma medular, karsinoma papiler, dan karsinoma tubular. Beberapa subtipe
lain mempunyai prognosis lebih buruk karsinoma duktal invasif standar yaitu
karsinoma metaplastik, karsinoma mikropapiler, dan mixed carcinoma (campuran
invasif duktal dan lobular).11

14

b.

Invasive (or infiltrating) lobular carcinoma


Karsinoma lobular invasif berawal dari lobullus payudara. Seperti

karsinoma duktal invasif, ia dapat bermetastasis ke bagian lain tubuh. Sekitar 1


dari 10 kanker invasif payudara adalah karsinoma lobular invasif.11
c.

Paget disease pada nipple


Tipe kanker payudara ini berawal dari duktus payudara dan menyebar ke

kulit puting dan kemudian areola. Tipe ini jarang hanya sekitar 1% dari semua
kanker payudara. Kulit dari puting dan areola keras, kasar, dan merah dengan area
yang berdarah atau transudasi. Juga ada rasa terbakar dan gatal. Paget disease
hampir selalu berhubungan dengan DCIS. Tatalaksana dengan mastektomi. Jika
tidak ada benjolan yang teraba pada jaringan payudara, dan biopsi menunjukkan
DCIS tapi bukan kanker invasif, maka prognosisnya baik. Namun bila hasilnya
merupakan kanker invasif, maka prognosis tidak baik dan dibuat stadium dan
ditatalaksana seperti kanker invasif.11
3.

Tipe kanker payudara lainnya

Inflammatory breast cancer


Tipe ini tidak umum, hanya sekitar 1%-3% dari semua kanker payudara.
Biasanyatidak ada benjolan, namun kulit payudara terlihat merah dan teraba
panas. Kulit payudara juga terlihat tebal dan seperti kulit jeruk. Hal ini terjadi
karena sel kanker menghambat pembuluh limfe di kulit. Payudara yang terkena
menjadi besar, nyeri, atau gatal. Pada stadium awal, inflammatory breast cancer
terlihat seperti infeksi payudara (mastitis) dan ditatalaksana dengan antibiotik.
Jika gejala disebabkan oleh antibiotik, maka gejala tidak akan membaik, dan dari
hasil biopsi akan ditemkan sel kanker. Karena tidak ada benjolan, maka tidak akan

15

terlihat pada mammogram, yang membuatnya semakin sulit ditemukan. Tipe


kanker ini mudah menyebar dan punya prognosis lebih buruk daripada tipe
karsinoma lobular atau duktal invasif.11
2.3. Penentuan Stadium
Tabel 1. Stadium berdasarkan TNM pada kanker payudara12
Tumor Primer (T)
TX

Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis

Carcinoma in situ

Tis(DCIS)

Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS)

Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :


Paget's disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan
menurut ukuran tumor)
T1

Tumor 2 cm

T1mic

Microinvasion 0.1

T1a

Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b

Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c

Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2

Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3

Tumor > 5 cm

T4

Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding


dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a

Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b

Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau


ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c

Kriteria T4a dan T4b

T4d

Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah BeningKlinis (N)


NX

KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah

16

diangkat)
N0

Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2

Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan


atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat


atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b

Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary


ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral

N3

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b

Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c

Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)


pNX

KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau


tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0

Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya

17

dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler


pN0(i)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+),


IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)
pN1

Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak

pN1mi

Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a

Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b

Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara


mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak

pN1c

Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB
aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2

Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB


internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla

pN2a

Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b

tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara


klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

18

pN3

Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau


secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB
aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB
internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a

Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau


metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b

Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan


terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis
ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan
kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB
sentinel, tidak tampak secara klinis

pN3c

Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)


MX

Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0

Tidak terdapat metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh

Tabel 2. TNM stage grouping


Stage 0

Tis

N0

M0

Stage I

T1

N0

M0

Stage IIA

T0

N1

M0

N1

M0

T2

N0

M0

T2

N1

M0

T3

N0

M0

N2

M0

N2

M0

T2

N2

M0

T3

N1

M0

T1
Stage IIB
Stage IIIA

T0
T1

19

T3

N2

M0

T4

N0

M0

T4

N1

M0

T4

N2

M0

Stage IIIC

Any T

N3

M0

Stage IV

Any T

Any N

M1

Stage IIIB

BI-RADS (Breast Imaging Reporting and Data System) merupakan


klasifikasi dari American Collage of Radiology untuk penilaian risiko tumor dari
pemeriksaan mammografi, USG, dan MRI.
Klasifikasi BI-RADS:
Birads 0:Pemeriksaan belum lengkap, masih membutuhkan
pemeriksaan tambahan/ lain. Hasil akhir baru didapatkan
setelah pemeriksaan tambahan/lain.
Birads 1:Hasil pemeriksaan negatif, tidak ada massa, distorsi
arsitektur, dan kalsifikasi yang mencurigakan.

20

Birads 2: Didapatkan gambaran tumor jinak.

Birads 3
meragukan.

Kemungkinan
Kemungkinan

21

jinak,
untuk

tapi

masih
menjadi

keganasannya kurang dari 2%, sehingga diperlukan


untuk follow up 6 bulan ke depan.

Birads 4

: Pada tingkat ini tidak ditemukan

tampilan klasik keganasan, namun dicurigai adanya


keganasan, oleh karenanya dibutuhkan biopsi untuk

mengkonfirmasi.

22

Birads 5

Menunjukan

gambaran

klasik

keganasan seperti: spikula, massa hiperdensitas


irregular,

kalsifikasi

gambaran

mass

segmental

speculated

atau

dengan

linear,

kalsifikasi

polimorfik.

Birads 6

:Pemeriksaan patologi anatomi telah

membuktikan adanya keganasan.

23

2.4. Etiologi dan Faktor Risiko


Studi tentang keganasan pada payudara telah menemukan beberapa hal
dapat meningkatkan resiko, antara lain:
a. Usia: semakin bertambah usia maka resiko akan semakin meningkat
terutama pada usia 30-50 tahun, tetapi resiko akan berkurang pada saat
menopause.13
b. Genetik dan Riwayat keluarga: sebanyak 20-25% penderita kanker
payudara memiliki keluarga dengan riwayat keganasan dan 5-10% kanker
payudara terjadi akibat adanya predisposisi genetik.Gen yang memiliki
prediposisi resiko tinggi (40-85%) dengan kanker payudara yaitu BRCA1,
BRCA2, TP53, PTEN, STK11, NF1, dan CDH-1. Sedangkan untuk gen
yang memiliki predisposisi sedang (20-40%) antara lain mutasi pada ATM,
CHEK2, dan BRCA1 dan BRCA2 modifer gen BRIP1 dan PALB2.14
c. Hormonal dan riwayat reproduksi: perkembangan kanker payudara erat
kaitannya dengan hormonal. Early menarche ( 13 tahun), nullipara,
hormone replacement terapy (HRT), abortus pada kehamilan pertama,
kelahiran pertama setelah usia 30 tahun, dan usia menopause lambat (> 50
tahun) dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Sedangkan
wanita yang melahirkan pertama sebelum usia 20 tahun, paritas tinggi,
dan menyusui dapat mengurangi resiko kanker payudara.13,14
d. Gaya hidup
o Alkohol: konsumsi alkohol sebanyak 60 g perhari akan meningkatkan
resiko, dan tiap kenaikan 10 g perhari akan meningkatkan resiko
sebanyak 9%.14,15

24

o Pola makan: Makan tinggi lemak berhubungan dengan insiden kanker


payudara. Hal ini karena makanan yang tinggi lemak berarti tinggi
kolesterol, yang mana ini merupakan precursor dan sintesis esterogen
dan hormon steroid lain. Paparan esterogen yang tinggi ini akan
menstimulasi perkembangan kanker payudara. Sedangkan pola makan
yang banyak mengandung serat (35-45 g perhari), kedelai, dan vitamin
akan mengurangi resiko kanker payudara.15
o Aktifitas fisik: aktivitas fisik telah terbukti dapat menurunkan resiko
kanker payudara.

Kegiatan sederhana yang dilakukan secara rutin

dapat menurunkan resiko kanker sebesar 2%, sedangkan kegiatan aktif


dapat mengurangi resiko kanker payudara hingga 5%.14
o Radiasi: Jumlah paparan radiasi berbading lurus dengan resiko kanker
payudara. Peningkatan resiko untuk setiap radiasi pada perempuan
muda dan anak-anak yang akan bermenifes pada usia 30 tahun.

13

Efek

peningkatan kasus kanker payudara akibat radiasi dapat terlihat dengan


jelas di kota Hirosima, Nagasaki, dan di sekitar Chernobyl.14
o Obesitas: obesitas khususnya pada wanita postmenopouse diketahui
meningkatkan resiko kanker payudara. Penelitian menunjukan bahwa
tiap bertambah berat badan sebesar 5 kg dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker payudara 8%.14

2.5. Patogenesis
Patogenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya
berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor atau

25

mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa, sel
mioepitel dan sekretorik lumen.13,16
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam
perjalanan menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi selsel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk
inti-intinya saling tumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering
menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relatif memiliki
sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologik jinak.
Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia atipik (klonal), dimana sitoplasma
selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih serta lumen
duktus yang teratur, secara klinis dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara. Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya
karsinoma insitu, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologi
sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi
stroma dan menembus membran basal. Karsinoma insitu lobular biasanya
menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak
teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma insitu duktal
merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga
memberi penampilan yang beragam. Setelah sel-sel tumor menembus
membran basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasif dan dapat
menyebar

secara

hematogen

dan

limfogen

sehingga

menimbulkan

metastasis.13,16
Mekanisme yang digunakan oleh tubuh untuk bereaksi melawan setiap
antigen yang diekspresikan oleh neoplasma disebut Immunosurveilance.

26

Fungsi primer dari sistem imun adalah untuk mengenal dan mendegradasi
antigen asing (nonself) yang timbul dalam tubuh. Dalam Immunosurveilance,
sel mutan dianggap akan mengekspresikan satu atau lebih antigen yang dapat
dikenal sebagai nonself. Sel NK, CTL dan makrofag ternyata paling berperan
dalam Immunosurveilance tumor, setelah mengenal sel kanker sebagai sel
asing, ketiga sel imun tersebut akan menghancurkan sel kanker. Sel CTL dan
sel NK melakukan cara sitotoksisitas yang sama yaitu dengan mengeluarkan
perforin, sedangkan makrofag menggunakan cara fagositosis.16
2.6. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi :17
1

Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting


susunya
a

Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah


ketiak

b
2

Puting susu terasa mengeras

Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya


a

Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara

Puting susu tertarik ke dalam payudara

Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.


Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.

27

Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu


Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika

sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita
dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun.17

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema. 18

28

Gambar 2.7 Inspeksi Payudara


2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.

Gambar 2.8 Palpasi Payudara


2.7 Pemeriksaan penunjang radiologi
a. Mamografi
Mammografi merupakan pemeriksaan radiologis khusus pada payudara
menggunakan sinar X dosis rendah. Pemeriksaan mamografi pada pasien tanpa
gejala disebut dengan mamografi skrining, sedangkan pemeriksaan pada pasien
dengan tanda dan gejala kanker payudara disebut dengan mamografi diagnostik.19
Sampai saat ini Mamografi adalah metode pencitraan yang cocok untuk
melakukan skrining. Secara umum mamografi memiliki sensitivitas hingga 90%,
sekitar 10% sisanya tidak dapat dideteksi. Pada saat digunakan untuk skrining,
mamografi mampu mendeteksi karsinoma yang tidak dapat dideteksi dengan
palpasi. Kelebihan lain mamografi yaitu sangat baik untuk pencitraan pada

29

jaringan yang banyak mengandung lemak, dan memiliki sensitifitas yang tinggi
pada kegananasan yang mengalami mikrokalsifikasi.20
Meskipun

memiliki

sensitivitas

yang

cukup

tinggi,

spesifisitas

pemeriksaan mamografi hanya pada beberapa kasus saja seperti dalam


mendiagnosa lesi jinak seperti typically oil cyst, hamartoma, lipoma, typically
calcified fibroadenoma atau KGB.20
Skrining dengan mamografi dapat mengurangi 30-70% mortalitas. Selain
sensitivitas yang tinggi, keuntungan lain yang diperoleh skrining dengan
mamografi yaitu:

Pemeriksaan noninvasive yang murah.

Mudah dipelajari dan mudah untuk di dokumentasikan.

Dapat dengan meudah menemukan kalsifikasi pada keganasan.20

Adapun kekurangan mamografi pada saat skrining yaitu:

Hasil negative (false negative) tidak menghilangkan kemungkinan tetap


ada keganasan.

Pada saat skrining maupun diagnostik, untuk mendapatkan hasil terbaik


dibutuhkan data klinis dan rekam medik pasien. Kedua hal tersebut tidak
dapat diabaikan, karena sekitar 10% keganasan pada payudara dapat
dideteksi hanya dengan pemeriksaan fisik.

Hasil pemeriksaan tergantung pada kualitas gambar dan keahlian


pemeriksa.20

Indikasi Pemeriksaan Mamografi


Indikasi pemeriksaan skrining mamografi antara lain adalah:20

30

Mencari tanda keganasan yang tersembunyi pada pasien wanita


asimptomatis berusia 40 tahun atau lebih,

Mencari tanda keganasan pada pasien wanita asimtomatis berusia 35


tahun atau lebih yang memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara
yaitu:
o Pasien dengan keluarga derajat pertama terdiagnosa kanker
payudara premenopause
o Pasien dengan faktor resiko histologis yang ditemukan saat
prosedur pembedahan seperti hyperplasia ductus atipikal.
Sedangkan indikasi pemeriksaan diagnostik mamografi adalah:

Terdapatnya benjolan pada payudara atau tanda dan gejala keganasan


seperti kulit payudara berkerut, retraksi puting, dan keluarnya discharge
dari payudara

Hasil pemeriksaan skrining mamografi yang abnormal

Pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk keganasan payudara

Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan

Adanya metastasis tanpa diketahui asal tumor primer.19

Pemeriksaan standar mamografi menggunakan 2 posisi yaitu mediolateral


obligue (MLO) dan craniocaudal (CC). Pada proyeksi CC standar, sinar X-ray
diarahkan dari atas ke inferior. Posisi ini dicapai dengan menarik payudara ke atas
dan ke depan menjauh dari dinding dada, dengan kompresi diterapkan dari atas.
Kompresi yang dilakukan pada pemeriksaan mamografi memberikan imobilisasi
payudara selama eksposure dan dispersi dari bayangan jaringan payudara,
sehingga memungkinkan pemisahan visual yang lebih baik dari struktur payudara.
31

Pada proyeksi CC hampir semua bagian payudara tercakup kecuali bagian


lateralnya. Proyeksi CC dengan posisi yang baik menunjukkan bagian subareolar,
medial dan teral dari payudara. Otot pektoralis mayor terletak di tengah film CC
pada sekitar 30% dari individu.20
Pada proyeksi MLO, sinar X-ray diarahkan dari superomedial ke
inferolateral, pada sudut 30-60o, dengan kompresi yang diterapkan miring di
dinding dada, tegak lurus dengan sumbu panjang dari otot pektoralis mayor.
Proyeksi MLO sangat penting karena merupakan satu-satunya proyeksi yang
dapat menunjukkan gambaran seluruh jaringan payudara. Proyeksi MLO dengan
posisi yang adekuat menunjukkan profil puting susu, permukaan anterior otot
pektoralis terlihat sejajar sampai puting, lipatan kulit inframmary harus terlihat,
payudara harus terangkat dengan baik dan terkompresi dengan baik sehingga
jaringan payudara tersebar dengan rata diantara piringan kompresi dan film.20

Gambar 2.9 Proyeksi MLO(kiri) dan CC (kanan)


Kelainan pada mammogram dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda
primer dan sekunder. Tanda-tanda primer pada kelainan antara lain:

Kepadatan tumor dengan peningkatan densitas, batas tumor tak teratur,


memberikan gambaran seperti komet.

Terdapat perbedaan besar tumor pada pemeriksaan klinis dan


mamografi

32

Adanya mikrokalsifikasi yang spesifik

Tanda-tanda sekunder pada kelainan ini adalah:

Perubahan pada kulit berupa penebalan dan retraksi

Kepadatan asimetris

Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglanular yang tak teratur

Bertambahnya vaskularisasi yang asimetris

Pembesaran kelenjar aksila

Sedangkan pada tumor jinak akan memberikan tanda-tanda sekunder berupa:

Lesi dengan densitas meningkat, batas tegas, licin, dan teratur

Adanya halo

Kadang-kadang tampak pengapuran yang kasar dan umumnya dapat


dihitung.19

Gambar 2.10 Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan


Sketsa Proyeksi Mediolateral

Dalam pembacaan mamogram, mamografi kiri dan kanan harus diletakan


berdampingan untuk melakukan penilainan kesimetrian payudara, ukuran,

33

densitas, dan distribusi galndular. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara


sistematis tanda-tanda mamografi abnormal seperti massa, perubahan densitas,
kalsifikasi, dan architectural distortion.

Gambar 2.8 Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan Sketsa


Proyeksi Mediolateral

Gambar 2.11 Gambaran Payudara normal proyeksi MLO A. glandular B.


involuting C. Adiposa D. Tidak ada M. pektoralis di payudara kiri 21

34

Gambaran keganasan pada payudara:


a. Speculates mass (stellate mass)
Gambaran speculates mass merupakan gambaran yang paling umum
ditemukan. Gambarannya berupa massa di central dengan spikula yang ada di
sekitarnya. Posisi massa yang berada jauh di dalam dapat berhubungan dengan
m. pectoralis. Sedangkan batas yang irregular dapat kita curigai merupakan
ductus carcinoma in situ. Dalam mendiagnosa adanya keganasan perlu kiranya
untuk memperhatikan tanda-tanda keganasan seperti distorsi parenkim,
retraksi, dan trabekular payudara yang lebih lurus.

Gambar 2.12 Gambaran massa spikula di kuadran lateral atas

35

Sekitar 95% gambaran speculated mass merupakan gambaran kanker


payudara invasif. Diagnosa lain yang dapat dipikirkan yaitu non-invasive
carcinoma, complex sclerosing lesion/radialscar, fibromatosis, dan granular
cell tumor.21
b. Architectural distortion (parenchymal distortion, stellate lesion)
Architectural distortion merupakan gambaran seperti garis lurus
pada mamografi yang biasanya berukuran 1-4 cm yang menyebardi sekitar
area sentral. Lesi pada bagian sentral biasanya tidak terlihat baik pada
proyeksi standar maupun lokal, oleh karenanya kadang diperlukan
pemeriksaan ulang untuk konfirmasi ulang apakah memang tidak ada
kelainan atau lesi tersebut overlying dengan normal stroma.21
Gambaran Architectural distortion dapat didiagnosa sebagai
complex scleroting lesion/radial scar, karsinoma, dan surgical scar.

36

Gambar 2.13 1a, b: Architectur distortion dengan mikrocalsifikasi c: Architectur


distortionpada invasive tubular carcinoma

c. Densitas soft-tissue asimetris


Sangat sulit untuk mendiagnosa pada gambaran soft-tissue asimetris.
Oleh

karenanya

mungkin

dibutuhkan

pemeriksaan

ulang

dengan

memperhatikan hal-hal berikut:

3-4 cm di sekitar anterior m. pectoralis pada pemeriksaan MLO

Ruang retroglandular diantara posterior parenkim dengan dinding


dada baik pada proyeksi MLO maupun CC

Bagian medial pada proyeksi CC

Karsinoma pada bagian retroaeoral mungkin sulit untuk dinilai karena


superposisi dengan duktus dan stroma.

Bagian inferior dari payudara21

37

Gambar 2.14 Tampak Karsinoma pada payudara kanan


b. USG
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Hal yang perlu
diketahui mengenai pemeriksaan USG payudara dan mammografi yakni : Bila
usia dibawah 25 tahun dilakukan pemeriksaan USG payudara saja.Tidak
dianjurkan mammografi Karena gambaran mammografi kurang informative
yang disebabkan oleh karena jaringan fibroglandularnya masih padat sehingga
gambaran mammografinya putih (Opaque). Sehingga susah untuk mendeteksi
kelainan payudara. Untuk usia 25-34 tahun dilakukan USG payudara dan
pemeriksaan mammografi jika diperlukan saja. Untuk usia di atas 35 tahun
diutamakan mammografi dan pemeriksaan USG sebagai konfirmasinya.

38

Gambar 2.15. Sono- anatomi payudara normal, wanita umur 21 tahun.


FG = fibro glandular, C = iga, OP= otot pektoralis

Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran


dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di
bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang
halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan
batas yang tegas. 18
Sebagian besar keganasan payudara yang dapat terdeteksi secara USG
mempunyai batas yang kabur. Hal ini disebabkan oleh Karena adanya infiltrasi
kanker payudara ke jaringan sekitarnya/ spiculated.22
Tanda primer:
1. Bentuk: bervariasi dapat bundar, oval, berlobulasi atau tak teratur.
2. Batas: tidak teratur
3. Eko internal: lemah dan inhomegen
4. Bayangan akustik posterior: untuk sebagian besar kasus.
5. Mikrokalsifikasi: dapat dijumpai untuk sebagian besar kasus dengan
diameter lebih dari 1 cm.
Tanda sekunder:

39

1. Perubahan atau distorsi susunan anatomi normal jaringan payudara sekitar


tumor.
2. Penebalan/ kekakuan ligamentum cooperi.
3. Retraksi dan penebalan kutis
4. Perubahan/ distorsi jaringan lemak subkutis

Gambar 2.16. Gambaran lesi hipoekoik inhomogen berbatas tidak tegas

Gambar 2.17. Tampak massa dengan batas irregular, kemungkinan malignancy


tidak dapat disingkirkan
Tumor ganas payudara dengan ukuran beberapa millimeter saja
akan merangsang tumbuhnya pembuluh darah baru (neovaskularization).
Pembuluh ini akan memasuki lesi ganas payudara dari arah perifer dimana

40

pada umumnya pembuluh dara ini berdinding tipis serta tidak memiliki
lapisan otot dan sering memperlihatkan pintasan arteri-vena (A-V
shunt).Oleh karena itu para ahli akhir-akhir ini telah mencoba
menggunakan Colour Doppler Ultrasound (CDUS) guna mendeteksi
dan menilai Feeding Arteri dan Tumour Vessel. Menurut berbagai
penyelidikan umumnya dijumpai peningkatan Velositas aliran darah pada
tumour vessel dan feeding Arteri. Jadi,penggunaan CDUS dapat
merupakan sarana yang penting dalam membantu membedakan suatu lesi
ganas dari suatu lesi jinak payudara. 22

Gambar 2.18. Pasien yang sama. Adanya neovaskularisasi pada CDUS dan nodul
di daerah axilla mengindikasikan karsinoma

c. MRI

41

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan suatu teknik penggambaran


penampang tubuh dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064
1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom
hidrogen. MRI memiliki kelebihan, terutama kemampuannya membuat potongan
koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien
sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik jaringan lunak. 25
MRI merupakan modalitas pemeriksaan terakurat. MRI dapat mendeteksi
kelainan payudara dengan sensitivitas tinggi (> 90%) pada benjolan yang kecil.
MRI direkomendasikan hanya pada beberapa kasus tertentu, seperti kecurigaan
adanya beberapa benjolan, benjolan tak teraba, benjolan sangat kecil, atau
implan.8 Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi,
namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya
mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat
dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada
payudara dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk
menderita kanker payudara.1
MRI dengan kontras merupakan pemeriksaan paling akurat untuk
menemukan fokus primer yang invasif pada kanker payudara. Paramagnetik
kontras yang digunakan adalah Gd-DTPA, yang dimasukkan secara intravena.
MRI tidak digunakan sebagai skrining, tetapi dapat digunakan sebagai
pemeriksaan pelengkap mamografi, karena MRI dapat memberikan informasi
berharga dalam kasus yang tidak jelas. 26

Gambaran Keganasan pada MRI 26:

42

a. Focal, isointens sampai hiperintens (85-90% kasus karsinoma)


- lebih sering ditemukan batas luar irreguler
- terkadang terdapat struktur duktus pada batas luar
- terkadang nodular
- jarang ditemukan batas licin
- pada karsinoma terdapat gambaran lebih intens pada daerah perifer, hal
ini disebabkan karena daerah perifer merupakan zona pertumbuhan
hiperseluler pada karsinoma.
b. Hiperintens yang bersifat difus (10-15% kasus karsinoma), tidak terlihat
batas yang jelas, dan meliputi sebagian besar parenkim mammae.
c. Kebanyakan karsinoma menunjukkan peningkatan hiperintens yang cepat
(sekitar 1-3 menit) setelah penyuntikan kontras, kemudian terjadi
penurunan sinyal intensitas setelah 3-5 menit (pada 50-70% kasus
karsinoma), tetapi hal ini tidak ditemukan pada 12% kasus karsinoma.

Gambar 2.19. Gambaran MRI pada kanker payudara.


d. PET Scan
PET (Positron Emission Tomography) merupakan salah satu
modalitas kedokteran nuklir. Selama dekade terakhir PET telah digunakan
dalam pengelolaan pasien kanker. Radiotracer paling banyak digunakan dalam
praktek klinis adalah analog glukosa 2-F18fluoro-2-deoksi-D-glukosa (FDG).
PET menunjukkan peningkatan nilai dalam perbedaan antara lesi ganas dan
jinak, dalam staging penyakit, restaging dan dalam perencanaan terapi.23
43

PET bertujuan untuk memberikan gambaran metabolik


dari patologi yang terjadi pada seluruh tubuh menggunakan
radio isotope (nuklir) . Kombinasi PET dengan CTScan/MRI
memberikan informasi aspek anatomi dan metabolik dari sel
kanker dan aktifitasnya diseluruh tubuh sehingga sangat baik
untuk

deteksi,

penyebaran

dan

residif

keganasan.

Pemeriksaan PET lebih dianjurkan untuk follow up ataupun


perencanaan radioterapi, karena tidak memberikan detail
anatomi dan beresiko radiasi.24
PET menunjukkan sensitivitas diagnostik berkisar antara 80% dan
96% dan spesifitas antara 83% dan 100%, tetapi kemampuannya untuk
mendeteksi kanker payudara sangat tergantung pada ukuran tumor. Pada
tumor kecil, hanya 68,2% dari karsinoma payudara pada tahap pT1 (<2 cm)
dengan benar diidentifikasi dibandingkan dengan 91,9% dari pada tahap pT2
(> 2-5 cm) dan karena resolusi yang terbatas, PET tidak dianjurkan untuk lesi
yang lebih kecil dari 1 cm diameter .23
Ukuran kelenjar getah bening sangat penting dalam menentukan
keterlibatan tumor terutama pembesaran kelenjar getah bening di atas 1 cm.
Sebaliknya, pencitraan metabolik dengan PET tampaknya memberikan
informasi yang lebih spesifik mendeteksi peningkatan konsumsi glukosa dari
jaringan kanker. Hasil kebanyakan studi menunjukkan bahwa PET sangat
sensitif dan spesifik untuk melihat penyakit nodul di axilla dengan sensitivitas
berkisar antara 79% sampai 100%, spesifisitas mulai dari 50% sampai 100%
dan akurasi mulai dari 77% ke 89,8%.Dibandingkan dengan konvensional,

44

PET lebih akurat dalam menentukan status kelenjar getah bening locoregional,
khususnya pada wanita dengan kanker payudara stadium lanjut meskipun
tidak memungkinkan penentuan jumlah kelenjar getah bening tumor yang
terlibat.23
Persiapan yang perlu dilakukan untuk PET adalah puasa 4-6 jam
sebelum pemeriksaan, namun pasien masih dapat minum air putih.
Mengurangi aktivitas berat 24 jam sebelum pemeriksaan.24

Gambar 2.20 Gambaran PET Scan pada kanker payudara

45

Gambar 2.21 Gambaran metastase kanker payudara

Gambar 2.22 Perbandingan gambar CT, PET, dan gabungan PET/CT

46

2.8 Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory

carcinoma

mungkin

dapat

disembuhkan

dengan

terapi

multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan


pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau
untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor
primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status
KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy
dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla
ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini,
sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang

47

tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy


menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.
2. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor
and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi
tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi
KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah
batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada
bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian
superiornya m. subcalvia.
Seroma di bawah kulit dan aksilla merupakan komplikasi tersering dari
mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan
closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter
dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang
terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis
skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan
sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan
memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema
fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla
ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktorfaktor predisposisi.18
Satu studi menganalisis data kambuhnya kanker payudara pada pasien
yang telah menjalani mastektomi dengan rekonstruksi langsung dibandingkan
dengan mereka yang tidak mengalami rekonstruksi setelah

48

mastektomi dan

menyimpulkan bahwa baik kejadian maupun waktu untuk deteksi penyakit


berulang yang terkena dampak rekonstruksi.27
B. Terapi non-pembedahan
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.
Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium
I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.27
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan 27
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma
mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan
tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau
limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain
siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.18

49

Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya


negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. 18
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu
besar untuk dilakukan lumpectomy. 18
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. 18
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.18
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae

50

dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan
retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen
dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen
untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal 18
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.27

51

BAB 3
PENUTUP
Kanker payudara merupakan keganasan dari sel yang membentuk jaringan
payudara. Kanker payudara didefinisikan sebagai kanker yang terbentuk di
jaringan payudara, biasanya pada saluran (tabung yang membawa susu ke puting)
dan lobulus (kelenjar yang memproduksi air susu).
Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang
perempuan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada
perempuan dengan rerata 1,3 juta kasus baru dan terdapat sekitar 458.000
kematian akibat kanker payudara.
Diagnosis kanker payudara bisa ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk mendukung
pemeriksaan klinis yaitu berupa mamografi, ultrasonografi (USG), CT scan, MRI,
dan PET Scan..
Kanker payudara dapat dicegah dengan memahami faktor resiko dan
kemudian menghindarinya. Seorang wanita yang memiliki riwayat keluarga
menderita kanker payudara atau ovarium, sebaiknya melakukan pemeriksaan
payudara sendiri (SADARI) sebulan sekali sekitar hari ke-8 menstruasi baik untuk
dilakukan sejak usia 18 tahun dan mamografi setiap tahunnya sejak usia 25 tahun.

52

DAFTAR PUSTAKA
1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Payudara. Tersedia: http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf.
Diakses pada Oktober 2016.
2. Rata, IGAK. 2011. Tumor kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor (penyunting). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal 233.
3. Ellen W. 2011. Breast cancer screening. N Engl J Med;(365):1025-32.
4. Wahyuni D, Edison, Wirma AH. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Sikap terhadap Pelaksanaan SADARI pada Ibu Rumah Tangga di Kelurahan
Jati. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1): 89-93
5. Firdaus VRP, Aswiyanti A, Daan K, Wirsma AH. 2016. Hubungan Grading
Histopatologi dan Infiltrasi Limfovaskular dengan Subtipe Molekuler pada
Kanker Payudara Invasif di Bagian Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas 5(1): 165-72.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta.
7. Rahmatya A, Daan K, Henny M. 2015. Hubungan Usia dengan Gambaran
Klinikpatologi Kanker Payudara di Bagian Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
8. Gemmy Adirama. 2012. Pemeriksaan Payudara. Health First 19: 16-7.
9. Fadjari Heri. 2012. Pendekatan Diagnosis Benjolan di Payudara. CKD-192
39(4): 308-10.

53

10. Moustapha

Hamdi,

Elisabeth

RaficKuzbariAnatomyoftheBreast:
dari

:http://eknygos.lsmuni.lt/

Wringer,
A

Ingrid

ClinicalApplication.

springer/477/1-8.pdf.

Schlenz,
Diakses

Diakses

pada

26

Diakses

dari

September 2016.
11. American

Cancer

Society.

Breast

Cancer.

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090-pdf.pdf.
Diakses pada 26 September 2016.
12. WHO. Guidelines for Management of Breast Cancer. Diakses dari :
http://www.emro.who.int/dsaf/dsa697.pdf. Diakses pada 26 September 2016.
13. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC
14. Shah R, Rosso K, and Nathanson SD. 2014. Pathogenesis, preventif,
diagnosis, and treatment of breast cancer. World J Clin Oncol 10; 5(3): 28398
15. Abdulkarem IH. 2013. Aetio-pathogenesis of breast cancer. Nigerian Medical
Journal54 (6):371-5
16. De Jong W, Sjamsuhidayat. 2004. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC;.
17. Dixon, JM. 2006. ABC of Breast Diseases. 3rd edition. United Kingdom :
Blackwell Publishing,
18. Tjindarbumi.2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;
19. Makes, D. 2009. Mamografi Payudara. Dalam S. Rasad, & I. Ekayuda
(Penyunt.), Radiologi Diagnostik edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal.
511-516
20. Kobrunen SH, Schreer, Dershaw DD. 1997. Diagnostic breast imaging. New
York: Thieme Stuttgart.

54

21. Sutton D. 2003. The book of radiology and imaging vol. II, 7 th Ed. London:
Churchill livingstone.
22. Maryani A. 2011. Penatalaksanaa USG payudara. Disampaikan di Seminar
Workshop Nasional PARI ke XII, Bandung.
23. Skoura Evalinga V, Ioannis E, Datseris. PET imaging in breast cancer.
Hospital Chronides 2007, 2 (1): 12-18.
24. Schuster, David M. Clinical Utility of Pet Scanning in breast Cancer
Management. The American Journal of Hematology/ Oncology Vol. 11, no. 6
June 2015.
25. Notosiswooyo M, Suswati S. 2004. Pemanfaatan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) sebagai Sarana Diagnosis Pasien. Media Litbang Kesehatan
14(3): 8-13.
26. Kobrunner SHH, Scheer I, Dershaw DD. 1997. Diagnostic Breast Imaging.
New York: Thieme Stuttgart. Hal 256-60
27. Johnson K. For node-positive breast cancer, axillary radiation is best.

Medscape Medical News [serial online]. June 6, 2013. Diakses di


http://www.medscape.com/viewarticle/805406

55

Anda mungkin juga menyukai