Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN USULAN PENELITIAN

Nama
NPM
Judul

: Novitasari Natalia Sitanggang


: 150510110137
: Peningkatan Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merill)
Terdeteriorasi dengan Perlakuan Biomatriconditioning
Hari, Tanggal : Senin, 1 Februari 2016
Pembimbing : Dr.Ir. Sumadi, MS.
Dr. Ir. Hj. Anne Nuraini, MP.
Penelaah
: Diyan Herdiyantoro, SP., M.Si.
Dr. Dra. Denny Sobardini Sobarna, MP.
Agus Wahyudin, SP., M.Si.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tanaman kedelai (Glycine max) merupakan komoditas tanaman pangan penting di
Indonesia yang kaya akan protein dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat. Kebutuhan akan kedelai semakin meningkat seiring berjalannya waktu dan
pertumbuhan jumlah penduduk yang juga semakin meningkat. Kurun waktu 2010-2014
kebutuhan kedelai mencapai kurang lebih 2.300.000 ton biji kering tetapi kemampuan
produksi dalam negeri hanya mencapai 851.286 ton. Hal ini menunjukkan bahwa baru
37,01% dari kebutuhan total yang dapat dipenuhi (ATAP, 2011 dikutip Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2013). Dengan demikian kebutuhan kedelai dalam
negeri harus dipenuhi melalui impor. Hingga saat ini sekitar 60% dari kebutuhannya masih
dipenuhi oleh impor. Pada tahun 2014 pemerintah menargetkan swasembada kedelai,
seharusnya produksi kedelai nasional menghasilkan sekitar 2,8 juta ton. Apabila produktivitas
sekarang 1,3 ton/ha dapat ditingkatkan menjadi 1,5 ton/ha, maka diupayakan luas tanam/
panen mencapai 2 juta ha. Berdasarkan kondisi dan angka luas tanam/panen tersebut, maka
diperlukan jumlah benih yang banyak yaitu sekitar 90.000 ton (Balai Penelitian Tanaman
Aneka Kacang dan Umbi Departemen Pertanian, 2012).
Perencanaan yang matang dalam meningkatkan hasil dan mutu benih kedelai perlu
untuk dilakukan, hal ini agar ketersediaan benih kedelai dapat memenuhi permintaan dan
kebutuhan benih. Benih bermutu merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam budidaya. Permasalahan dalam pengadaan benih kedelai bermutu diantaranya
adalah sangat pendeknya kemampuan daya simpan, yaitu daya tumbuh benih hanya tahan
selama 3 bulan (Ruliansyah, 2011).
Ruliansyah (2011) menyatakan bahwa berdasarkan keadaan di lapangan dapat
diketahui bahwa banyak benih kedelai yang dijual di toko-toko penyalur benih merupakan
benih yang telah melewati masa simpan lebih dari 3 bulan dan disimpan pada kondisi tempat
yang tidak baik sehingga menyebabkan penurunan kualitas benih. Penurunan kualitas
tersebut mengakibatkan perkecambahan yang kurang baik ketika ditanam di lapangan. Hal
yang sama diutarakan oleh Ilyas, dkk. (2003), benih kedelai merupakan benih yang cepat
mengalami deteriorasi baik penurunan viabilitas dan vigor, terutama bila disimpan pada
kondisi yang kurang optimum.
Mutu perkecambahan benih yang rendah disebabkan oleh menurunnya vigor dan
viabilitas benih kedelai. Perlu upaya untuk mengatasinya yaitu dengan perlakuan invigorasi
benih. Invigorasi merupakan perlakuan untuk meningkatkan vigor benih yang ditunjukkan
dengan peningkatan atau perbaikan performansi benih baik secara fisiologis maupun
biokemis, yang dilakukan dengan berbagai perlakuan benih pasca panen atau pratanam (Ilyas,
2001 dikutip Ruliansyah, 2011).

Perlakuan invigorasi telah banyak dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang
efeknya dapat terlihat sampai fase vegetatif bahkan dapat juga meningkatkan hasil (Farooq et
al., 2006 dikutip Sucahyono, dkk., 2013). Menurut Khan et al. (1990) dikutip Koes dan
Ramlan (2010), untuk memperbaiki perkecambahan benih dapat dilakukan dengan banyak
cara yaitu presoaking, matriconditioning, wetting and drying, humidifying,
osmoconditioning, aerasi oksigen, dan pregermination. Salah satu teknik invigorasi untuk
mengatasi permasalahan benih kedelai adalah matriconditioning. Matriconditioning adalah
perlakuan hidrasi terkontrol yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial
matriks rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Khan et al., 1990 dikutip Koes
dan Ramlah, 2011). Matriconditioning merupakan teknik conditioning yang mudah dilakukan
dan efektif. Hasil penelitian dari Koes dan Ramlan (2010) mengemukakan, bahwa benih
jagung baik dari lot benih yang baru maupun yang sudah disimpan selama 6 bulan, diberi
perlakuan matriconditioning dengan abu sekam, serbuk gergaji, dan jerami padi
memperlihatkan viabilitas dan vigor yang lebih tinggi dibanding kontrol. Selain itu
Rachmawati (2009) menyatakan bahwa matriconditioning yang ditambah dengan bakterisida
sintetik ataupun nabati pada benih padi dapat meningkatkan mutu fisiologis dan patologis
benih serta memperlihatkan peningkatan pada peubah vigor benih.
Agens hayati khususnya mikroba tanah banyak perannya terhadap pertumbuhan
tanaman. Diantaranya memiliki potensi melindungi tanaman selama siklus hidupnya, bahkan
mampu menghasilkan hormon tumbuh (Silva et al., 2004), memfiksasi N (Bai et al., 2003),
melarutkan P (Faccini et al., 2004) sehingga memberi manfaat ganda bagi tanaman. Bukan
hanya meningkatkan pertumbuhan (biofertilizer), beberapa jenis mikroorganisme tertentu pun
dilaporkan mampu untuk mengendalikan berbagai patogen tanaman (biopesticide) (Sutariati,
2009).
Teknologi invigorasi benih dapat diintegrasikan dengan agens hayati. Integrasi dengan
matriconditioning disebut biomatriconditioning. Penggunaan matriconditioning dengan agens
hayati mampu melindungi benih yang ditanam dari cendawan tular benih dan tular tanah
(Ahmad, et al., 2005; Wahid et al., 2008; Snapp et al., 2008; Moradi dan Younesi, 2009
dikutip Sutariati, dkk., 2011). Metode seed conditioning dengan penambahan atau tanpa
penambahan agens hayati terbukti efektif dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih
(Ilyas et al., 2002 dikutip Sutariati, 2009). Oleh sebab itu untuk menjawab permasalahan
benih kedelai dalam penelitian ini diintegrasikan antara matriconditioning yang memakai
media arang sekam dengan penambahan agens hayati Trichoderma, Azotobacter, dan
Rhizobium.
1.2
1.
2.

1.3

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
Apakah kombinasi tingkat vigor benih dengan perlakuan biomatriconditioning
mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai terdeteriorasi?
Apakah ada kombinasi perlakuan terbaik antara tingkat vigor benih dengan perlakuan
biomatriconditioning dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai
terdeteriorasi?

Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kombinasi tingkat vigor
dengan perlakuan biomatriconditioning dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih
kedelai terdeteriorasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode perlakuan pratanam benih kedelai
terbaik yang mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai melalui penggunaan
teknik invigorasi benih dengan kombinasi perlakuan biomatriconditioning.

1.4

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan teknologi benih,
khususnya dalam produksi benih kedelai. Dari segi praktis diharapkan dapat memberikan
tambahan informasi tentang invigorasi benih bagi petani dan penangkar benih mengenai
usaha meningkatkan mutu benih kedelai dengan perlakuan benih pratanam yaitu integrasi
matriconditioning bermedia arang sekam dengan agens hayati (biomatriconditioning).
1.5

Kerangka Pemikiran
Salah satu faktor yang memegang peranan penting dan penentu keberhasilan dalam
budidaya tanaman adalah penggunaan benih bermutu. Penggunaan benih yang bermutu
rendah akan merugikan, menghasilkan persentase munculnya bibit yang rendah, tidak tahan
terhadap cekaman lingkungan, peka terhadap penyakit, dan memberi pengaruh negatif
terhadap hasil dan mutu tanaman (Sutariati, dkk., 2010).
Suplai benih bermutu untuk musim tanam berikutnya mengharuskan adanya
penyimpanan benih, namun penyimpanan yang salah dapat mempercepat kemunduran benih
(Ruliansyah, 2011). Salah satu karakteristik benih kedelai adalah mudah rusak atau cepat
sekali mengalami deteriorasi, terutama bila disimpan pada kondisi simpan kurang optimum
(Ilyas, dkk., 2003).
Banyak cara atau perlakuan yang dilakukan untuk memperbaiki perkecambahan benih
yang hubungannya dengan mutu benih, diantaranya melalui perlakuan priming, presoaking,
matriconditioning, wetting and drying, humidifying, osmoconditioning, aerasi oksigen, dan
pregermination (Koes dan Ramlah, 2011). Namun cara yang biasanya digunakan adalah
matriconditioning dan osmoconditioning (Ruliyansyah, 2011). Priming merupakan teknik
invigorasi yang mengontrol proses hidrasi-dehidrasi benih untuk berlangsungnya prosesproses metabolik menjelang perkecambahan. Osmoconditioning merupakan perlakuan
conditioning dengan memakai media imbibisi berpotensial osmotik rendah seperti larutan
PEG, KNO3, atau larutan garam (Khan et al., 1992). Menurut Koes dan Ramlan (2010)
matriconditioning merupakan teknik conditioning yang mudah dilakukan dan efektif.
Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi terkontrol yang dikendalikan oleh media
padat lembab dengan potensial matriks rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan
(Koes dan Ramlah, 2011). Banyak hasil penelitian sudah membuktikan bahwa
matriconditioning mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih yang lebih baik dibanding
perlakuan hidrasi lainnya. Terbukti perlakuan matriconditioning diketahui dapat mengatasi
permasalahan hambatan mekanis pada perkecambahan benih cabai (Ilyas, 2006 dikutip
Sutariati dan La, 2012). Kemudian meningkatkan viabilitas dan vigor benih kacangkacangan dan sayuran, selain itu perlakuan matriconditioning ini mampu untuk menurunkan
atau mempersingkat waktu perkecambahan, meningkatkan daya perkecambahan, dan
meningkatkan daya tumbuh serta produksi di lapangan (Khan et al., 1990 dikutip Koes dan
Ramlah 2010).
Hasil penelitian Astuti (2009) disimpulkan bahwa matriconditioning efektif untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan tolak ukur daya berkecambah, indeks vigor,
dan kecepatan tumbuh relatif. Terutama pada benih yang matriconditioningnya diberi
tambahan minyak cengkeh 0.1% atau Benlox 0.1%. Rachmawati (2009) menyatakan 11
perlakuan matriconditioning yang ditambah bakterisida baik sintetik ataupun nabati (Agrept
0.2% atau minyak serai wangi 1%) mampu untuk meningkatkan mutu fisiologis dan patologis
benih padi. Matriconditioning yang ditambah bakterisida sintetik (Agrept 0.2%) ataupun
nabati (minyak serai wangi 1%) memperlihatkan peningkatan pada peubah vigor benih. Hasil
penelitian lainnya, matriconditioning dengan menggunakan media abu sekam, serbuk gergaji,
dan jerami padi dengan penggunaan benih jagung varietas Bima 5 dan MAL-01 yang masingmasing dari lot benih baru dan yang sudah disimpan selama 6 bulan terbukti memiliki ratarata viabilitas dan vigor yang lebih tinggi dibanding kontrol (Koes dan Ramlah, 2010).

Agens hayati khususnya mikroba tanah banyak perannya terhadap pertumbuhan


tanaman. Diantaranya mikroba memiliki potensi melindungi tanaman selama siklus
hidupnya, bahkan mampu menghasilkan hormon tumbuh (Silva et al., 2004), memfiksasi N
(Bai et al., 2003), melarutkan P (Faccini et al., 2004) sehingga memberi manfaat ganda bagi
tanaman. Bukan hanya meningkatkan pertumbuhan (biofertilizer), beberapa jenis
mikroorganisme tertentu pun dilaporkan mampu untuk mengendalikan berbagai patogen
tanaman (biopesticide) (Sutariati, 2009), diantaranya Trichoderma, Azotobacter, dan
Rhizobium.
Trichoderma merupakan jamur yang berperan dalam pemecahan kitin dan dapat
merusak dinding sel jamur patogen (Wijaya, 2002). Selain itu dapat meningkatkan vigor dan
viabilitas benih dan bibit karena baik benih maupun bibit tidak terindikasi mengalami
kerusakan atau kontaminasi patogen (Baharudin dan Rubiyo, 2013). Beberapa penelitian
tentang efektifitas Trichoderma
menyatakan respons dari aplikasi T. harzianum
menunjukkan peningkatan persentase perkecambahan, tinggi tanaman, dan bobot kering serta
waktu perkecambahan yang lebih singkat pada tanaman sayuran (Baker et al., 1984; Chang
et al., 1986, Paulitz et al., 1986 dikutip Nurahmi dkk., 2012).
Kemudian Azotobacter merupakan bakteri yang menghasilkan senyawa thiamin,
riblovaflavin, pridoksin, sianokobalamin, nikotin, asam pentotenat, asam indol asetat, dan
giberelin yang berperan dalam perkecambahan benih (Rao, 1982). Shende et al. (1977)
menambahkan, Azotobacter sebagai pengendali hayati terhadap penyakit tanaman karena
mampu menghasilkan senyawa anti antibiotik, antifungi, dan membantu perkecambahan
benih.
Bakteri lainnya adalah Rhizobium yang dapat membentuk bintil akar pada tanaman
kedelai, efektif dalam menambat N2 udara (Purwanti, 1997 dikutip Sopacua, 2014),
mendorong pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan menghasilkan zat tumbuh
(Hoflich et al., 1995 dikutip Hanum, 2010), perbaikan serapan hara (Biswas et al., 2000
dikutip Hanum, 2010), selain itu simbiosis dengan rhizobium akan menghasilkan IAA
(Antoun et al., 1998 dikutip Hanum, 2010). Beberapa hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan penggunaan mikroorganisme pada aplikasi benih sebelum tanam secara nyata
dapat meningkatkan produksi cabai (Thakuria et al., 2004 dikutip Sutariati, 2009).
Maka dari itu diintegrasikanlah matriconditioning dengan penambahahan mikroba
atau agens hayati. Integrasi matriconditioning ini dengan agens hayati disebut
biomatriconditioning. Beberapa hasil penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa aplikasi
rizobakteri (bakteri didaerah perakaran) yang diintegrasikan dengan seed conditioning
(matriconditioning) terbukti dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih (Ilyas et al.,
2002). Menurut Baharudin dan Rubiyo (2013), teknik matriconditioning dengan penambahan
agens hayati juga dapat mengurangi serangan jamur patogen terbawa benih dan tentunya
memacu pertumbuhan tanaman.
Hasil penelitian Sutariati (2012) pada benih cabai dengan perlakuan
matriconditioning abu arang sekam yang ditambah Bacillus polymixa BG25 (Biomatric
BG25 + MA) dan matriconditioning serbuk gergaji yang ditambah Bacillus polymixa BG25
(Biomatric BG25 + MS) memperlihatkan daya berkecambah yang lebih tinggi yaitu 82% dan
81% dibandingkan kontrol yang hanya 41%. Kecepatan tumbuh relatifnya pun yaitu 10,30%
dan 10,73% berbeda nyata dengan kontrol 5.59%. Selain itu secara nyata dapat meningkatkan
indeks vigor benih cabai, yaitu 48% dan 46% dibanding kontrol 26%.
Hasil penelitian lainnya dari Sutariati (2009), untuk benih kedelai terlihat bahwa baik
dengan perlakuan tunggal yaitu matriconditioning saja dan matriconditioning yang
diintegrasikan dengan agens hayati secara nyata meningkatkan daya berkecambah (DB), dari
antara berbagai perlakuan yang dilakukan, matriconditioning dengan abu arang sekam atau
matriconditioning abu arang sekam yang diintegrasikan dengan agens hayati Setaria
liquefacien SG01 (Biomatric SG01 + matric abu sekam) memberikan hasil persentase daya
berkecambah sebesar 90-95% berbeda nyata dengan kontrol 66,67%. Selain itu efektif untuk

menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% perkecambahan kedelai (T50)
yaitu 1,51 hari dibanding kontrol dengan hasil 2,06 hari. Kemudian dari data yang ada, ratarata tampak terjadi peningkatan pada perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan
dengan agens hayati dibanding kontrol pada tolak ukur kecepatan tumbuh relatif (KCT-R),
keserempakan tumbuh (KST), dan indeks vigor (IV).
Kemudian hasil penelitian dari Sucahyono (2013) yaitu matriconditioning dengan
media arang sekam dan penambahan agens hayati Rhizobium pada benih kedelai hitam
dengan perbandingan benih : arang sekam : air adalah 9 : 6 : 7 (b/b/v). Kemudian
ditambahkan agens hayati dalam bentuk pupuk hayati yang dilarutkan dihitung berdasarkan
bobot benih yang diberi perlakuan matriconditioning dengan dosis 6.25 g/kg benih dicampur
dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 12 jam, dapat meningkatkan viabilitas dan vigor
benih kedelai hitam. Terbukti dari daya berkecambah benih dengan perlakuan
matriconditioning (91.75%) dan perlakuan matriconditioning + pupuk hayati (91.43%) nyata
lebih baik dibandingkan kontrol (82.75%). Peningkatan daya berkecambah yang hampir
mencapai 10% dibandingkan kontrol, tidak hanya sebatas pada viabilitas tetapi juga pada
vigor benih. Kecepatan tumbuh benih dengan perlakuan matriconditioning (29.36% etmal-1)
dan perlakuan matriconditioning + pupuk hayati (28.23% etmal-1) nyata lebih baik
dibandingkan kontrol (20.82% etmal-1).
Penelitian matriconditioning dengan penambahan agens hayati ini merupakan solusi
untuk peningkatan viabilitas dan vigor benih kedelai yang mengalami deteriorasi.
1.6

Hipotesis
Penelitian ini berhipotesis bahwa :
1. Kombinasi tingkat vigor benih dengan perlakuan biomatriconditioning mampu
meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai terdeteriorasi.
2. Ada kombinasi perlakuan terbaik antara tingkat vigor benih dengan perlakuan
biomatriconditioning dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai
terdeteriorasi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Kedelai (Glycine max L.)


2.2 Viabilitas Benih
2.3 Vigor benih
2.4 Hubungan Viabilitas Benih dengan Vigor Benih
2.5 Invigorasi Benih (Matriconditioning Benih)
2.6 Agens Hayati
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Rumah Plastik di
Lahan Ciparanje, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Oktober
2015.
3.2

Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas saring, cawan petri, pinset,
bunsen, plastic wrap, plastik sebagai wadah tempat mencampur dan merendam benih, gelas
ukur, timbangan analitik, plastik, tali pelastik, sprayer, box penyimpanan, baki tanam, emrat,

polybag, sekop, ember pelastik, penggaris, meteran, oven, alat tulis dan kertas label. Bahan
yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai varietas Anjasmoro dengan tingkat
vigor yang berbeda yaitu kualitas benih vigor sedang berdaya kecambah 72% didapat dari
Balitkabi, Malang dan kualitas vigor rendah berdaya kecambah 50% yang didapat dari
Cirebon, kemudian arang sekam, larutan agens hayati yaitu Trichoderma, Azotobacter,
Rhizobium, air, tanah, pupuk, alkohol 70%, dan kertas merang.
3.3

Rancangan Penelitian
3.3.1 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) sederhana pada percoban di laboratorium yaitu uji viabilitas
dan vigor dengan metode uji kertas digulung plastik (UKDP). Selain itu menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana pada percobaan di rumah plastik yaitu
uji viabilitas dan vigor dengan penanaman dalam baki tanam dan dalam polybag.
Terdiri dari 10 kombinasi perlakuan antara tingkat kualitas benih yang
memiliki tingkat vigor berbeda dengan kombinasi perlakuan matriconditioning dan
agens hayati. Dilakukan 3 kali ulangan. Pada percobaan laboratorium dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap, maka jumlah seluruhnya didapat 10 x 3 =
30 plot percobaan. Pada percobaan di rumah plastik dengan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok yang setiap perlakuan terdiri dari 3 unit, maka jumlah seluruhnya
didapat 10 x 3 x 3 = 90 plot percobaan.
3.3.2

Rancangan Perlakuan
Rancangan perlakuan yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
A = Benih kedelai bervigor sedang (DB 72%) + Tanpa pemberian
matriconditioning dan agens hayati (kontol).
B = Benih kedelai bervigor sedang (DB 72%) + Matriconditioning
arang sekam.
C = Benih kedelai bervigor sedang (DB 72%) + Biomatriconditioning
arang sekam dengan Trichoderma.
D = Benih kedelai bervigor sedang (DB 72%) + Biomatriconditioning
arang sekam dengan Azotobacter.
E = Benih kedelai bervigor sedang (DB 72%) + Biomatriconditioning
arang sekam dengan Rhizobium.
F = Benih kedelai bervigor rendah (DB 50%) + Tanpa pemberian
matriconditioning dan agens hayati (kontol).
G = Benih kedelai bervigor rendah (DB 50%) + Matriconditioning
arang sekam.
H = Benih kedelai bervigor rendah (DB 50%) + Biomatriconditioning
arang sekam dengan Trichoderma.
I = Benih kedelai bervigor rendah (DB 50%) + Biomatriconditioning
arang sekam dengan Azotobacter.
J = Benih kedelai bervigor rendah (DB 50%) + Biomatriconditioning
arang sekam dengan Rhizobium.
Perbandingan benih, arang sekam, dan air atau larutan agens hayati adalah
9:6:7 (b/b/v) yang direndam selama 12 jam (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, 2013).
3.3.3

Rancangan Respon
Pengamatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi data utama
dan data penunjang:

A.
1.
2.
3.

Data Penunjang
Uji Kesehatan Benih Kedelai
Suhu dan Kelembaban
Hama dan Penyakit pada Tanaman Kedelai

B. Data Utama
1. Daya Berkecambah (DB)
2. Indeks Vigor (IV)
3. Kecepatan Tumbuh (KCT)
4. Keserempakan Tumbuh (KST)
5. Bobot Kering Kecambah Normal
6. Tinggi Tanaman
7. Luas Daun
8. Panjang Akar
9. Jumlah Nodula / Bintil Akar
10. Bobot Kering Tanaman
11. Bobot Kering Akar
3.3.4

Rancangan Analisis
Analisis data percobaan di laboratorium akan dilakukan berdasarkan model
linear aditif Rancangan Acak Lengkap sebagai berikut (Gaspersz, 2006) :
Yij = + i + ij
Keterangan :
Yij
:
nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

:
nilai tengah populasi (population mean)
i
:
pengaruh aditif (koefisien regresi parsial) dari perlakuan
ke-i
ij
:
galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
dengan ij ~ N (0, 2)
i
:
1, 2, ...
j
:
1, 2, ...
Berdasarkan model linier di atas, maka disusun analisis sidik ragam rancangan
acak lengkap seperti Tabel 1.
Tabel 1. Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Sumber
Derajat
Keragaman
Bebas
(SK)
(DB)
Perlakuan
t-1 = 9
(P)
Galat (G)
t(r-1) = 20
Total
rt 1 = 29
Sumber : Gaspersz, 2006

Jumlah
Kuadrat
(JK)

Kuadrat
Tengah
(KT)

Fhit

F-tabel

JKP

KTP

KTP /
KTG

F(, db-P,

JKG
JKT

db-G)

KTG

Selain itu analisis data percobaan di rumah plastik akan dilakukan berdasarkan model
linear aditif Rancangan Acak Kelompok (RAK) sebagai berikut (Gaspersz, 2006) :
Yij = + i + j + ij
Keterangan :
Yij
:
nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j

:
nilai tengah populasi (population mean)
i
:
pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

j
ij

:
:

i
j

:
:

pengaruh aditif dari perlakuan ke-j


pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada
kelompok ke-j
1, 2, ...
1, 2, ...

Berdasarkan model linier di atas, maka disusun analisis sidik ragam rancangan
acak lengkap seperti Tabel 1.
Tabel 2. Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Sumber
Keragaman
(SK)
Kelompok
(K)
Perlakuan
(P)

Derajat
Bebas
(DB)

Jumlah
Kuadrat
(JK)

Kuadrat
Tengah
(KT)

r-1 = 2

JKK

KTK

t-1 = 9

JKP

KTP

Fhit

F-tabel

KTK /
KTG
KTP /
KTG

F(, db-K,
db-G)

F(, db-P,
db-G)

(r-1) (t-1)
Galat (G)
JKG
KTG
= 18
Total
rt 1 = 29
JKT
Sumber : Gaspersz, 2006
Apabila terdapat perbedaan yang nyata, pengujian dilanjutkan dengan Uji Scott Knott
pada taraf nyata 5% (Gaspersz, 2006).
3.4

Pelaksanaan Percobaan
3.4.1 Uji Pendahuluan (Pengujian Daya Kecambah Benih sebelum diberikan
aplikasi matriconditioning)
3.4.2 Perbandingan Perlakuan Matriconditioning dan Biomatriconditioning
3.4.3 Persiapan Larutan Agens Hayati Trichoderma, Azotobacter, Rhizobium
3.4.4 Persiapan Bahan Matriconditioning
3.4.5 Perlakuan Benih dengan Matriconditioning dan Agens Hayati
3.4.6 Pengujian Kesehatan Benih Kedelai
3.4.7 Pengujian Vigor dan Viabilitas Benih dengan Uji Kertas digulung Plastik
(UKDP)
3.4.8 Penanaman di Baki Tanam
3.4.9 Penanaman di Polybag dan Pemberian Pupuk Dasar
3.4.10 Pemeliharaan Tanaman Kedelai

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan sidik ragam, perlakuan matriconditioning dan biomatriconditioning
benih tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bobot kering kecambah, tinggi tanaman,
bobot kering tanaman, bobot kering akar, jumlah nodul, dan panjang akar. Namun
berpengaruh nyata pada parameter daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh
keserempakan tumbuh, dan luas daun.
4.1
4.1.1

Pengamatan Penunjang
Uji Kesehatan Benih
Uji kesehatan benih dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya pengaruh
penghambatan yang diberi oleh agens hayati terhadap patogen yang menginfeksi atau
mengontaminasi benih.
Tabel 3.
Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Kontaminasi Benih Kedelai
Terderiorasi

Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
Kontaminasi
Benih (%)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
82.67
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
65.33
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 93.33
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 98.67
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
100
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
12
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
100
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 100
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 100
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
100
Pengamatan yang dilakukan secara makroskopis dan memperlihatkan karakteristik
khusus dari suatu patogen yaitu jamur Aspergilus sp. dengan ciri membentuk koloni mold
yang granuler dan berserabut dengan berbagai warna yaitu warna hijau tua, kuning, dan putih.
Menurut Suparyati dan Supriyo (2014) jamur Aspergilus fumigatus koloni berwarna hijau dan
A. flavus koloni berwarna putih atau kuning.
4.1.2

Suhu dan Kelembaban di Rumah Plastik


Tanaman kedelai memerlukan suhu 30 OC agar perkecambahannya optimal (Grabe
dan Metzer, 1969 dikutip Baharsjah dkk., 1985; Pitojo, 2007). Suhu optimal untuk
pertumbuhan kedelai berkisar antara 25 OC 27 OC, dengan kelembaban udara rata-rata 50%
(Pitojo, 1985). Rata-rata suhu selama waktu penelitian berlangsung yaitu 25 OC dengan
kelembaban rata-rata 53% (lampiran 18), dari data yang diperoleh terlihat bahwa suhu dan
kelembaban rata-rata selama penelitian berlangsung merupakan keadaan yang optimal bagi
perkecambahan dan pertumbuhan tanaman kedelai.
4.1.3

Hama dan Penyakit


Pada pengamatan selama masa pertanaman, hama yang menyerang adalah
Spodoptera litura Fabricius dan Valanga nigricornis. Hal ini terlihat dari gejala serangan
pada daun. Spodoptera litura Fabricius menyerang pada fase larva, serangan menyebabkan
bagian daun yang tersisa hanya tulang daun dan epidermis bagian atas. Daun dari jauh
tampak putih, umumnya larva muda ditemui pada permukaan daun bagian bawah. Larva
dewasa dapat memakan tulang daun yang muda tetapi tidak pada daun tua. Selain merusak
daun, larva juga memakan polong muda apabila jumlah larva banyak dapat merusak seluruh
daun tanaman (Tengkano dan M. Soehardajan, 1985).
Valanga nigricornis merupakan serangga polifag, yaitu menyerang berbagai jenis
tanaman. Ciri-ciri imago berwarna abu-abu kecoklatan pada tubuhnya, memiliki bercakbercak terang pada femur belakang, tibia belakang berwarna kemerahan atau ungu, kemudian
pada pangkal sayap bawah berwarna merah. Valanga nigricornis menyerang dari bagian tepi
lalu ke tengah daun, bekas gigitan melingkar dan berbentuk lonjong dapat juga menyerang
bagian batang dan cabang tanaman (Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2014).
Selama pengamatan di lahan, tidak ditemukan tanaman kedelai memperlihatkan gejala
dan tanda penyakit. Tanaman kedelai menunjukkan pertumbuhan yang sehat. Hal ini diduga
karena perlakuan biomatriconditioning dengan agens hayati dapat menekan pertumbuhan
patogen.

4.2
4.2.1

Pengamatan Utama
Daya Berkecambah (DB)

Tabel 4. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Daya Berkecambah Benih


Kedelai Terdeteriorasi
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
DB (%)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
56.00 b
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
82.67 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 78.00 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
84.00 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
81.33 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
67.33 b
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
79.33 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
49.33 b
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
65.33 b
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
83.33 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
Perbedaan nyata pada parameter daya berkecambah antara benih yang diberi
perlakuan matriconditioning dan biomatriconditioning dibandingkan kontrol karena benih
yang diberi perlakuan menerima imbibisi air yang terkontrol sehingga air masuk ke dalam
benih secara perlahan sampai terjadi keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol dapat
mengoptimalkan faktor internal benih untuk memulai perkecambahan, seperti perbaikan
untuk integritas membran (Ruliyansyah, 2011).
4.2.2 Indeks Vigor (IV)
Tabel 5. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai
Terdeteriorasi
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
IV
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
5.56 b
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
8.27 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 7.78 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 8.40 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
8.13 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
6.71 b
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
7.88 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 4.87 b
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
6.51 b
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
8.32 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
Pada percobaan ini nilai IVmaks adalah 10 yang memperlihatkan 100% benih vigor,
nilai ini merupakan standar benih bervigor tinggi. Didapatkan bahwa beberapa perlakuan
biomatriconditioning memiliki persentase vigor sekitar 70-80% berbeda dengan kontrol yang
hanya memiliki persentase vigor sebesar 50-60%.

4.2.3

Kecepatan Tumbuh (KCT)

Tabel 6. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Kecepatan Tumbuh Benih


Kedelai Terdeteriorasi
Rataan KCT
Perlakuan Biomatriconditioning
(%/etmal)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
11.11 b
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
16.53 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 15.56 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 16.80 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
16.27 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
13.42 b
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
15.77 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 9.73 b
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 13.02 b
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
16.64 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
4.2.4 Keserempakan Tumbuh (KST)
Tabel 7. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Keserempakan Tumbuh Benih
Kedelai Terdeteriorasi
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
KST (%)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
61.33 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
53.33 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
58.67 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
65.33 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
69.33 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
30.67 b
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
33.33 b
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
20.00 b
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
41.33 b
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
42.67 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
4.2.5 Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)
Tabel 8. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Bobot Kering Kecambah
Normal Benih Kedelai Terdeteriorasi
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
BKKN (g)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
0.66 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
0.57 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
0.60 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
0.63 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
0.63 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
0.48 a
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
0.59 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
0.32 a
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
0.66 a
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
0.62 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
4.2.6 Tinggi Tanaman 15 dan 30 HST
Tabel 9. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Tinggi Tanaman Benih Kedelai
Terdeteriorasi (15 dan 30 HST)
Rataan Tinggi
Tanaman (cm)
Perlakuan Biomatriconditioning
15 HST 30 HST
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
18.67 a 38.89 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
18.44 a 37.31 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 20.17 a 41.39 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 20.01 a 42.00 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
19.09 a 43.50 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
18.06 a 35.72 a
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
19.67 a 40.48 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 19.69 a 40.67 a
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 19.79 a 38.89 a
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
17.52 a 34.83 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
4.2.7 Luas Daun Trifoliate
Tabel 10. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Luas Daun Trifoliate Benih
Kedelai Terdeteriorasi (30 HST)
Rataan
Luas Daun
Perlakuan Biomatriconditioning
Trifoliate
(cm2)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
192.12 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
171.05 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 104.87 b
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter) 91.32 b
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
102.19 b
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
73.93 b
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
71.63 b
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma) 101.52 b
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
98.10 b
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
88.89 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
4.2.8 Panjang Akar
Tabel 11. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Panjang Akar Benih Kedelai
Terdeteriorasi (30 HST)
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
Panjang
Akar (cm)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
48.33 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
46.33 a

C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)


48.00 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
52.00 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
56.40 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
48.27 a
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
59.67 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
61.33 a
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
45.67 a
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
60.33 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
4.2.9 Jumlah Nodul / Bintil Akar
Tabel 12. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Jumlah Nodul Benih Kedelai
Terdeteriorasi (30 HST)
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
Jumlah
Nodul
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
7.33 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
14.33 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
14.33 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
10.67 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
23.67 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
10.67 a
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
12.00 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
22.00 a
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
10.33 a
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
21.33 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
4.2.10 Bobot Kering Tanaman (BKT)
Tabel 13. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Bobot Kering Tanaman Benih
Kedelai Terdeteriorasi (30 HST)
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
BKT (g)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
2.86 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
3.74 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
4.62 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
4.01 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
4.65 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
3.29 a
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
3.29 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
4.67 a
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
3.88 a
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
4.03 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%

4.2.11 Bobot Kering Akar (BKA)


Tabel 14. Pengaruh Pelakuan Biomatriconditioning terhadap Bobot Kering Akar Benih
Kedelai Terdeteriorasi (30 HST)
Rataan
Perlakuan Biomatriconditioning
BKA (g)
A (Kontrol benih vigor sedang (DB 72%))
0.590 a
B (Benih vigor sedang + Matriconditioning arang sekam)
0.545 a
C (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
0.788 a
D (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
0.624 a
E (Benih vigor sedang + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
0.797 a
F (Kontrol benih vigor rendah (DB 50%))
0.615 a
G (Benih vigor rendah + Matriconditioning arang sekam)
0.595 a
H (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Trichoderma)
0.887 a
I (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Azotobacter)
0.757 a
J (Benih vigor rendah + Biomatriconditioning dengan Rhizobium)
0.800 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scott Knott pada taraf nyata 5%.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan terlihat hasil yang tidak konsisten, namun dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1) Perlakuan biomatriconditioning mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai
Anjasmoro baik pada tingkat vigor sedang maupun rendah yang telah terdeteriorasi
terlihat pada variabel daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh keserempakan
tumbuh, dan luas daun.
2) Perlakuan biomatriconditioning dengan agens hayati Trichoderma, Azotobacter, dan
Rhizobium merupakan kombinasi perlakuan yang dapat meningkatkan viabilitas dan
vigor benih kedelai Anjasmoro baik pada tingkat vigor sedang maupun rendah yang telah
terdeteriorasi, perlakuan biomatriconditioning dengan agens hayati Trichoderma,
Azotobacter, dan Rhizobium dinyatakan sama baiknya.
5.2

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan sebagai berikut:
Benih yang digunakan untuk pengujian sebaiknya menggunakan benih dengan rentang vigor
yang lebih luas agar hasil dari perlakuan matriconditioning dan biomatriconding dapat
terlihat lebih jelas.

Anda mungkin juga menyukai