Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.1
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK):
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam
kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den2, Den-3, Den-4.1
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sejak pertama
kali ditemukan pada tahun 1968, Indonesia pernah mengalami kejadian luar biasa
(KLB) DBD selama beberapa kali yaitu pada tahun 1973, 1977, 1978, 1983, 1988,
1996, 1998, 2007, dan 2009. Kasus KLB DBD yang paling tinggi selama kurun
waktu sepuluh tahun terakhir adalah pada tahun 2009 dengan jumlah kasus
sebanyak 154.855 dan jumlah penderita yang meninggal sebanyak 1.384 orang.
Peningkatan jumlah kasus ini dua kali lipat lebih banyak bila dibandingkan

dengan KLB DBD tahun 1998 sebanyak 72.133 dan penderita yang meninggal
sebanyak 1.414 orang.2,3
Berdasarkan kajian dari Kementerian Kesehatan RI diperoleh kesimpulan
bahwa KLB DBD di Indonesia diakibatkan oleh beragam faktor. Pertama, pada
dasarnya penyakit menular termasuk DBD masih endemik di beberapa wilayah
karena terdapat vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya 4
sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan sewaktuwaktu mungkin dapat terjadi KLB. Faktor kedua adalah lemahnya sistem
kewaspadaan dini sehingga penanganan dan pengobatan kasus sebagai intervensi
belum dilakukan sebagaimana mestinya. Ketiga, kemudahan alat transportasi
memungkinkan pergerakan/perpindahan alat angkut, penumpang, bahan/barang,
dan alat dari satu wilayah ke wilayah lain yang merupakan daerah endemik.
Ketiga faktor tersebut didukung dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat
akan paradigma hidup sehat dan kesadaran pada kondisi lingkungan sekitar
sebagai faktor risiko penyebaran penyakit.1-3
DBD merupakan penyakit berbasis lingkungan. Kepadatan penduduk sangat
berpengaruh pada kejadian kasus DBD, semakin padat penduduk semakin tinggi
kasus DBD di kota tersebut. Hal ini berkaitan dengan penyediaan infrastruktur
yang kurang memadai seperti penyediaan sarana air bersih dan sarana
pembuangan sampah sehingga terkumpul barang-barang bekas yang dapat
menampung air dan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp, vektor
penular DBD. Mobilitas masyarakat juga merupakan faktor risiko perpindahan
virus DBD pada individu dari satu kota ke kota lain yang memengaruhi
penyebaran penyakit DBD. Selain itu, adanya kebiasaan masyarakat menampung
air untuk keperluan sehari-hari seperti menampung air hujan, menampung air
sumur atau membeli air di penjual air sehingga bak mandi atau drum/tempayan
jarang dikuras berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Ada pula
kebiasaan masyarakat menyimpan barangbarang bekas tetapi kurang rajin
memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung di dalam tempat
penampungan air (TPA) serta kurang melaksanakan kebersihan lingkungan.
Akibatnya, anjuran 3M Plus (Menguras, Menutup, dan Mengubur Plus

menaburkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, serta pemakaian


insektisida rumah tangga) untuk mencegah DBD belum terlaksana secara efektif.
Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan Program Nasional Penanggulangan
DBD melalui Kepmenkes No. 581 Tahun 1992 yang terdiri dari 8 pokok program
meliputi: surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB; pemberantasan
vektor, penatalaksanaan kasus, penyuluhan, kemitraan dalam wadah kelompok
kerja operasional (Pokjanal) DBD, peran serta masyarakat: juru pemantau jentik
(jumantik), pelatihan, dan penelitian.3
Di Puskesmas Kenali besar, pengetahuan masyarakat tentang pencegahan
penyakit DBD dengan PSN masih belum terukur. Masih adanya jentik nyamuk di
beberapa rumah dalam wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar membuktikan
kurangnya perhatian masyarakat terhadap pencegahan DBD.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengidentifikasi
dan mencari penyelesaian masalah tentang Gambaran Pengetahuan Masyarakat
dalam Pencegahan DBD dengan PSN di RT 54 Kelurahan Kenali Besar
Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi Tahun 2016
1.2.
Tujuan Penelitian
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat tentang pencegahan
DBD dengan PSN di RT 54 Kelurahan Kenali Besar Puskesmass Kenali besar
Kota Jambi Tahun 2016.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam kegiatan
pencegahan DBD dengan PSN di RT 54, Kelurahan Kenali Besar,
Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun 2016.
b. Untuk menentukan prioritas masalah yang dihadapi dalam kegiatan
pencegahan DBD dengan PSN di RT 54, Kelurahan Kenali Besar,
Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun 2016
c. Untuk mengindentifikasi faktor-faktor penyebab

masalah

dan

penyebab masalah yang dominan dalam kegiatan pencegahan DBD

dengan PSN di RT 54, Kelurahan Kenali Besar, Puskesmas Kenali


Besar Kota Jambi tahun 2016
d. Untuk menentukkan alternatif pemecahan masalah dalam kegiatan
pencegahan DBD dengan PSN di RT 54, Kelurahan Kenali Besar,
Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun 2016.
e. Untuk merencanakan usulan kegiatan pemecahan masalah yang
terpilih dalam kegiatan pencegahan DBD dengan PSN di RT 54,
Kelurahan Kenali Besar, Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun
2016.
f. Untuk melakukan monitoring dan evaluasi dalam kegiatan pencegahan
DBD dengan PSN di RT 54, Kelurahan Kenali Besar, Puskesmas
Kenali Besar Kota Jambi tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman

seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu.


Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).4
Bloom dalam Notoatmodjo mengemukakan kedalaman pengetahuan yang
diperoleh seseorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan
enam tingkatan, yakni4:
a. Tahu (know)
Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling
rendah.
b. Memahami (comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui. Orang yang telah paham akan objek atau materi harus mampu
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang, ada beberapa indikator
yang dapat digunakan dan dikelompokkan menjadi:

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit,


gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari
pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan suatu penyakit.
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
meliputi jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi
kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok,
minuman keras, narkoba dsb, pentingnya istirahat cukup, relaksasi dsb.
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih,
cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan
penerangan rumah yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi
kesehatan.4
Adapun

menurut

Notoatmodjo,

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pengetahuan antara lain:5


a. Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan digolongkan sebagai
berikut: (a) tamat SD, (b) tamat SLTP, (c) tamat SLTA, (d) tamat Perguruan
Tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan akan
semakin tinggi tingkat pengetahuannya.
b. Informasi.
Seseorang dengan sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas.
c. Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan
yang meliputi sikap dan kepercayaan.
d. Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang
sesuatu yang bersifat informal.
e. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi disini maksudnya adalah tingkat kemampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan
semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki karena dengan tingkat sosial
yang tinggi memungkinkannya untuk mempunyai fasilitas-fasilitas yang

mendukung seseorang mendapatkan infomasi dan pengalaman yang lebih


banyak.
2.2.
Demam Berdarah Dengue
2.2.1. Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan
demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu,
gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan
(petechiae, lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan,
berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock).6
2.2.2. Etiologi Demam Berdarah Dengue
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, family
Flaviviridae, genus flavivirus. Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di
berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang
paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4.7
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes
(Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies
lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga dianggap sebagai
vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai daerah distribusi
geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang
sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang
kurang efisien dibanding Ae.aegypti.7
2.2.3. Penularan dan Masa Inkubasi
a. Vektor DBD
5 Siklus Hidup Aedes aegypti
Nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes aegypti) dalam siklus
hidupnya mengalami perubahan bentuk (metamorphose) sempurna atau

holometabola yaitu dari telur, jentik (larva), kepompong (pupa) dan nyamuk
dewasa. 8

Gambar 2.3 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti


Sumber: Umar Fahmi Achmadi (2010) Kementrian Kesehatan RI

1. Stadium Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang dan
mempunyai permukaan poliglonal, bewarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm,
dan tidak memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan
telur-telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di
tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas permukaan air.
Nyamuk Aedes aegypti betina dapat menghasilkan hingga 100 telur
apabila telah mengisap darah manusia. Telur pada tempat kering (tanpa
air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas
menjadi jentik setelah sekitar satu sampai tiga hari pada suhu 30 oC tetapi
membutuhkan waktu tujuh hari pada suhu 16oC. 8,9,10

Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti


Sumber: Kementrian Kesehatan RI (2013)

2. Stadium Larva
Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas memiliki siphon
yang pendek, besar dan bewarna hitam. Larva ini tubuhnya langsing,
bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat
membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Selain itu,
ciri dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada segmen
terakhir. Pada corong udara tersebut memiliki gigi pectin serta sepasang
rambut dan jumbai. Pada segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut
berbentuk kipas (palmate hairs). Pada setiap abdomen segmen kedelapan
ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3. Larva menuju ke
permukaan air dalam waktu kira-kira setiap - 1 menit, guna
mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat
berkembang selama 6-8 hari.9,10

Gambar 2.5 Larva nyamuk Aedes aegypti


Sumber: Lidya Natalia et al (2015) Universitas Jendral Soedirman

Larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup dan tumbuh normal pada air
got yang didiamkan dan menjadi jernih, sedangkan pada air sumur dan

PAM ketahanan hidupnya dangat rendah dan tidak dapat tumbuh normal.
Air limbah sabun mandi tidak memungkinkan untuk hidup larva Aedes
aegypti. 10
Ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut: 9,10,11
a. Instar I
Tubuhnya sangat kecil , warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri
(spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas dan corong pernapasan
(siphon) belum menghitam.
b. Instar II
Ukurannya bertambah besar yaitu 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas,
dan corong pernapasan sudah bewarna hitam. Larva instar II
mengambil oksigen dari udara, dengan menempatkan corong udara
(siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada
posisi membentuk sudut dengan duhu permukaan air sekitar 30 oC,
larva instar II dalam bergerak tidak terlalu aktif.
c. Instar III
Ukurannya lebih besar sedikit dari larva II dan lebih aktif bergerak.
d. Instar IV
Struktur anatominya telah lengkap dan jelas tubuh dapat dibagi jelas
menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen).
Larva ini berukuran paling besar 5 mm. Larva ini tubuhnya langsing
dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan waktu.
Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25oC-30oC.
3. Stadium Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan
bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan
bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Tahap pupa
pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Saat
nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang
pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan
permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. 9,10

Gambar 2.6 Pupa Aedes aegypti


Sumber: Kementrian Kesehatan RI (2013)

4. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode
singkat diatas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering
dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina
muncul dengan perbandingan jumlah 1:1. Nyamuk jantan muncul 1 hari
sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan
dari sari buah tumbuhan dan kawin engan nyamuk betina yang muncul
kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan dari sari
bauh tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap
darah manusia. Umur nyamiuk betinanya dapat mencapai 2 sampai 3
bulan. 9,10
Nyamuk dewasa Aedes aegypti sebagai vektor utama DBD cenderung
menggigit orang dan beristirahat di dalam rumah atau bangungan. Habitat
yang paling disukai oleh nyamuk ini adlaah pada benda-benda
menggantung bewarna gelap dengan intensitas cahaya rendah. Menurut
beberapa penelitian, ciri kontainer yang lebih disukai nyamuk Aedes
aegypti adalah bewarna gelap hitam atau coklat; bahan dari tanah liat,
kayu, keramik dan kaleng bercat gelap yang berisi air jernih berasal dari
sumur dan air hujan. Nyamuk ini menggigit orang pada pagi hari antara
pukul 07.00-12.00 dan sore hari antara pukul 15.00-17.00. tempat

berkembang biak nyamuk Aedes aegypti adalah di air bersih, bening,


tergenang dan diam. 8
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan
nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling
utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae.
niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti
semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang
terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus
dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien
dibanding Ae.aegypti.

Gambar 2.1. Nyamuk Ae. aegypti


Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut. 7
b. Siklus Penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat
dia menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut
(viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita
yang sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif
selama hidupnya Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut,
kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan
ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan
ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi
di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala
awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia

(nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala
lainnya.7
Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala awal
penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima hari. Saat-saat
tersebut penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang
berperan dalam siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap
kemungkinan digigit nyamuk. Hal tersebut merupakan bukti pola
penularan virus secara vertikal dari nyamuk-nyamuk betina yang terinfeksi
ke generasi berikutnya.6,7

Gambar 2.2. Siklus Penularan Penyakit DBD


c. Masa Inkubasi
Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi antara 2 sampai 14 hari,
biasanya 4-7 hari.7
d. Host
Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies dari
primata rendah. Tubuh manusia adalah reservoir utama bagi virus tersebut,
meskipun studi yang dilakukan di Malaysia dan Afrika menunjukkan
bahwa monyet dapat terinfeksi oleh virus dengue sehingga dapat berfungsi
sebagai host reservoir.7
Semua orang rentan terhadap penyakit ini, pada anak-anak
biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang
dewasa. Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe
akan memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak

memberikan perlindungan terhadap terhadap infeksi serotipe lain dan


dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.
2.2.4. Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue
a. Penegakkan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya7:
- Terdapat kriteria klinis (a) dan (b)
- Dua kriteria laboratorium
1) Klinis
a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.
b) Terdapat manifestasi/tanda-tanda perdarahan ditandai dengan:
- Uji bendung (Tourniquet Test) positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan/atau melena
c) Pembesaran hati
d) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
(20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan
pasien tampak gelisah.
2) Laboratorium
a) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
b) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler yang ditandai adanya:
Hemokonsentrasi/peningkatan hematokrit
10% dari data baseline saat pasien belum sakit atau sudah sembuh
atau

adanya

efusi

pleura,

asites

atau

hipoproteinemia

(hipoalbuminemia)
b. Derajat Beratnya Penyakit DBD
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:
Derajat I
: Demam dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
Derajat II

Tourniquet positif.
: Terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit
(petekie), perdarahan gusi, epistaksis atau perdarahan lain.

Derajat III

(menstruasi berlebihan, perdarahan saluran cerna).


: Derajat I atau II disertai kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV

: Seperti derajat III disertai Syok berat (profound shock),

nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.


c. Gejala/tanda Utama DBD
Gejala / tanda utama DBD sebagai berikut: 1) Demam, 2) Tanda-tanda
perdarahan, 3) Hepatomegali, 4) Syok
1) Demam
Demam tinggi mendadak, sepanjang hari, berlangsung 2-7 hari.
Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya setelah hari ke
3-6. Pada fase ini kemungkinan terjadinya syok sangat tinggi.
2) Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan pada
pembuluh

darah,

trombosit,

dan

faktor

pembekuan.

Jenis

perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji


Tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan

konjungtiva.
Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang
dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau
dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat
penekanan/peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada
anak yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan
merupakan tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan

konjungtiva atau hematuria.


3) Hepatomegali (pembesaran hati)
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah
procesus Xifoideus
4) Syok
Tanda-tanda syok (renjatan):
Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari

tangan dan kaki


Capillary refill time memanjang > 2 detik
Penderita menjadi gelisah

Sianosis di sekitar mulut


Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun (20 mmHg)
d. Jenis-Jenis Pemeriksaan Laboratorium pada Penderita DBD
Beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD antara
lain7:
1) Hematologi
a) Hemoglobin
Penurunan Hb disertai dengan penurunan hematokrit diduga
adanya perdarahan internal
b) Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrofil
Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma
biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari
sakit ketiga sampai hari ke tujuh.
c) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
Semi kuantitatif (tidak langsung)
Langsung (Rees-Ecker)
Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi (Hematology Cell
Counter Automatically)
Jumlah trombosit 100.000/l biasanya ditemukan diantara hari
ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam
sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
keadaan klinis penderita sudah membaik.
d) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator
yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya
penurunan

trombosit

mendahului

peningkatan

hematokrit.

Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit 20% (misalnya


nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat

perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian


cairan atau perdarahan.
Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan terendah
baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan
konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain
dengan mikro-hematokrit centrifuge
Nilai normal hematokrit:
Anak-anak : 33 - 38 vol%
Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%
Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
2) Serologis
a) Uji serologi hemaglutinasi inhibisi
b) ELISA (IgM/IgG)
c) Antigen NS1
3) Radiologi

2.2.5. Tatalaksana Penderita DBD


a. Pertolongan Pertama Penderita

Demam

Berdarah

Dengue

oleh

Masyarakat
Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh karena itu
masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda yang
mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut.
Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda DBD, maka
pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut12:
1) Tirah baring selama demam
2) Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15
mg/kgBB/kali

untuk

anak.

Asetosal,

salisilat,

ibuprofen

jangan

dipergunakan karena dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis


atau perdarahan.
3) Kompres hangat.

4) Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan.


5) Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian,
tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang.
Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya
gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan
nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa
berobat/periksakan ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan untuk segera
mendapat pemeriksaan dan pertolongan.
2.2.6. Pengendalian Vektor DBD
Pengendalian DBD yang tepat adalah pemutusan rantai penularan yaitu
dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obat masih dalam proses
penelitian. Vektor DBD sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan iklim global, kemajuan teknologi transportasi,
mobilitas penduduk, urbanisasi, dan infrastruktur penyediaan air bersih yang
kondusif untuk perkembangbiakan vektor DBD, serta perilaku masyarakat yang
belum mendukung upaya pengendalian12.
Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal, dengan
mempertimbangkan faktorfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman,
habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan
Perilaku) dan aspek vektor.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif
adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai
metode pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara
cepat memutus rantai penularan.12
Berbagai metode PengendalianVektor (PV) DBD, yaitu:
- Kimiawi
- Biologi
- Manajemen lingkungan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
- Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)
a. Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida


merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya
harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan
sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan
metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.6,12
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :

Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl


pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,
Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa
yang

diaplikasikan

dengan

cara

pengabutan

panas/Fogging

dan

pengabutan dingin/ULV
Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).
b. Biologi
Pengendalian

vektor

biologi

menggunakan

agent

biologi

seperti

predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa


vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang,
tampalo, gabus, guppy, dan lain-lain), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode
yang lazim untuk pengendalian vektor DBD.
Jenis pengendalian vektor biologi :
Parasit : Romanomermes iyengeri
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untuk pengendalian DBD (Insect Growth
Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi), ditujukan untuk
stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan
vektor.

Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk


di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses chitin synthesis
selama masa jentik berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan pupae dan
nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap
mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah 34.600
mg/kg).8
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida yang
tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila digunakan
dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan
jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula
BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu dianjurkan
pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar
matahari.

c. Manajemen Lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air,
vegetasi

dan

musim

sangat

berpengaruh

terhadap

tersedianya

habitat

perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti sebagai


nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang berada di
daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan
sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai
source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan memanfaatkan barang
bekas, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator, menabur larvasida dll);
dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah,
mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll).12
d. Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN-DBD
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di
masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam

Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3M plus. Untuk


mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3M Plus ini harus dilakukan secara
luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap
dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini.
Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk melakukan kegiatan ini
secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau secara terus
menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi
kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward bagi yang berhasil
melaksanakannya.12
1) Pengertian Gerakan PSN DBD.
Gerakan PSN DBD adalah keseluruhan kegiatan masyarakat dan
pemerintah untuk mencegah penyakit DBD, yang disertai pemantauan
hasil-hasilnya secara terus-menerus. Gerakan ini bertujuan untuk membina
peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit DBD, terutama
dalam memberantas jentik nyamuk penularnya sehingga penularan
penyakit DBD dapat dicegah.
2) Sasaran
Sasaran dari Program

PSN-DBD

adalah

semua

tempat

perkembangbiakan nyamuk penular DBD, yaitu tempat penampungan air


(TPA) untuk keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk
keperluan sehari-hari (non-TPA), dan tempat penampungan air alamiah
pada semua keluarga dan pengelola tempat umum.13
Sasaran dari program ini adalah tercapainya angka bebas jentik
(ABJ) > 95 % di kecamatan endemis dan kecamatan sporadis, dan >80 %
di seluruh wilayah.
3) Pengorganisasian pelaksanaan
Penggerakan PSN DBD di desa/kelurahan dikoordinasikan oleh POKJA
(Kelompok Kerja) DBD, yaitu forum koordinasi kegiatan pemberantasan
penyakit DBD di desa/kelurahan dalam wadah Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD). Pembinaan POKJA DBD desa/kelurahan
dilaksanakan oleh POKJANAL DBD tingkat kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi dan tingkat pusat secara berjenjang.
4) Kegiatan gerakan PSN DBD

Di rumah-rumah. Kegiatan pokoknya meliputi: kunjungan rumah


berkala

sekurang-kurangnya

tiap

bulan

(penyuluhan

dan

pemeriksaan jentik) oleh kader jumantik atau tenaga lain sesuai


kesepakatan masyarakat setempat, penyuluhan kelompok masyarakat
oleh tokoh masyarakat antara lain di posyandu, tempat ibadah di
RT/RW, kerja bakti PSN DBD dan kebersihan lingkungan berkala dan
pada kesempatan tertentu, misalnya setiap hari Jum/at, hari besar

nasional atau HUT daerah, dan lain-lain.


Di sekolah. Kegiatan pokoknya meliputi: penyampaian pengetahuan
tentang penyakit DBD dan pencegahannya oleh guru kepada siswa
secara terus-menerus melalui kegiatan belajar mengajar, baik intra
maupun ekstrakurikuler; bimbingan dan pengawasan kepada siswa,
karyawan/penjaga sekolah, dan pengelola warung sekolah dalam

pelaksanaan PSN DBD dan kebersihan lingkungan pada umumnya.


Di tempat umum. Kegiatan penggerakan PSN DBD di tempat umum
seperti hotel, restoran, pasar, kantor, pabrik, dan lain-lain termasuk
rumah sakit, puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya dipadukan
dalam program Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan (PKL), antara
lain dengan melakukan pemeriksaan sanitasi lingkungan termasuk
pemeriksaan jentik secara berkala (PJB).

PSN DBD dilakukan dengan cara 3M-Plus, 3M yang dimaksud yaitu:

Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)


Menutup rapat-rapat tempat penampungan air,

air/tempayan, dan lain-lain (M2)


Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat

seperti

gentong

menampung air hujan (M3).


Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat

lainnya yang sejenis seminggu sekali.


Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain

(dengan tanah, dan lain-lain)


Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit

dikuras atau di daerah yang sulit air


Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.

e. Pengendalian Vektor Terpadu (Intergrated Vector Management)


IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk
mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi.
IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada peningkatan
peran serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan PSN anak
sekolah dan lain-lain.13
2.2.6 Penyelidikan Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue
Sesuai rekomendasi Depkes RI, setiap kasus DBD harus segera
ditindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan lainnya
untuk mencegah penyebarluasan atau mencegah terjadinya KLB. Penyelidikan
epidemiologi demam berdarah dengue merupakan kegiatan pencarian penderita
atau tersangka lainnya, serta pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dirumah
penderita

atau

tersangka

dan

rumah-rumah

sekitarnya

dalam

radius

sekurangkurangnya 100 meter. Juga pada tempat umum yang diperkirakan


menjadi sumber penularan penyakit. Tujuannya utama kegiatan ini untuk
mengetahui ada tidaknya kasus DBD tambahan serta terjadinya potensi meluasnya
penyebaran penyakit pada wilayah tersebut.
2.2.8

Ukuran Epidemiologi
Ukuran (parameter) frekuensi penyakit yang paling sederhana adalah

ukuran yang sekedar menghitung jumlah individu yang sakit pada suatu populasi,

ukuran frekuensi tersebut bermanfaat bagi petugas kesehatan di daerah dalam


mengalokasikan dana atau kegiatan.13
Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah dan/atau tempat
umum yang tidak ditemukan jentik pada pemeriksaan jentik berkala.
Ukuran-ukuran epidemiologi yang sering digunakan dalam kegiatan
pengendalian DBD adalah Insidence Rate (IR), Case Fatality Rate (CFR), Attack
Rate (AR).7
a. Angka Kesakitan/Insiden Rate (IR)
IR adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian (baru) penyakit
populasi. IR merupakan proporsi antara jumlah orang yang menderita penyakit
dan jumlah orang dalam risiko x lamanya ia dalam risiko.
Jumlah kasus baru penyakit
IR= Jumlah orang yang berisiko x 100%
b. Angka Kematian/Cured Fatality Rate (CFR)
CFR adalah angka kematian yang diakibatkan dari suatu penyakit dalam suatu
waktu tertentu dikalikan 100%
Jumlah kematian
CFR=
x 100%
Jumlah kasus
c. Attack Rate
Ukuran epidemiologi pada waktu terjadi KLB, untuk menghitung kasus pada
populasi berisiko di wilayah dan waktu tertentu.
Jumlah kasus
AR= Jumlah populasi berisiko pada waktu tertentu

BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
3.1.

Data yang Dikumpulkan


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang
diberikan kepada masyarakat RT 54 di Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar
pada tanggal 16 dan 22 agustus 2016. Data sekunder diperoleh dari pengumpulan
data yang berasal dari petugas kesehatan yang memegang program Kesling di
Puskesmas Kenali Besar.
3.2.

Cara Pengambilan Data


Data sekunder yang diperoleh adalah berupa laporan bulanan kegiatan

Jumantik di Puskesmas Kenali Besar yang meliputi:


a. Data jumlah penduduk di Kelurahan Kenali Besar.
b. Jumlah KK yang ada di RT 54, Kelurahan Kenali Besar, Puskesmas Kenali
Besar Tahun 2016
c. Angka Bebas Jentik (ABJ) di tiap kelurahan wilayah kerja Puskesmas
Kenali Besar.
d. Cakupan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
e. Cakupan pelaksanaan jumantik di tiap kelurahan.
f. Kasus DBD yang terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Kenalli Besar.
Setelah diperoleh data sekunder, data tersebut dikumpulkan dan dibuat dalam
bentuk tabel. Kemudian data tersebut dianalisis secara manual.
Untuk data primer, pengisian kuesioner dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai pencegahan
penyakit DBD yang dilakukan baik oleh Puskesmas dan masyarakat.
Setelah proses pengumpulan data secara primer selesai, kemudian dianalisa
untuk diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada, setelah itu ditentukan
prioritas masalah ke dalam Fish Bone Analyze, penyebab masalah diprioritaskan
lalu ditentukan alternatif pemecahan masalah dengan tabel MCUA, PAHO,

selanjutnya dibuat rencana pemecahan masalah kemudian dimonitoring dan


evaluasi.

BAB IV
HASIL KEGIATAN PUSKESMAS
4.1.
Profil Puskesmas Kenali Besar
4.1.1 DATA UMUM
4.1.1.1 Data Geografis
Puskesmas Kenali Besar terletak di Wilayah Kelurahan Kenali besar
Kecamatan Kota Baru tepatnya berada di ujung perbatasan Kota Jambi
dengan Kabupaten Muaro Jambi. Wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar
meliputi 2 kelurahan, yaitu Kelurahan Kenali Besar dan Kelurahan Bagan
Pete.
Luas wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar adalah
1. Kelurahan Kenali Besar :

816,0 km2

2. Kelurahan Bagan Pete :

596,2 km2

km2 dengan perincian :

Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar adalah :


1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Penyengat Rendah
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sungai Bertam
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mandalo Darat
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Rawasari.
4.1.1.2 Data Demografis
Data demografis meliputi data yang menggambarkan keadaan
penduduk sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin, Jumlah KK dan RT di
Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar Tahun 2014
Kelurahan

Jumlah Penduduk

Kenali Besar

N
20838

Bagan Pete
Jumlah

19834
40672

a.Lingkungan

Laki-laki

Perempuan

Kepala
Keluarga

RT

17048

61

13884
30932

31
92

1. Sarana Pendidikan
Tabel 4.2
Data Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar
Kota Jambi tahun 2015
No.
1.
2.
3.
4.

Sarana Pendidikan
TK
SD / MI
SLTP / MTS
SLTA / MAN

Kenali Besar

Bagan Pete

22
5
1
1

10
3
1
0

2. Sosial Ekonomi
Tabel 4.3
Data Mata Pencarian Masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun 2015
K.BESAR
No. Mata Pencaharian
BAGAN PETE
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
12.
13.
14.

Petani /Buruh
Tukang
PNS
Wiraswasta/
Pedagang
Peternak
Pengangkut/ Jasa
Pensiunan
ABRI
Sopir
Montir
Penjahit
Pengusaha

1352
522
3153
568
2807
89
139
200
290
135
98
234
115

812
314
1092
167
1685
43
110
173
132
184
43
112
69

Tabel 4.4
Persentase Penduduk berusia 10 Tahun keatas menurut tingkat pendidikan
Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun 2015
No.
Jenis Pendidikan
Jumlah
1. Universitas
923
2. Diploma
200
3. SLTA Sederajat
1569
4. SLTP Sederajat
1050
4. Tamat SD Sederajat
1045
6 Tidak Tamat SD
267
7. Tidak Pernah Sekolah
723
(Sumber : Kantor Kelurahan Kenali Besar dan Bagan Pete)
a. Agama

penduduk penganut agama :


Islam

: 37745

Kristen Protestan

773

Kristen Katolik

329

Budha

17

Hindu

: 12

b. Sarana dan Prasarana Kesehatan


Tabel 4.5
Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar
Kota Jambi tahun 2015
No.
Sarana Kesehatan
Kenali Besar
Bagan Pete
1. Puskesmas
1
0
2. Puskesmas Pembantu
1
1
3. Poskesdes
0
0
4. Posyandu Balita
19
15
5. Posyandu Usila
1
1
6. Puskemas Keliling
7. Praktek Bidan/ Perawat 0
16
8
Swasta
8. Klinik Pengobatan Swasta
3
9. Pengobatan Tradisional
1
2
Jumlah

42

28

4.1.2 DATA KHUSUS


1.

Sumber Daya Tenaga


Tabel 4.6
Data Ketenagaan Puskesmas Kenali Besar tahun 2015
Ketenagaan
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
Kepala Puskesmas
1
Dokter Umum
3
Dokter Gigi
1
Tenaga Kesmas
0
7
Bidan
13
Perawat
6
1
Perawat gigi
2
1
Asisten apoteker
3
Sanitarian
2

Gizi
Laboratorium
Tata usaha
SMA
LCPK
DI Komputer
Jumlah

3
3
1
1
1
1
40

Puskesmas Kenali Besar memiliki sumber daya tenaga sebanyak 49 orang.


Dimana sebanyak 40 orang bertugas pada Puskesmas Kenali Besar, 4 orang
bertugas di Puskesmas Pembantu Simpang Rimbo, 3 orang di Pustu Bagan Pete.
Berdasarkan analisis beban kerja, jumlah pegawai lebih dari cukup memadai
untuk kebutuhan, sedangkan ditinjau dari kualitas dan keterampilan masih perlu
adanya

peningkatan

pengembangan

wawasan

dan

keterampilan

dengan

mengikutsertakan pegawai dalam pendidikan dan pelatihan-pelatihan di masa


yang akan datang.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, tingkat pendidikan pegawai di
Puskesmas Kenali Besar sangat variatif dan rata rata masih berpendidikan di
bawah sarjana muda, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7
Distribusi Pegawai Pada Puskesmas Kenali Besar
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Tahun 2016
NO
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.

TINGKAT PENDIDIKAN
Kepala Puskesmas
Dokter Umum
Dokter Gigi
SI Perawat, Nurse
D IV Bidan
Sarjana Muda Kesehatan
AKPER
AKZI
AKL
AKBID
AKFAR
AKG
AAK
Bidan / D1
Perawat/SPK

JUMLAH
1
3
1
2
1
2
1
0
11
2
1
1
7
4

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

SMF/SAA
SPAG
SMAK
SPRG
SPPH
SLTA Sederajat
LCPK

1
2
2
2
2
2
1

Kota Jambi

49

Puskesmas Kenali Besar adalah Puskesmas non perawatan yang didirikan


pada tahun 1991

dengan luas 650

m 2 telah mengalami rehabilitasi fisik

bangunan pada tahun 2009 menjadi gedung lantai bertingkat 2 :


Lantai 1
: Ruang Loket, IGD,Poli umum,poli Gigi,Apotik
Gudang obat,Usila,poli Anak
Lantai 2
: Ruang Ka Puskesmas,Ruang TU, Poli KIA,
Tumbang, Ruang Imunisasi,Laboratorium,Kesling
Puskesmas Kenali Besar dikepalai oleh Kepala Puskesmas yang dibantu
oleh beberapa orang staf yang mempunyai tugas dan tanggung jawab masingmasing.
2.

Sumber Daya Sarana


Puskesmas Kenali Besar memiliki 1 (satu) Puskesmas Pembantu dan 1

(satu) Pusling yang juga berperan dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
Puskesmas Kenali Besar, untuk menunjang kelancaran dari penyelenggaraan
upaya kesehatan, Puskesmas Kenali Besar juga dilengkapi oleh beberapa sarana
diantaranya :
1. Kendaraan roda 4 (Empat) sebanyak
2. Kendaraan roda 2 (Dua ) sebanyak
3. Komputer

: 2 unit
: 4 unit
:4u

Adapun Struktur Organisasi Puskesmas Kenali Besar tahun 2015 adalah


sebagai berikut :
Kepala Puskesmas Kenali
Besar
Dr. Maria Inge

Tata Usaha
A.Fahri

Bend.
Rutin
Widya

Karcis
Sopina
h

UNIT I
PROMKES
Nova
Primadona

No
1
2

UNIT II

UNIT III

KESGA
Gizi
Widya
KIA
Mainarni
KB
Fatmawati
MTBS/Tumba
ng
Zainurmi
Kespro
Desmayetty
Usila
Ernis
Yasneli
Zainurmi

KESLING
Sumarni
Siti Supur

Bend.
BPJS
Neli

Bend
BOK

UNIT V

UNIT IV

UNIT VI

RAWAT JALAN
P2M
SP2TP
Poli Umum
Imunisasi
Juni Ruspida
dr .Sri yuriko
H.Bujang MT
Pelaporan
dr.Juli Susanti
Choldchain
Askes
Enarianti
Dince
D.Haryadi
Erdanenswati
a.Horin
Laporan
Leni Marlina
P2TB Paru
Tahunan
Depi Syafrianti
Ena Rianti
Prima Syutio
Poli Anak
Malaria/Dia
dr.Feri Cardiana
re
Kusuma
Leni Marlina
Karniati
Kusuma
Poli Gigi
P2 Ispa
drg.Afrini
Ena Rianti
Rohaya
P2Rabies &
Tenti
Kusta
UKGS/UKGMD
Karniati
Tenti
Neli Diana
Ka.Pustu Simpang
Rohaya
Surveiland
Rimbo
Kesehatan
s
Yulia Etika
Jiwa & Mata
Depi
Pustu,
Leni Marlina
Desmanetty
Noviana
Seni Fitriyanti
PHN
Hasmon Yonne
Rita Dewi
Laboratorium
Rokiah
Meri hartati
Prima Syutio
4.2.
Cakupan Penyelidikan EpidemiologiRini
di Kelurahan Wilayah Kerja
Apotek
Puskesmas Kenali Besar
Nurepida
Siti Hajar
Tabel 4.2. Pencatatan Kasus DBDJuni
di Puskesmas
Ruspida Kenali Besar 2016
RostianaBulan

DBD

Fogging
(focus)
Rumah

92

243

45

112

100

152

26

187

3
4

dilakukan
pemeriksaan
jentik
Rumah yang
ada jentik
Kematian
akibat DBD

4.3.

18

49

12

Kasus Demam Berdarah Dengue yang Terdapat di Kelurahan


Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar
Tabel 4.6. Daftar Nama Penderita DBD tahun 2016
PKM Kenali Besar

No

Nama
Penderita

Nama KK

Umur

1.

M. biam z

Arianto

7 tahun

2.

Naomi Lydia

Andreas
comi

4 tahun

3.

Wanda Satina

Fitrah

13 tahun

4.

Ahmad fahri

David
pabunta

15 tahun

5.

Hanifah azahra

Suardi

12 tahun

6.

Rahmat
Kurniadi

Mawardi

17 tahun

7.

Dindra Pawon

Dindra
pawon

23 tahun

8.

Pamuhalan
taraqih

Pamuhalan
taraqih

43 tahun

Alamat
RT. 45, Kel.
Kenali
Besar
RT. 60, Kel.
Kenali
Besar
RT. 10,
Kel.Kenali
Besar
RT. 54, Kel.
Kenali
Besar
RT. 54, Kel.
Kenali
Besar
RT. 7, Kel.
Beringin
RT. 35, Kel.
Kenali
Besar
RT. 54, Kel.
Kenali
Besar

Sumber
Laporan

Tanggal
Fogging

Dinkes

Dinkes

Dinkes

Dinkes

Dinkes

Dinkes

Dinkes

Dinkes

9.

Sulaiman

ridarwanto

6 tahun

10.

Salsabila
Admar

Neri
oktriandi

11 tahun

RT. 41, Kel.


Kenali besar
RT. 03 Kel.
Kenali
Besar

Dinkes

Dinkes

4.4 Hasil Kuesioner dengan Masyarakat


1. Tahukah anda definisi dari 3M ?
a. Mengubur barang bekas, Membakar sampah, Menanam pohon
b. Mengubur barang bekas, Menutup Tempat Penampungan Air,
Menguras Tempat Penampungan Air
c. Menguras bak mandi, Membakar sampah, Memandikan hewan
peliharaan
d. Menguras bak mandi, Membersihkan parit, Membiarkan sampah
berserakan
Darimana anda mengetahuinya :
.

2. Menurut anda apa manfaat dilakukannya 3M ?


a. Agar menjadi contoh yang baik bagi anggota keluarga yang lain
b. Untuk mendapat pujian dari masyarakat sekitar dan pejabat daerah
c. Untuk membasmi jentik jentik nyamuk sumber penularan DBD
d. Agar lingkungan bersih

Darimana anda mengetahuinya :


.
3. Menurut anda berapa kali sebaiknya 3M itu dilaksanakan ?
a. Sebulan sekali
b. 2 minggu sekali
c. 1 minggu sekali
d. Kapan ada waktu saja
Darimana anda mengetahuinya :
.
4. Tahukah anda apa sasaran utama pelaksanaan 3M ?
a. Jentik jentik nyamuk Aedes aegypti
b. Nyamuk dewasa Aedes aegypti
c. Kuman kuman penyebab penyakit infeksi
d. Lalat rumah yang berkembang ditempat kotor
Darimana anda mengetahuinya :
.
5. Apakah anda tahu tempat perkembangan nyamuk penyebab Demam
Berdarah Dengue ?
a. Sungai
b. Selokan/parit
c. Wadah tempat penampungan air bersih
d. Tempat sampah
Darimana anda mengetahuinya :
.
6. Yang harus dilakukan untuk pencegahan Demam Berdarah Dengue
pada Tempat Penampungan Air (TPA), adalah :
a. Menutup Tempat Penampungan Air
b. Membiarkan tempat tempat penampungan air terbuka
c. Menyemprotkan obat anti nyamuk pada tempat penampungan air
d. Mengosongkan tempat penampungan air
Darimana anda mengetahuinya :

7. Yang harus dilakukan untuk pencegahan Demam Berdarah Dengue


pada Bak mandi adalah:
a. Mengosongkan air pada bak mandi
b. Menguras & menaburkan bubuk Abate pada bak mandi
c. Membiarkan jentik nyamuk berkembang
d. Menguras air pada bak mandi saja
Darimana anda mengetahuinya :
.

8. Yang harus dilakukan untuk pencegahan Demam Berdarah Dengue


pada barang barang bekas adalah :
a. Menyimpan barang barang bekas
b. Membiarkan barang barang bekas berserakan
c. Menggunakan kembali barang barang bekas tersebut
d. Mengubur dan membuang barang barang bekas tersebut
Darimana anda mengetahuinya :

9. Menurut anda siapa yang bertanggung jawab dalam peaksanaan 3M


tersebut ?
a. Petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan
b. Petugas kesehatan, pejabat pemerintahan, dan semua lapisan
masyarakat
c. Petugas kesehatan dan ibu rumah tangga
d. Pejabat daerah beserta lembaga pembasmi jentik nyamuk
Darimana anda mengetahuinya :
.
10. Menurut anda apa keuntungan pencegahan dengan 3M dibanding
tindakan pencegahan Demam Berdarag Dengue lainnya ?
a. Karena Murah, mudah dan tepat sasaran
b. Karena anjuran petugas kesehatan
c. Hanya ikut ikutan saja
d. Karena cepat dan melelahkan
Darimana anda mengetahuinya :
.

A. Pernyataan tentang sikap


1. Apakah dalam tiga bulan terakhir ini, anda pernah melakukan
bimbingan kepada keluarga tentang cara membersihkan rumah dan
perkarangan dengan cara 3M ?
a. Ya

b. Tidak

2. Apakah dalam tiga bulan terakhir ini, anda dan keluarga melakukan
kerja bakti bersama warga lain untuk membersihkan lingkungan dari air
yang tergenang walaupun tidak mendapat anjuran dari petugas
kelurahan ?
a. Ya

b. Tidak

3. Jika anda melihat kaleng bekas, pecahan botol, dan barang bekas lain
yang dapat menampung air hujan berserakan dilingkungan rumah anda,
maka anda akan mengubur barang barang tersebut tanpa menunggu
petugas kebersihan ?
a. Ya

b. Tidak

4. Saya dan keluarga tidak membuang sampah plastic dan kaleng bekas
sembarangan
a. Ya

b. Tidak

5. Saya menguras bak penampungan air minimal satu kali seminggu


a. Ya
b. Tidak

BAB V
MASALAH KESEHATAN
5.1.
Identifikasi Masalah
5.1.1. Curah Pendapat (Brain Storming) dan Hasil Pengamatan
Pada makalah ini didapatkan beberapa masalah yang didapatkan dari hasil
pengamatan yang dilakukan di RT 54 Wilayah Kerja Puskemas Kenali Besar, data
primer, dan brainstroming dengan petugas Kesehatan Lingkungan dan masyarakat
RT 54. Adapun beberapa masalah dalam pengetahuan masyarakat tentang
pelaksanaan PSN, yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD dengan
PSN. (OUTPUT)
b. Masyarakat kurang aktif untuk datang menghadiri ke acara penyuluhan
demam berdarah dengue. (PROSES)
c. Masyarakat kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan pencegahan DBD
dengan PSN yang dilakukan oleh Puskesmas. (OUTPUT)
d. Masyarakat kurang mengetahui cara penggunaan dari bubuk abate.
(PROSES)
e. Kurangnya

masyarakat

(OUTCOME)
f. Kurangnya motivasi

yang

masyarakat

melaksanakan
untuk ikut

pencegahan
serta

3M

melakukan

kebersihan lingkungan. (INPUT)


5.1.2. Konfirmasi Masalah dengan Hasil Pengamatan
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD dengan
3M. (OUTPUT)
1) Dari data yang didapatkan melalui kuesioner di RT 54, sebanyak 45
dari 52 bapak/ibu yang kadang-kadang melakukan PSN, 2 dari 52
bapak/ibu yang tidak pernah melakukan PSN, dan 5 dari 52
bapak/ibu yang rutin melakukan PSN.

2) Hasil wawancara dengan petugas menyatakan bahwa kebanyakan


bapak/ibu tidak mau membersihkan karena alasan barang bekas
tersebut hendak dijual dan beberapa tidak mendengarkan anjuran
petugas.
b. Masyarakat kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan pencegahan DBD
dengan 3M yang dilakukan oleh Puskesmas. (OUTPUT)
1) Terdapat 5 jenis kegiatan pencegahan DBD yang dilakukan oleh
Puskesmas, yaitu 3M, juru pengawas jentik (Jumantik), fogging
(pengasapan), penyebaran bubuk abate, serta pelaporan dan
pengawasan warga yang terkena demam berdarah. Dari lima
kegiatan tersebut, 35 dari 52 bapak/ibu mengaku bahwa hanya
mengetahui kegiatan 3M dan fogging (pengasapan),

6 dari 52

bapak/ibu mengaku hanya mengetahui kegiatan fogging dan


penyebaran bubuk abate, dan 11 dari 52 bapak/ibu mengetahui
kelima program puskesmas tersebut.
2) Dari hasil wawancara, petugas menyatakan bahwa untuk program
jumantik hanya difokuskan pada daerah-daerah yang beresiko
tinggi timbul jentik nyamuk di rumahnya, sehingga beberapa
wilayah tidak mengetahui program jumantik tersebut.
5.1.3. Pernyataan Masalah (Problem Statement)
a. Sebanyak 45 dari 52 bapak/ibu yang kadang-kadang melakukan PSN,
2 dari 52 bapak/ibu yang tidak pernah melakukan PSN, dan 5 dari 52
bapak/ibu yang rutin melakukan PSN.
b. Sebanyak 35 dari 52 bapak/ibu mengaku bahwa hanya mengetahui
kegiatan 3M dan fogging (pengasapan), 6 dari 52 bapak/ibu mengaku
hanya mengetahui kegiatan fogging dan penyebaran bubuk abate, dan
11 dari 52 bapak/ibu mengetahui kelima program puskesmas tersebut.

5.2.

Prioritas Masalah

Untuk menentukan masalah prioritas pada makalah ini, maka digunakan


metode MCUA (Multiple Criteria Utility Assessment). Berikut tabel MCUA
untuk menentukan prioritas masalah.
5.2.1 Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Tabel MCUA
Tabel 5.1.
MCUA untuk menentukan Prioritas Masalah
Masalah
N
o

Bobo
t
Kriteria

1.
2.
3.
4.

Pengaruh terhadap
kesehatan masyarakat
Pengaruh terhadap
kesehatan pasien
Teknologi dan SDM yang
dimiliki

Kurangnya
pengetahuan
masyarakat tentang
pencegahan DBD
dengan PSN.
N
BN

Masyarakat kurang
mengetahui jenis-jenis
kegiatan pencegahan
DBD dengan PSN
yang dilakukan oleh
Puskesmas.
N
BN

10

50

40

32

20

21

18

10

14

Jumlah
Keterangan :
Bobot ditentukan (1-5)
N = Nilai (nilai ditentukan 1-10)
BN = Bobot x Nilai = Skor

113

Komitmen Politis

92

Dari hasil tabel MCUA diperoleh urutan prioritas masalah pada makalah
ini, yaitu:
Bapak/Ibu tidak rutin melaksanakan pembersihan sarang nyamuk (PSN) di
lingkungan rumah di wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar, RT 54, Kelurahan
Kenali Besar pada tahun 2016
Sedangkan prioritas masalah dengan menggunakan teknik PAHO (Pan
American Health Organization) adalah:
5.2.2 Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Tabel PAHO
Tabel 5.2.
PAHO (Pan American Health Organization)
Masalah
M
S
V
C

Total
(MxSxVxC

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang


pencegahan DBD dengan PSN.
Masyarakat kurang mengetahui jenis-jenis
kegiatan pencegahan DBD dengan PSN
yang dilakukan oleh Puskesmas.
Keterangan :

)
300

120

M (Magnitude)

: luasnya masalah

S (Severity)

: beratnya kerugian yang timbul

V (Vulnerability)

: ketersediaan teknologi

C (Community Concern) : perhatian masyarakat dan politisi


Nilai 1 = tidak ada hubungan

Nilai 4 = hubungan erat

Nilai 2 = hubungan lemah

Nilai 5 = hubungan sangat erat

Nilai 3 = hubungan cukup


5.3.
Identifikasi Penyebab Masalah dan Penyebab Masalah Dominan
5.3.1. Diagram Alur (Flow Chart)
Diagram alur digunakan untuk membantu dalam menemukan
kemungkinan

lokasi,

kelemahan/kekurangan

yang

terjadi

dan

kemungkinan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam tahaptahap kegiatan gerakan PSN-DBD di Puskesmas Kenali Besar.
POKJANAL DBD
tk. Kecamatan

Penyuluhan /
penyegaran

Peran
Jumantik

Peran Warga

PSN Tiap
Bulan dan
Penyuluhan
Abatesasi PSN

Pengendalian
Vektor

Bulan Bakti
3M

Pengontrolan
ABJ

Pencatatan
oleh
Puskesmas

PJB 3 bulan
sekali

PWS dan
koordinasi lintas
sektor
Rapat bulanan RT dgn
POKJA DBD
Rapat dg
Kecamatan
Rapat dg
Kota/Provinsi

Target
ABJ 95%

Gambar 5.1. Alur Kegiatan Gerakan PSN-DBD


5.3.2. Curah Pendapat untuk Menggali Penyebab
Pada curah pendapat ini bertujuan untuk menyusun kemungkinan
penyebab masalah pada faktor manusia, faktor sarana, faktor proses dan
faktor lingkungan untuk dianalisa lebih lanjut pada diagram tulang ikan
untuk dicari penyebab yang paling mungkin dari prioritas masalah
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD dengan
3M di lingkungan rumah di wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar
Kelurahan Kenali Besar pada tahun 2016
a. Manusia
Tingkat pengetahuan ibu yang masih rendah.
Bapak/ibu tidak melakukan pencegahan DBD dengan 3M.
b. Metode/proses
Ibu tidak mengerti mengenai penggunaan bubuk abate.
Ibu tidak aktif mengikuti penyuluhan pencegahan DBD dengan
3M.
c. Sarana
Tidak adanya LCD, proyektor, pamflet untuk sarana edukasi
masyarakat.
d. Lingkungan
Masyarakat tidak melakukan jumat bersih
5.3.3. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone Diagram)
Diagram tulang ikan (Fish Bone) atau diagram sebab akibat, sering juga
disebut sebagai diagram Ishikawa. Untuk menanggulangi suatu masalah,
harus diketahui terlebih dahulu sebab terjadinya masalah tersebut. Dalam
mencari faktor-faktor penyebab masalah dominan dalam permasalahan ini,
maka digunakan diagram Fish Bone.

Material/Dana
Masyarakat tidak
tertarik untuk
menambah
pengetahuan

Manusia
Bapak/Ibu tidak melakukan
PSN

Bapak/Ibu
kurang aktif
untuk ikut
penyuluhan
Rasa ingin tahu
bapak/ibu rendah

Kurangnya sarana dan


prasarana untuk
penyuluhan

bapak/ibu tidak
mendengarkan informasi
tentang PSN

Tingkat motivasi
bapak/ibu rendah

Rendahnya bapak/Ibu
yang melakukan PSN
PSN tidak
dilakukan
Bapak/Ibu tidak
melakukan PSN
Penduduk Sekitar tidak
melakukan jumat bersih

Bapak/Ibu tidak mengerti


cara melakukan PSN

Lingkungan

Proses
Gambar 5.2. Diagram Fish Bone

5.4.

Pembuktian Penyebab Masalah


a. Ibu tidak mengetahui program Puskesmas untuk mencegah DBD.
Sebanyak 35 dari 52 bapak/ibu di RT 54 tidak mengetahui program
Puskesmas untuk mencegah DBD.
b. Bapak/Ibu kurang aktif ikut penyuluhan.
Sebanyak 38 dari 52 bapak/ibu di RT 54 yang tidak mengikuti penyuluhan
mengenai DBD.
c. Ibu tidak mengerti cara penggunaan bubuk abate.
Sebanyak 45 dari 52 bapak/ibu di RT 54 tidak mengetahui cara yang benar
dalam penggunaan bubuk abate. Sebagian besar (75%) ibu hanya

mengetahui bahwa bubuk abate digunakan dengan cara ditaburkan di


dalam bak mandi secara langsung.
d. Kurangnya keingintahuan bapak/ibu untuk mencegah DBD.
Sebanyak 15 dari 35bapak/ ibu yang datang ke penyuluhan DBD tidak
memperhatikan penyuluhan dengan baik oleh karena berbicara dengan
temannya selama penyuluhan.
e. Kurangnya sarana dan prasarana
Selama penyuluhan berlangsung, tidak terdapat LCD, proyektor,pamflet
untuk membuat ibu lebih tertarik mengikuti penyuluhan dan membantu
mengingat materi penyuluhan
f. Penduduk sekitar tidak melakukan jumat bersih
Sebanyak 40 dari 52 bapak/ibu tidak melakukan jumat bersih.
5.5.

Menentukan Prioritas Penyebab Masalah yang Dominan


Dari beberapa akar penyebab, dicari penyebab yang paling dominan artinya

dengan menanggulangi penyebab yang paling dominan, sebagian besar masalah


sudah dapat dipecahkan. Karena itu, dilakukan urutan dominan (pentingnya)
dengan cara diskusi, adu argumentasi dan justifikasi antar anggota tim pemecah
masalah untuk menentukan penyebab yang paling dominan dan didapatkan hasil
bahwa penyebab yang paling dominan yaitu kurangnya keingintahuan bapak/ibu
untuk mencegah DBD.

BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH DAN
RENCANA USULAN KEGIATAN
6.1.

Alternatif Pemecahan Masalah


Tabel 6.1. Kemungkinan Penyebab Masalah dan Penyelesaiannya

Masalah
Kurangnya
pengetahuan
masyarakat tentang
pencegahan
DBD
dengan PSN

6.2.

Penyebab
Alternatif Pemecahan Masalah
Kurangnya
Membuat penyuluhan yang menarik dengan
motivasi
ibu
memanfaatkan media elektronik seperti
untuk melakukan
video atau animasi.
pencegahan DBD Mengadakan kegiatan lain untuk anak-anak
dengan PSN
dari setiap bapak/ibu yang datang untuk
mengikuti penyuluhan, seperti menggambar
atau mewarnai.
Membuat model penyuluhan berupa diskusi
kelompok yang dipimpin oleh kader.

Alternatif Pemecahan Masalah Terpilih


Tabel 6.2. MCUA untuk Pemecahan Masalah Terpilih
Cara

No

Kriteria
Bobot

1.
2.

Dapat
memecahkan
masalah dengan
sempurna
Murah biayanya

Memanfaatkan
media
elektronik
N
NB

Kegiatan
tambahan untuk
anak
N
NB

Model
penyuluhan
diskusi
N
NB

10

50

40

30

32

20

36

3.

Mudah
dilaksanakan

27

15

21

4.

Waktunya singkat

14

12

Jumlah Skor

123

87

95

Dari hasil tabel MCUA diatas diperoleh urutan prioritas cara pemecahan
masalah pada makalah ini yaitu: Membuat penyuluhan yang menarik dengan
memanfaatkan media elektronik seperti video atau animasi.
6.3.
Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
6.3.1. Faktor Pendukung
a. Tidak memerlukan banyak biaya karena alat dan bahan yang
diperlukan sudah tersedia di Puskesmas.
b. Masyarakat akan tertarik dan mudah ingat pada video atau animasi
yang langsung menceritakan mengenai keadaan tertentu.
6.3.2. Faktor Penghambat
a. Ruangan/tempat di Posyandu untuk melakukan penyuluhan tidak
terlalu mendukung untuk melakukan pemutaran video.
b. Diperlukan transportasi yang memadai untuk membawa alat-alat
pemutaran video.
c. Petugas kesehatan di Posyandu tidak terlalu paham cara pemasangan
proyektor.
6.3.3. Upaya untuk Mengantisipasi Faktor Penghambat
a. Mengkoordinasikan dengan sektor lain seperti Lurah atau RT untuk
memberikan tempat penyuluhan yang memadai dengan pemutaran
video.
b. Diperlukan tenaga tambahan untuk membawa dan memasang alat-alat
pemutaran video.
c. Petugas kesehatan perlu untuk mempelajari cara pemasangan tersebut
sebelum dilakukan penyuluhan.
6.4.

Rencana Usulan Kegiatan Pemecahan Masalah


Tabel 6.3. Rencana Usulan Kegiatan Pemecahan Masalah

N
o
1.

Kegiatan

Tujuan

Sasaran

Waktu

Mencari
materi
elektronik
yang sesuai
dengan tema
penyuluhan
DBD

Terdapat
materi
elektronik
atau video
animasi
yang dapat
menunjang
penyuluhan

Video
animasi
DBD dari
internet

2 minggu
sebelum
penyuluha
n

Pelaksan
a
Petugas
Promkes
dibantu
petugas
Kesling

Biaya

Target

Swadaya
/ Tanpa
biaya

Mendapatka
n satu video
yang terkait
penyuluhan
DBD

2.

3.

4.

5.

Menentukan
orang yang
bertanggung
jawab untuk
perlengkapa
n
penyuluhan
Menentukan
jadwal
penyuluhan
DBD di
Posyandu

Memiliki
tenaga
tambahan
untuk
mengurus
alat
penyuluhan
Terdapat
jadwal
penyuluhan
di Posyandu
yang rutin

Mengundang
Semua
setiap
bapak/ibu di
bapak/ibu
wilayah
untuk datang
kerja
penyuluhan Posyandu di
DBD di
undang
Posyandu
penyuluhan
DBD
Menghubun Mendapatka
gi Lurah
n ruangan
atau Ketua
yang
RT untuk
memadai
meminjam
untuk
ruangan
kegiatan
yang
penyuluhan
memadai
berbasis
untuk
media
penyuluhan
DBD

Staff
Puskesmas
bagian
perlengkapa
n

3 hari
sebelum
penyuluha
n

Petugas
kesehatan
Posyandu

Posyandu
di RT 54
Wil. Kerja
PKM
Kenali
Besar

1 bulan
sebelum
ditetapkan
program
penyuluha
n tersebut

Petugas Swadaya
Promkes
/ tanpa
dibantu
biaya
Pemegan
g
program
Posyandu
Petugas
Tanpa
kesehatan
biaya
Posyandu
dibantu
kader
Posyandu

Semua
bapak/ ibu
di wilayah
kerja
Posyandu

1 minggu
sebelum
penyuluha
n

Tempat
yang berada
di wilayah
Posyandu

2 minggu
sebelum
penyuluha
n

Petugas
kesehatan
Posyandu
dibantu
kader
Posyandu

Tanpa
biaya

Tanpa
biaya

Mendapatka
n tiga orang
tenaga yang
mampu
membawa
alat
penyuluhan
Terdapat
jadwal rutin
penyuluhan
DBD di
beberapa
Posyandu
Semua
bapak/ibu di
wilayah
kerja
Posyandu
datang
penyuluhan
DBD
Mendapatka
n ruangan
yang
memadai

6.5.
Monitoring dan Evaluasi
6.5.1. Monitoring
Kegiatan
Mencari video
yang sesuai
dengan tema

Indikator
Video untuk
penyuluhan
sudah

Tabel 6.4. Monitoring Kegiatan


Standar
Hasil
Terlaksana
Terdapat video
sesuai
yang menarik
jadwal
tentang DBD

Selisih
-

Keterangan
Terlaksana
100%

penyuluhan
DBD

ditemukan

Menentukan
satu orang yang
bertugas
membawa alat
penyuluhan

Sudah ada
tenaga ahli
yang berasal
dari staff
puskesmas

Terlaksana

Menentukan
jadwal
penyuluhan
DBD di
Posyandu

Jadwal
penyuluhan
DBD di
Posyandu
sudah dibuat

Terlaksana
sesuai
jadwal

Mengundang
setiap bapak/ibu
untuk datang
penyuluhan
DBD di
Posyandu

73 bapak/
ibu datang
penyuluhan
DBD

Setiap
bapak/ibu
datang
penyuluha
n DBD

Menghubungi
Lurah atau
Ketua RT untuk
meminjam
ruangan yang
memadai untuk
penyuluhan
DBD

1 tempat/
ruangan
yang
memadai
untuk
penyuluhan
berbasis
media

Terlaksana
sesuai
jadwal

untuk dapat
ditampilkan pada
penyuluhan
Staff puskesmas
bisa membawa
alat penyuluhan
ke Posyandu
dengan
transportasi
Penyuluhan DBD
diseluruh
Posyandu Wil.
Kerja Puskesmas
Kenali besar
sudah terjadwal
52 bapak/ibu
datang
penyuluhan DBD
ke Posyandu

Mendapatkan
pinjaman
ruangan/tempat
untuk penyuluhan

Terlaksana
100%

Terlaksana
100%

(73-52)/73 x
100 = 28,7%

Tercapai
71,3%

Terlaksana
100%

6.5.2. Evaluasi
Kegiatan
Penyuluhan tentang
DBD berbasis media
elektronik (video
animasi)

Tabel 6.5. Evaluasi Kegiatan


Akhi
Indikator
Awal
r
Semua bapak/ibu tertarik
40 % 90 %
untuk datang ke
penyuluhan dan dapat
menyimak, mengerti, serta
memahami penyuluhan
dengan mudah dan baik,
sehingga bapak/ibu mau
melakukan PSN yang

Efektivitas

Ket

90-40 = 50%

Ada
Peningkatan

berdampak pada
peningkatan ABJ di
lingkungan

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.

Kesimpulan
Dari hasil analisis penulis menyimpulkan:
a. Masalah yang dihadapi dalam pengetahuan dan sikap masyarakat dalam
melakukan pencegahan DBD dengan PSN di RT 54 Wilayah Kerja
Puskesmas Kenali Besar adalah Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang pencegahan DBD dengan PSN dan Masyarakat kurang mengetahui
jenis-jenis kegiatan pencegahan DBD dengan PSN yang dilakukan oleh
Puskesmas
b. Masalah yang diprioritaskan dalam pengetahuan dan sikap masyarakat
dalam melakukan pencegahan DBD dengan PSN di RT 54 Wilayah Kerja
Puskesmas Kenali Besar berdasarkan tabel MCUA dan PAHO adalah
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD dengan
PSN
c. Penyebab masalah dominan dalam melakukan pencegahan DBD dengan
PSN di RT 54 Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar yaitu kurangnya
perhatian bapak/ibu selama mengikuti penyuluhan tentang DBD.
d. Alternatif pemecahan masalah dalam makalah ini terdiri dari membuat
penyuluhan yang menarik dengan memanfaatkan media elektronik seperti
video animasi, mengadakan kegiatan lain untuk anak-anak dari setiap
bapak/ibu yang datang untuk mengikuti penyuluhan agar bapak/ibu
terfokus mengikuti penyuluhan, dan membuat model penyuluhan berupa
diskusi kelompok yang dipimpin oleh kader. Alternatif pemecahan
masalah yang dipilih adalah penyuluhan dengan memanfaatkan media
elektronik seperti video animasi.
e. Rencana usulan kegiatan pemecahan masalah yang terpilih adalah mencari
video yang sesuai dengan tema penyuluhan DBD, menentukan satu orang
yang bertugas bertanggung jawab untuk perlengkapan penyuluhan,
menentukan jadwal penyuluhan DBD di Posyandu, mengundang setiap
bapak/ibu untuk datang penyuluhan DBD di Posyandu, dan menghubungi

Lurah atau Ketua RT untuk meminjam ruangan yang memadai untuk


penyuluhan DBD.
f. Melalui monitoring dan evaluasi, diharapkan setiap bapak/ibu yang berada
di wilayah kerja Posyandu dapat tertarik untuk mengikuti penyuluhan dan
mampu menyimak, mengerti, dan memahami penyuluhan DBD, sehingga
menimbulkan kesadaran untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD
dengan PSN di lingkungan rumah.
7.2.

Saran
Guna kelancaran dalam pelaksanaan peningkatan pengetahuan dan sikap ibu

dalam pencegahan DBD dengan PSN, maka:


a. Diperlukan suatu komitmen dari petugas kesehatan posyandu dan
Kesehatan Lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap
bapak/ibu dalam pencegahan DBD di lingkungan rumahnya. Hal ini
memerlukan kerja sama yang baik antara keduanya sehingga kegiatan ini
bisa berlangsung dengan baik.
b. Petugas kesehatan Posyandu yang langsung berkomunikasi dengan
masyarakat perlu meningkatkan kemampuan untuk dapat melakukan
penyuluhan sederhana dibantu dengan media elektronik tersebut, sehingga
tidak hanya terus menerus memakai satu narasumber dari Puskesmas
untuk melakukan penyuluhan.
c. Kegiatan ini sebaiknya diiringi juga dengan kegiatan lainnya yang menarik
sehingga penyuluhan tidak tampak monoton yang akan berdampak pada
kehadiran bapak/ibu ke Posyandu untuk mengikuti penyuluhan.
d. Diperlukan adanya komunikasi dengan lintas sektoral untuk dapat selalu
mengingatkan para warga agar tetap melakukan PSN-DBD dan bisa
kembali mengaktifkan Gerakan Jumat Bersih di lingkungan, sehingga
daerah tersebut bebas dari DBD.

DAFTAR PUSTAKA

. Kementerian Kesehatan RI. Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun 1968 2009. Pusat
Data dan Surveilans Epidemiologi. Buletin Jendela Epidemiologi. Agustus 2010;2.2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data dan informasi kesehatan [homepage on
the Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011 [diakses tanggal 1
Maret 2012]. Diunduh dari: http://www.bankdata.depkes.go.id/nasional/public/report.

3. Pratamawati, Diana A. Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2012;6(6): 243248.
4. Marini, Dina. Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai dbd pada keluarga di
kelurahan padang bulan tahun 2009. Medan: FKUSU. 2010
5. Suharti, Sri. Hubungan pengetahuan dan motivasi dengan perilaku kepala keluarga dalam
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue. Surakarta: FKUNS. 2010.
6. Sejati, Ery W. Hubungan pengetahuan tentang demam berdarah dengue dengan motivasi
melakukan pencegahan demam berdarah dengue di wilayah puskesmas kalijambe sragen.
Surakarta: STIKES Kusuma Husada. 2015.
7. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Modul Pengendalian Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2011.
8. Mukhsar. Modifikasi Persamaan Logistik Pada Simulasi Laju Pertumbuhan Nyamuk Aedes
aegypti (Skripsi). Kendari: Universitas Haluoleo; 2009
9. Sulina P. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan Pelaksanaan 3M Plus dengan Kejadian
Penyakit DBD di Lingkunga XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan Tahun 2012 (Skripsi). Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2012.
10. Lidya NS, Nurfaizah, Rikky PSP, Aisyah R, Ilmiaziz M. Tugas Terstruktur Pengendalian Vektor
Epidemiologi Pengendalian Nyamuk Aedes. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman; 2015.
11. Logeswaran G. Jenis-Jenis Larva Nyamuk di Kelurahan Baru-Ladang Bambu, Kecamatan
Medan Tuntungan (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012.
12. Suharti, Sri. Hubungan pengetahuan dan motivasi dengan perilaku kepala keluarga dalam
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue. [Tesis]. Surakarta: UNS. 2010
13. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk teknis pemberantasan
sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) oleh juru pemantau jentik (Jumantik).
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2012.

3
4
5.
6

Anda mungkin juga menyukai