Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

BRONKOPNEUMONIA

Oleh:
Elsa Prima Putri
Dwi Novilolita

Preseptor:
dr. Metrizal, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD. AHMAD MUCHTAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
BAB 1
1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau seluruh
alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai
masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara. Insiden
pneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibawah usia 5 tahun, 16-22%
per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua.6,7
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di Indonesia,
pneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27.6% kematian bayi dan 22.8% kematian balita
di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem pernapasan, terutama pneumonia.Di RSUD dr.
Soetomo Surabaya, pneumonia menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia yang dirawat inap berkisar antara 20-35%.
9,10

Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. 11Berdasarkan data
WHO, infeksi sauran nafas akut bagian bawah pada tahun 2000 menyebabkan 2,1 juta kematian
anak di bawah umur 5 tahun.6 Menurut WHO kejadian pneumonia di Indonesia pada balita
diperkirakan antara 10%-20% per tahun. Secara teoritis diperkirakan bahwa 10% dari penderita
pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini benar maka diperkirakan
tanpa pemberian pengobatan akan didapat 250.000 kematian balita akibat pneumonia setiap
tahunnya.5
Faktor resiko yang meningkatkan insiden bronkopneumoniayaitu :
1. Pertusis
2. Morbili
3. Gizi kurang
4. Umur kurang dari 2 bulan
5. Berat badan lahir rendah
6. Tidak mendapat ASI yang memadai
2

7. Polusi udara
8. Laki-laki
9. Imunisasi yang tidak memadai
10. Defisiensi Vitamin A
11. Pemberian makanan tambahan terlalu dini
12. Kepadatan tempat tinggal.1,5,11,12

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di negara


berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 % aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi
dari spesimen darah.11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasidari
sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan
kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh
penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya disebut
pneumonitis.2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang
mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit
ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas),
demam infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer
biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua.4
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :


1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
-

Chest indrawing(subcostal retraction)

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)

b. Pneumonia sangat berat


-

tidak bisa minum

kejang

kesadaran menurun

hipertermi / hipotermi

napas lambat / tidak teratur

2. Usia 2 bulan-5 tahun


4

a. Pneumonia
-

bila ada napas cepat

a. Pneumonia Berat
-

Chest indrawing

Napas cepat dengan laju napas


> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun

a. Pneumonia sangat berat


-

tidak dapat minum

kejang

kesadaran menurun

malnutrisi.9,10

2.2 Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun.
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien.
Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta
kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.9

Umur
Neonatus

Bakteri Patogen
E. Coli, Streptococcus group B, Listeria
monocytogenes
Klebsiella sp, Enterobacteriaceae

1-3 bulan

Chlamydia trachomatis

Usia

Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma

prasekolah

pneumoniae
Haemophillus influenzae B, Streptococcus
pneumoniae
Staphylococcus aureus

Usia sekolah

Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma


pneumoniae
Streptococcus pneumoniae9

2.3 Patogenesis dan Patofisiologi


Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi, aspirasi,
hematogen dr fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi infeksi dalam alveoli,
membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel
darah merahdan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian
alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus
bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisasisa sel.5

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat


asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan
Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus
pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya
Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel
epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori
dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari
seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.2,14

Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :


1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)

3. Stadium III (3 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

4. Stadium IV (7 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.15

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari
bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal
mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan
penyakit.2
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.13

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien, status
imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa sangat berbeda, bahkan pada
neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada
umumnya demam, menggigil, sefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 9
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu tidak muncul
sejak awitan penyakit.

Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung (neonetus), takipneu,

dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk
umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk.Tanda pneumonia

FAKTOR RISIKO MAYOR

FAKTOR RISIKO MINOR

Ketuban pecah dini >18 jam

Ketuban pecah dini >12jam

Demam intrapartum >38 C

Demam intrapartum >37,5 C

Korioamnionitis

Skor APGAR rendah

Ketuban berbau

BBLSR

Denyut jantung janin >160 x/menit

Usia kehamilan <37 minggu

berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.
13

Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit.
Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi
nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik
karena umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena
adanya efusi pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan

: 60 kali per menit

- usia 2 bulan -1 tahun

: 50 kali per menit

- usia 1 5 tahun

: 40 kali per menit.9


10

Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus
khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil
karena kecilnya volume thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.13

2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak,
kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung.Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.3,8

2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu.
Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.
Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat
adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.8
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.8
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

Pemeriksaan

Bakteri

Virus

Mikoplasma

Anamnesis

Umur

Berapapun, bayi

Berapapun

Usia sekolah

Awitan

Mendadak

Perlahan

Tidak nyata

Sakit serumah

Tidak

Ya, bersamaan

Ya, berselang
11

Batuk

Produktif

nonproduktif

kering

Gejala penyerta

Toksik

Mialgia, ruam,

Nyeri kepala, otot,

organ bermukosa

tenggorok

Klinis < temuan

Fisik

Keadaan umum

Klinis > temuan

Klinis temuan

Demam

Umumnya 39C

Umumnya < 39C Umumnya < 39C

Auskultasi

Ronkhi , suara

Ronkhi bilateral,

Ronkhi

Napas melemah

Difus, mengi

mengi. 14

unilateral,

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >

15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis >
500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama
pada anak- anak kecil.9,13
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru.
Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia
bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya
disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.3

12

Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia. 16


a. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan
tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP
kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.10

c. Uji serologis
13

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.10

d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologi
spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura.
Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya.
Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang
dari 50% kasus.13

2.6 Kriteria Diagnosis


Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling
sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Demam
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan, dan
bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
2.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.Cairan yang diberikan mengandung gula dan
elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
14

5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin yang
harus diberikan.9

Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai


kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara empiris.
Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap diberi
antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri. 9

Usia

Rawat jalan

Rawat Inap

Bakteri Patogen

0-2 minggu

1. Ampisillin +
Gentamisin
2. Ampisillin +
Cefotaksim

- E. Coli
- Streptococcus B
- Nosokomial
enterobacteria

>2-4 minggu

1. Ampisillin +
Cefotaksim atau
Ceftriaxon
2. Eritromisin

- E. Coli
- Nosokomial
Enterobacteria
- Streptococcus B
- Klebsiella
- Enterobacter
-C. trachomatis

>1-2 bulan

1. Ampisillin +
Gentamisin
2. Cefotaksim atau
Ceftriaxon

- E. Coli and other


Enterobacteria
- H. influenza
- S. pneumonia
- C. trachomatis

>2-5 bulan

1. Ampisillin
2. Sefuroksim
sefiksim

1. Ampisillin
2. Ampisillin +
Kloramfenikol
Sefuroksim
Ceftriaxon

- H. influenza
- S. pneumonia

>5 tahun

1. Penisillin A
2. Amoksisilin
Eritromisin

1. Penisillin G
2. Sefuroksim
Seftriakson
Vankomisin

- S. pneumonia
- Mycoplasma9

15

Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan
pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S. Aureus,
kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin,
klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4 minggu.8

2.8 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax
(seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran
infeksi hematologi.

2.9 Diagnosa Banding


a. Bronkiolitis
b. Aspirasi pneumonia
c. Tb paru primer

2.10 Prognosis
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari
20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. 13Dengan pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas
yang lebih tinggi.5

2.11 Pencegahan
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian imunisasi/vaksinasi.
saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah pneumonia. Setiap vaksin mencegah
infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis vaksinnya.
berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah pneumonia :
1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus (Invasive
Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia adalah PCV-7 dan PCV10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
16

2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b


3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. vaksin influenza untuk mencegah influenza

BAB 3
LAPORAN KASUS
17

3.1 Identitas Pasien


Nama

: RA

Umur

: 2 bulan

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

Agama

: Islam

Nomor MR

3.2 Anamnesis (Alloanamnesis dari ibu kandung)


Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 2 bulan sejak tanggal September 2016 di
Bangsal Anak RSUD Ahmad Mochtar Bukittinggi dengan:
Keluhan Utama:
Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk berdahak, berwarna putih.
Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca
dan makanan.
Demam sejak 1 hari yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, berkeringat dan
tidak disertai kejang, muntah tidak ada
Riwayat tersedak tidak ada
Nafsu makan berkurang sejak sakit, biasanya anak makan nasi tim saring 2 kali sehari,
ditambah dengan bubur susu, namun sejak sakit anak hanya mau makan bubur susu

18

Riwayat atopi tidak ada


Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada
Buang air kecil jumlah dan warna biasa
Buang air besar warna dan konsistensi biasa
Pasien kiriman RSUD Batusangkar dengan bronkopneumonia dengan ekspirasi
memanjang + Hipospadia
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang saat ini menderita keluhan demam
Tidak ada anggota keluarga yang saat ini menderita penyakit batuk
Tidak ada anggota keluarga yang saat ini menderita penyakit sesak nafas
Riwayat Kehamilan Ibu:
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat
Kontrol ke bidan secara teratur
Tidak ada riwayat minum obat-obatan atau mendapat penyinaran
Hamil cukup bulan.
Riwayat Persalinan:
Anak keempat dari empat bersaudara, lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan, berat
lahir 4000 gram, panjang 51 cm, langsung menangis
Riwayat Nutrisi:
ASI

: 0-6 bulan
19

Buah

: 7 bulan

Bubur susu

: 7 bulan

Nasi Tim

: 9 bulan

Nasi biasa

: lebih dari 1 tahun-sekarang, 3 kali sehari, daging 1 kali seminggu, ikan

setiap hari, telur 2 kali seminggu dan sayur 2 kali seminggu.


Kesan makanan/minuman : kualitas kurang, kuantitas cukup
Riwayat Imunisasi:
BCG

: umur 1 bulan, scar (+)

DPT

: umur 2, 3 bulan

Polio

: umur 2, 3 bulan

Hepatitis : umur 1 bulan


Campak : umur 9 bulan
Kesan

: Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap.

Riwayat Higiene dan Sanitasi Lingkungan:


Rumah permanen
Jamban di dalam rumah
Pekarangan cukup luas
Sumber air dari sumur gali
Sampah dibuang dan dibakar di belakang rumah
Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan kurang
Riwayat Tumbuh Kembang:
Pertumbuhan gigi pertama: usia 5 bulan

20

Perkembangan psikomotor:
o Tengkurap

: 3 bulan

o Duduk

: 6 bulan

o Berdiri

: 9 bulan

o Berjalan

: 13 bulan

Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum

:Sedang

Kesadaran

: Sadar

Tekanan darah

: 80/50 mmHg

Nadi

: 118x/menit

Napas

: 60 x/menit

Suhu

: 37,9oC

Tinggi badan

: 76 cm

Berat Badan

: 9 kg

Edema

: Tidak ada

Anemis

: ada

Ikterus

: Tidak ada

Pemeriksaan Khusus:
Kulit

: teraba hangat, pucat,tidak ikterik, tidak sianosis.

KGB

: tidak teraba pembesaran KGB.

Kepala

: bentuk bulat simetris, rambut hitam dan tidak rontok. Lingkar


kepala 36,5 cm (normal menurut standar Nellhauss).

Mata

: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor


diameter 3mm, refleks cahaya +/+ normal, edema palpebra -/21

Telinga

: tidak ditemukan kelainan

Hidung

: nafas cuping hidung tidak ada

Mulut

: mukosa mulut dan bibir basah.

Tenggorokan : Tonsil T1 T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis


Leher

: KGB tidak membesar, JVP sulit dinilai

Thoraks:
Paru:
Inspeksi : normochest, simetris, retraksi epigastrium ada
Palpasi

: fremitus kanan=kiri

Perkusi

: sonor

Auskultasi: suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah halus nyaring di ke dua lapangan
paru, wheezing -/Jantung:
Inspeksi

: iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung kanan linea sternalis dekstra, batas jantung


kiri 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi

: irama reguler, bising (-)

Abdomen:
Inspeksi

: distensi tidak ada

Palpasi

: supel,hepar teraba 1/3-1/3, lien tidak teraba

Perkusi

: tympani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Punggung

: tidak ditemukan kelainan

Alat kelamin : OUE terletak di pangkal penis


Anus

: ada, rectal toucher tidak dilakukan

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, reflek fisologis +/+, reflek patologis
-/-

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
22

Darah Rutin:

Hb: 8 gr/dl

Leukosit: 11.500/mm3

Hitung jenis:

Hematokrit: 22,3%

Trombosit : 625.000

Kesan: dalam batas normal


Elektrolit

Natrium mmol/L

Kalium mmol/L

Kesan: hipokalemia
Urinalisis
Makroskopis

Warna: kuning

Kekeruhan: (-)

BJ: 1,020

pH: 6.0

Mikroskopis
Leukosit: 0-1 /LPB
Eritrosit: 0-1/LPB
Silinder: negatif/LPK
Kristal: (-)
Epitel: gepeng (+)
Kimia
Protein : (-)
Glukosa: (-)
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : (+)

23

Kesan: hasil dalam batas normal


3.5 Diagnosis Kerja
-

Susp Bronkopneumoni

3.6 Diagnosa banding


-

Bronkiolitis

Aspirasi pneumoni

3.7 Rencana Pemeriksaan Selanjutnya:


-

Rontgen thoraks AP dan lateral

3.8 Tatalaksana
-

O2 1L/menit

KaEn1B 14tts/menit

Amoksisilin 3x250mg iv

Kloramfenikol 4x175 mg iv

Paracetamol 100 mg

Ambroxol 3x5 mg

Pemeriksaan Laboraturium
Hemoglobin

: 8 gr/dL

Hematokrit

: 22,3%

Leukosit

: 11500/mm3

Trombosit

: 625000/mm3

Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia

Follow up
02 Februari 2016 (rawatan hari ke-1)
S/

demam tidak ada, kejang tidak ada, kuning tidak ada


anak menyusu langsung
24

BAB ada, BAK ada


O/
KU

Kesadaran

Nd

Nf

Cukup aktif

Sadar

165x/i

35x/i

36,5 0C

Kulit

: teraba hangat

Mata

: konjungtiva anemis, sklera tidak iktreik

Mulut

: mukosa mulut dan bibir basah

Thoraks

: normochest, simetris, retraksi dinding dada ada


Paru: Suara bronkovesikuler, Rhonki ada, Wheezing ada
Jantung: Irama reguler, bising jantung tidak ada

Abdomen

: distensi tidak ada, bising usus (+) normal

Genitalia

: kelainan kongenital

Ekstremitas

: akral hangat, capillary refill time < 2detik

A/

Bronkopneumonia
Hipospadia

P/

ASI OD
Ampicilin vial 3x 125mg IV
Gentamicin amp 1x 20mg IV
Dexametason amp 3x 0,5ml
Parasetamol drip 4x 0,4cc
Ambroxol 3x 25mg
Sementara Puasa
25

Follow up
03 Februari 2016 (rawatan hari ke-2)
S/

anak terlihat pucat dan gelisah


demam tidak ada, kejang tidak ada
kuning tidak ada, sesak nafas tidak ada,
anak menyusu langsung
BAB ada, BAK ada

O/
KU

Kesadaran

Nd

Nf

Cukup aktif

Sadar

131x/i

52x/i

36,8 0C

Kulit

: teraba hangat

Mata

: konjungtiva anemis, sklera tidak iktreik

Mulut

: mukosa mulut dan bibir basah

Thoraks

: normochest, simetris, retraksi dinding dada ada


Paru: Suara bronkovesikuler, Rhonki ada, Wheezing ada
Jantung: Irama reguler, bising jantung tidak ada

Abdomen

: distensi tidak ada, bising usus (+) normal

Genitalia

: kelainan kongenital

Ekstremitas

: akral hangat, capillary refill time < 2detik

A/

Bronkopneumonia
Anemia Sedang
26

Hipospadia
P/

ASI OD
Ampicilin vial 3x 125mg IV
Gentamicin amp 1x 20mg IV
Dexametason amp 3x 0,5ml
Parasetamol drip 4x 0,4cc
Ambroxol 3x 25mg

BAB 3
ANALISIS KASUS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia dua bulan dengan diagnosa
bronkopneumonia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien dibawa oleh keluarganya
dengan keluhan utama sesak nafas. Sesak nafas sudah dirasakan sejak dua hari yang lalu.
Awalnya pasien batuk sejak 2 hari yang lalu, diikuti dengan adanya sesak nafas dan demam.

27

Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien suhu pasien 37,3 C dan nafas 51kali/menit. Dari
pemeriksaan thorak didapatkan adanya retraksi epigastrium dan pada auskultasi ditemukan
ronkhi basah halus nyaring di ke dua lapangan paru.
Bronkopneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai bronkus dan parenkim paru. Berdasarkan kriteria diagnosis Henry Gorna dkk pada
tahun 1993, Diagnosis pneumonia dapat ditegakkan

bila ditemukan paling sedikit 3 dari 5

gejala yaitu sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada,
demam, ronkhi basah sedang nyaring (crackles), foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat
difus, leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan). Pada pasien ini sudah dapat
ditegakkan diagnosis bronkopneumia karena didapatkan adanya sesak nafas yang disertai
retraksi, demam dan adanya ronkhi basah nyaring pada kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan
laboratorium.
Pengobatan yang diberikan pada pasien berupa pemberian oksigen 1L/menit dikarenakan
pasien sesak nafas, cairan KaEn1B 14 tetes/menit, antibiotic pilihan pada pasien ini adalah
amoksisilin 3x250mg iv dan kloramfenikol 4x175 mg iv, paracetamol 100 mg sebagai antipiretik
dan ambroxol 3x5 mg sebagai mukolitik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esesnsi Pediatri Edisi 4. Jakarta: ECG, 2010.
2. Kosim MS, Yunanto, Ari, dll. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI, 2008.
3. Aminullah, A., Djayadiman, Gatot. Penatalaksanaan Sepsis neonatorum. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

28

1. World Health Organization. Neonatal sepsis - a major killer to be tackled in communitie; 19


Januari 2009. Accessed January 2016. Available from URL:
http://www.who.int/child_adolescent_health/news/archive/2009/19_01/en/index.html
2. WHO. Managing Newborn Problems: A Guide for Doctors, Nurses, and Midwives. Geneva:
WHO, 2003.
3. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir. Dalam : Kosim MS, Yunanto

A, et al. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.

29

Anda mungkin juga menyukai