Anda di halaman 1dari 52

Case

Tn. Medi, 40 tahun, tiga minggu yang lalu mendapat tugas pergi ke Kepulauan NTT
selama 12 hari. Satu minggu terakhir ini Tn. Medi mengeluh demam yang hilang timbul setiap 2
hari sekali. Awal terjadinya demam, pasien terlebih dahulu merasakan kedinginan samai pasien
menggunakan selimut tebal kemudian diikuti perasaan menggigil dan seluruh badan merasa
bergetar. Beberapa saat kemudian pasien merasa demam tinggi sampai akhirnya pasien melepas
selimutnya disertai sakit kepala, mual, danmuntah. Gejala tersebut terjadi kurang lebih dua jam
setelah itu pasien banyak mengeluarkan keringat, merasa haus dan badan terasa lemah. Sebelum
terjadinya demam pasien merasa lemah, lesu, sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, tidak nafsu
makan, perut tidak enak dan diare ringan.
Keluhan sakit kepala hebat, mata kuning, penurunan kesadaran, kejang, batuk, pilek,
sakit tenggorokan, binti-bintik di anggota badan disangkal pasien dan BAB dan BAK normal.
Pasien minum obat penurun panas yang dibeli di warung namun keluhan yang dirasakan
tidak membaik. Tn. Medi juga menyangkal pernah menderita penyakit malaria sebelumnya dan
tidak pernah mendapat transfusi darah.
Lokasi termpat pasien bertugas terdapat banyak rawa-rawa disekitarnya dan pasien tidur
tidak menggunakan kelambu atau obat anti nyamuk.
Sebelum berangkat ke lokasi tugas, pasien tidak minum obat-obatan untuk mencegah
penyakit.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
BB/TB

: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis

: 60 kg/170 cm

Tanda vital

: Tekanan darah
Nadi

: 110/70 mmHg

: 98x/menit

Pernapasan : 28x/menit
: 39,5 C

Suhu
Status generalis
Kepala

: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, coated tongue (-)

Leher

: KGB tidak membesar, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1 tenang

Toraks

: Cor : batas kanan : linea sternalis dekstra


Batas kiri

: 2 jari medial linea medioklavikularis sinistra

Batas atas

: intercostal space III sinistra

Bunyi jantung I-II murni, regular, murmur (-), S3 gallop (-)


Pulmo

: vocal fremitus normal, kiri=kanan, suara napas vesikuler,

kiri=kanan, ronkhi: -/Wheezing: -/Abdomen

: datar, lembut
Hepar tidak teraba, nyeri tekan (-)
Lien teraba Schuffner I, lunak, nyeri tekan (+)
Bising usus (+), normal

Ekstremitas

: ptekie -/-, edema -/-

Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap
Hb

: 12 gram/dl

Hematokrit

: 40 mg/dl

Leukosit

: 6500/mm3

Trombosit

: 195.000/mm3
: 4,5 juta/mm3

Eritrosit
MCV

: 83 fl

MCH

: 28 pg

MCHC

: 33 g/dl

Hitung jenis

: 1/1/5/52/33/8

Pemeriksaan serologi
Tes widal
Typhi

titer o 1/80

titer H (-)

Paratyphi A

titer AO (-)

titer AH (-)

Paratyphi B

titer BO (-)

titer BH (-)

IgM Anti dengue (-) IgG Anti Dengue (-)

Interpretasi hasil spesimen darah


Sediaan apus darah
Sediaan apus darah tipis dengan pewarnaan Giemsa: tampak trofozoit bentuk cincin Plasmodium
vivax
Sediaan apus darah tebal tampak trofozoit bentuk cincin Plasmodium vivax
Kepadatan parasite 2+

Basic Science

Anatomi hepar dan lien

Faal pembentuka dan destruksi eritrosit

Siklus

hidup

plasmodium

Malaria
Epidemiologi
Malaria banyak ditemukan pada daaerah tropis dan subtropis seperti, Brazil, negara-negara di
Asia Tenggara dan sub Sahara Afrika. Di Indonesia, jumlah penderita malaria dari tahun ke tahun
semakin menurun. Namun, kasus resistensi obat malaria semakin meningkat.
Etiologi
Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan oleh gigitan nyamuk
Anopheles betina yang telah mengandung Plasmodium bentuk sporozoit infektif. Plasmodium
yang ditemukan di Indonesia antara lain, Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale.
Siklus hidup Plasmodium
Plasmodium memiliki dua siklus, skizogoni yaitu siklus aseksual di dalam tubuh manusia dan
sporogoni yaitu siklus seksual di dalam tubuh nyamuk. Siklus seksual terjadi setelah nyamuk
menghisap darah penderita malaria. Mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina)
bersatu membentuk ookinet dalam perut nyamuk. Ookinet kemudian menembus dinding
lambung menuju selaput luar dinding lambung dan membentuk kista. Di dalam kista, sporozoitsporozoit bermultipikasi. Saat kista pecah, sporozoit-sporozoit menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk termasuk kelenjar ludah. Sporozoit menjadi matang di kelenjar ludah dan bersifat
infektif.
Pada siklus skizogoni, sporozoit masuk kedalam aliran darah manusia lewat gigitan nyamuk dan
masuk ke dalam hati untuk memulai siklus eksoeritrositer. Di hati, sporozoit berubah menjadi
skizon yang kemudian pecah melepaskan merozoit-merozoit. Merozoit masuk ke dalam aliran

darah dan mengivasi eritrosit sebagai awal dari siklus eritrositer. Merozit akan mengalami
perubahan dalam sel darah merah menjadi bentuk cincin, lalu menjadi trofozoit, trofozoit
menjadi skizon yang akan pecah mengeluarkan merozoit yang siap menginvasi eritrosit yang
lain. Sebagian merozoit mengalami perubahan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit
yang selanjutnya akan terhisap oleh nyamuk Anopheles untuk memuali siklus seksualnya dalam
tubuh nyamuk.
Penularan
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Di dalam perut nyamuk Anopheles terdapat
zat yang dapat memungkinkan perkembangan Plasmodium. Sekali nyamuk Anopheles terinfeksi
Plasmodium, seumur hidupnya akan tetap mengandung Plasmodium.
Gejala klinis
Trias malaria (demam lebih dari 2 hari, menggigil dan berkeringat) adalah gejala yang sering
ditemukan pada pasien malaria. Demam yang disebabkan P. falcifarum dapat terjadi setiap hari,
pada P.vivax/P.ovale berselang satu hari dan pada P.malariae berselang dua hari. Gejala demam
berkaitan dengan siklus skizon pada tiap spesies yang berbeda. Hal yang perlu ditanyakan pula
adalah riwayat berkunjung ke daerah endemik. Malaria berat dapat menyebabkan munculnya
gejala seperti, gangguan kesadaran, kelemahan atau kelumpuhan otot, kejang-kejang,
kekuningan pada mata atau kulit, perdarahan dari hidung dan gusi, muntah darah atau berak
darah. Pada demam yang tinggu pasien dapat muntah terus menerus menyebabkan tubuh
kekurangan air dan elektrolit yang dikompensasi dengan perubahan warna urin seperti air teh dan
berkurangnya jumlah urin sampai tidak dihasilkannya urin sama sekali.
Diagnosis
Diagnosis pasti didapat dengan pemeriksaan darah tepi pada saat pasien mengalami demam dan
ditemukan adanya parasit Plasmodium di dalam darahnya. Pemeriksaan ini dapat berupa
pemeriksaan semi-kintitatif dan kuantitatif. Pada semi-kuantitatif, parasite dihitung per lapang
padang dan menghadilkan hasil (-) bila pada 100 LPB tidak ditemukan parasite, (+) bila 1-10
parasit per 100 LPB, (++) 11-100 parasit per 100 LPB, (+++) bila ditemukan 1-10 parasit per 1
LPB, dan (++++) bila ditemukan 11-100 parasit per 1 LPB. Pada perhitungan kuantitatif, jika
menggunakan apusan darah tebal, parasite dihitung per 100 leukosit. Sedangkan pada apusan

darah tipis, parasite dihitung per 1000 eritrosit. Pada apus darah tipis dapat dilihat stadium dan
spesies dari parasit. Pemeriksaan imunokromatografi hanya dilakukan bila terjadi KLB dan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lemah. Pemeriksaan lain dilakukan untuk mengetahu
keadaan pasien dan kerusakan organ yang terjadi.
Gejala yang sering muncul seperti demam yang dialami tinggi, yaitu 37,5-40C. pasien
mengalami anemia karena eritrosit-eritrosit lisis pada stadium eritroster Plasmodium. Hepar dan
lien membesar karena terjadi berombakan besar-besaran dari eritrosit. Malaria berat dapat
memunculkan gejala syok

(tekanan darah turunm nadi menjadi cepat dan lemah dan

mengkatnya frekuensi pernapasan), penurunan kesadaran, dehidrasi, perdarahan, ikterik,


gangguan fungsi ginjal, pembesaran hati dan limpa serta gangguan neurologis (reflex patologis
dan kaku kuduk).

Pengobatan
Obat malaria bersifat iritatif dan sangat pahit sehingga diberikan setelah makan. Pengobatan
malaria berbeda untuk setiap spesies dan stadium (tanpa komplikasi dan dengan komplikasi.

Tanpa komplikasi

Malaria falciparum
Lini pertama
Artesunat+amodiakuin+primakuin. Primakuin diberikan pada hari pertama, dosis 0,75mmg
basa/kgBB dan tidak boleh untuk ibu hamil, bayi <1 tahun, dan pasien dengan defisiensi G6-PD.
Kombinasi artesunat+amodiakuin diberikan pada 3 hari pertama, dosis harian amodiakuin
10mg/kgBb dan aetesunat 4 mg/kgBB. Pengobatan selama 28 hari. Bila sejak hari ke-4 sampai
ke-18 gejala klinis berkurang dan parasite stadium aseksual tidak ditemukan lagi sejak hari ke-7,
pengobatan dikatakan berhasil. Bila setelah 28 hari gejala memburuk dan parasite aseksual masih

ditemukan atau gejala tidak memburuk namun parasite tidak berkurang atau muncul kembali,
pengobatan lini pertama ini dinyatakan gagal dan diperlukan pengobatan lini kedua.
Lini kedua
Kina+doksisiklin atau tetrasiklin+primakuin. Dapat juga diberikan untuk pasien yang alaergi
terhadap sulfa atau pada daerah yang belum memiliki obat artesunat+amodiakuin setelah
pemberian sulfadoksin+pirimetamin tidak efektif. Dosis kina 10 mg/kgBB 3x sehari selama 7
hari. Dosis doksisiklin dewasa 4mg/kgBB/hari dibagi dua dosis, anak 8-14 tahun
2mg/kgBB/hari. Jika tidak ada doksisiklin, berikan tetrasiklin 4-5 mg/kgBB/kali 4x sehari
selama 7 hari. Tetrasiklin dan turunanya tidak boleh diberikan kepada ibu hamil dan anak <8
tahun karena akan menyebabkan gigi berwarna kuning permanen.

Malaria vivax dan ovale


Klorokuin+primakuin.

Pencegahan
Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu, obat nyamuk, memasang net pada
ventilasi rumah dan memutus siklus hidup nyamuk anopheles dengan mengubur wadah/tempat
dengan genangan air kotor atau yang mungkin menjadi tempat tergenangnya air. Profilaksis
berupa doksisiklin 100 mg/hari seminggu sebelum memasuki daerah endemis sampai setelah
keluar dari daerah endemis. Untuk ibu hamil diberikan klorokuin 5mg/kgBB/minggu dan
proguanil 3 mg/kgBB/hari untuk daerah yang masih sensitive atau meflokuin 5mg/kgBB/minggu
pada bulan keempat kehamilan jika didapat resistensi terhadap klorokuin. Donor darah hanya
untuk penduduk dari daerah non endemis yang tidak menunjukkan gejala untuk 6 bulan kedepan.
Jika setelah diberikan profilaksis dan tinggal di daerah endemis 6 bulan atau lebih dan tidak
menunjukkan gejala, diperbolehkan mendonorkan darahnya untuk 3 tahun kedepan.

Demam Tifoid
Definisi
Demam typoid adalah infeksi yang disebabkan oleh salmonella thypi atau salmonella parathyphi
A, B dan C. penyakit ini mempunyai tanda yang khas berupa penjalaran yang cepat berlangsung
kurang lebih 3 minggu disertai demam, taksosnia, pembesaran limpa dan erupsi kulit.
Demam typoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang berlangsung 3-5 minggu, disebabkan
oleh salmonella thypoi yang ditandai demam tinggi, sakit kepala lemah, batuk, spienomegali,
gangguan kesadaran, distensi abdomen, feses yang menyerupai sop katang dan leukopeni.
Etiologi
Demam tipoid dan demam paratipoid disebabkan oleh salmonella typhi,salmonella paratyphi A,
salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C.

Epidemiologi
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan
yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah
baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran
penyakit ini.

Penyebaran Geografis dan Musim

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak
bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan
lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin
Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau
perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa sering
mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.
Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase
12 29 tahun 70 80 %
30 39 tahun 10 20 %
40 tahun 5 10 %

Tanda dan Gejala


Pola awal penyakit keluhan dan tanda gejala meliputi:
Anoreksia
Rasa malas
Sakit kepala bagian depan
Nyeri otot
Gangguan nyeri perut

Pada minggu ke I keluhannya


Demam hingga 400C
Denyut nadi lemah
Nadi 80-100 kali permenit

Akhir minggu ke I
Lidah tampak kotor, berkerak, berwarna merah di ujung dan tepi hiperemis
Epistaksis
Tenggorokan kering dan beradang
Ruam kulit, pada abdomen salah satu sisi tapi tak merasa
Bercak-bercak selama 3-5 hari lalu hilang sempurna.
Pada minggu ke II
Demam turun khususnya pagi hari, pasien sakit akut, disorientasi lemas.

Pada minggu ke III


Gejala berkurang dan suhu mulai turun
Terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi karena lepasnya kerak dan ulkus
Bila keadaan buruk terjadi tanda-tanda delirium

- Otak bergerak terus


Inkontinentia urine
Nyeri perut
Bila nadi ditambah peritonitis maka hal ini menunjukkan terjadi perforasi usus, keringat dingin,
sukar bernapas dan denyut nadi lemah, menandakan ada perdarahan.
Pada minggu ke IV (stadium penyembuhan)
Merupakan fase penyembuhan bila tidak ada tanda-tanda komplikasi
Mereda 2-4 minggu
Malaise tetap ada selama 1-2 bulan.

Penegakan Diagnosis
Anamnesa
Identitas (Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat)
Perjalanan penyakit hingga timbulnya gejala
Riwayat penyakit keluarga atau lingkungan sekitar yang mengalami keluhan/sakit yang sama
dengan pasien
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu1 0 C tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung

merah, serta tremor), hepatomegali,splenomegali, nyeri abdomen,roseolae (jarang pada orang


Indonesia).

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekositnormal,aneosinofilia, limfopenia, peningkatan
Led, anemia ringan, trombositopenia,gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif
atau peningkatan titer ujiWidal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur
darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titerantibodi O 1/320
atau H 1/640disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Kultur Darah
Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi darispecimen yang
berasal dari darah penderita.Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu
pertamatimbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90%,khususnya
pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotic. Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk
positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-15%.
Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman s,thypi. Pada ujiwidal terjadi suatu
reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi dengan antiboby yang di sebut aglutinin. Antigen
yang di gunakan pada ujiwidl adalahsuspensi salmonella yang sudah dimatikan dan di olah di
laboratorium. Maksuduji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderitatersangka demem tifoid yaitu:
Aglutinin O dari tubuh kuman

Aglutinin H dari flagella kuman


Aglutinin v simpai dari simpai kuman
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk diagnostik demam
tifoid semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinanterinfeksi penyakit ini.
Ada beberapa faktor yang memepengaruhi uji widal yaitu
Pengobatan dini dengan antibiotic
Gangguan pembentukan antibody dan pemeberian kortikosteroid
Waktu pengambilan darah
Daerah endemik atau non endemik
Riwayat vaksinasi
Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demem tifoid akibat
infeksi demem tifoid masa lalu atau vaksinasi.
Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silangdan starin salmonella yang
di gunakan untuk suspensi antigen.Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin
yg bermaknadiagnostik untuk demem tifoid. Batas titer yg dipakai hanya kesepakatan saja,haya
berlaku setempat saja,dan dapat berbeda pada tiap-tiap laboratorium.
Uji Tubex
Pemeriksaan ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk dilakukan
(kurang lebih 5 menit). Untuk meningkatkan spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan
antigen O9 yang hanya ditemukan pada Salmonellae serogroup D dan tidak pada
mikroorganisme lain. Antigen yang menyerupai ditemukan pula pada Trichinella spiralis tetapi
antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak bereaksi silang satu dengan yang lain. Hasil
positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara

spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Antigen ini dapat merangsang respons
imun secara independen terhadap timus, pada bayi, dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan
dari sel T. Karena sifat-sifat ini, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi
terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari
ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat
mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi
lampau.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi:
Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.
Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S. typhi O9
Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi
monoklonal spesifik untuk antigen 09.
Komponen-komponen ini stabil disimpan selama 1 tahun dalam suhu 40C dan selama beberapa
minggu

dalam

suhu

kamar.

Di dalam tabung, satu tetes serum dicampur selama kurang lebih 1 menit dengan satu tetes
reagen A. Dua tetes reagen B kemudian dicampurkan dan didiamkan selama 1-2 menit. Tabung
kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan didiamkan. Interpretasi
hasil dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan
hingga kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat
pada label.
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak mengandung
antibodi terhadap O9, reagen B akan bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan pada daerah
yang mengandung medan magnet (magnet rak), komponen mag-net yang dikandung reagen A
akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B.
Sebagai akibatnya, terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran
serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan

berikatan dengan reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan
memberikan warna biru pada larutan.

Interpretasi hasil uji Tubex:

Skor

Interpretasi

<2

Negatif

Borderline

4-5

Positif

>6

Positif

Berbagai penelitian (House dkk, 2001; Olsen dkk, 2004; dan Kawano dkk, 2007) menunjukkan
uji ini memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang baik (berturut-turut 75-80% dan 75-90%).

Uji IgM Dipstick


Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi
antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran
nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang
sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak
mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.
Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8% bila
dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan kultur darah
dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh

Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar
90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata
sensitivitas sebesar 65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan
adanya serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya
cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang
menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana
penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.

Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar
Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang
terdapat pada strip nitroselulosa.

Patogenesis dan Patofisiologi

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan
minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam
lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian
berkembangbiak.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri
akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M). selanjutnya ke lamina propia. Di dalam lamina

propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques
payeri di ilium distal.
Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel
fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam
sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan
tanda penyakit infeksi sistemik. Didalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu.
Berkembang biak dan di ekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari
bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang
sama kemudian terjadi lagi, tapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Bakteri salmonella
thypi yang berada di dalam makrofag yang telah teraktivasi, akan merangsang makrofag menjadi
hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator (sintokin) yang akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti : demam dan koagulasi, pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi
sepsis dan syok septik.
Di dalam plaques payeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperflasia jaringan salmonella
typhi di dalam makrofag dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang dapat
menyebabkan hyperplasia dan nekrosis jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat
erosi pembuluh darah plaques payeri yang mengalami hiperflasia patologis jaringan limpoid ini
dapat berkembang ke lapisan otot. Lapisan serosa usus sehingga dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin yang dihasilkan samonella typhi dapat menempel direseptor sel endotel kapiler
seluruh organ, sehingga bisa menimbulkan komplikasi kardiovaskuler, gangguan neuropsikiatrik
dan gangguan organ lainnya.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi :
istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta
pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang
meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.

Istirahat dan Perawatan

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan
perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi
pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus, dan diet
bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari
komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar
meningkatkan
b.

Cairan

keadaan
yang

adequat

umum

dan

untuk

mencegah

mempercepat
dehidrasi

proses

akibat

muntah

penyembuhan.
dan

diare.

c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3
x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami
mual lagi.

Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis 4 x 500
mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas
panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman salmonella,
menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki
spectrum gram negative dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi
agranulositosis. Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang
tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya
karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol yaitu 4 x

500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi
seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan
kloramfenikol,

dengan

dosis

50-150

mg/kgBB

selama

minggu.

Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau intravena pada


dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc
diberikan

selama

jam

perinfus

sekali

sehari,

diberikan

selama

3-5

hari.

Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat obatan golongan ini
tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat obatan lini
pertama

sebelumnya

(klorampenicol,

ampicilin,

amoksisilin

dan

trimethoprim-

sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik,


sehingga

mampu

membunuh

S. Thypi

yang

berada

dalam

stadium statis

dalam

monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding
dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat,
seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat
golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid,
peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan
pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey
syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki
efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon.

Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita,keadaan kesehatan
sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan ada tidaknya komplikasi.

Di negara maju, dengan terapi antibiotik yangadekuat, angka mortalitasnya < 1%. Di negara
berkembang, angkamortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,perawatan
dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasigastrointestinal atau perdarahan hebat,
meningitis, endokarditis, danpneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderitayang tidak diobati dengan
antibiotik. Pada penderita yang telah mendapatterapi anti mikroba yang tepat, manifestasi klinis
relaps menjadi nyatasekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik danmenyerupaipenyakit
akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individuyang mengekskresi S. thypi 3
bulan setelah infeksi umumnya menjadikarier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak
rendah danmeningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasiendemam
tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebihtinggi pada karier kronis
dibandingkan dengan populasi umum.

Komplikasi
Komplikasi intestinal.
Perdarahan intestinal.
Pada plaques payeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka, jika luka menembus lumen
usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya jika luka
menembus dinding usus maka perforasi terjadi, apalagi kalau terjadi gangguan koagulasi.
b. Perforasi usus.
Biasa timbul pada minggu ke 3 namun dapat terjadi pula minggu ke 1. gejalanya : mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah menyebar keseluruh perut
disertai tanda-tanda ileus.

Komplikasi ekstra intestinal.

a.Komplikasi

paru

dapat

terjadi

pneumoni,

empiema

atau

pleuritis.

b.Komplikasi hepatobilier pembengkakan hati ringan di jumpai pada 50% penderita


c.Komplikasi kardiovaskuler. Miokarditis terjadi 1-5% penderita, sedangkan kelainan EKG pada
10-15% penderita.
d. Komplikasi neuropsikiatrik. Gejala dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang,
semikoma/ koma.

Yellow Fever
Definisi
Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam ini dikenali
sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh belas, namun baru pada tahun 1900
sampai 1901 Walter Reed dan rekan-rekannya menemukan hubungan antara virus demam kuning
dengan nyamuk Aedes aegypti dan penemuan ini membuka jalan bagi pengendalian penularan
penyakit demam kuning ini. Virus yang ditularkan oleh gigitan nyamuk edes aegypti yakni virus
yang tergolong dalam flavivirus.
Epidemiologi
Demam kuning merupakan penyakit yang gawat di daerah tropika. Selama lebih dari 200 tahun
sejak diketahui adanya perjangkitan di Yukatan pada tahun 1648, penyakit ini merupakan salah
satu momok terbesar di dunia. Pada tahun 1905, New Orleans dan kota-kota pelabuhan di
Amerika bagian Selatan terjangkit epidemi demam kuning yang melibatkan sekurang-kurangnya
5000 kasus dan menimbulkan banyak kematian. WHO (World Health Organisation)
memperkirakan bahwa demam kuning menyebabkan 200.000 penyakit dan 30.000 kematian
setiap tahun di populasi yang tidak divaksinasi. Sekitar 90% kejadian infeksi terjadi di Afrika.
Demam Kuning endemik di daerah tropis dan subtropis Amerika Selatan dan Afrika. Meskipun
Aedes aegypti vektor utama juga terjadi di Asia, demam kuning tidak terjadi di daerah-daerah
Pasifik dan Timur Tengah, alasan untuk ini tidak diketahui. Seluruh dunia ada sekitar 600 juta
orang yang tinggal di daerah endemik dan estimasi resmi WHO sebesar 200.000 kasus penyakit
dan 30.000 kematian per tahun, jumlah kasus yang dilaporkan secara resmi jauh lebih rendah.
Diperkirakan 90% dari infeksi terjadi di benua Afrika. Pada tahun 2008, jumlah terbesar kasus
tercatat di Togo.
Analisis filogenetik mengidentifikasi tujuh genotip virus demam kuning, dan diasumsikan
bahwa mereka berbeda disesuaikan dengan manusia dan vektor Aedes aegypti. Lima genotipe
hanya ada di Afrika, dan diasumsikan bahwa Afrika Barat genotipe I sangat virulen atau
menular, karena tipe ini sering dikaitkan dengan wabah besar demam kuning. Di Amerika
Selatan dua genotipe telah diidentifikasi.

Penyebab Demam Kuning (Yellow Fever)


Virus demam kuning adalah virus RNA berukuran 40 50 nM yang secara antigenik tergolong
dalam flavivirus (dulu kelompok arbovirus B). Virus ini merupakan anggota dari famili
Flaviridae. Flavivirus adalah virus RNA berutas tunggal dalam bentuk ikosahedral dan
terbungkus di dalam sampul lemak. Virion berdiameter 20 sampai 60 nm, berkembangbiak di
dalam sitoplasma sel dan menjadi dewasa dengan membentuk kuncup dari membran sitoplasma.
Virus ini menginfeksi monosit, makrofag dan sel dendritik. Mereka menempel pada permukaan
sel yang spesifik melalui reseptor dan diambil oleh sebuah vesikula endosomal. Di dalam
endosoma terjadi penurunan pH yang menginduksi fusi membran endosomal denganselubung
(amplop) virus. Dengan demikian, kapsid mencapai sitosol, membusuk dan melepaskan genom.
Pengikatan reseptor serta fusi membran yang dikatalisis oleh protein E, yang mengubah
konformasi pada pH rendah, yang menyebabkan penyusunan kembali dari 90 homo dimer
menjadi 60 homo trimer .
Setelah memasukkan sel inang, genom virus direplikasi di retikulum endoplasma kasar (RE
kasar) dan dalam apa yang disebutvesikula. Pada awalnya, bentuk dewasa dari partikel virus
diproduksi di dalam RE kasar, M-protein yang belum dibelah untuk membentuk protein yang
matang sehingga dinotasikan sebagai prM (prekursor M) dan membentuk ikatan kompleks
dengan protein E. Partikel yang belum matang diproses dalam aparatus golgi oleh protein furin ,
yang memotong prM menjadi M. E yang dilepaskan dari ikatan kompleks tersebut akan berada
dlam partikel dewasa dan menular melalui virion.
Klasifikasi :
Divisio

: Protiphyta

Kelas

: Mikrotatobiotes

Ordo

: Virales

Famili

: Flaviridae

Genus

: Flavivirus

Virus demam kuning

Transmisi Penyakit
Virus demam kuning terutama ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, tetapi nyamuk
lain seperti "nyamuk macan" (Aedes albopictus) juga dapat berfungsi sebagai vektor untuk virus.
Seperti arbovirus yang ditularkan melalui nyamuk, virus demam kuning diambil oleh nyamuk
betina yang menghisap darah orang yang terinfeksi. Virus mencapai perut nyamuk, dan jika
konsentrasi virus cukup tinggi, maka virion dapat menginfeksi sel epitel dan bereplikasi di sana.
Dari sana mereka mencapai haemocoel (sistem darah nyamuk) dan dari sana mrnju kelenjar
ludah. Ketika nyamuk mengisap darah waktu berikutnya, ia menyuntikkan air liur ke dalam luka,
dan dengan demikian virus mencapai darah orang yang digigit. Ada juga indikasi untuk infeksi
vertikal dari virus demam kuning dalam A. aegypti, yaitu transmisi dari nyamuk betina ke telur
dan kemudian larva. Ini merupakan cara infeksi vektor tanpa mengkonsumsi darah yang
sebelumnya dianggap sebagai satu satunya cara penyebaran virus penyakit ini.
Demam kuning merupakan akibat dari adanya tiga daur penyebaran virus yang pada dasarnya
berbeda yaitu kota dan hutan (silvatik) serta savana. Daur kota dipindahsebarkan dari orang ke
orang lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sekali terinfeksi, nyamuk vektor itu akan tetap
mampu menyebaban infeksi seumur hidupnya. Demam kuning hutan berjangkit pada hewan liar.
Virus demam kuning yang sama ditularkan diantara hewan-hewan tersebut dan kadang-kadang
juga terhadap manusia oleh nyamuk selain Aedes aegypti. Ada beberapa nyamuk seperti A.
Simponi yang hidup dengan menghisap darah primata yang telah terinfeksi, menyusup ke kebun-

kebun desa lalu memindahkan virus tersebut ke manusia. Sekali demam kuning berjangkit di
kembali di daerah kota, maka daur kota demam kuning akan dimulai kembali dan kemungkinan
akan berkembang menjadi epidemi. Di Afrika ada siklus menular ketiga, juga dikenal sebagai
siklus savana atau siklus menengah, yang terjadi antara hutan dan siklus perkotaan. Nyamuk
yang berbeda dari genus Aedes terlibat. Dalam beberapa tahun terakhir ini adalah bentuk yang
paling umum demam kuning terlihat di Afrika.

Aedes aegepty

Gejala
Infeksi yang disebabkan oleh flavivirus sangat khas yaitu mempunyai tingkat keparahan sindrom
klinis yang beragam. Mulai dari infeksi yang tidak nampak jelas, demam ringan, sampai dengan
serangan yang mendadak, parah dan mematikan. Jadi, pada manusia penyakit ini berkisar dari
reaksi demam yang hampir tidak terlihat sampai keadaan yang parah.
Masa inkubasi demam kuning biasanya berkisar 3 sampai 6 hari, tapi dapat juga lebih lama.
Penyakit yang berkembang sempurna terdiri dari tiga periode klinis yaitu : infeksi (viremia,
pusing, sakit punggung, sakit otot, demam, mual, dan muntah), remisi (gejala infeksi surut), dan
intoksikasi (suhu mulai naik lagi, pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna
hitam, albuminuria, dan penyakit kuning akibat dari kerusakan hati). Pada hari ke delapan, orang
yang terinfeksi virus ini akan meninggal atau sebaliknya akan mulai sembuh. Laju kematiannya
kira-kira 5% dari keseluruhan kasus. Sembuh dari penyakit ini memberikan kekebalan seumur
hidup.

Diagnosis
Demam kuning merupakan jenis penyakit yang membutuhkan diagnosa secara klinis, yakni
bergantung pada keberadaan orang sakit selama waktu inkubasi. Setiap dugaan demam kuning
harus diperlakukan secara serius (6 10 hari setelah meninggalkan daerah dimana pasien terkena
gejala berupa demam, mual nyeria dan muntah). Konfirmasi langsung dapat diperoleh dengan
Reverse Transkripsi Rantai Reaksi Polimerase dimana genom virus diperkuat. Pendekatan lain
adalah isolasi virus dan pertumbuhan dalam kultur sel menggunakan plasma darah, ini bisa
memakan waktu satu sampai empat minggu . Demam kuning sulit ditentukan pada tahap-tahap

awal karena ada sejumlah infeksi yang mempunyai tanda dan gejala yang serupa. Diagnosis
memerlukan tes darah.

Pathogenesis
Flavivirus mempunyai kemampuan khas untuk berkembangbiak di dalam jaringan vertebrata dan
beberapa artropoda penghisap darah. Virus-virus ini setelah terinokulasi di dalam jaringan inang
yang rentan, berkembangbiak dengan cepat dan tidak lama kemudian menyebabkan viremia.
Mereka dapat ditemukan setempat dalam suatu organ tertentu, menyebabkan kerusakan jaringan
dan terganggunya fungsi organ, dan pada akhirnya menyebabkan kematian inang. Pada demam
kuning, kerusakan hati mengakibatkan berkembangnya penyakit kuning.
Setelah penularan virus dari nyamuk, virus bereplikasi dalam kelenjar getah bening dan
menginfeksi sel dendritik pada khususnya. Dari sana mereka mencapai hati dan menginfeksi
hepatosit (mungkin secara tidak langsung melalui sel kupfer), yang mengarah ke degradasi
eosinofilik dari sel-sel dan pelepasan sitokinin. Massa nekrotik (Councillman tubuh) muncul
dalam sitoplasma dari hepatosit. Ketika penyakit mematikan, akan muncul serangan jantung dan
kegagalan multi organ diikuti dengan kadar sitokin meningkat tajam (badai sitokinin). Tidak ada
pengobatan khusus untuk penyakit ini kecuali pengobatan untuk menghilangkan gejala dan
menguatkan badan.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk demam kuning. Dehidrasi dan demam dapat diatasi dengan
garam rehidrasi oral dan parasetamol. Setiap orang yang terinfeksi bakteri harus diobati dengan
antibiotik yang sesuai. Mendukung perawatan intensif dapat memperbaiki hasil untuk pasien
sakit serius, tapi jarang tersedia di negara-negara berkembang. Rawat Inap dan perawatan
intensif dinjurkan untuk mencegah cepat menurunnya kondisi tubuh. Metode yang berbeda untuk
pengobatan penyakit akut telah terbukti tidak berhasil; imunisasi pasif setelah munculnya gejala
mungkin tidak menunjukkan efek apapun. Ribavirin dan obat antivirus serta pengobatan dengan
interferon tidak memiliki pengaruh positif pada pasien. Sebuah pengobatan simtomatik termasuk

nyeri dan bantuan rehidrasi dengan obat-obatan seperti parasetamol, asetilsalisilat (misalnya
Aspirin) tidak harus diberikan karena efeknya mengencerkan darah, yang dapat meningkatkan
keungkinan terjadi perdarahan dalam yang disertai demam kuning.

Pencegahan
Pencegahan pribadi terhadap penyakit demam kuning dengan cara vaksinasi serta menghindari
gigitan nyamuk di daerah dendemik demam kuning. Langkah secara kelembagaan untuk
pencegahan demam kuning termasuk program vaksinasi dan langkah-langkah pengendalian
nyamuk.

Vaksinasi
Untuk perjalanan ke daerah-daerah yang terkena, vaksinasi sangat dianjurkan karena kebanyakan
para pendatang mudah terjangkit demam kuning. Efek pelindung dibentuk 10 hari setelah
vaksinasi rata rata 95% dari orang-orang divaksinasi dan berlangsung selama paling sedikit 10
tahun (bahkan 30 tahun kemudian, 81% pasien tetap kebal). Vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan (galur 17d) dikembangkan pada tahun 1937 oleh Max Theiler dari seorang pasien
sakit di Ghana dan diproduksi dalam telur ayam. WHO merekomendasikan vaksinasi rutin bagi
mereka yang tinggal di daerah endemik antara 9 sampai 12 bulan setelah melahirkan.

Pada sekitar 20% dari semua kasus ringan, seperti gejala flu bisa terjadi. Dalam kasus yang
jarang terjadi (kurang dari satu dalam 200.000 sampai 300.000), vaksinasi dapat menyebabkan
YEL-AVD (vaksin kuning terkait viscerotropic penyakit-demam),yang berakibat fatal pada 60%
dari semua kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh cacat secara genetis dalam sistem kekebalan
tubuh. Namun dalam beberapa kampanye vaksinasi, tingkat insiden 20 kali lipat lebih tinggi
telah dilaporkan. Usia merupakan faktor risiko penting, pada anak-anak tingkat komplikasi
kurang dari satu kasus per 10 juta vaksinasi. Efek samping lain yang mungkin adalah infeksi
sistem saraf yang terjadi pada satu dari 200.000 menjadi 300.000 dari semua kasus,

menyebabkan YEL-DAN (vaksin kuning terkait Neurotropik penyakit-demam), yang dapat


menyebabkan meningoencephalitis dan kurang dari 5% dari semua kasus berakibat fatal.

Pada tahun 2009, vaksinasi massal terbesar terhadap demam kuning dimulai di Afrika Barat,
khususnya Benin, Liberia dan Sierra Leon. Ketika selesai pada tahun 2015, lebih dari 12 juta
orang akan telah divaksinasi demam kuning. Menurut WHO, vaksinasi massal tidak dapat
menghilangkan demam kuning karena sejumlah besar nyamuk yang terinfeksi di daerah
perkotaan dari negara-negara target, namun secara signifikan akan mengurangi jumlah orang
yang terinfeksi. Namun, WHO berencana untuk melanjutkan kampanye vaksinasi di lima negara
Afrika- Republik Afrika Tengah, Ghana, Guinea, Pantai gading dan Nigeria.

Vaksinasi Wajib

Beberapa negara di Asia secara teoritis dalam bahaya epidemi demam kuning (nyamuk dengan
kemampuan untuk mengirimkan demam kuning dan monyet rentan hadir), walaupun penyakit
tersebut belum terjadi di sana. Untuk mencegah masuknya virus, beberapa negara meminta
vaksinasi dilakukan sebelum turis berkunjung ke daerahnya, jika mereka telah melewati daerah
demam kuning. Vaksinasi harus dibuktikan di sertifikat vaksinasi yang berlaku 10 hari setelah
vaksinasi dan berlangsung selama 10 tahun. Sebuah daftar negara yang membutuhkan vaksinasi
demam kuning ini diterbitkan oleh WHO. Jika vaksinasi tidak dapat dilakukan untuk beberapa
alasan, mungkin akan dilakukan dispensi. Dalam hal ini sertifikat pembebasan dikeluarkan oleh
WHO disetujui pusat vaksinasi diperlukan. Meskipun 32 dari 44 negara dimana terjadi endemik
demam kuning memiliki program vaksinasi, di banyak negara-negara ini kurang dari 50% dari
populasi mereka divaksinasi.

Pengendalian Vektor

Selain vaksinasi, pengendalian demam kuning nyamuk Aedes aegypti adalah sangat penting,
terutama karena nyamuk yang sama juga dapat menularkan DBD dan Chikungunya. Aedes
aegypti lebih mudah hidup dan berkembang dalam air tergenang, misalnya dalam instalasi air
pada penduduk di daerah dengan pasokan air minum genting, atau dalam limbah domestik,
terutama ban, kaleng dan botol plastik. Terutama daerah yang dekat dengan pusat-pusat
perkotaan negara-negara berkembang, kondisi ini sangat umum dan membuat habitat yang
sempurna untuk Aedes aegypti. Dua strategi yang digunakan untuk melawan nyamuk:

Pendekatan pertama adalah untuk membunuh larva yang berkembang. Langkah-langkah yang
diambil untuk mengurangi air menggenang (habitat larva), dan penggunaan larvasida sebagai
sumber makanan bagi larva ikan dan copepoda, yang mengurangi jumlah larva dan dengan
demikian secara tidak langsung jumlah transmisi penyakit nyamuk. Selama bertahun-tahun,
copepoda dari genus Mesocylops telah digunakan di Vietnam untuk memerangi

demam

berdarah (demam kuning tidak terjadi di Asia), dengan efek ytidak ada kasus demam berdarah
telah terjadi sejak tahun 2001. Mekanisme serupa mungkin juga efektif terhadap demam kuning.
Pyriproxyfen direkomendasikan sebagai larvasida kimia, terutama karena aman bagi manusia
dan efektif bahkan dalam dosis kecil. Selain itu larva, nyamuk dewasa demam kuning juga
menjadi target. Tirai dan tutup tangki air disemprot dengan insektisida. Penyemprotan insektisida
di dalam rumah adalah ukuran lain, meskipun tidak direkomendasikan oleh WHO. Serupa
dengan malaria insektisida diperlakukanpada kelambu dan berhasil digunakan melawan Aedes
aegypti.

Dengue Fever
Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan genusnya adalah
favivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang di kenal dengan DEN- 1, DEN- 2, DEN- 3,
dan DEN- 4, yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang
mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan perdarahan.

Epidemiologi
Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara.
Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada 1779. Wabah besar global dimulai di Asia
Tenggara pada 1950-an dan hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian
utama di antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut.

Vector
Mengenali nyamum Ae. aegypti sangat mudah. Beberapa ciri khusus untuk mengenali nyamuk
ini antara lain dari pola hitam putih di tubuhnya, sepeti di kaki dan diperutnya. Perhatikan
gambar di bawah ini.

Tetapi perlu hati-hati, tidak semua nyamuk yang belang-belang adalah nyamuk Ae. aegypti.
Masih ada beberapa ciri khusus lagi yang membedakkannya dengan nyamuk jenis lain.
Perhatikan pola di punggungnya. Ae. aegypti memiliki dua garis putih di tengah dan di sisinya
ada dua garis melengkung. Perhatikan baik-baik di bagian punggung nyamuk ini.

Kalau gambar skemanya seperti gambar di bawah ini. Perhatikan kembali di bagian
kepalanya.

Cara nunggingnya pun bisa digunakan untuk membedakan nyamuk ini dengan jenis nyamuk
yang lain. Perhatikan kembali gambar skema di bawah ini.

Gambar

skema

nyamuk

Ae.

aegypti

tampak

atas

dan

tampak

samping.

Kalau diperhatikan lebih jauh lagi ada perbedaan penting pada bentuk larva Ae. aegypti. Larva
nyamuk, kita sering menyebutnya jentik nyamuk, memiliki bentuk khusus pada sipon-nya. Sipon
adalah alat pernafasan larva yang letaknya di bagian ekor. Perhatikan gambar di bawah ini. Sipon
jentik Ae. aegypti berukuran sedang dibandingkan dengan sipon jenis lain.

Pupa larva ini juga sangat khas. Pupa Ae. aegypti berbeda dengan pupa serangga lain. Kalau
kupu-kupu biasanya bertapa ketika menjadi pupa, nyamuk justru aktif ke sana ke mari ketika
berbentuk pupa. Punya nyamuk seperti gambar di bawah ini.

Siklus hidup
Sedangkan siklus hidup nyamuk ini seperti gambar di bawah ini. Nyamuk Ae. aegypti bertelur di
air. Pertama nyamuk bertelur, telur menetas menjadi larva instar ke-1, instar ke-2, instar ke-3,
instar ke-4, pupa, dan akhirnya menjelma menjadi nyamuk dewasa.

Penularan
Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif, terutama Aedes aegypti. Ini adalah spesies
nyamuk yang menggigit pada siang hari, dengan peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam
sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Aedes aegypti maupun
Aedes albopictus ditemukan di daerah perkotaan; kedua species nyamuk ini ditemukan juga di
AS. Aedes Albopictus, sangat banyak ditemukan di Asia, tidak begitu antropofilik dibandingkan
dengan Aedes Aegypti sehingga merupakan vector yang kurang efisien. Di Polinesia, salah satu
jenis dari Aedes Aegypti Scutellaris spp, bertindak sebagai vector. Di Malaysia, vectornya adalah

kompleks Aedes Aegypti Niveus dan di Afrika Barat adalah kompleks nyamuk Aedes Aegypti
furcifer-taylori berperan sebagai vector penularan nyamuk-monyet.

Penyebaran
Kasus penyait ini pertama kali di temukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. kasus pertama
kali di laporakan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanya 24 orang.
Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan
jumlah kasus sbagai berikut :
-

Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah ematian sebanya 1.234

Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak
1.414 orang ( terjadi ledakan ).

Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang

Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang

Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang

Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang

Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang

Tahun 2004 : jumlah kasus 26.015 orang dengan jumlah ematian sebanyak 389
orang.

Masa inkubasi
Masa tunas / inkubasi selama 3 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya
penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :

Demam tinggi yang mendadak 2 7 hari ( 38 40 derajat Celsius ).

Pada pemeriksaan uji tourniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.

Terjadi pembesaran hati ( Hepatomegali ).

Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.

Terjadi penurunan trombosit di bawah 100.000 / mm3 (Trombositopeni)

timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,muntah penurunan


nafsu makan ( anoreksia ),sakit perut diare,menggigil kejang, sakit kepala, mimisan (
epitaksis ) pada hidung dan gusi, feces berlendir dan campur darah ( malena ).

Demam yang di rasakan penderita menyebabkan pegal / sakit pada persendian.

Munculnya bintik bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah

Pada kasus berat gejala klinis di tambah dengan terjadinya akumulasi cairan pada
rongga tubuh

Diagnosis
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Biasanya yang terjadi adalah demam
tanpa adanya sumber infeksi, ruam petekial dengan trombositopenia dan leukopenia relatif.
Serologi dan reaksi berantai polimerase tersedia untuk memastikan diagnosa demam berdarah
jika terindikasi secara klinis. Mendiagnosis demam berdarah secara dini dapat mengurangi risiko
kematian dari pada menunggu akut.

Pengobatan

Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau
mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum
sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).
Penambahan cairan tubuh melalui infuse ( intravena ) mungkin di perlukan untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet
menurun drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat obatan terhadap keluhan yang
timbul,misalnya :
1. Paracetamol membantu menurunkan demam
2. Garam elektrolit ( oralit )jika di sertai diare
3. Antibiotic berguna untuk mencegah infeksi sekunder
Lakukan kompress dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa
tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol. Pengobatan alternatif yang
umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah
dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan
intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.

Pencegahan
DBD disebabkan oleh virus dan penyebarannya melalui vektor nyamuk. Dari sekian banyak jenis
nyamuk, hanya satu nyamuk yang menjadi vektor DBD, yaitu Aedes aegypti. Oleh karena itu
untuk mengendalikan penyebaran DBD dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk ini
yaitu dengan beberapa metode sebagai berikut :
lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ),pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembang biakan

nyamuk dan perbaikan desain rumah sebagai contoh : menguras bak mandi atau penampungan
air sekurang kurangnya sekali seminggu,mengganti dan menguras vas bunga dan tempat
minum burung seminggu sekali menutu dengan raat tempat penampungan air,mengubur kaleng
kaleng bekas,aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah.tumpah atau bcornya air dari pipa
distribusi,katup air, meteran air dapat menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang
penting untuk larva Ae.Aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik ( kan adu / ikan
cupang ), dan bakteri ( Bt.H 14 ). Peran pemangsa yang di mainkan oleh copepod crustacea
( sejenis udang udangan ) telah di dokumnetasikan pada tahun 1930 1950 sebagai predator
yang efektif terhadap Ae.Aegypti ( Kay BH, 1996 ).selain itu juga di gunakan perangkap telur
autosidal ( perangkap telur pembunuhan ) yang saat ini sedang dikembangkan di singapura.
Kimia
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan ( fogging / dengan menggunakan malathion
dan fenthinol ),berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu
memberikan bubuk abate ( temephos ) pada tempat tempat penampungan air seperti gentong
air, vas bunga, kolam dan lain lain. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD
adalah dengan mengkombinasikan cara cara di atas, yang di sebutkan dengan 3M plus,yaitu
menutup,menguras dan mengubur barang barang yang bisa di jadikan sarang nyamuk.selain itu
juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,menabur larvasida,
menggunakan

kelambu

pada

waktu

tidur,

memasang

kasa,

menyemprot

dengan

insektisida,menggunakan repellent,memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai


dengan kondisi setempat ( Deubel V et al, 2001 ).pemerintah juga memberdayakan masyarakat
dengan mengaktifkan kembali ( revitalisasi ) pokjanal DBD di Desa / Kelurahan maupun
kecamatan dengan pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik
berkala.perekrutan warga masyarakat sebagai juru pemantau jentik ( jumantik ) dengan fungsi
utama melaksanakan kegiatan pemantauan jentik,pemberantasan sarang nyamuk secara periodik
dan penyuluhan kesehatan.peran media massa dalam penanggulangan KLB DBD dan sebagai

peringatan dini kepada masyarakat juga di tingkatkan dengan adanya sistem pelaporan dan
pemberitahuan kepada khalyak yang cepat di harapkan masyarakat dan departemen terkait lebih
waspada.intensifikasi pengamatan ( surveilans ) penyakit DBD dan vektor dengan dukungan
laboratorium yang memadai di tingkat PusKesMas Kecamatan / Kabupaten juga perlu dibenahi.

Leptosperosis
Definisi
Leptospirosis merupakan penyakit hewan yang disebabkan oleh beberapa bakteri dari golongan
leptospira yang berbentuk spiral kecil disebut spirochaeta. Bakteri ini dengan flagellanya dapat
menembus kulit atau mukosa manusia normal. Leptospira ini dapat hidup di air tawar selama
lebih kurang 1 bulan. Sistem klasifikasi tradisional didasarkan atas patogenitas yang
membedakan antara spesies patogen yaitu Leptospira interrogans dan spesies nonpatogen yang
hidup bebas, yaitu Leptospira biflexa. Leptospira berbentuk ulir yang rapat, tipis dengan panjang
5-15 mm. Leptospira dapat hidup berminggu-minggu di dalam air, khususnya pada pH basa.
(Brooks, 2005)

Etiologi
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen (dapat menyebabkan penyakit) berbentuk spiral
termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk
bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Genus Leptospira

terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang merupakan bakteri patogen dan L biflexa adalah
saprofitik.
Berdasarkan temuan DNA pada beberapa penelitian terakhir, 7 spesies patogen yang tampak
pada lebih 250 varian serologi (serovars) telah berhasil diidentifikasi. Leptospira dapat
menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya adalah tikus, babi, anjing, kucing,
rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko mengidap bakteri ini
adalah kambing dan sapi.
Setiap hewan berisiko terjangkit bakteri leptospira yang berbeda-beda. Hewan yang paling
banyak mengandung bakteri ini (resevoir) adalah hewan pengerat dan tikus. Hewan tersebut
paling sering ditemukan di seluruh belahan dunia.
Di Amerika yang paling utama adalah anjing, ternak, tikus, hewan buas dan kucing. Beberapa
serovar dikaitkan dengan beberapa hewan, misalnya L pomona dan L interrogans terdapat pada
lembu dan babi, L grippotyphosa pada lembu, domba, kambing, dan tikus, L ballum dan L
icterohaemorrhagiae sering dikaitkan dengan tikus dan L canicola dikaitkan dengan anjing.
Beberapa serotipe yang penting lainnya adalah autumnalis, hebdomidis, dan australis.

Cara penularan
Leptospira bisa keluar lewat urine/air seni hewan yang jatuh ke tanah. Ini bisa berpotensi
menginfeksi selama 6 48 jam. Pada urine yang mempunyai pH netral atau basa, tidak
terkontaminasi dengan deterjen dan suhu di atas 22 derajat C, leptospira dapat hidup sampai
berminggu-minggu. Kita dapat terinfeksi bila terjadi kontak dengan air, tanah dan lumpur yang
terkena urine binatang tersebut.
Leptospira akan masuk ke kulit atau selaput lendir lewat luka atau lecet pada kulit. Bakteri
masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir(mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet
atau makanan yang terkontaminasi olehurin hewan terinfeksi leptospirosa. Masa inkubasi dari

bakteri ini adalah selama 4 19 hari. Air yang menggenang atau mengalir lambat akan
memudahkan infeksi.

Manifestasi Klinik
Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang asimtomatis
(tanpa gejala), sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40% penderita yang terpapar
infeksi tidak mengalami gejala tetapi menunjukkan serologi positif.
Masa inkubasi biasanya terjadi sekitar 7-12 hari dengan rentang 2-20 hari. Sekitar 90% penderita
dengan manifestasi ikterus (penyakit kuning) ringan sekitar 5-10% dengan ikterus berat yang
sering dikenal dengan penyakit Weil.
Perjalanan penyakit leptospira terdiri dari 2 fase yang berbeda, yaitu fase septisemia dan fase
imun. Dalam periode peralihan dari 2 fase tersebut selama 1-3 hari kondisi penderita
menunjukkan beberapa perbaikkan.
Manifestasi klinis terdiri dari 2 fase yaitu fase awal dan fase ke-2. Fase awal tahap ini dikenal
sebagai fase septicemic atau fase leptospiremic karena organisme bakteri dapat diisolasi dari
kultur darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Selama fase awal yang
terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa
variasinya.
Karakteristik manifestasi klinis yang terjadi adalah demam, menggigil kedinginan, lemah dan
nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk,
nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan
gejala lain dari meningitis.
Fase ke-2 sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat di deteksi
dengan isolasi kuman dari urin dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan
serebrospinalis.

Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan terjadi pada 0-30 hari
atau lebih. Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul seperti
gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.
Gejala non spesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin sedikit lebih ringan dibandingkan fase
awal dan 3 hari sampai beberapa minggu terakhir.Beberapa penderita sekitar 77% mengalami
nyeri kepala terus menerus yang tidak respon dengan pemberian analgesik.
Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis. Delirium (tidak waras, kegilaan) juga
didapatkan pada tanda awal meningitis, Pada fase yang lebih berat didapatkan gangguan mental
berkepanjangan termasuk depresi, kecemasan, psikosis dan dementia.
Gangguan anikterik dapat dijumpai meningitis aseptik adalah sindrom manifestasi klinis yang
paling penting didapatkan pada fase anikterik imun. Gejala meningeal terjadi pada 50%
penderita. Palsi saraf kranial, ensefalitis, dan perubahan kesadaran jarang didapatkan.
Meningitis bisa terjadi apada beberapa hari awal, tapi biasanya terjadi pada minggu pertama dan
kedua. Kematian jarang terjadi pada kasus anikterik. Gangguan ikterik : leptospirosis dapat
diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul ikterik. Nyeri perut dengan diare dan
konstipasi terjadi sekitar 30%, hepatosplenomegali, mual, muntah dan anoreksia.
Uveitis terjadi pada 2-10% kasus dapat terjadi pada awal atau akhir penyakit, bahkan dilaporkan
dapat terjadi sangat lambat sekitar 1 tahun setelah gejala awal penyakit timbul. Iridosiklitis and
korioretinitis adalah komplikasi lambat yang akanan menetap selama setahun. Gejala pertama
akan timbul saat 3 minggu hingga 1 bulan setelah paparan.
Perdarahan subkonjuntiva adalah komplikasi pada mata yang sering terjadi pada 92% penderita
leptospirosis. Gejala renal seperti azotemia, pyuria, hematuria, proteinuria dan oliguria sering
tampak pada 50% penderita. Kuman leptospira juga dapat timbul di ginjal. Manifestasi paru
terjadi pada 20-70% penderita. Adenopati, rash, and nyeri otot juga dapat timbul.
Sindroma klinis tidak khas pada berbagai serotipe, tetapi beberapa manifestasi sering tampak
pada serotipe tertentu. Misalnya ikterus didapatkan pada 83% penderita dengan infeksi L

icterohaemorrhagiae and 30% pada L pomona. Rash eritematous pretibial sering didaptkan pada
infeksi L autumnalis. Gangguan gastrointestinal pada infeksi dengan L grippotyphosa. Aseptic
meningitis seringkali terjadi pada infeksi L pomona atau L canicola.
Sindrom Weil adalah bentuk leptospirosis berat dengan ditandai ikterus, disfungsi ginjal,
nekrosis hati, disfungsi paru, dan diatesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal
dan meningkat pada fase ke dua, tetapi keadaan bisa memburuk setiap waktu. Kriteria keadaan
masuk dalam penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik.
Manifestasi paru meliputi batuk, dispnu, nyeri dada, sputum darah, batuk darah, dan gagal napas.
Vaskular dan disfungsi ginjal dikaitkan dengan timbulnya ikterus setelah 4-9 hari setelah gejala
awal penyakit. Penderita dengan ikterus berat lebih mudah terjadi gagal ginjal, perdarahan dan
kolap kardiovaskular.
Hepatomegali didapatkan pada kuadran kanan atas. Oliguri atau anuri pada nekrosis tubular akut
sering terjadi pada minggu ke dua sehingga terjadi hipovolemi dan menurunya perfusi ginjal.
Sering juga didapatkan gagal multi-organ, rhabdomyolysis, sindrom gagal napas, hemolisis,
splenomegali,

gagal

jantung kongestif,

miocarditis,

dan

pericarditis.

Sindrom Weil

mengakibatkan 5-10%. Sebagian besar kasus berat sindrom dengan gangguan hepatorenal dan
ikterus mengakibatkan mortalitas 20-40%. Angka mortalitas juga akan meningkat pada usia
lanjut usia.
Leptospirosis dapat terjadi makular atau rash makulopapular, nyeri perut mirip apendisitis akut,
pembesaran kelenjar limfoid mirip infeksi mononucleosis. Juga dapat menimbulkan manifestasi
aseptic meningitis, encephalitis, atau fever of unknown origin. Leptospirosis dapat dicurigai
bila didapatkan penderita dengan flulike disease dengan aseptic meningitis atau disproporsi
mialgia berat.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada penderita berbeda tergantung berat ringannya penyakit
dan waktu dari onset timbulnya gejala. Tampilan klinis secara umum dengan gejala pada
beberapa spektrum mulai dari yang ringan hingga pada keadaan toksis.

Pada fase awal pemeriksaan fisik yang sering didapatkan adalah demam seringkali tinggi sekitar
40o C disertai takikardi. Subkonjuntival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali,
ikterus ringan, mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk
makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash perdarahan juga didapatkan pada fase
awal penyakit.
Pada fase kedua manifestasi klinis yang ditemukan sesuai organ yang terganggu. Gejala umum
yang didaptkan adalah adenopathy, rash, demam, perdarahan, tanda hipovolemia atau syok
kardiogenik. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan ikterus, hepatomegali, tanda koagulopati.
Gangguan paru didapatkan batuk, batuk darah, dispneu, dan distres pernapasan.
Manifestasi neurologi didapatkan palsi saraf kranial, penurunan kesadaran, delirium atau
gangguan mental berkepanjangan seperti depresi, kecemasan, iritabel, psikosis, dan demensia.
Pemeriksaan mata terdapat perdarahan subconjuntiva, uveitis, tanda iridosiklitis atau
korioretinitis. Gangguan hematologi yang ditemukan adalah perdarahan, petekie, purpura,
ekimosis dan splenomegali. Kelainan jantung dijumpai tanda dari kongestif gagal jantung atau
perikarditis.

Masa Inkubasi
Masa inkubasi (dari terinfeksi sampai munculnya penyakit) leptospirosis biasanya
berlangsung antara 2 hari sampai sekitar 4 minggu. Namun, rata-rata masa inkubasi adalah 10
hari setelah terinfeksi. Penyakit ini bisa berlangsung selama 3 hari sampai 3 minggu, atau bahkan
lebih lama lagi. Jika tidak diobati, maka penyembuhan penyakit ini akan memakan waktu
berbulan-bulan, bahkan bisa saja berakibat fatal (kematian pada yang mengalami kerusakan
ginjal).

Pengobatan

Pengobatan kasus leptospirosis masih diperdebatkan. Sebagian ahli mengatakan bahwa


pengobatan leptospirosis hanya berguna pada kasus kasus dini (early stage)atau fase awal
sedangkan pada fase ke dua atau fase imunitas (late phase) yang paling penting adalah
perawatan.
Tujuan pengobatan dengan antibiotik adalah:
1. mempercepat pulih ke keadaan normal
2. mempersingkat lamanya demam
3. mempersingkat lamanya perawatan
4. mencegah komplikasi seperti gagal ginjal (leptospiruria)
5. menurunkan angka kematian

Obat pilihan adalah Benzyl Penicillin. Selain itu dapat digunakan Tetracycline,Streptomicyn,
Erythromycin, Doxycycline, Ampicillin atau moxicillin.
Pengobatan dengan Benzyl Penicillin 6-8 MU iv dosis terbagi selama 5-7 hari. Atau Procain
Penicillin 4-5 MU/hari kemudian dosis diturunkan menjadi setengahnya setelah demam hilang,
biasanya lama pengobatan 5-6 hari.
Jika pasien alergi penicillin digunakan Tetracycline dengan dosis awal 500 mg, kemudian 250
mg IV/IM perjam selama 24 jam, kemudian 250-500mg /6jam peroral selama 6 hari. Atau
Erythromicyn dengan dosis 250 mg/ 6jam selama 5 hari.Tetracycline dan Erythromycin kurang
efektif dibandingkan dengan Penicillin.Ceftriaxone dosis 1 g. iv. selama 7 hari hasilnya tidak
jauh berbeda dengan pengobatan menggunakan penicillin.
Oxytetracycline digunakan dengan dosis 1.5 g. peroral, dilanjutkan dengan 0.6 g. tiap 6 jam
selama 5 hari; tetapi cara ini menurut beberapa penelitian tidak dapat mencegah terjadinya
komplikasi hati dan ginjal.Pengobatan dengan Penicillin dilaporkan bisa menyebabkan

komplikasi berupa reaksi Jarisch-Herxheimer. Komplikasi ini biasanya timbul dalam beberapa
waktu sampai dengan 3 jam setelah pemberian penicillin intravena; berupa demam, malaise dan
nyeri kepala; pada kasus berat dapat timbul gangguan pernafasan.

Komplikasi leptospirosis
Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6. Pada Ginjal : Gagal ginjal yang
dapat menyebabkan kematian. Pada Jantung : Berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan
gagal jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Pada paru paru : Batuk darah, nyeri
dada, sesak napas. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran
pernapasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata ( konjungtiva ). Pada
kehamilan : Keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati

Pencegahan
Membiasakan diri dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Menyimpan makanan dan
minuman dengan baik agar terhindar dari tikus. Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/
sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya. Melindungi pekerja yang
beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan
lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan. Menjaga kebersihan lingkungan.
Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah. Membersihkan tempat tempat air dan kolam
kolam renang. Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung. Menghindari pencemaran
oleh tikus. Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.
Meningkatkan penangkapan tikus .

Anda mungkin juga menyukai