Anda di halaman 1dari 16

HEMORHOID:

DARI

PATOFISIOLOGI

DASAR

UNTUK

MANAJEMEN KLINIS
Abstrak
Ulasan ini membahas patofisiologi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi,
evaluasi klinis, dan pengobataan non-operatif dan operatif hemorhoid saat ini.
hemorhoid didefinisikan sebagai gejala pembesaran dan perpindahan jarak dari
bantalan anus normal. Gejala yang paling umum dari hemorhoid adalah perdarahan
rectum (dubur) yang terkait dengan gerakan usus. Dilatasi abnormal dan distorsi dari
saluran pembuluh darah, yang disertai dengan perubahan destruktif (merusak) di
jaringan pengikat pendukung di dalam bantalan anus, adalah temuan penting dari
hemorhoid. Tampaknya disregulasi pembuluh darah tonus

dan pembuluh darah

hiperplasia mungkin berperan penting dalam berkembangnya hemorhoid, dan bisa


berpotensi untuk dirawat secara medis. Dalam kebanyakan kasus, hemorhoid
diperlakukan secara konservatif (kuno), menggunakan banyak metode seperti sebagai
perubahan gaya hidup, suplemen serat, pemberian obat anti-inflamasi supposituria
(yang dimasukkan anus), dan obat venotonic. pendekatan non-operatif meliputi
skleroterapi atau lebih baik, ligasi pita karet. Operasi diindikasikan bila pendekatan
non-operatif telah gagal atau terjadinya komplikasi. Beberapa pendekatan bedah
untuk mengobati hemorhoid telah diperkenalkan termasuk hemorrhoidectomy dan
hemorrhoidopexy jepitan, namun rasa sakit pasca operasi tetap sama. Beberapa
perawatan bedah berpotensi menyebabkan morbiditas(rasa mudah sakit) seperti
striktur dubur dan inkontinensia. Penerapan dan hasil dari masing-masing pengobatan
secara menyeluruh dibahas dalam ulasan ini.
PENGANTAR
Hemorhoid adalah kondisi anorectal yang sangat umum yang bisa
didefinisikan sebagai pembesaran gejala dan perpindahan distal dari bantalan anus

normal. Hemorhoid mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, dan merupakan


masalah besar medis dan sosial ekonomi. Beberapa factor telah diklaim sebagai
etiologi dari berkembangnya hemorhoid ini, termasuk sembelit dan ketegangan yang
berkepanjangan. Dilatasi dan distorsi abnormal dari saluran pembuluh darah, yang
disertai perubahan destruktif di jaringan ikat pendukung di dalam bantalan anus,
merupakan

temuan

penting

dari

penyakit

hemoroid.

Reaksi

inflamasi

(radang/bengkak) dan hiperplasia vaskular mungkin jelas dalam hemorhoid. Artikel


ini awalnya menelaah patofisiologi dan latar belakang klinis lain dari penyakit
hemorhoid, diikuti oleh pendekatan terkini untuk pengendalian non-operasi dan
operasi.
PATOFISIOLOGI PENYAKIT HEMOROID
Patifisiologi perkembangan hemoroid masih kurang dipahami. Selama
bertahun-tahun teori tentang varises vena yang menyatakan hemoroid disebabkan
oleh varises vena pada kanalis anal, digunakan secara luas, namun saat ini dianggap
tidak lagi tepat karena hemoroid dan varises anorectal merupakan kesatuan yang
berbeda. Pada kenyataannya, pasien dengan hipertensi portal dan varises tidak
mengalami peningkatan insiden hemoroid.
Saat ini, teori mengenai pergeseran kanalis anal diterima secara luas. Teori ini
menyatakan bahwa hemoroid terbentuk saat jaringan pendukung bantalan anal tidak
terintegrasi atau memburuk. Sehingga hemoroid merupakan sebuah istilah patologis
untuk menjelaskan penempatan bantalan anal yang abnormal menyebabkan
pembesaran vena. Terdapat tiga bantalan anal utama, terletak di anterior kanan,
posterior kiri, dan lateral kiri pada kanalis anal, dan sejumlah bantalan minor yang
terletak di antara mereka (Gambar 1). Bantalan anal pada pasien dengan hemoroid
menunjukkan perubahan patologis yang signifikan. Perubahan ini termasuk
pembesaran vena, thrombosis vaskuler, proses degeneratif pada serat kolagen dan
jaringan subepithelial, distorsi dan kerusakan pada otot subephitalial anal (Gambar 2).
Sebagai tambahan dari temuan di atas, reaksi inflamasi parah yang melibatkan

dinding vaskular dan jaringan penghubung sekitar telah ditunjukkan pada spesimen
hemorodial, dengan ulserasi mulkosa, ischemia dan thrombosis.
Beberapa enzim atau mediator yang terlibat pada penurunan jaringan yang
mendukung pada bantalan anal telah diteliti. Diantara enzim tersebut, matrix
metalloproteinase (MMP), sebuah proteinase yang zinc-dependent merupakan salah
satu enzim yang paling potensial, mampu menurunkan protein ekstraselular seperti
elastin, fibronectin, dan kolagen. MMP-9 ditemukan over-express pada hemoroids,
berhubungan dengan rusaknya jaringan elastic. Aktivasi MMP-2 dan MMP-9 oleh
thrombin, plasmin atau proteinase lain menghasilkan gangguan pada bed kapiler dan
mendukung aktifitas angioproliferative dari perubahan growth factor (TGF-).
Akhir-akhir ini, peningkatan kelebatan mikrovaskuler ditemukan pada
jaringan hemoroid, menyarankan bahwa neovascularization mungkin saja merupakan
fenomena penting lain pada penyakit hemoroid. Pada tahun 2004, Chung dkk
melaporkan bahwa endoglin (CD105), yang merupakan salah satu binding site dari
TGF- dan merupakan penanda proliferative dari neovascularization saat terekspresi
pada lebih dari separuh spesimen jaringa hemoroid, dibandingkan dengan mukosa
anorectal normal. Penanda ini banyak ditemukan pada venul dengan jumlah lebih
besar dari 100 m. Kemudian, penelitian ini menemukan bahwa kelebatan
mikrovaskuler meningkat pada jaringan hemoroid terutama saat thrombosis dan
vascular endothelial growth factors (VEGF) stromal muncul. Han dkk., juga
menunjukkab bahwa terdapat ekspresi protein yang berhubungan dengan angiogenesis yang lebih tinggi misalnya VEGF pada hemoroid.
Menurut studi morfologi dan hemodinamik dari bantalan anal dan hemoroid,
Aigner dkk., menemukan bahwa cabang terminal dari arteri rektal superior mensuplai
bantalan anal pada pasien dengan hemoroid, memiliki diameter yang lebih besar,
aliran darah yang lebih besar, kecepatan puncak dan aselerasi yang lebih tinggi,
dibandingkan dengan partisipan sehat. Lebih lanjut, peningkatan pada kaliber arteri
dan aliran berhubungan dengan tingkat hemoroid. Temuan abnormal ini masih ada

setelah

operasi

pengambilan

hemoroid,

mengkonfirmasi

hubungan

antara

hypervascularization dan perkembangan hemoroid.


Menggunakan

pendekatan

immunohistochemical,

Aigner

dkk.,

juga

mengidentifikasi struktur sphincter yang terbentuk karena penebalan tunica media


yang mengandung 5-15 lapisan sel otot halus, antara pleksus vaskuler di dalam ruang
subephithelial pada area transisi anal pada spesimen anorectal normal. Tidak seperti
spesimen normal, hemoroid mengandung aliran darah yang besar dan berdinding tipis
tanpa adanya penyempitan sphincter pada aliran darah. Peneliti ini menyimpulkan
bahwa otot halus sphincter pada pleksus arteri membantu mengurangi inflow arteri,
sehingga memfasilitasi drainasi vena yang efektif. Aigner dkk., kemudian
menyatakan bahwa, jika mekanisme ini rusak, hyperperfusion pada pleksus arteri
akan menyebabkan pembentukan hemoroid.
Berdasarkan temuan histologis dari pembesaran vena abnormal dan gangguan
pada hemoroid, ketidakteraturan nada vaskuler mungkin memainkan peran penting
dalam perkembangan hemorodial. Pada dasarnya, otot halus vaskuler diatur oleh
sistem syaraf otomatis, hormon, cytokine, dan endothelium. Ketidakseimbangan
antara endothelium-derived relaxing factors (misalnya natrium oksida, prostacyclin,
dan

endothelium-derived

hyperpolarizing

factor)

dan

endothelium-derived

vasoconstricting factors (misalnya radikal oksigen reaktif dan endothelin)


menyebabkan beberapa penyakit vaskuler. Pada hemoroid, synthase natrium oksida,
sebuah enzim yang mensistesi natrium oksida dari L-arginine, dilaporkan meningkat
secara signifikan.
Beberapa perubahan fisiologis pada kanalis anal pasien dengan hemoroid
telah diteliti. Sun dkk., menyatakan bahwa resting anal pressure terjadi lebih tinggi
pada pasien dengan hemoroid prolapsing maupun prolapsing daripada pada subjek
normal, dimana tidak ada perubahan pada ketebalan sphincter internal. Ho dkk.,
melakukan penelitian fisiologis anorectal pada 24 pasien dengan hemoroid prolapsing
dan membandingkan hasilnya dengan 13 orang subjek normal dan jenis kelamin dan
usia yang cocok. Sebelum operasi, mereka yang memiliki hemoroid mengalami

resting anal pressure yang lebih tinggi, penyesuaian rektal yang lebih rendah, dan
penurunan perineal. Abnormalitas tersebut pulih kembali menjadi normal pada jangka
waktu 3 bulan setelah hemorrhoidectomy, menjelaskan bahwa perubahan fisiologis
ini cenderung merupakan efek, bukanlah sebab, dari penyakit hemoroid.
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO HEMORHOID
Meskipun hemorhoid dikenal sebagai penyebab umum pendarahan anus dan
ketidaknyamanan anal, epidemiologi yang benar dari penyakit ini tidak diketahui
karena pasien memiliki kecenderungan untuk menggunakan pengobatan sendiri
daripada pengobatan medis yang tepat. Penelitian oleh Johanson et al pada tahun
1990 menunjukkan bahwa 10 juta orang di Amerika Serikat mengeluhkan hemorhoid,
sesuai dengan tingkat prevalensi 4,4%. Baik pada pria maupun wanita, prevalensi
puncak terjadi antara usia 45-65 tahun dan pengembangan hemorhoid sebelum usia
20 tahun adalah tidak biasa. Para orang kulit putih dan individu dengan status sosial
ekonomi tinggi lebih sering terkena daripada orang kulit hitam dan orang-orang dari
status sosial ekonomi rendah. Namun hubungan ini mungkin mencerminkan
perbedaan dalam pencarian bantuan pengobatan daripada prevalensi yang sebenarnya.
Di Inggris Raya, hemorhoid dilaporkan mengenai sekitar 13% -36% dari populasi
umum. Namun, estimasi ini mungkin lebih tinggi dari prevalensi yang sebenarnya
karena studi berbasis masyarakat lebih mengandalkan laporan pribadi dan pasien
mungkin menghubungkan semua gejala anorektal dengan hemorhoid. Sembelit dan
mengejan berkepanjangan diyakini secara luas sebagai penyebab hemorhoid karena
tinja yang keras

dan peningkatan tekanan intraabdominal bisa menyebabkan

obstruksi dari vena yang berbalik, mengakibatkan pembengkakan hemoroid pleksus.


Buang air besar dengan tinja keras bisa meningkatkan gaya geser pada bantalan anal.
Namun, bukti terbaru mempertanyakan pentingnya konstipasi dalam pengembangan
gangguan umum ini. Banyak peneliti gagal menunjukkan hubungan signifikan antara
hemorhoid dan sembelit, sedangkan beberapa laporan menunjukkan bahwa diare
adalah factor resiko pengembangan hemorhoid. Meningkatnya usaha mengejan untuk

buang air besar dapat memicu pengembangan gejala seperti pendarahan dan prolaps
pada pasien dengan riwayat penyakit hemorhoid. Kehamilan dapat mudah terkena
kemacetan bantalan anal dan gejala hemorhoid, yang akan menghilang secara spontan
segera setelah melahirkan. Banyak faktor makanan termasuk diet rendah serat,
makanan pedas dan alkohol telah diimplikasikan, namun data yang dilaporkan tidak
konsisten.
KLASIFIKASI DAN PENGGOLONGAN HEMOROID
Sistem klasifikasi hemoroid berguna tidak hanya untuk membantu memilih
penanganan, tapi juga untuk membandingkan hasil pengobatan. Hemoroid secara
umum diklasifikasikan menurut lokasi dan tingkat prolapse. Hemoroid internal
berasal dari pleksus vena hemoroid inferior di atas garis dentate dan tertutup oleh
mukosa, sedangkan hemoroid eksternal vena yang membesar dari pleksus tersebut,
terletak di bawah garis dentate dan tertutup dengan epithelium skuamosa. Hemoroid
campuran (internal-eksternal) muncul baik di atas maupun di bawah garis dentate.
Untuk tujuan praktis, hemoroid internal kemudian digolongkan berdasarkan tampilan
dan tingkat prolapse, yang dikenal dengan klasifikasi Goligher: (1) Hemoroid tingkat
pertama (tingkat I): bantalan anal berdarah namun tidak proplaps; (2) Hemoroid
tingkat kedua (tingkat II): bantalan anal prolapse melalui anus namun berkurang
secara spontan; (3) Hemoroid tingkat ketiga (tingkat III): bantalan anus prolaps
melalui anus secara tegang dan membutuhkan peletakan manual pada kanalis anal;
dan (4) Hemoroid tingkat keempat (tingkat IV): prolaps bertahan dan tidak bisa
berkurang. Hemoroid internal yang tertrombosi dan tidak terjangkau, dan hemoroid
tertrombosi yang melibatkan prolaps muskosal rektal sekitar juga termasuk hemoroid
tingkat empat.
Beberapa peneliti menawarkan klasifikasi berdasarkan temuan anatomi dari
posisi hemoroid, dijelaskan dengan primer (tiga lokasi tipikal dari bantalan anal),
sekunder (antara bantalan anal), atau sekitar, dan berdasarkan gejala prolaps dan nonprolaps. Namun, klasifikasi ini tidak digunakan secara luas.

EVALUASI KLINIS HEMOROID


Manifestasi hemoroid yang paling umum adalah pendarahan rektal tanpa rasa
sakit yang berhubungan dengan pergerakan usus, dijelaskan oleh pasien dengan
tetesan darah pada toilet. Darahnya biasanya merah terang sebagaimana telah terjadi
hubungan arteriovenous langsung pada jaringan hemoroid. Darah samar pada feses
atau anemia tidak bisa dihubungkan dengan hemoroid sampai kolon diperiksa dengan
baik, terutama jika pendarahan tidak biasanya untuk hemoroid, saat sumber
pendarahan terlihat jelas pada pemeriksaan anorectal, atau saat pasien memiliki resiko
colorectal neoplasia yang signifikan.
Tabel 1. Manajemen hemorhoid internal sesuai grade/ tingkatan
Treatment
Modifikasi makanan dan
perubahan gaya hidup
Pengobatan medis
Pengobatan non-operasi
Skleroterapi
Koagulasi inframerah
Ablasi radiofrekuensi
Ligasi pita karet
Pengobatan operasi
Prosedur plication
DGHAL
Hemorrhoidectomy
Stapled
hemorrhoidopexy

Tingkat
1
X

Tingkat
2
x

Tingkat
3
X

x dipilih

X
X
X
X

x
x
x
x

x dipilih

x
x
x dipilih

X
X
X
X

Tingkat
4
X

Trombosis akut atau


strangulasi
X

X
X

x darurat

Hemoroid prolaps dapat menyebabkan iritasi perineal atau gatal pada anus
karena sekresi mukosa atau enkropesis. Rektal yang terasa penuh atau buang air besar
yang tidak tuntas dilaporkan oleh pasien dengan hemoroid besar. Rasa sakit biasanya
tidak disebabkan oleh hemoroid itu sendiri kecuali jika thrombosis telah terjadi,
terutama pada hemoroid eksternal atau pada hemoroid internal tingkat IV yang

terjepit. Fisura anus dan abses perianal merupakan sebab yang lebih umum dari rasa
sakit yang dialami pasien hemoroid.
Diagnosis pasti dari penyakit hemoroid berdasarkan pada sejarah pasien dan
pemeriksaan klinis yang hati-hati. Penilaian harus melibatkan pemeriksaan digital dan
anoscopy pada posisi lateral kiri. Area perianal harus diperiksa untuk anal skin tag,
hemoroid eksternal, perianal dermatitis karena anal discharge atau fecal soiling,
fistula-in-ano dan fisura anal. Beberapa dokter merujuk pasien duduk dan bertahan
pada posisi squat untuk melihat prolaps. Walaupun hemoroid internal tidak bisa
diraba, pemeriksaan digital akan mendeteksi massa anorectal abnormal, anal stenosis,
dan luka, mengevaluiasi nada sphincter anal, dan menentukan status hyperthrophy
prostate yang mungkin menyebabkan straining karena mampu memperparah
penurunan bantalan anal selama kencing. Ukuran hemoroid, lokasi, keparahan
inflamasi dan pendarahan harus diperhatikan selama anoscopy. Intrarectal
retroflexion pada kolonoskop atau anoskop transparan dengan endoskopi fleksibel
akan memberikan visualisasi yang jelas dari kanalis anal dan hemoroid, dan bisa
merekam gambar.
PENANGANAN PENYAKIT HEMOROID
Pengobatan teraupetik untuk hemoroid berkisar pada modifikasi gaya hidup
sampai operasi radikal, tergantung pada tingkat dan keparahan. Penanganan internal
hemoroid saat ini digambarkan pada Tabel 1. Sebagai tambahan, meta-analisis
menunjukkan pilihan penanganan lain untuk penyakit hemoroid ditunjukkan Tabel 2.
Diet dan perubahan gaya hidup
Karena aksi gesekan feses yang kasar pada mukosa anal dapat menyebabkan
kerusakan pada bantalan anal dan menyebabkan hemoroid simpomatik, meningkatkan
konsumsi serat atau menambahkannya dalam diet dapat membantuk menghilangkan
straining saat buang air. Pada penelitian klinis hemoroid, suplemen serat mengurangi
resiko gejala bertahan dan pendarahan sebanyak 50%, namun tidak meningkatkan
gejala prolaps, rasa sakit, dan gatal. Suplemen serat dianggap sebagai penanganan

yang efektif untuk hemoroid non-prolaps; namun membutuhkan waktu 6 minggu


untuk melihat hasilnya. Sebagaimana suplemen serat aman dan murah, sehingga
masih menjadi bagian integral dari pengobatan awal dan regimen setelah modalitas
teraupetik hemoroid lain.
Modifikasi gaya hidup juga harus disarankan pada pasien dengan tingkat
hemoroid apa pun sebagai bagian dari pengobatan dan tindakan preventif. Perubahan
termasuk meningkatkan konsumsi serat dan cairan secara oral, mengurangi konsumsi
lemak, melakukan olahraga rutin, meningkatkan kebersihan anal, tidak mengejan atau
membaca di toilet, dan menghindari pengobatan yang menyebabkan konstipasi atau
diare.
Penanganan obat
Flavonoid oral: Agen venotonic ini pertama kali diberikan pada pengobatan
insufesiensi vena kronis dan edema. Agen ini dianggap mampu meningkatkan nada
vaskuler, mengurangi kapasitas vena, mengurunkan permeabilitas kapiler, dan
memfasilitasi drainase limpa, dan memiliki efek anti inflamasi. Walaupun mekanisme
aksinya belum jelas, agen ini digunakan sebagai pengobatan oral untuk hemoroid,
terutama di Eropa dan Asia. Micronized purified flavonoid fraction (MPFF),
mengandung 90% diosmin dan 10% hesperidini, merupakan flavonoid paling umum
digunakan untuk pengobatan klinis. Mikronisasi obat menjadi partikel berukuran
kurang dari 2 m tidak hanya meningkatkan kelarutan dan penyerapannya, namun
juga mempersingkat aksi Meta analisis terbaru mengenai flavonoid untuk pengobatan
hemoroid, termasuk 14 penelitian acak dan 1514 pasien, menunjukkan bahwa
flavonoid menurunkan resiko pendarahan 67%, rasa sakit sebanyak 65%, dan gatal
sebanyak 35%, dan juga menurunkan tingkat kejadian sebanyak 47%. Beberapa
peneliti melaporkan bahwa MPFF dapat menurunkan rasa tidak nyaman, sakit pada
rektal dan pendarahan sekunder setelah hemorrhoidectomy.
Kalsium dobesilate oral: Ini merupakan obat venotonic yang biasanya digunakan
untuk retinopati diabetes dan insufesiensi vena kronis, juga untuk pengobatan gejala
akut hemoroid. Telah ditunjukkan bahwa kalsium debosilate menurunkan

permeabilitas kapiler, mengurangi agregasi platelet dan meningkatkan kekentalan


darah; sehinga menghasilkan penurunan pada edema jaringan. Penelitian klinis atas
pengobatan hemoroid menunjukkan bahwa kalsium dobesilate, ditambahkan dengan
suplemen serat, memberikan kelegaan simtomatik yang efektif dari pendarahan akut,
dan berkaitan dengan perkembangan inflamasi hemoroid secara signifikan.
Pengobatan topical: Tujuan utama dari pengobatan topical adalah bertujuan
mengendalikan gejala disamping menyembuhkan penyakitnya. Sehingga, pengobatan
teraupetik lain harus diberikan selanjutnya. Sejumlah persiapan topical seperti krim
dan supositoria dapat dibeli tanpa resep. Bukti kuat yang mendukung efikasi dari obat
ini masih kurang. Pengobatan topical ini dapat mengandung beberapa komposisi
misalnya anestesi lokal, corticosteroids, antibiotik, dan obat anti inflamasi.
Pengobatan topical bisa saja efektif pada kelompok tertentu dari pasien
hemoroid. Sebagai contoh, Tjandra dkk., menunjukkan hasil yang baik dengan
membalurkan topical glyceryl trinitrate 0.2% untuk meredakan gejala hemoroid pada
pasien dengan hemoroid tingkat rendah dan resting pressure pada kanalis anal yang
tinggi. Namun, 43% pasien mengalami sakit kepala selama pengobatan. Perroti dkk.,
melaporkan efikasi yang baik dari aplikasi lokal pembaluran nifedipin untuk
mengobati hemoroid eksternal dengan thrombosis akut. Perlu dicatat bahwa pengaruh
aplikasi topical dari natrium dan kalsium channel blocker untuk meredakan hemoroid
bisa jadi merupakan konsekuensi dari efek relaksasi pada sphincter anal, bukannya
pada jaringan hemoroid per se dimana bisa saja menghindarkan pengaruh vasolidator.
Terpisah dari pengobatan topical yang mempengaruhi nada sphincter anal
internal, beberapa pengobatan topical mentargetkan vasoconstriction channel
vaskuler dalam hemoroid misalnya Preparation-H (Pfizer, Amerika Serikat), yang
mengandung 0.25% phenylephrine, petrolatum, minyak mineral, dan minyak hati hiu.
Phenylephrine merupakan vasoconstriction yang memiliki pengaruh vasopressor pada
lokasi arteri sirkulasi, dimana bahan lain dianggap sebagai pelindung. Preparation-H
tersedia dalam berbagai bentuk, termasuk salep, krim, jel, supositoria, atau tisu. Obat

ini memberikan rasa lega sementara pada gejala hemoroid akut, misalnya pendarahan
atau sakit saat buang air.
Pengobatan non-operasi
Sclerotherapy: Saat ini merupakan pilihan pengobatan yang direkomendasikan
untuk hemoroid tingkat I dan II. Rasional dari penyuntikan agen kimia adalah untuk
membuat fiksasi mukosa pada otot yang mendasari dengan fibrosis. Larutan yang
digunakan adalah 5% phenol dengan minyak, minyak sayur, quinine, dan urea
hydrochloride atau larutan garam hypertonic. Penting agar injeksi diberikan pada
submucosa dengan dasar jaringan hemoroid dan bukan pada hemoroid itu sendiri
karena dapat menybabkan rasa sakit tiba-tiba dan sementara pada precordial dan
abdomen atas. Ketidaktepatan injeksi juga dapat menyebabkan ulserasi mukosa atau
nekrosis, dan komplikasi meisalnya abses prostat dan retroperitoneal sepsis.
Antibiotik prophylaxis diindikasikan untuk pasien dengan predisposing valvular heart
disease atau immunodeficiency karena adanya kemungkinan bacteremia setelah
sclerotherapy.
Rubber band ligation: Rubber band ligation (RBL) merupakan cara yang sederhana,
cepat, dan efektif untuk mengobati hemoroid tingkat I dan II dan pasien tertentu
dengan hemoroid tingkat III. Ligasi jaringan hemoroid dengan gelang karet
menyebabkan ischemic necrosis dan luka, mengarah pada fiksasi jaringan
penghubung pada dinding rectal. Penempatan gelang karet yang terlalu dekat dengan
garis dentate bisa menyebabkan rasa sakit parah karena adanya aferen saraf somatik
dan harus dilepas dengan segera. RBL dilakukan secara aman pada satu tempat atau
lebih pada satu waktu dengan beberapa instrument lain misalnya rektoskop ligator
hemoroid, dan ligator endoskopi yang menggunakan pengisapan untuk mengeluarkan
jaringan yang berlebih dalam aplikator agar bisa dilakukan oleh satu orang.
Komplikasi RBL yang paling umum adalah rasa sakit atau tidak nyaman pada
rectal, yang biasanya dapat diredakan dengan mandi air hangat, analgesik ringan dan
menghindari buang air keras dengan mengkonsumsi laksatif ringan atau pencahar.
Komplikasi lain antara lain pendarahan ringan dari ulserasi mucosal, retensi urin,

hemoroid eksternal bertrombosis, dan jarang sekali, pelvic sepsis. Pasien harus
berhenti mengkonsumsi antikoagulasi selama satu minggu sebelum dan dua minggu
setelah RBL.
Koagulasi inframerah: Koagulator inframerah menghasilkan radiasi inframerah
yang mengkoagulasi jaringan dan menguapkan air dalam sel, menyebabkan
pengurangan massa hemoroid. Probe ditempatkan pada dasar hemoroid melalui
anoscope dan waktu kontak yang disarankan adalah 1,0-1,5 detik, tergantung pada
intensitas dan panjang gelombang koagulator. Jaringan nekrotik terlihat sebagai titik
putih setelah proseudr dan akan sembuh dengan fibrosis. Dibandingkan dengan
sclerotherapy, infrared coagulation (IRC) kurang tergantung pada teknik dan dapat
menghindarkan dari potensi komplikasi salah penempatan injeksi sclerosis. Walaupun
IRC merupakan prosedur aman dan cepat, ini tidak tepat untuk hemoroid besar dan
prolaps.
Radiofrequency ablation: Radiofrequency ablation (RFA) merupakan modalitas
yang cenderung baru dalam pengobatan hemoroid. Sebuah bola elektroda
disambungkan pada generator frekuensi radio diletakkan pada jaringan hemoroid dan
menyebabkan jaringan terkoagulasi dan menguap. Dengan metode ini, komponen
vaskular berkurang dan massa hemoroid akan menetap pada jaringan mendasar
dengan fibrosis. RFA dapat dilakukan selama rawat jalan dan melalui anoscope, mirip
dengan sclerotherapy. Komplikasinya antara lain retensi urin akut, infeksi luka, dan
thrombosis perianal. Walaupun RFA merupakan prosedur yang tidak sakit, ini
berhubungan dengan peningkatan pendarahan dan prolaps.
Cryotherapy: Cryotherapy mengablasi jaringan hemoroid dengan membekukan
cryoprobe. Telah dianggap mampu mengurangi rasa sakit karena syaraf sensor
dirusak dengan suhu yang sangat rendah. Namun, beberapa penelitian klinis
menyebutkan bahwa ini berhubungan dengan rasa sakit yang lama, cairan yang
berbau, dan massa hemoroid yang bertahan lama. Sehingga prosedur ini jarang
digunakan.

Ada dua meta-analisis yang membandingkan hasil diantara ketiga pengobatan


non-operasi untuk hemoroid (sclerotherapy, RBL dan IRC). Dua penelitian ini
menunjukkan bahwa RBL menurunkan gejala hemoroid berulang dan membutuhkan
pengobatan lanjutan yang sedikit, namun menyebabkan insiden rasa sakit yang lebih
tinggi setelah prosedur. Sehingga RBL dapat direkomendasikan sebagai modalitas
non-operasi awal untuk mengobati hemoroid tingkat I-III. Pada sebuah survey di
Inggris pada hampir 900 dokter bedah umum dan kolorektal, RBL merupakan
prosedur yang paling umum, diikuti dengan sclerotherapy dan hemorrhoidectomy.
Tindakan operasi
Operasi diindikasikan bila pendekatan non-operatif telah gagal atau komplikasi telah
terjadi. Filosofi berbeda mengenai pathogenesis penyakit hemorhoid menciptakan
pendekatan bedah yang berbeda (Tabel 3).
Hemorrhoidectomy: Hemorrhoidectomy Excisional adalah pengobatan yang paling
efektif untuk hemorhoid dengan tingkat kekambuhan terendah dibandingkan dengan
modalitas lainnya. Itu dapat dilakukan dengan menggunakan gunting, diathermy.
atau alat vascular-sealing seperti Ligasure (Covidien, Amerika Serikat) dan Pisau
bedah

Harmonic

(Ethicon

Endosurgery,

Amerika

Serikat).

Excisional

Hemorrhoidectomy dapat dilakukan dengan aman di bawah infiltrasi anestesi perianal


sebagai operasi rawat jalan. Indikasi untuk hemorrhoidectomy termasuk kegagalan
manajemen non-operasi, hemorhoid akut parah seperti strangulasi atau trombosis,
keinginan pasien, dan kondisi anorektal bersamaan seperti fisura anal atau fistula-inano yang memerlukan operasi. Dalam praktek klinis, tingkat ketiga atau keempat dari
hemorhoid internal adalah indikasi utama untuk melakukan hemorrhoidectomy.
Kelemahan utama dari hemorrhoidectomy adalah nyeri/ rasa sakit pasca operasi.
Telah dibuktikan

bahwa hasil hasil Hemorrhoidectomy Ligasure pasca operasi

tidaklah terlalu sakit, rawat inap lebih pendek, penyembuhan luka lebih cepat pulih
dibandingkan dengan gunting atau diathermy hemorrhoidectomy. Komplikasi pasca
operasi lainnya termasuk retensi urin akut (2% -36%), pendarahan pasca operasi
(0,03% -6%), bakteremia dan komplikasi septic (0,5% -5,5%), breakdown luka, luka

tak tersembuhkan, hilangnya sensasi anal, mukosa prolaps, striktur anal (0% -6%),
dan bahkan inkontinensia tinja (2% -12%) [66-69]. Bukti terbaru menunjukkan
bahwa spesimen hemorhoid dapat dibebaskan dari pemeriksaan patologis jika tidak
ada keganasan yang dicurigai.
Teori intern

deskripsi pendek

pendekatan bedah

Sliding bantalan anal

Wasir berkembang ketika


jaringan pendukung bantal anal
hancur atau memburuk
hemoroid prolaps dikaitkan
dengan prolaps dubur
Hyperperfusion dari
arteriovenous plexus dalam
bantalan anal beraikbat di
formasi wasir

Hemorrhoidectomy,plication

Redundansi dubur
Kelainan vascular

Stapled hemorrhoidopexy
Doppler-guided hemorrhoidal
artery ligation

Plication/ Lipatan: Plication mampu memulihkan bantalan anal ke posisi normalnya


tanpa pemotongan. Prosedur ini melibatkan penjahita massa hemorhoid dan mengikat
simpul di pedikel vaskular paling atas. Namun, masih ada sejumlah komplikasi
potensial dalam prosedur ini seperti pendarahan dan nyeri panggul.
Doppler-guided hemorrhoidal artery ligation: Teknik baru berdasarkan padnduan
ligasi Doppler dari cabang arteri hemoroid superior, diperkenalkan pada tahun 1995
sebagai alternatif untuk hemorrhoidectomy. Doppler-guided hemorrhoidal artery
ligation (DGHAL) telah menjadi semakin populer di Eropa. Alasan pengobatan ini
kemudian didukung oleh Temuan dari studi vascular, yang menunjukkan bahwa
pasien dengan hemorhoid mempunyai caliber yang meningkat dan aliran darah arteri
dari cabang terminal arteri rectal superior. Oleh karena itu, meligasi pasokan arteri
untuk jaringan hemoroid dengan ligasi jatuhan dapat meningkatkan gejala hemoroid.
DGHAL paling efektif untuk hemorhoid tingkat kedua atau ketiga. DGHAL mungkin
tidak memperbaiki gejala prolapsing di hemorhoid yang tingkat tinggi. Hasil jangka
pendek dan tingkat kekambuhan 1 tahun dari DGHAL tidak berbeda dari

hemorrhoidectomy konvensional. Mengingat fakta bahwa ada kemungkinan


revaskularisasi dan kekambuhan gejala hemorhoid, penelitian lebih lanjut tentang
hasil jangka panjang dari DGHAL masih diperlukan.
Stapled Hemorrhoidopexy: Stapled Hemorrhoidopexy (SH) telah diperkenalkan
sejak tahun 1998 Sebuah perangkat penjepit melingkar (circular stapler) digunakan
untuk memotong cincin mukosa proximal dubur yang berlebihan pada hemorhoid dan
menggantungkannya kembali di kanal anus. Terlepas dari mengangkat hemorhoid
yang kambuh, suplai darah ke jaringam hemoroid juga terganggu. Sebuah metaanalisis terbaru membandingkan hasil bedah antara SH dan hemorrhoidectomy yang
melibatkan 27 responden

acak, uji coba terkontrol dengan 2279 prosedur,

menunjukkan bahwa SH dikaitkan dengan lebih sedikitnya rasa sakit, fungsi usus bisa
kembali lebih awal, waktu opname lebih pendek, kembali ke aktivitas normal lebih
awal , dan penyembuhan luka yang lebih baik, serta tingkat kepuasan pasien lebih
tinggi. Namun, dalam jangka panjang, SH dikaitkan dengan tingkat kekambuhan
yang lebih tinggi. Mempertimbangkan tingkat kekambuhan, biaya perangkat stapel
dan potensi komplikasi serius termasuk fistula rektovaginal dan striktur dubur, SH
umumnya dicadangkan untuk pasien hemorhoid dengan kondisi kekambuhan dan
memiliki 3 lesi hemorhoid internal yang tinggi. Kedua pilihan bedah ini, DGHAL
dan SH, bertujuan untuk memperbaiki patofisiologi hemorhoid dengan mengurangi
aliran darah ke lubang anus (dearterialization) dan menghilangkan prolaps mukosa
anorektal (reposisi). Sebuah studi retrospektif terbaru hasil 18-mo dari DGHAL (n =
51) dan SH (n = 63) untuk hemorhoid tingkat III mengungkap bahwa kedua prosedur
aman dan efektif. DGHAL memiliki sedikit rasa sakit, rawat inap lebih pendek, dan
pemulihan fungsional lebih cepat; Namun, hal itu juga berakibat pada tingkat
kekambuhan lebih tinggi dan tingkat kepuasan pasien yang lebih rendah. Akhir-akhir
ini, percobaan kecil membandingkan DGHAL dengan SH untuk hemorhoid tingkat
II-III, menunjukkan hasil jangka pendek dan jangka panjang yang serupa atau mirip.
Namun demikian, pasien yang menjalani DGHAL kembali bekerja lebih cepat, dan
memiliki tingkat komplikasi yang lebih sedikit daripada mereka yang dengan SH.

KESIMPULAN
Pengobatan terapi untuk hemorhoid mulai dari makanan dan modifikasi gaya hidup
sampai ke

pembedahan radikal, tergantung pada tingkat dan keparahan gejala.

Walaupun operasi merupakan pengobatan hemorhoid yang efektif, itu dicadangkan


untuk penyakit lanjut dan dapat dikaitkan dengan komplikasi yang cukup besar.
Sementara itu, perawatan non-operasi tidak sepenuhnya efektif, khususnya yang dari
pendekatan topikal atau farmakologis. Oleh karena itu, peningkatan pemahaman kita
mengenai

patofisiologi hemorhoid diperlukan untuk mendorong pengembangan

metode inovatif dalam perawatan hemorhoid.

Anda mungkin juga menyukai