PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot spasme tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotosin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman
pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro
muscular (neuro muscular junction) dan saraf autonom(1).
Manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat
akut yang dilepaskan oleh clostridium teteni pada masa pertumbuhan aktif dalam
tubuh manusia(2).
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah
mendapatkan imunasi tetanus (DPT). Dan pada umumnya terdapat pada anak dari
keluarga yang belum mengerti pentingnya imunasi dan pemeliharaan kesehatan,
seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyebab penyakit seperti pada
tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora
selama di luar tubuh manusia, tersebut luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang
kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik
(didalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat
menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmi,
yaitu neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot(3).
Kebanyakan kasus tetanus dihubungkan dengan jelas traumatis, sering
luka tembus yang diakibatkan oleh benda kotor, seperti paku, serpihan, fragmen
gelas, atau injeksi tidak steril, tetapi suatu kasus yang jarang mungkin tanpa
riwayat trauma. Tetanus pasca injeksi obat terlarang menjadi lebih sering,
sementara keadaan yang tidak lazim adalah gigitan binatang, abses (termasuk
abses gigi), pelubangan cuping telinga, ulkus kulit kronis, luka bakar, fraktur
komplikata, radang dingin (frostbite), gangren, pembedahan usus, dan sirkumsisi
wanita. Penyakit ini juga terjadi sesudah penggunaan benang jahit yang
terkotaminasi atau sesudah injeksi intramuscular obat-obatan(4).
Tetanus sudah dikenal oleh orang-orang dimasa lalu, yang dikenal karena
hubungan antara luka-luka dan kekejangan-kekejangan otot. Pada tahun 1884,
Arthur Nicolaier mengisolasi toksin tetanus yang seperti strychnine dari tetanus
yang hidup bebas, bakteri lahan anaerob. Etiologi dari penyakit itu lebih lanjut
diterangkan pada tahun 1884 oleh Antonio Carle dan Giorgio Rattone, yang
mempertunjukkan sifat mengantar tetanus untuk pertama kali. Mereka
mengembangbiakan tetanus di dalam tubuh kelinci-kelinci dengan menyuntik
syaraf mereka di pangkal paha dengan nanah dari suatu kasus tetanus manusia
yang fatal di tahun yang sama tersebut. Pada tahun 1889, Clostridium tetani
terisolasi dari suatu korban manusia, oleh Kitasato Shibasaburo, yang
kemudiannya menunjukkan bahwa organisme bisa menghasilkan penyakit ketika
disuntik ke dalam tubuh binatang-binatang, dan bahwa toksin bisa dinetralkan
oleh zat darah penyerang kuman yang spesifik. Pada tahun 1897, Edmond Nocard
menunjukkan bahwa penolak toksin tetanus membangkitkan kekebalan pasif di
dalam tubuh manusia, dan bisa digunakan untuk perlindungan dari penyakit dan
perawatan. Vaksin lirtoksin tetanus dikembangkan oleh P.Descombey pada tahun
1924, dan secara luas digunakan untuk mencegah tetanus yang disebabkan oleh
luka-luka pertempuran selama Perang Dunia II(5).
BAB II
TETANUS
I. Definisi
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh
tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit
ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat
dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta
diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala
klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf
pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot(4,6).
II. Etiologi
Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridridium tetani, kuman
berbentuk batang ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 m dan mempunyai sifat(1,2,5,6) :
a. Basil Gram-positif dengan spora pada pada salah satu ujungnya sehingga
membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.
b. Obligat anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan
anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella.
c. Menghasilkan eksotosin yang kuat.
d. Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam
suhu tinggi, kekeringan dan desinfektans.
e. Kuman hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di
daerah pertanian/peternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana,
mencemari lingkungan secara fisik dan biologik. Spora mampu bertahan
dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun, dalam
lingkungan yang anaerob dapat berubah menjadi bentuk vegetative yang
akan menghasilkan eksotoksin.
f. Kuman ini memiliki toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah,
merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang neuro
tropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot
A. Penyebaran toksin
Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan
berbagai cara, sebagai berikut(6):
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka,
kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui
sinap ke dalam susunan saraf pusat.
2. Penyebaran melalui sistem limfatik
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam
nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran
darah sistemik.
3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik,
namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui
pembuluh darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan
beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam
pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan
dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara
intravena. Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran
darah karena sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat
penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain
melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan
transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.
4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf,
secara retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik
dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau
nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik
dan saraf inhibitor.
Tetanus toxin:
-
berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif. Toksin tetanus tidak
mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara
spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah
sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses
eksositosis.
C. Perubahan akibat toksin tetanus(6).
1. Susunan saraf pusat
Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan
listrik yang terus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological
enhance excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi
tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. Semakin
banyak saraf inhibisi yang terkena makin berat kejang yang terjadi. Stimulus
seperti suara, emosi, raba dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena
motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf
lain seperti retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang
(interval), hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi
toksin, ada beberapa yang resisten terhadap toksin.
Rasa sakit
Rasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang kala
ditemukan neurotic pain yang berat pada tetanus lokal sekalipun pada saat
tidak ada kejang. Rasa sakit ini diduga karena pengaruh toksin terhadap sel
saraf ganglion posterior, sel-sel pada kornu posterior dan interneuron.
Fungsi Luhur
Kesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar
V. Manifestasi Klinis
Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar anatara 5-14 hari.
Makin lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat
penyakit selain berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari
lama masa inkubasi atau lama period of onset. Kekakuan dimulai pada otot
setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai
gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan dan
ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada kedua kaki, tubuh kaku melengkung bagai
busur(1).
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit
ini menjadi nyata dengan(2):
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering
merupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior
dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap
sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian
tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi
perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna
vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan
cairan otak.
10
11
12
VI. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi(8):
-
Temuan laboratorium(8):
-
Lekositosis ringan
13
VII. Komplikasi
Komplikasi
tetanus
yang
sering
terjadi
adalah
pneumonia,
14
15
dapat diberikan kortikosteroid IV, adapun dosis ATS yang disarankan 250500 IU.
2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)
Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanus
dengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan sesegera
mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan HTIG pada neonatus
sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal. Pemberian intrathekal sangat
efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul gejala.
Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991)
menyatakan pemberian immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan
keuntungan karena kandungan fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang
bila diberikan secara intrathekal. Pemberian HTIG 500IU IV atau IM
mempunyai efektivitas yang sama.
Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis
yang dapat diberikan adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr (1991)
mengemukakan HTIG sebaiknya diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk
meningkatkan kadar antitoksin darah sebelum debridemen luka.
c. Menekan efek toksin pada SSP(1,2,4).
1. Benzodiazepin
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan.
Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot
yang kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi
ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat spinal
menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi
pernafasan, terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam
yang diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian.
Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali
sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV
setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan
tetanus lain sebaiknya diberikan drip IV lambat selama 24 jam.
2. Barbiturat
16
2.
3.
17
X. Pencegahan
Mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal maka untuk
pencegahan, perlu dilakukan(1,2,4):
Perawatan luka.
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk,
luka kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama
perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan aerob.
Imunisasi aktif
Imunisasi aktif yang diberikan yaitu DPT, DT, atau Toksoid
tetanus.jenis imunisasi tergantung dari jumlah golongan umur dan jenis
kelamin. Vaksin DPT diberikan sebagai imunisasi dasar sebanyak 3 kali,
DPT IV pada usia 18 bulan dan DPT V pada usia 5 tahun, dan saat usia 12
tahun diberikan DT. Toksoid tetanus diberikan pada wanita usia subur,
perempuan usia 12 tahun, dan ibu hamil. DPT/Dt diberikan setelah pasien
sembuh dilanjutkan imunisasi ulangan diberikan sesuai jadwal, oleh
karena tetanus tidak menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Sumarmo P. Poorwo. Herry Garna, dkk. Buku Ajar Infeksi &
Pediatric Tropis. Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Badan
Penerbit IDAI, Jakarta. 2002. Hal 322 329
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Infomedika. Jakarta. 1986. Hal
568 573.
3. http://tongkal09.wordpress.com/2010/04/18/tetanus-pada-anak/
4. Behrman, kligman, Arvin. Nelson. Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Vol. 2.
EGC. Jakarta. 2000. Hal 1004 1007.
5. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/i-wayan-arditayasa078114135.pdf
6. http://referensikedokteran.com/2010/07/tetanus.html
7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysarafkiking2.pdf
8. http://www.4shared.com/document/jdZelxVS/TETANUS-1.html
9.
http://repository.usu.ac.id/2009/07/tetanus.html
19