PTSD Anyar
PTSD Anyar
Disusun Oleh:
Fitka Romanda
Frans Saputra
Kiky Putri Anjany
Muhamad Prayoga
M. Teguh Hadinata
Pramudita Widiastuti
Pratiwi Fatmasari Ningrum
J510165008
J510165034
J510165033
J510165065
J510165060
J510165056
J510165024
REFERAT KASUS
POST TRAUMATIC STRESS DISORDER
Disusun Oleh:
Fitka Romanda
J510165008
Frans Saputra
J510165034
J510165033
Muhamad Prayoga
J510165065
M. Teguh Hadinata
J510165060
Pramudita Widiastuti
J510165056
J510165024
(.............................)
(............................)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa traumatis mempengaruhi jutaan nyawa setiap tahunnya,
kesadaran masyarakat tentang dampak trauma mengalami peningkatan dalam
dekade terakhir. Peristiwa traumatis dalam skala besar seperti perang, bencana
alam, ataupun peristiwa lainnya yang terjadi pada skala yang lebih kecil,
seperti kecelakaan kendaraan bermotor, kekerasan seksual, kekerasan dalam
rumah tangga, dan penembakan. Seorang individu dapat mengalami trauma
dengan cara menyaksikan orang lain mengalami trauma, belajar dari trauma
yang dialami oleh anggota keluarga atau secara langsung. PTSD merupakan
kelainan psikologis yang umum diteliti setelah terjadinya bencana (Forneris,
et al, 2013; Tentama, 2014).
Sebanyak 60,7% laki-laki dan 51,2% perempuan akan mengalami
setidaknya satu peristiwa yang berpotensi traumatis dalam hidup mereka.
Prevalensi terjadinya PTSD seumur hidup secara signifikan lebih tinggi pada
wanita daripada pria. Prevalensi PTSD pada korban kejahatan adalah antara
19% dan 75%, sebanyak 80% telah dilaporkan terjadi pada korban
pemerkosaan. Prevalensi PTSD pada korban bencana langsung dilaporkan
sebanyak 30% -40%, dan pada petugas penyelamat adalah 10% -20%.
Prevalensi PTSD pada polisi, pemadam kebakaran, dan pekerja layanan
darurat berkisar antara 6% -32%. Tingkat prevalensi keseluruhan 4% untuk
populasi umum, tingkat penyelamatan pekerjaan/ pemulihan berkisar antara
5% sampai 32%, dengan tingkat tertinggi dilaporkan pada personil pencarian
dan penyelamatan (25%), petugas pemadam kebakaran dan pekerja tanpa
pelatihan sebelumnya untuk menghadapi bencana (21%) (Javidi, 2012).
sakit parah, wartawan dan keluarga mereka, dan penonton yang menyaksikan
trauma serius dan perang berisiko lebih tinggi PTSD
Gejala PTSD paling sering timbul dalam hitungan jam atau hari pasca
peristiwa traumatis, kadang-kadang dapat muncul setelah beberapa minggu,
bulan, atau bahkan bertahun tahun. Untuk mendiagnosis PTSD, gejala harus
bertahan lebih dari 1 bulan pasca peristiwa traumatis dan sangat berpengaruh
terhadap kehidupannya, seperti keluarga dan pekerjaan. Pada DSM V ,
gangguan yang menyerupai PTSD disebut acute stress disorder, dimana gejala
yang timbul bertahan dalam kurun waktu 3 hari sampai dengan 1 bulan
(Sadock, 2007).
Bila gejala tersebut bertahan hingga lebih dari 4 minggu, maka dapat
didiagnosis sebagai PTSD. Stresor yang menyebabkan acute stress disorder
maupun PTSD cukup luar biasa untuk mempengaruhi siapa saja. Stresor
tersebut dapat berasal dari pengalaman berperang, penganiayaan/penyiksaan,
bencana alam, pemerkosaan, kecelakaan seperti kecelakaan mobil, kebakaran
dalam gedung. Gejala dapat berupa depresi, cemas, dan gangguan kognitif
(APA, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah suatu gangguan yang
bersifat kompleks karena mempunyai gejala-gejala yang mempunyai
kemiripan dengan gejala depresi, kecemasan, dan gejala gangguan psikologis
lain (Solichah, 2013).
Post Traumatic Stress Disorder
kecmasan, ketidakstabilan emosi, dan kilas balik dari suatu pengalaman yang
amat pedih setelah stress fisik maupun emosi yang telah melampaui batas
ketahanan seseorang (Kaplan, 2002).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan stress yang
berlangsung yang mengikuti kejadian traumatis (Solichah, 2013).
National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan PTSD
sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul setelah seseorang
mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya.
Peristiwa trauma ini bisa berupa serangan kekerasan, bencana alam yang
menimpa manusia, kecelakaan atau perang (WHO, 2005).
Hikmat (2005) mengatakan PTSD adalah sebuah kondisi yang muncul
setelah pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan, dan mengancam
jiwa seseorang, misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, kekerasan
seksual (sexual abuse), atau perang.
Dalam DSM (Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders),
PTSD didefinisikan suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang
dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau
ancaman kematian, atau cidera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik
atau diri seseorang. Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang
ekstrem, horor, atau rasa tidak berdaya (Gerald et.al. 2006).
B. Epidemiologi
Statistik pada anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa hampir 40%
muncul paling tidak satu peristiwa traumatik yang dapat berkembang menjadi
PTSD pada hampir 15% terjadi pada anak perempuan, dan sebesar 6% terjadi
pada anak laki-laki. Hampir 100% dari anak-anak yang menyaksikan orang
tuanya dibunuh dan mengalami kekerasan seksual atau kekerasan rumah
tangga mengarah untuk dapat berkembang menjadi suatu PTSD (Edwards,
2010).
Insiden menderita PTSD sepanjang hidup diperkirakan sekitar 9-15%
dan prevalensi seumur hidupnya sekitar 8% populasi umum. Pada kelompok
resiko tinggi yang mengalami peristiwa traumatis angka prevalensi seumur
hidupnya 5-75%. Prevalensi seumur hidup perempuan 10-12% dan 5-6% pada
laki-laki. Di Amerika Serikat, gambaran resiko untuk menderita PTSD
sepanjang hidup menggunakan DSMIV dengan kriteria 75 tahun adalah
8,7%. Prevalensi selama 12 bulan diantara orang tua di AS sekitar 3,5%.
Perkiraan lebih rendah dapat dilihat di Eropa dan sebagian besar Asia, Afrika,
dan negara-negara Amerika Latin dikelompokkan sekitar 0,5% - 1,0%
( Sadock, 2007).
PTSD dapat terjadi pada usia berapapun dengan prevalensi tersering
dewasa muda akibat pajanan situasi penginduksi. Trauma pada laki-laki
biasanya berupa pengalaman berperang sedangkan pada perempuan kekerasan
dan perkosaan. Cenderung terjadi pada orang yang lajang, bercerai, janda,
menarik diri secara sosial, atau tingkat sosioekonomi rendah ( Sadock, 2007).
Di Indonesia meskipun belum terdapat data yang pasti berapa jumlah
anak yang mengalami PTSD akibat kejadian trauma bencana alam akan tetapi
dapat dikatakan jumlah anak yang mengalami PTSD meningkat seiring
dengan angka kejadian bencana alam yang terjadi. Di Indonesia sendiri, angka
kekerasan terhadapanak tidak pernah menunjukkan penurunan, berdasarkan
data yang ada ditemukan 1.891 kasus kekerasan pada tahun 2009, dan 1600
kasus pada tahun 2008.
C. Etiologi
Stress pasca trauma atau Post Traumatic Stress Disorder merupakan
stress yang berlangsung mengikuti kejadian traumatis. Bila PTS terakumulasi
sampai menghasilkan kumpulan gejala (symptom) seperti yang tercantum
dalam DSM IV maka disebut sebagai PTSD. PTSD (Post traumatic stress
disorder) sebagai sebuah bentuk gangguan psikologis yang kompleks yang
dikaitkan dengan berbagai peristiwa besar yang menimbulkan banyak korban
atau peristiwa yang dapat menimbulkan ketakutan yang kuat atau kengerian,
misalnya gempa bumi, atau peristiwa lama lainnya, perang, dan kekerasan
termasuk perkosaan. Perkosaan sebagai bentuk kekerasan seksual yang paling
ekstrim, memiliki kemungkinan lebih besar untuk menimbulkan gejala PTSD
(Post traumatic stress disorder) bagi korbannya.
Menurut Keane (2006) mengelompokkan factor resiko PTSD kedalam 3
kategori :
1. Factor yang sudah ada dan unik bagi setiap individu
Factor yang sudah ada, seperti kontribusi genetic, jenis kelamin
seperti pada pria lebih berpeluang mengalami trauma (seperti pertarungan)
sedangkan wanita lebih berpeluang mengalami PTSD.
2. Factor yang terkait dengan kejadian traumatis
Pengalaman cedera tubuh. Dalam suatu penelitian, tentara yang
terluka yang terluka lebih berpeluang mengalami PTSD, mereka yang
terlibat pertempuran yang sama namun tidak terluka.
3. Factor kejadian yang mengikuti pengalaman traumatis
Factor ketiga yaitu berfokus pada apa yang terjadi setelah
mengalami trauma.
berkembang,
memecahkan
berbagai
serta
kurangnya
persoalan
pengalaman
sehingga
dapat
hidup
dalam
mempengaruhi
3. Faktor Lingkungan
Adanya kondisi sosial ekonomi yang rendah, pendidikan rendah
dan karakteristik budaya (Arnaudova, 2015).
4. Durasi trauma dan banyaknya trauma yang dialaminya.
Semakin lama / kronik seseorang mengalami kejadian trauma
semakin berisiko berkembang menjadi PTSD. Trauma yang multipel lebih
berisiko menjadi PTSD (Weems, 2007).
E. Patofisiologi PTSD
Stressor
Menurut defisinisinya, stressor adalah faktor penyebab utama dalam
perkembangan ganguan stress pascatraumatik. Tetapi tidak setiap orang
mengalami gangguan stress pascatraumatik setelah suatu peristiwa traumatic.
Walaupun stressor diperlukan, stressor tidak cukup untuk menyebabkan
gangguan. Adanya faktor biologis individual yang telah ada sebelumnya, faktor
psikososial sebelumnya dan peristiwa yang terjadi setelah trauma juga
mempengaruhi terjadinya gangguan. Faktor kerentanan yang merupakan
predisposisi yang tampkanya memainkan peranan penting dalam menentukan
apakah gangguan berkembang adalah
1.
2.
3.
F.Penatalaksanaan
G. Dampak PTSD
Adapun akibat yang dapat ditimbulkan oleh Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) yaitu:
a. Perubahan Pikiran
Perubahan tingkah laku yang dapat terjadi pada penderita PTSD
yaitu mimpi buruk, teringat oleh pencetus trauma, susah dalam
berkonsentrasi, tidak dapat menerima kenyataan, serta dapat menjadi
pelupa (Solichah, 2013). Pada gangguan tidur dan konsentrasi dapat terjadi
secara berlanjut terus menerus (Frommberger, 2014).
b. Perubahan Tingkah Laku
Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi pada penderita PTSD,
diantaranya adalah jantung berdebar-debar, sesak nafas, susah tidur, nafsu
makan berkurang, menarik diri dari orang lain, dan menjadi mudah
terkejut (Solichah, 2013).
c. Perubahan Perasaan
Perubahan perasaan yang dapat terjadi pada penderita PTSD yaitu
seperti rasa cemas, selalu merasa curiga, takut yang berlebihan, perasaan
orang lain tidak mengerti akan penderitaanya,penakut, pemarah, rasa sedih
dan bimbang, sampai merasa tak pantas hidup lagi (Arnaudova, 2015).
BAB III
KESIMPULAN
merasa hubungan
sosial
diantaranya
merenggang,
yang
DAFTAR PUSTAKA
Arnaudova, M., Ivan, s., Valery, S., Veronica, I., Petar, Y. 2015. Diagnostic
Challenges In Assessing Post-Traumatic Stress Disorder. J of IMAB.
21(4) : 987-989.
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. Edisi 5. USA: American Psychiatric Publishing.
and
Therapeutic
Challenge.
Deutsches
rzteblatt
Matthew, J. 2000. Risk Factor for PTSD. Ptsd Research Quarterly.11(1) : 1-8.