Kasus 2
Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke unit gawat darurat RS dengan
keluhan nyeri dada sebelah kiri disertai nafas terasa berat.
STEP 1
Keluhan utama : Nyeri dada dan nafas terasa berat
STEP 2
Intoksikasi
idiopatik
Pneumotoraks
spontan
Infeksi
Nyeri dada dan
Nafas terasa
berat
Pneumonia
Perikarditis
Miokarditis
TB Paru
Lain-lain
Angina Pectoris
Trauma
Infark miokard
Pneumotoraks
Hipertensi Heart
Disease
Hematotoraks
Congestive Heart
Failure
Tension
Pneumotoraks
STEP 3
A. Intoksikasi Idiopatik dan Trauma
1. Pneumothoraks
A. Klasifikasi dan Etiologi Pneumotoraks
Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan
klasifikasi pneumothoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai
berikut (American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005):
a. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan adalah setiap pneumothoraks yang
terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun
iatrogenik), ada 2 jenis yaitu :
1. Pneumothoraks Spontan Primer.
Pneumothoraks
spontan
primer
(PSP) adalah
suatu
b. Pneumothoraks Traumatik
Pneumothoraks traumatik adalah pneumothoraks yang
terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan
yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumothoraks traumatik diperkirakan 40% dari semua kasus
pneumothoraks. Pneumothoraks traumatik tidak harus disertai
dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma
tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding
dada adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun
pada saat dilakukan kanulasi vena sentral (American College of
Surgeons Commite on Trauma, 2005).
Berdasarkan kejadiannya pneumothoraks traumatik dibagi
2 jenis yaitu (American College of Surgeons Commite on Trauma,
2005):
1. Pneumothoraks traumatik bukan iatrogenik
parasintesis
dada,
biopsi
pleura,
biopsi
jarum
tekanan
pleura
pada
sisi
hemithoraks
tanpa
aktivitas
(istirahat)
juga
dapat
terjadi
C. Manifestasi Klinis
a. Keluhan Subyektif
1)
2)
3)
4)
D. Pemeriksaan Fisis
Suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah
sampai
menghilang,
resonansi
perkusi
dapat
normal
atau
udara
dari
rongga
pleura
dan
menurunkan
penanganan
pneumothoraks.
Prinsip-prinsip
penanganan
spontan
Nekrosis akibat infeksi
Tuberculosis
Fistula arteri atau vena pulmonal
telangiectasia hemoragik herediter
kelainan vaskular intratoraks nonpulmoner (aneurisma aorta pars
C. Patofisiologi
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paruparu atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda
tajam seperti pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan
pecahnya membran serosayang melapisi atau menutupi thorax dan paruparu. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam
rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah
seseorang (Sudoyo, 2009).
Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan
Intra Alveoler, kolaps terjadi pendarahan. arteri dan kapiler, kapiler kecil ,
sehingga takanan perifer pembuluh darah paru naik, aliran darah menurun.
Hb menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas, tahipnea,sianosis,
tahikardia. Gejala / tanda klinis (Sudoyo, 2009).
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah
didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan
nyeri. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi,
sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di
ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung (Sudoyo,
2009).
10
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang ditemukan pada hematotoraks sesuai dengan
besarnya perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perlu
diperhatikan adanya tanda dan gejala dari instabilitas hemodinamik dan
depresi pernapasan. Adapun gejala dan tanda dari hematotoraks yang lain
adalah sebagai berikut (Sudoyo, 2009):
1) nyeri dada
2) dispneu
3) takipneu
4) takikardia
5) deviasi trakea
6) penurunan suara nafas
7) hiperresonans
8) penurunan vocal fremitus
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto toraks boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil.
Pada kasus hematotoraks terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh
lapangan
paru,
dijumpai
bayangan
air-fluid
level
pada
kasus
11
B. Infeksi
1. Pneumonia
A.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Tabel
1 memuat daftar mikroorganisme dan masalah patologis yang
menyebabkan pneumonia (Sudoyo, 2009).
Tabel 1.Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia
Infeksi Bakteri
S. Pneumonia
Haemophillus influenza
Klebsiella pneumonia
Pseudomonas aeruginosa
Gram-negatif (E. Coli)
Infeksi Atipikal
Mycoplasma pneumoniae
Legionella pneumophillia
Coxiella burnetii
Chlamydia psittaci
Infeksi Jamur
Aspergillus
Histoplasmosis
Candida
Nocardia
Infeksi Virus
Influenza
Coxsackie
Adenovirus
Sinsitial respiratori
Infeksi Protozoa
Pneumocytis carinii
Toksoplasmosis
Amebiasis
Penyebab Lain
Aspirasi
Pneumonia lipoid
Bronkiektasis
Fibrosis kistik
(Sudoyo, 2009)
Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh
adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh,
mikroorganisme
mikroorganisme
dapat
dan
lingkungan,
berkembang
biak
dan
sehingga
berakibat
b.
c.
d.
12
berusaha
untuk
mengeluarkan
berbagai
13
C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran
napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti
dengan demam, menggigil,
D. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat
peningkatan sel darah putih (White blood Cells, WBC)
14
3
biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000- 40.000/mm , jika
disebabkan oleh virus atau mikoplasme jumlah WBC dapat
normal atau menurun. Dalam keadaan leukopenia laju endap
3
darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm , dan protein
reaktif
mengkonfirmasi
infeksi
bakteri.
Gas
darah
intertisial
dan
hiperinflasi.
Pneumonia
yang
b.
memastikan
15
2. Perikarditis
A. Definisi
Pericarditis adalah peradangan pericardium parietalis,
pericardium visceralis, atau keduanya. Pericardium merupakan
suatu kantung fibroserosa yang membungkus, menyangga, dan
melindungi jantung. Respons pericardium terhadap peradangan
bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi pericard), deposisi
fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau
kalsifikasi. (Sudoyo, 2009).
B. Etiologi
Etiologi dari pericarditis sebagai berikut (Sudoyo, 2009):
1) infeksi,
2) penyakit autoimun sistemik,
3) sindrom pasca-infark miokard,
4) kelainan metabolik,
5) kehamilan,
6) trauma,
7) neoplasma,
8) iatrogenik, dan
9) obat-obatan
C. Patofisiologi
Infeksi
Trauma
Neoplasma
Inflamasi Selaput
dll
Jantung
Proses fibrotik
Penebalan
perikardial
Akumulasi cairan
pericardial
Tekanan intrakardial
meningkat
Konstriksi perikardial
16
absorpsi
menyebabkan
suatu
efusi
perikardium.
17
(Sudoyo, 2009)
D. Manifestasi klinis
1) Nyeri dada substernal atau parasternal yang menjalar ke leher
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
bahu punggung
Gesekan perikard
Kardiomegali
Buni jantung melemah
Sesak nafas saat bekerja
Demam dengan suhu 39-400C
Berkeringat
Friction rub (suara tambahan).(Sudoyo, 2009)
E. Pemeriksaan Penunjang
18
diawasi
kemungkinan
terjadinya
komplikasi
(terutama
tamponade jantung).
2) Bila nyerinya hebat mungkin perlu diberikan opium (misalnya
morfin) atau corticosteroid.
3) Obat yang paling sering digunakan untuk nyeri yang hebat adalah
prednisone.
4) Pengobatan lanjutan dari perikarditis akut bervariasi, tergantung
kepada penyebabnya.
5) Penderita kanker mungkin memberikan respon terhadap kemoterapi
(obat anti kanker) atau terapi penyinaran; tetapi biasanya penderita
menjalani pembedahan untuk mengangkat perikardium.
6) Penderita gagal ginjal mungkin akan memberikan respon terhadap
perubahan program dialisayang dijalaninya.
7) Infeksi bakteri diobati dengan antibiotik dan nanah dari perikardium
dibuang melalui pembedahan.
8) Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka pemakaian obat
tersebut segera dihentikan.
9) Aspirin, ibuprofen atau corticosteroid diberikan kepada penderita
yang mengalami perikarditis berulang yang disebabkan oleh virus.
10) Pada beberapa kasus diberikan colchicine.
11) Jika penanganan dengan obat-obatan gagal, biasanya dilakukan
pembedahan untuk mengangkat perikardium (Sudoyo, 2009).
3. Miokarditis
19
Etiologi
Umumnya miokarditis ini disebabkan oleh penyakit akan
tetapi dapat juga disebabkan oleh sebagai akibat reaksi alergi
terhadap obat-obatan serta efek toksik bahan-bahan kimia radiasi
dan infeksi. (Sudoyo, 2009)
Pada miokarditis karena difteri yaitu kerusakan miokardium
disebabkan toksik yang dikeluarkan hasil mikrobakteri. Toksin
akan menghambat sintesis protein dan secara mikroskopis akan
didapatkan miosit dengan infiltrasi lemak serat otot mengalami
nekrosis hialin. (Sudoyo, 2009)
Beberapa organisme dapat menyerang dinding arteri kecil,
terutama
pada
arteri
koronaria
intramuskuler
yang
akan
20
a.
b.
c.
d.
e.
Menggigil
Demam
Anoreksi
Nyeri dada
Dispnea dan disritmia
Menurut Griffith, 1994 tanda dan gejala yang timbul pada
klien dengan miokarditis (Sudoyo, 2009):
a. Letih
b. Napas pendek (cepat dan sesak)
c. Jantung tidak teratur
21
d. Demam
D.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
b.
c.
d.
E.
Penatalaksanaan
Pasien diberi pengobatan khusus terhadap penyebab yang
mendasarinya,
bila
diketahui
(misalnya
penisillin
untuk
22
adalah
penyakit
menular
langsung
yang
ini
termasuk
ordo
Actinomycetalis,
familia
akan
terlihat
berbentuk
manik-manik
atau
granuler
(Djojodibroto, 2014).
Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat
juga menyerang organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis
merupakan mikobakteria tahan asam dan merupakan mikobakteria
aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa
karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri
dan pertumbuhan pada media kultur biasanya dapat dilihat dalam
waktu 6-8 minggu. Suhu optimal untuk tumbuh pada 37C dan pH 6,4-
23
7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60C akan mati dalam waktu 15-20
menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi
sinar ultraviolet. Selnya terdiri dari rantai panjang glikolipid dan
phospoglican yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang melindungi sel
mikobakteria dari lisosom serta menahan pewarna fuschin setelah
disiram dengan asam (basil tahan asam) (Djojodibroto, 2014).
Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia
daripada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya
dan pertumbuhannya yang bergerombol. Mikobakteria ini kaya akan
lipid., mencakup asam mikolat (asam lemak rantai-panjang C78-C90),
lilin dan fosfatida. Dipeptida muramil (dari peptidoglikan) yang
membentuk kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan
pembentukan granuloma; fosfolipid merangsang nekrosis kaseosa.
Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung jawabterhadap sifat
tahan-asam bakteri (Djojodibroto, 2014).
Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor
lingkungan :
1. Faktor host terdiri dari:
a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk terkena TB.
b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki
peran
penting
dalam
aktivasi
makrofag
dan
membatasi
24
Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan
berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan
yang banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena TB. Selain itu sosioekonomi juga berpengaruh terhadap risiko
untuk terkena TB dimana sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih
tinggi untuk terkena TB (Djojodibroto, 2014).
Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah
anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB
positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene
dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan,
penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB
dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah
pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan Basil
Tahan Asam (BTA) positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA
sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi
tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut
terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius (Djojodibroto, 2014).
C. Patogenesis TB paru
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet saluran nafas yang mengandung kuman kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada dalam ruang
alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas
lobus bawah, basil tuberkel membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme
25
26
klinis
dan
kelainan
radiologi
menunjukkan
tuberkulosis aktif.
b.
27
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas.
Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan
(Price&Lorraine, 2013)
E. Gejala Klinis TB paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejalagejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas,
28
maupun
masyarakat
untuk
meningkatkan
cakupan
29
Seorang
petugas
kesehatan
diharapkan
menemukan
tersangka
fisis,
pemeriksaan
bakteriologis,
radiologis
dan
2.
3.
4.
30
ditegakkan. Dikatakan BTA (+) jika ditemukan dua atau lebih dahak
BTA (+) atau 1 BTA (+) disertai dengan hasil radiologi yang
menunjukkan TB aktif. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak
dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB
paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan
dahak
mikroskopis
merupakan
diagnosis
utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur
prosedur diagnostik untuk suspek TB paru (Price&Lorraine, 2013).
31
menjamin
kepatuhan
pasien
menelan
obat,
dilakukan
32
a. Kategori I
1) TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks
terdapat lesi luas.
2) Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 4 RH atau 2
RHZE/6HE atau 2 RHZE/ 4R3H3.
b. Kategori II
1) TB paru kasus kambuh.
Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum
ada hasil uji resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai
dengan hasil uji resistensi.
2) TB paru kasus gagal pengobatan
Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil
uji resistensi (contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).
Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2 RHZES/
1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak
terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE (Djojodibroto, 2014).
3. TB Paru kasus putus berobat.
1. Berobat 4 bulan
BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi
aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan panyakit paru lain. Bila
terbukti TB, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES
/ 1 RHZE / 5 R3H3E3). BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama (Djojodibroto, 2014).
2. Berobat 4 bulan
33
a. Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1
RHZE / 5 R3H3E3).
b. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan
diteruskan.
c. Kategori III
a. TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi
minimal.
b. Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3 (Djojodibroto, 2014).
d. Kategori IV
a. TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada hasil
uji resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan
sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan) (Djojodibroto, 2014).
e. Kategori V
a. MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi
ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup (Djojodibroto, 2014).
Obat-obat TB memiliki efek samping diantaranya :
1. Isoniazid
dapat
mengakibatkan
menyebabkan
mual,
muntah,
kerusakan
dan
hepar
jaundice.
yang
akan
Kadang
dapat
Hasil Pengobatan
Merupakan hasil akhir dari pengobatan penderita TB paru BTA
34
Lain-lain
1.
Angina Pectoris
A. Definisi
Angina pectoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai
denganepisode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di
dada depan. Nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke selsel miokardium dibandingkan kebutuhan mereka akan oksigen.
Nyeri angina dapat menyebar ke legan kiri, kepunggung, ke rahang
atau ke daerah abdomen. (Talbert, 2008)
B.
35
kuantitas
dan
intensitasnya
dengan
atau
tanpa
36
37
bersifat lokal hanya melibatkan satu arteri koroner dan sering terjadi pada
daerah arteri koroner yang mengalami stenosis. (Talbert, 2008)
Penderita dengan Prinzmetals angina biasanya terjadi pada
penderita lebih muda dibandingkan dengan angina stabil ataupn angina
tdiak stabil. Seringkali juga tidak didapatkan adanya faktor risiko yang
klasik kecuali perokok berat. Serangan nyeri biasanya terjadi antara tengah
malam sampai jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat. Pemeriksaan fisik
jantung biasanya tidak menunjukkan kelainan. (Talbert, 2008)
Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan adanya elevasi segmen
ST (kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa didahului depresi
segmen ST sebelum akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga didapatkan
perubahan gelombang T yaitu gelombang T alternan, dan tidak jarang
disertai dengan aritmia jantung. (Talbert, 2008)
C. Epidemiologi Angina Pektoris
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di
Amerika Serikat dan sekitar setengah dari penyakit kardiovaskular yang
sering terjadi adalah penyakit jantung koroner. Angina pectoris merupakan
tanda klinis pertama pada sekitar 50% pasien yang mengalami penyakit
jantung koroner.(Kimble) Angina pectoris dilaporkan terjadi dengan rata
rata kejadian 1,5% tergantung pada jenis kelamin, umur, pasien dan faktor
resiko. Data dari studi Framingharm pada tahun 1970 dengan studi Kohort
diikuti selama 10 tahun menunjukkan prevalensi sekitar 1.5% untuk
wanita dan 4.3% untuk pria berusia 50 59 tahun. American Heart
Association memperkirakan prevalensi angina pectoris mencapai 6,4juta di
tahun 1998. Resiko perkembangan IHD tidak sama di deluruh dunia.
Negara seperti Jepang dan Prancis memiliki perkembangan yang rendah,
sedangkan Finlandia, Irlandia, Skotlandia dan Afrika Selatan rata rata
memiliki perkembangan IHD yang tinggi. (Talbert, 2008)
D. Etiologi Angina Pektoris
Angina pektoris biasanya berkaitan dengan penyakit jantung
koroner aterosklerotik, tapi dalam beberapa kasus dapat merupakan
kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufisiensi atau
hipertrofi
38
klasik
merupakan
angina
pada
saat
melakukan
suatu
Diet (hiperlipidemia)
Rokok
Hipertensi
Stress
Obesitas
Kurang aktifitas
Diabetes Mellitus
Pemakaian kontrasepsi oral
Faktor yang tidak dapat diubah, yaitu:
a. Usia
b. Jenis Kelamin
39
c. Ras
d. Herediter
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
a. Stress atau berbagai emosi amarah akibat situasi yang menegangkan,
mengakibatkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin
dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung
juga meningkat.
b. Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung
c. Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah
mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah
untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat parah, pintasan
darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).
d. Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
E. Patofisiologi Angina Pektoris
Angina pektoris biasanya terjadi ketika kebutuhan oksigen
melebihi suplai oksigen di miokardium. Kondisi patologis yang mendasari
ketidakseimbangan ini adalah adanya aterosklerosis pada satu atau lebih
arteri koroner epicardial (pembuluh konduktansi). Pada pasien dengan
angina stabil kronis, stenosis arteri koroner yang paling banyak adalah
melebihi 70%. Penurunan linear dalam aliran darah koroner terjadi jika
plak menempati lebih dari 80% lumen arteri. Pada titik ini, penurunan
aliran darah tidak sesuai dengan ukuran plak. Aliran darah yang terganggu
dengan lesi aterosklerotik mungkin dipengaruhi oleh disfungsi vasomotor
menyebabkan vasokonstriksi abnormal dan mengakibatkan berkurangnya
suplai darah. Secara fungsional, aliran darah koroner tidak ada ketika lesi
menyumbat lebih dari 95% dari lumen pembuluh darah. (Price, 2013)
Pembuluh darah kolateral bisa memberikan perlindungan melawan
iskemia miokard. Pembuluh ini biasanya sangat kecil dan tidak memiliki
fungsi dalam jantung normal. Jika aliran darah tersumbat, pembuluh
kolateral dapat mengembalikan beberapa aliran darah miokard. Ketika
40
41
dan endothelium. Kandungan oksigen dari darah arteri juga penting. Oleh
karena itu, hematokrit (Hct), hemoglobin (Hb), dan gas darah arteri (ABG)
harus dipantau. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen miokard, kontrol
farmakologis angina diarahkan dengan cara meningkatkan suplai oksigen
melalui vasodilatasi pembuluh darah koroner epicardial. (Price, 2013)
b. Iskemia
Iskemia pada miokardium terjadi ketika ada ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen di miokardium. Ketidakseimbangan
ini sering disebabkan oleh penurunan aliran darah sebagai akibat dari
peningkatan denyut arteri koroner atau pembentukan trombus. Kondisi ini
dikenal sebagai supply ischemia atau low-flow ischemia dan biasanya
terjadi pada saat sindrom koroner akut (ACS) seperti angina tidak stabil
atau MI. Dalam kondisi berbeda, iskemia bisa hasil dari peningkatan
kebutuhan oksigen miokard ketika suplainya tetap. Kondisi ini dikenal
sebagai demand ischemia atau high-flow ischemia dan biasanya ada dalam
pengaturan angina stabil kronis dimana pasien memiliki persediaan tetap
pada miokardium dan menjalani exercise. (Price, 2013)
Meskipun hal itu berguna untuk memudahkan pemahaman tentang
bagaimana iskemia miokard berkembang, pada kenyataannya sebagian
besar pasien baik angina stabil kronis atau ACS berkembang iskemia dari
peningkatan kebutuhan oksigen dan penurunan suplai oksigen. Seperti
yang telah dibahas, pada bagian arteri koroner di mana lesi aterosklerotik
telah berkembang, fungsi vasomotor dari dinding arteri sering mengalami
abnormalitas terhadap disfungsi endotel. Hal ini dapat menyebabkan
vasokonstriksi abnormal dengan memburuknya iskemia yang berlangsung
pada pasien dengan angina stabil kronis. Dalam pengaturan ACS, aliran
darah koroner sering menurun secara akut. Vasokonstriksi koroner bisa
terjadi pada sindrom koroner akut ini juga. (Price, 2013)
c. Intracellular Sodium and Calcium Handling
Penelitian baru-baru ini menyoroti peran arus late sodium current
(INa)
dalam
pengembangan
dan
pemeliharaan
iskemia
miokard.
42
dan
respon
fibroproliferative.
Meskipun
tahap
awal
43
adalah akumulasi lipid (terutama low-density lipoprotein kolesterol [LDLC]) pada dinding pembuluh darah dan oksidasi selanjutnya lipoprotein
LDL. Ini diikuti dengan pengerahan leukosit dan akumulasi pada dinding
pembuluh. Setelah dalam dinding arteri, leukosit dapat mengambil
kolesterol teroksidasi dan menjadi makrofag lemak (sel busa). Ketika
progres
mengeluarkan
sejumlah
besar
matriks
ekstraseluler
(kolagen),
44
CAD,
upaya
penelitian
terus
berusaha
untuk
jenis
kelamin,
wilayah
geografis,
dan kelompok
etnis,
kronis.
Kemajuan
dalam
biologi
vascular
telah
45
dan MI akut, dan pada pasien setelah angioplasti koroner atau bypass
grafting arteri koroner (CABG). (Price, 2013)
46
(Price, 2013)
D. Diagnosis
47
hariannya
seperti
masalah
keuangan,
perkerjaan
dan
48
fisik biasanya
normal
pada
penderita angina
memberikan
informasi
tambahan yang
berguna.
fisik
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering
masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah
mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan
pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina, dapat pula
menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas.
Pada saat serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen
ST dan gelombang T dapat menjadi negatif.(Sudoyo, 2009)
b. Foto rontgen dada
Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal. Pada
pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang
tampak adanya kalsifikasi arkus aorta. (Sudoyo, 2009)
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina
pektoris. Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark
jantung akut sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH.
Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark jantung akut
sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah
seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah
49
50
(1,2)
51
Onset
Drug
Short-acting
Nitroglycerin
Dosage Form
Duration (min)
Usual Dosage
Sublingual (SL)
1030
13
0.40.6 mga,b
(NTG)
NTG
min
Translingual spray 1030
24
NTG
Intravenous (IV)
min
35 minc 12
Long-acting
NTG
Sustained
NTG
NTG
(SR) capsule
Topical ointmente 48 hr
30
12 inches Q 46 hrf
Transdermal patch 4>8 hr 3060 0.10.2 mg/hr to start; titrate
NTG
ISDNg
ISMNh
release48 hr
Transmucosal
36 hr
SL
24 hr
Chewable
24 hr
Oral
26 hr
SR
48 hr
Tab
(ISMO,78 hr
Monoket)
30
6.59 mg Q 8 hr
up to 0.8 mg/hrf
25
13 mg Q 35 hrf
25
2.510 mg Q 24 hrf
25
510 mg Q 24 hrf
1540 1060 mg every 46 hrf
1540 4080 mg Q 68 hrf
3060 1020 mg twice daily (BID)
(morning and midday)
52
812 hr
BIDf
3060 60 mg every day (QD) to
start; titrate to 30120 mg
QD
produksi
monofosfat
siklik
guanosin
(cGMP)
dan
(2)
53
komparatif
antara
long-acting
Usual
Dose
for
hypertension
Hypertension
Hypertension
Nicardipine
Angina
520 mg QD
2.510 mg BID
510 mg QD
(IR2040 mg TID
5, 10 mg ER tab
2.5, 5 mg IR cap
5, 10 mg CR tab
20, 30 mg IR cap
54
Nifedipine
only),
Hypertension
Angina,
3060 mg BID
1030 mg TID
30180 mg QD
2060 mg QD
Hypertension
Nisoldipine
Hypertension
(Sular)
Diphenylalkylamines
Verapamil
Angina,
hypertension,
SVT
tab
30120 mgTID/QID
120240 mg BID
120480 mg Q HS
tab
180, 240 mg DR, ER tab
120, 180, 240, 360 mg
ER cap
100, 200, 300 mg DR,
ER tab
Benzothiazepines
Diltiazem
Angina,
hypertension,
SVT
30120 mg TID/QID
60180 mg BID
tab
60, 90, 120, 180 mg SR
120480 mg QD
cap
120, 180, 240, 300, 360
mg cap
120, 180, 240 mg ER
cap
120, 180, 240, 300, 360,
420 mg ER cap
55
darah/jumlah stenosis) dan fungsi ventrikel. Jika terjadi nyeri dada iskemik
berkepanjangan dan perubahan EKG yang tidak hilang dengan terapi nitrat
atau CCB,mungkin dianggap adanya oklusi total pembuluh darah maka
harus diambil langkah memulihkan aliran darah dengan baik PCI atau
CABG. Coronary artery bypass graft (CABG) merupakan indikasi pada
angina yang sulit dikendalikan, terutama pada obstruksi cabang utama
koroner kiri. (Talbert, 2008)
Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) dan
bedah pintas arteri coroner dapat menurunkan serangan angina klasik.
Dengan PTCA, lesi ateroskerotik berdilatasi dengan bantuan kateter yang
dimasukkan menembus kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan
didorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh darah yang sakit, balon
di dalam kateter digembungkan. Hal ini akan memecah plak dan
meregangkan arteri. (Talbert, 2008)
56
57
durasi latihan pada ETT dan tidak adanya perubahan iskemik pada EKG
atau merusak perubahan hemodinamik.
1) Pengobatan terhadap serangan akut, berupa nitrogloserin sublingual -1
tablet yang merupakan obat pilihan yang bekerja sekitar 1-2 menit dan
dapat diulang dengan interval 3-5 menit.
2) Pencegahan serangan lanjutan:
a. Long-acting nitrate, yaitu ISDN 3 x 10-40 mg oral.
b. Beta blocker: propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.
c. Kalsium antagonis: verapamil, diltiazem, nifedipin, nikardipin, atau
isradipin.
3) Tindakan invasif: Percutaneus transluminal coronary angioplasty
(PTCA), laser coronary angioplasty, Coronary artery bypass grafting
(CABG).
4) Olahraga disesuaikan.
2.
Infark Miokard
Manifestasi Klinik
Keluhan yang paling sering dijumpai adalah awitan baru atau
perburukan sesak napas saat aktivitas, nyeri dada substernum yang terasa
berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher,
rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di
dada. Beberapa faktor yang menentukan bahwa keluhan tersebut
presentasi dari SKA adalah sifat keluhan, riwayat PJK, jenis kelamin,
umur, dan jumlah faktor risiko tradisional (PERKI, 2015).
b.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Elektrokardiogram.
58
59
dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang
(PERKI, 2015).
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG,
misalnya depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang
signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI dapat dipastikan.
Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang
terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada
hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress test dapat
dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri
dada tidak berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka jantung negatif,
dan tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif
meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi UAP
atau NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis SKA
diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan (PERKI, 2015).
2) Marka jantung.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung
tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan
troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan
kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui
nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam menentukan
kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya mempertimbangkan
ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang negatif
pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis infark miokard akut (PERKI, 2015).
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di
dalam darah perifer 3 4 jam setelah awitan infark dan menetap
sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya
menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2. Mengingat troponin I/T tidak
terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang peningkatan marka
60
jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh
laboratorium setempat (PERKI, 2015).
Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat:
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Miokarditis
3. Dissecting aneurysm
4. Emboli paru
5. Gangguan ginjal akut atau kronik
6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
7. Penyakit kritis, terutama pada sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan
CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4
hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai
2 hari (PERKI, 2015).
61
yang
serius, angiografi
koroner disertai
62
akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi
ST, dan IMA dengan elevasi ST.11 Infark miokard akut dengan elevasi ST
(STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2009).
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu
usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang
masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan
toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori
(Sudoyo, 2009).
Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA.
Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan
oleh trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang
sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan
thrombus (Sudoyo, 2009).
a. Patogenesis
Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau
ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri coroner. Penelitian histologis menunjukkan
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika fibrous cap tipis dan inti
kaya lipid (lipid rich core). Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri
atas fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik (Sudoyo, 2009).
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,
aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino
63
pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan
ikatan platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya (Sudoyo,
2009).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel
endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi
protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin (Sudoyo, 2009).
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik (Sudoyo, 2009).
b. Gejala dan Tanda IMA
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum
yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan
ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak
enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada
sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa
jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan
biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi
biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada
sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri
dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus
dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut. Pemeriksaan fisik
menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah)
dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat
adanya STEMI (Sudoyo, 2009).
64
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi
terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan
adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau
cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal
untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada
keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB (Sudoyo, 2009).
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST
dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (Sudoyo, 2009).
1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat
meningkatkan CKMB.
2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang
lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK), Lactic dehydrogenase
(LDH)
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri
dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul
(Sudoyo, 2009).
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10
menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan
keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik
untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
65
d. Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus
berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline)
(Sudoyo, 2009).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet,
memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam
tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan
ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di
masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada (Sudoyo, 2009).
1. Tatalaksana awal
1) Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi
oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2) Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval
5 menit.
3) Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg.
4) Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2
66
5mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4
kali/hari
4) Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek
menggunakan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering
mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaan kursi
komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan
pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200
mg/hari) (Sudoyo, 2009).
3. Penyakit Jantung Hipertensi
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara
5-10% sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung
67
hipertensi sekitar 14,3% dan meningkat menjadi sekitar 39% pada tahun
1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia (Sudoyo, 2009).
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau
diebut sebagai hipertensi primer (hipertensi sesensial atau idiopatik).
Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya
(hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi
hipertensi sekunder dan sangat tergantung dimana angka itu diteliti.
Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu
gangguan sekresi ormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi
sering meninggal dini karena komplikas jantung (yang disebut sebagai
penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan stroke, gagal ginjal,
atau gangguan retina mata (Sudoyo, 2009).
A. Patogenesis
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung
menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohormonal
yang ditandai dengan penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi
konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan
relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri
memacu mekanisme Frank Starling melalui peningkatan volume diastolik
ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhinya akan terjadi gangguan
kontraksi miokard (penurunan/ganggguan fungsi sistolik) (Sudoyo, 2009).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung dan
lain-lain) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis
dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK,
ismekiamiokard dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama
kerusakan miosit pada hipertensi (Sudoyo, 2009).
Evaluasi pasien hipertensi atau penyakit jantung hipertesi ditujukan
untuk:
a. Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder
b. Menetapkan keadaan pra pengobatan
68
69
(Sudoyo, 2009).
Apabila keuangan tidak menjadi kendala, maka diperlukan juga
pemeriksaan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
TSH
Leukosit darah
Tligiserida, HDL, dan kolesterol LDL
Kalsium dan fosfor
Foto toraks
Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini
dan lebih spesifik (95-100%)
70
a. Definisi
Gagal
jantung
kongestif
adalah
ketidakmampuan
jantung
71
menurunnya
kontraktilitas
jantung.
Kondisi
yang
72
(PERKI, 2015)
d. Manifestasi Klinis
73
(PERKI, 2015)
74
(PERKI, 2015)
f. Penegakan Diagnosis
75
(PERKI, 2015)
g. Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah (PERKI, 2015):
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan
bahan farmakologis
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretic diet dan istirahat.
Terapi Farmakologi
1. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
76
STEP 4
A. Anamnesis
1. Idenititas
a. Nama
: Tn.Y
b. Umur
: 45 tahun
c. Pekerjaan : PNS
77
d. Alamat
e. Status
: Perumnas
: Sudah menikah
2. Keluhan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada 3 jam yang lalu. Nyeri dada
seperti tertindih benda berat dan berlangsung kurang lebih 10 menit.
Nyeri timbul pada saat pasien sedang berolahraga dan merasa lebih
baik ketika istirahat. Nyeri menjalar ke bagian leher dan punggung.
Nyeri dada juga disertai dengan rasa sesak dan sesak ini juga membaik
ketika istirahat. Sesak ini tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh. Keluhan
lain yang dirasakan antara lain adalah mual muntah dan keringat
dingin. Pusing,demam, batuk, dan riwayat trauma sebelumnya
disangkal.
Pasien
belum
meminum
obat
untuk
meringankan
keluhannya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama seperti ini sebelumnya disangkal. Pasien
mengatakan bahwa ia mempunyai riwayat tekanan darah tinggi sejak
10 tahun yang lalu dan jarang control ataupun meminum obat. Selain
itu, ia juga mempunyai riwayat hiperkolesterol sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat asma dan penyakit jantung lain disangkal.
c. Riwayat Keluarga
Ayah pasien mempunyai riwayat penyakit jantung
d. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien mengatakan bahwa ia merokok sejak SMA dan menghabiskan
5-10 batang dalam satu hari. Riwayat penggunaan alkohol disangkal.
Konsumsi makanan sehari-hari pasien dikatakan biasa saja, tetapi ia
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
78
7. Hidung
8. Mukosa bibir
9. Leher
10. Thorax
Inspeksi
:
:
Sinistra
Auskultasi
11. Abdomen
Inspeksi
:ICS
III
Linea
Cembung (-)
Spider nervi (-)
Distensi (-)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
12. Ekstremitas
Superior
Inferior
C. Diagnosis awal
STEP 5
Diagnosis banding
Midclavicularis
:
:
:
:
:
:
Unstable angina
NSTEMI
STEMI
STEP 6
Penatalaksanaan awal
:
O2 2-4 Liter/menit kanul nassal
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
Aspirin kunyah 320mg dilanjutkan 1x160 mg p.c.
79
80
Selektivitas Aktivitas
beta
Atenolol
B1
Bisoprolol
Carvedilol
B1
dan
agonis parsial
+
Dosis untuk
angina
50-200
mg/hari
10 mg/hari
2x6,25
mg/hari,
titrasi sampai
maksimum
2x25 mg/hari
Metoprolol
Propanolol
B1
50-
Nonselektif
200mg/hari
2x2080mg/hari
b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena
yang mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir
diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium
berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
81
koroner
baik
yang
normal
maupun
yang
mengalami
boleh
menurunkan
menghalangi
mortalitas
pengobatan
seperti
yang
penyekat
terbukti
beta
atau
Dosis
Sublingual 2,515 mg (onset 5
menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3
dosis
Isosorbid 5
mononitrate
82
mg/hari
Nitroglicerin
(trinitrin, TNT,
mg
Intravena 5-200 mcg/menit
glyceryl trinitrate)
mengatasi keluhan
nondihidropiridin
(long-acting)
dapat
bagi
pasien
dengan angina
vasospastic.
5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediaterelease) tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi
dengan penyekat beta.
83
Penghambat kanal
kalsium
Verapamil
Diltiazem
Nifedipine
GITS
acting)
Amlodipine
2.
Dosis
180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
2.
3.
4.
5.
6.
Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau
heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
84
direkomendasikan)
diindaksikan
apabila
fondaparinuks
atau
Dalam
strategi
yang
benar-benar
konservatif,
pemberian
Antikoagulan
Dosis
Fondaparinuks
Enoksaparin
Heparin tidak
terfraksi
2,5 mg subkutan
1mg/kg, dua kali sehari
Bolus i.v. 60 U/g, dosis
maksimal 4000 U.
Infus i.v. 12 U/kg selama
24-48
3.
jam
dengan
dosis
Anti
target
kolesterol
a) Farmakodinamik
85
86
fibrat
dan
asam
nikotinat
dan
mempengaruhi
diberikan
bersama
obat
yang
menghambat
atau
ketokonazol,
penghambat
protease
HIV,
barbiturat,
griseofulvin,
dan
rifampin
akan
amiodaron
dan
simetidin
yang
akan
87
88
infark
miokard
akut
nampaknya
aspirin
panjang
juga
bermanfaat
untuk
mengurangi
89
dan
merupakan
vasodilator.
Dipiridamol
juga
menghambat
agregasi
trombosit
yang
90
91
92
vaskulitis.
Vasokonstriksi
pembuluh
darah
dapat
yaitu
Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian
bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri
sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada
sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri
sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan
mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan
berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah
(Guyton, 2012).
93
94
kadar
serum
lipid,
faktor psikososial,
adalah
hiperlipidemia.
Hiperlipidemia
adalah
(CPPT)
memperlihatkan
bahwa
penurunan
kadar
Akibatnya
kerja
jantung
bertambah,
sehingga
miokard
berkurang.
Tingginya
kebutuhan oksigen
penyakit
95
dan
2
obesitas dengan IMT > 30 kg/m . Obesitas sentral adalah
obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya
keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan
darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus
tipe II (Sudoyo, 2009).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja,
rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik,
ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko
terkena aterosklerosis (Sudoyo, 2009).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien
yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C
dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol
satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi
resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien
memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Sudoyo, 2009).
c. Patologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian
pembuluh
darah.
Penyakit
ruptur
dan
menyumbat
arteri.
96
Sebaliknya,
produksi
disfungsi
vasokonstriktor,
endotel
justru
endotelin-1,
dan
lemak
menjadi ateroma
matur.
Lapisan
fibrosa
arteri
koroner
segmental
banyak
Lokasi
obstruksi
berpengaruh
terhadap
97
Perfusi
yang
buruk
ke
elektrikal
subendokard
jantung
subtotal
kejadian
iskemia,
terjadi
beragam
+
dan ambilan Na oleh
ketidakseimbangan
suplai
dan
kebutuhan
98
miokard
dapat
bersifat
transmural
dan
tersebut
mencetuskan
peningkatan
kebutuhan
99
karena
Pulsasi
arteri
karotis
jantung
tambahan
(S3
dan
S4),
penurunan
100
bisa
menimbulkan
oklusi
kritis
sehingga
bisa
101
fungsional
infark
miokardium
menyebabkan
fungsional
yang
terjadi
tergantung
pada
102
103
fungsi
dan
struktur
sel.
Miokard
normal
antara
suplai
dan
kebutuhan
oksigen
104
miokard
dapat
(nontransmural).
bersifat
Infark
transmural
miokard
dan
transmural
105
106
Daftar Pustaka
ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with
unstable angina/non ST-elevation myocardial infarction. A
report of the American College of Cardiology/ American
Heart Association Task Force on Practive Guidelines. J Am
Coll
Cardiol.
2007.
available
at
http://content.onlinejacc.org/cgi/content/full/50/7/e1.Circula
tion
Djojodibroto Darmantao. 2014. Respirologi. Jakarta; EGC
Guyton A.C, Hall J.E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11. Jakarta: EGC
Isselbacher. 2008. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Volume 3. Jakarta: EGC
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi
Ketiga. Jakarta: centra Communications
Price Sylvia A and Lorraine M. Wilson. 2013. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Jakarta; EGC
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Kedokteran Edisi VI.
Jakarta:EGC
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta:
Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Talbert, R. L., 2008, Ischemic Heart Disease, In Pharmacotherapy:
A Pathophysiology Approach, McGraw Hill, New York.
107