Anda di halaman 1dari 10

BATIK

Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Keberagaman dan
kekhasan budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung
jumlahnya. Warisan budaya (cultural heritage) merupakan bagian dari keberagaman
dan kekhasan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa di Indonesia. Warisan budaya
dapat pula ditafsirkan sebagai bagian inti dari jati diri suatu bangsa. Dengan kata lain,
martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya yang mencakup unsur-unsur
yang ada di dalamnya
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang juga merupakan
identitas bangsa. Dewasa ini, kehadiran batik sudah mendapat penghormatan dari
dunia internasional. Batik tidak hanya dapat ditemukan di Indonesia, tetapi juga dapat
ditemukan di beberapa negara lain. Namun demikian, jika ditanya mengenai batik yang
unik (dalam hal proses pembuatan batik tradisional) dan berkarakter (dalam hal motif
dan pakem), jawaban yang pasti adalah batik Indonesia. Sebagai sebuah warisan
budaya bangsa Indonesia, batik mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Perkembangan itu membuat eksistensi batik sebagai bagian dari identitas bangsa
semakin kuat di tengah masyarakat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memungkinkan terjadinya sebuah
inovasitermasuk

di

Indonesia.

Selain

itu,

hadirnya

inovasi

tersebut

juga

mencerminkan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia yang unggul dan
berdaya saing. Mereka telah berpikir secara kreatif tentang cara menghasilkan sesuatu
secara inovatif dan tetap mengangkat serta menonjolkan warisan budaya bangsa.
Batik-batik di Indonesia pada umumnya merupakan buah karya para pembatik yang
memiliki keterampilan membatik secara turun-temurun. Para pembatik mengikuti kaidah
yang diajarkan orang tua atau pendahulunya, mulai dari kegiatan mendesain, menulis
(untuk batik tulis) atau mencetak (untuk batik cap), hingga proses akhir sampai
dihasilkannya kain batik yang indah. Kegiatan tersebut begitu sederhana dan tidak
menggunakan rumus, teori, atau teknologi yang canggih.

Secara tidak sadar, nenek moyang bangsa Indonesia ternyata telah berpikir secara
sistematis. Hal ini terlihat dari motif batik yang dihasilkannya, yang ternyata dapat
dihitung dimensi fraktalnya. Menurut Muhamad Lukman,motif-motif batik Indonesia
merupakan perwujudan dari sistem fraktal, yaitu suatu sistem di alam semesta ini yang
memiliki prinsip utama iterasi (pengulangan). Dari kenyataan itu, motif batik Indonesia
dapat diteliti dari sudut sains (matematika)
Konsep Batik, Inovasi, dan hubungannya dengan Kebudayaan
Pada dasarnya, seni batik termasuk seni lukis dengan menggunakan alat yang
dinamakan canting. Batik adalah lukisan atau gambar pada kain mori yang dibuat
dengan menggunakan alat bernama canting. Hasil dari proses membatik adalah
terciptanya sebuah produk yang disebut batik atau batikan yang berupa macammacam motif.
Batik memiliki ragam hias yang bervariasi. Beberapa ragam hias tersebut; ragam
hias Merak Ngibing (Indramayu dan Garut), Fajar Menyingsing (Madura), Merak Merem
(Jambi), Semen Gurdo (Cirebon), Tambal (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, dan
Cirebon), Parang Rusak Barong (Yogyakarta), Kawung Prabu (Yogyakarta), Limar
(Solo), dan lain sebagainya. Ragam hias batik yang bervariasi tersebut umumnya
dipengaruhi oleh: (1) letak geografis daerah pembuat batik yang bersangkutan; (2) sifat
dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan; (3) kepercayaan dan adat istiadat
yang ada di daerah yang bersangkutan; (4) keadaan alam sekitarnya, termasuk flora
dan fauna; dan (5) adanya kontak atau hubungan antardaerah.
Meskipun hingga sekarang belum dapat dipastikan asal-usulnya, kata batik
dianggap berasal dari bahasa Jawa, yaitu ambatik (menggambar atau menulis). Ada
dua pendapat tentang asal-usul batik. Pendapat pertama, adanya kecenderungan
untuk mengatakan bahwa di Mesir pada abad VI telah terdapat kain batik dan pada
akhirnya menyebar ke Jazirah Afrika. Ada bukti bahwa orang Mesir dan Persia
memakai pakaian batik dalam relief-relief yang terdapat pada piramida. Pendapat
kedua, berdasar pada bukti arkeologis yang menyatakan bahwa orang India, Cina,
Jepang, dan negeri lain di Asia Timur juga telah mengenal batik. Namun demikian, ada

fakta yang jelas bahwa batik telah ada di Jawa pada abad XII sebagai bagian penting
dari kebudayaan dan ekonomi Kerajaan Majapahit
Dalam perkembangan awal di Indonesia, batik beredar di lingkungan keraton
sebagai perhiasan dari istri raja. Dari keraton, batik lalu dikenal sebagai barang
istimewa yang menunjukkan status tinggi pemakainya. Dalam sejarah nasionalisme
Indonesia, batik menjadi pakaian nasional yang digunakan oleh perempuan dan lelaki
untuk membedakan dengan bangsa Barat (kaum kelas satu) yang umumnya
berpakaian kemeja dan jas serta bangsa Timur lain (kaum kelas dua) yang umumnya
menggunakan pakaian khas mereka
Sebagai warisan budaya, batik lahir dari keluhuran spiritual yang mengandung nilainilai filosofis tersendiri, khususnya bagi masyarakat Jawa. Orang Jawa percaya bahwa
untuk mencapai kebaikan dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan antara manusia,
lingkungan, dan alam. Keyakinan tersebut perlu diwujudkan dalam budaya material
yang dihasilkan dan dikembangkan dalam lingkungan keraton, termasuk dalam proses
pembuatan batik. Sofistikasi teknik, makna simbolik, dan aspek spiritual batik juga
menyebar ke luar keraton.

Batik farktal
Batik fraktal merupakan penemuan Pixel People Project Research and Design
(PPPRD), sebuah kelompok riset dan desain di Bandung. Kelompok ini didirikan Nancy
Margried, Muhamad Lukman, dan Yun Hariadi pada tanggal 14 Februari 2007. Setelah
dilakukan penelitian yang mendalam oleh PPPRD, batik ternyata memiliki dimensi
fraktal. Istilah fraktal sebelumnya hanya dikenal dalam bidang matematika dan fisika.
PPPRD memfokuskan perhatiannya pada riset dan desain. Hasil yang sudah
dicapai adalah batik fraktal dan furniture dengan motif fraktal. Dalam tulisan ini, penulis
hanya memfokuskan perhatiannya terhadap batik fraktal.
Kreativitas gemilang dari PPPRD mendapat penghargaan dari United Nations
Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) di bidang kebudayaan pada
awal Oktober 2008. Penilaian UNESCO tersebut terfokus pada argumen bahwa batik
fraktal dan furniture dengan motif batik fraktal memiliki kualitas tinggi dan berpotensi
besar di pasar internasional.

Batik fraktal merupakan batik yang didesain dengan menggunakan prinsip (rumus)
fraktal. Dengan kata lain, batik fraktal adalah motif batik tradisional yang ditulis ulang
secara matematis. Penulisan ulang yang telah dimodifikasi lebih kompleks (diubah
formulanya) dapat menghasilkan motif yang baru atau berbeda. Pada dasarnya, itu
semua terkait dengan bahasa pemprograman.
Kata fraktalberasal dari kata fractusmemiliki arti pecahan yang menunjukkan
bahwa sifat angka yang ditunjukkan selalu bersifat pecahan (bukan bilangan bulat).
Fraktal merupakan fenomena matematika dalam alam, kebudayaan, dan anatomi
manusia yang juga berkembang menjadi ilmu matematikayang juga dimanfaatkan
dalam ilmu lain. Fraktal berpusat pada pengulangan (iteration) dan kesamaan diri (self
similarity).
Sebelum menerapkan motif batik fraktal, dalam pembuatan batik fraktal dan
furniture fraktal, PPPRD melakukan penelitian terhadap batik dengan pendekatan
fraktal. Penelitian tersebut menemukan kesimpulan akhir bahwa batik itu sendiri
membawa karakteristik fraktal sebenarnya. Kompleksitas

fraktal muncul karena

kepatuhan pada pakem (arti simbolis, harmoni dan simetri) dan pembatasan media
(canting dan lilin). Karena dapat dibahasakan secara matematis, lebih jauh, Pixel
People Project mengembangkan perangkat lunak batik fraktal. Program berbasis Java
ini memudahkan seseorang untuk mengembangkan motif batik dalam formula fraktal
(bersifat fleksibel). Hasil desainnya lalu disimpan dalam format png (Lukman,
Muhamad, dkk., 2007: 25).
Sebelum membuat batik fraktal, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengukur
DNA batik tersebut. Kita harus mengukur keteraturan motif dan ciri khas batik dengan
menggunakan alat yang disebut dimensi fractal. Hasil pengukuran tersebut selanjutnya
disebut DNA batik.
Sebagai contoh, motif parang rusak dari Yogyakarta ditransformasikan dalam rumus
matematika fraktal dengan bahasa L-System. Rumus tersebut kemudian dimodifikasi
dengan mengubah parameter-parameternya sehingga menghasilkan rumus yang lebih
kompleks dan rumit. Selanjutnya, rumus tersebut diolah dengan program JBatik,
sebuah aplikasi yang dibangun dengan basis open source software.

Pengerjaan Batik Fraktal oleh Pembatik Tradisional


Proses akhirnya masih mempertahankan proses tradisional, yaitu dengan cap atau
canting. Para pembatik tradisional itu tentu tetap menggunakan malam (semacam tinta
untuk menulis batik). Setelah proses tersebut, pewarnaan dapat dilakukan dengan cara
pencelupan. Pembuatan batik dengan menggunakan rumus fraktal ini dapat memberi
varian-varian desain baru yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh kita.
Batik fraktal merupakan bentuk inovasi, khususnya dalam tataran discovery. Batik
fraktal berawal dari sebuah ide kreatif yang diejawantahkan dalam bentuk konkret, yaitu
produk batik fraktal. Pada dasarnya, batik fraktal dapat saja berubah menjadi sebuah
invention jika telah terjadi pengakuan, penerimaan, dan penerapan terhadap penemuan
baru tersebut dalam masyarakat. Jika pengurusan copyright dan trademark oleh
PPPRD selesai diurus, bukan tidak mungkin batik fraktal akan berubah menjadi sebuah
invention di tengah-tengah masyarakat.
Batik sebagai warisan budaya (cultural heritage) yang memiliki keluhuran nilai-nilai
memberikan inspirasi terhadap PPPRD. Dengan demikian, PPPRD mulai melakukan
penelitian secara serius terhadap batik. Batik ditelaah secara matematis. Kesimpulan
akhir yang mereka dapat adalah batik memiliki dimensi fraktal. Berdasarkan kesimpulan
akhir tersebut, PPPRD membuat sebuah perangkat lunak yang bernama JBatik (Java
Batik) yang berbasis open source software. Perangkat lunak tersebut menggunakan
bahasa pemprograman java yang cenderung lebih fleksibel. Setelah adanya perangkat
lunak tersebut, PPPRD mulai menciptakan beragam motif batik fraktal.
PPPRD telah berhasil melakukan sebuah kompromi antara wilayah klasik dan
wilayah modren. Wilayah klasik tentu saja diwakili oleh batik sebagai warisan budaya,
sedangkan wilayah modern diwakili oleh sains. Hasil inovasi yang masih bertaraf
discovery tersebut tercermin melalui produk yang dihasilkan PPPRD, yaitu batik fraktal.

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, terlihat berbagai manfaat positif dapat terasa melalui
pengembangan potensi batik fraktal. Hal itu antara lain: manifestasi dari keunggulan
tingkat intelektualitas seseorang yang dapat menghasilkan sesuatu yang inovatif yang
berbasis pada warisan budaya dan sains, variasi motif batik yang tidak monoton, zaman
dulu, pembuatan batik hanya dapat dikerjakan secara manual, tetapi sekarang
pengerjaannya dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi komputer. Pada akhirnya,
hal itu akan menimbulkan standardisasi pembuatan batik; menghemat waktu dan
tenaga; ada pendokumentasian yang baik karena penggunaan komputer yang
terprogram; menunjang perekonomian negara yang berasal dari sektor industri kreatif.
PPPRD harus menyebarkan batik fraktal ke masyarakat luas. Caranya adalah
memikirkan cara agar batik fraktal dapat menjadi salah satu ikon dari kota Bandung.
Proses itu tidaklah mudah karena batik fraktal sendiri masih dalam proses pematenan.
Oleh karena itu, diperlukan usaha dan kerja keras untuk mewujudkannya.
Pada akhirnya, hal yang dapat diambil dan direnungkan bersama dari kehadiran
batik fraktal adalah pencarian makna keindonesiaan yang dinamis; dapat pula berpijak
pada khazanah warisan budaya klasik yang ada di Indonesia. Indonesia adalah bangsa
yang kaya akan warisan budaya dan sudah menjadi kewajiban kita untuk mengangkat
kembali berbagai warisan budaya tersebut. Salah satu cara pengangkatan warisan
budaya tersebut adalah dengan cara inovasi budaya dan menggabungkannya ke arah
yang berbeda.

Daftar Pustaka
Alfian. 1986. Transformasi Sosial Budaya dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: UI
Press.
Amri, Arfi Bambani. Matematika di Batik Fraktal. http://airblogspot.com
Besari, M. Sahari. 2008. Teknologi di Nusantara: 40 Abad Hambatan Inovasi.
Jakarta: Salemba Teknika.
Djoemena, Nian S. 1990. Ungkapan Sehelai Batik: Its Mystery and Meaning.
Jakarta: Djambatan.
Umam, Zacky Khairul. 2007. Keunggulan Batik Sebagai Warisan Budaya:
Pendekatan

Industri Budaya Untuk Masa Depan Pelestarian Tradisi

dan

Daya Saing Bangsa dalam Pesona Batik: Warisan Budaya yang Mampu Menembus
Ruang dan Waktu. Jakarta: Yayasan Kadi, Indonesia.
Haldani,

Achmad.

2007.

Estetika

Batik

Tradisional

dan

Potensi

Pengembangannya dalam Seminar Internasional Generative Art. Milan.


Hamzuri. 1989. Batik Klasik. Jakarta: Djambatan.
Kadiman,

Kusmayanto.

Batik

Fraktal,

Teknologi

Mewariskan

Ruh

Batik.

http://ristek.go.id
Kitley, Philip. 1986. Modern Techniques in Batik Art. Queensland: Darling

Downs

Institute Press.
Pambudy, Ninuk Mardiana. Batik Era Baru dengan Fraktal. http://kompas.com
Koentjaraningrat. 1986. Peranan Local Genius dalam Akulturasi dalam
Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta: Pustaka Jaya..
Lukman, Muhamad, Yun Hariadi, dan Achmad Haldani Destiarmand. 2007.
Fraktal: Traditional Art to Modern Complexity merupakan
dalam 10th

bahan

Batik

presentasi

Generative Art International Conference di Milan, Italia.

Mandelbrot, Benoit B. 1983. The Fractal Geometry of Nature. New York: W.H.
Freeman and Company.
Mardimin, Johanes (ed.). 1994. Jangan Tangisi Tradisi: Transformasi Budaya
Menuju Masyarakat Indonesia Modern. Yogyakarta: Kanisius.

Siswadi, Anwar dan Sapto Pradityo. 2008. Batik Rumus Matematik dalam
edisi 17 Desember 2008. Jakarta: Tempo.

BRENDA KUSUMASTUTI MAULIDINA


(1301021835)
02 PGU

Tempo

BEBERAPA CONTOH GAMBARNYA :

Merak Ngibing (Indramayu dan Garut)

Semen Gurdo (Cirebon)

Tambal (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, dan Cirebon), Kawung Prabu (Yogyakarta)

Anda mungkin juga menyukai