PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman dapat tumbuh apabila terdapat faktor- faktor yang mendukungnya.
Faktor tersebut terdiri dari faktor abiotik seperti : radiasi matahari, air, suhu,
angin, kondisi atmosfer, serta tanah. Sedangkan untuk faktor biotik yang
berupa organisme lain sejenis atau yang berlainan jenis dengan tanaman yang
ditanam yang berinteraksi dengan tanaman budidaya. Tanah yang merupakan
salah satu unsur faktor abiotik memiliki peranan penting untuk tanaman,
karena selain media tumbuh, tanah juga sebagai tempat dimana akar tanaman
dapat menyerap air dan unsur hara, sebagai filter untuk tanaman yang tumbuh
diatasnya bila terjadi kontaminan..
Tanah merupakan bagian dari regolith yang terdapat campuran bahan
organik dan mineral, yang terbentuk karena adanya proses alam. Tanah
terbentuk karena pelapukan batuan yang dipengaruhi iklim, topografi, bahan
induk, organisma dan waktu. Kelima faktor ini yang menyebabkan tanah
mempunyai sifat yang berbeda- beda.
Tanah memiliki sifat fisika, kimia dan sifat biologi. Ketiga sifat ini saling
berhubungan dan slaing mempengaruhi satu sama lain. Ketiga sifat ini
digunakan untuk mendeskripsikan tanah agar dapat mengetahui ciri- ciri
tanahnya dan tingkat kesuburannya. Apabila salah satu sifat tidak sesuai
dengan standarnya, maka sifat lain akan terganggu dan akan menurunkan
kualitas tanah dan juga tanaman yang tumbuh diatasnya.
Dasar ilmu tanah merupakan suatu ilmu yang mempelajari mengenai
dasar- dasar ilmu tanah secara fisika, kimia, dan biologinya, hal ini sebagai
indikator tanah yang baik untuk lahan pertanian. Tanah dapat dikatakan
sebagai tanah sehat atau berkualitas apabila memiliki sistem drainase dan
aerasi yang baik, sistem permeabilitas tanha itu sendiri.
Upaya untuk mendapatkan tanah yang sehat dan berkualitas untuk lahan
pertanian yang dapat menghasilkan produksi tanaman yang berkualitas dapat
dilakukan dengan mengoptimalkan proses- proses seperti yang dijumpai pada
tanah alami yang terdapat pada vegetasi hutan. Dengan demikian, tanaman
yang di tanam pada tanah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara baik
sesuai yang diinginkan.
Pada fieldtrip yang telah dilakukan di Desa Torongrejo, Kota Batu. Telah
dilakukan pengamatan sifat- sifat tanah, mulai dari sifat fisik, sifat kimia dan
juga sifat bilogi tanah. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui tingkat
kesuburan tanahnya untuk mempotensialkan lahan dalam pengelohan dan
pemanfaatanya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan akhir praktikum lapang ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui hubungan kondisi biofisik dan fisiografi terhadap tingkat
biodiversitas tanah.
2. Mengetahui hubungan pengelolaan dan penggunaan lahan terhadap
tingkat kesuburan tanah.
3. Untuk menganalisis hasil deskripsi dan klasifikasi profil tanah.
4. Mengetahui pengaruh sifat fisik, kimia, dan biologi serta morfologi
tanah terhadap bahaya erosi dan longsor.
BAB II
METODOLOGI
2.1
2.2
Cangkul
Sekop
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Form pengamatan
Meja dada
Alat tulis
Camera
Pisau lapang
Buku munsell
colour chart
Meteran (roll meter)
1,5 m
Sabuk profil
(meteran berukuran
lebar 3-5 cm,
panjang 3 meter)
Klinometer
Kompas
9.
10.
11
12
:
:
:
:
:
:
:
:
digali
Untuk panduan fieldtrip
Alas untuk menulis
Untuk menulis
Untuk dokumentasi
Untuk menentukan horizon tanah
Untuk menentukan warna tanah tiap
horizon tanah
:
:
Bahan
1.
2.2.2
Botol Air
Form pengamatan
Meja dada
Alat tulis
Camera
Plastik
Bahan
:
:
:
:
:
:
1.
2.
Air
Tanah di lokasi
:
:
fieldtrip
2.2.3
Plot pengamatan
Pasak
Form pengamatan
Meja dada
Alat tulis
Camera
Plastik
:
:
:
:
:
:
:
Bahan
1.
2.
Seresah
Tanah di lokasi
:
:
fieldtrip
2.2.4
1.
2.
Ph meter
Fial film
:
:
3.
4.
5.
6.
7.
Plastik
Form pengamatan
Meja dada
Alat tulis
Camera
:
:
:
:
:
Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Air
Sampel tanah
Tanaman sengon
Tanaman jagung
Tanaman seledri
Tanaman ketela
pohon
Tumbuhan X
Tumbuhan Y
:
:
:
:
:
tanah
Sebagai objek pengamatan
Sebagai objek pengamatan
Sebagai objek pengamatan
Sebagai objek pengamatan
Sebagai objek pengamatan
:
:
2.3
Langkah-langkah Pengamatan
2.3.1
Warna
Tekstur
Konsistensi
Siapkan
colour
chart
Catat hasil
dan
dokumentasikan
2.3.2
2.3.3
2.3.4
BAB III
KONDISI UMUM WILAYAH
3.1
Kondisi Biofisik
3.1.1
Tingkat Pengolahan
Menurut Musa et al (2006) dalam Habibi et al (2013) pengolahan
tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok adalah menyiapkan tempat tumbuh
bagi bibit tanaman, daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa
tanaman dan memberantas gulma.
Tingkat pengolahan lahan di Desa Torongrejo dapat diartikan baik,
karena pada lahan tersebut dibuat lahan terassering sehingga dapat
menurunkan potensi terjadinya erosi.
3.2
Kondisi Fisiografis
Hasil pengamatan kondisi fisiografis lahan pertanian Desa torongrejo
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Deskripsi
4.1.1
Fisiografi
Dari data yang diperoleh di lingkungan desa Torongrejo ini
11
kemiringan 11o dan arah lerengnya 120 dari utara.Menurut Arsyad (1989)
kemiringan lereng berpengaruh pada tingkat erosi yang terjadi.
Berdasarkan pengamatan dilahan terdapaterosi percik dan alur. Erosi
percik merupakan penghancuran agregat-agregat tanah oleh jatuhnya air
hujan ke permukaan tanah dengan kecepatan butir hujan tertentu
(Utomo,1994). Sedangkan erosi alur terjadi karena dipengaruhi oleh
kecepatan aliran permukaan dalam mengangkut partikel-partikel tanah.
Di lahan vegetasi utamanya berupa singkong. Menurut Utomo
(1994), fungsi vegetasi disini adalah melindungi permukaan tanah dari
tumpukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil
diameter air hujan), menurunkan kecepatan dan volume air larian,
menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran
dan seresah yang dihasilkan dan mempertahankan kemantapan kapasitas
tanah dalam menyerap air. Semakin padat pertanaman maka semakin besar
hujan yang terintersepsi sehingga erosi akan menurun. Selain itu, sistem
perakaran dapat mengurangi erosi yaitu sistem perakaran yang luas dan
padat dapat mengurangi erosi. Drainase pada lahanberjalan dengan baik
begitu juga dengan permebealitasnya juga cepat, maka kemungkinan
terjadinya banjir dan longsor tidak ada. Pengolahan lahan menerapkan
pengairan tadah hujan sehingga tanah mampu menampung air agar tidak
tergenang. Penggunaan lahan pada daerah ini digunakan sebagai lahan
agroforesti pertanian yang tutupan lahannya berupa talas, pisang , pohon
besar, dan rerumputan.
4.1.2
Morfologi Tanah
Tabel 1. Morfologi Tanah
Penampang
Simbol dan
Deskripsi
Kedalaman
Horizon (genetik)
(0-16 cm)
10 YR 3/3
Struktur :Gumpal
Membulat
12
berpasir
Konsistensi
- Lembab : Sangat
-
teguh
Basah :
- Kelekatan : agak
lekat
- Plastis : agak
Gambar 1.
Sabuk Profil
(17-28 cm)
plastis
10 YR
Struktur : Gumpal
membulat
Tekstur : liat berpasir
Konsistensi
- Lembab : Gembur
- Basah :
- Kelekatan : Agak
-
lekat
Plastisitas :
Plastis
(29-39cm)
10 YR 3/3
Struktur : Gumpal
Membulat
Tekstur : Lempung
Berliat
Konsistensi :
- Lembab : Teguh
- Basah :
- Kelekatan : Agak
-
lekat
Plastisitas : Agak
Plastis
13
(40-49 cm)
10 YR
Struktur : Gumpal
Bersudut
Tekstur : Lempung liat
berdebu
Konsistensi :
- Lembab : Teguh
- Basah :
- Kelekatan : Agak
-
lekat
Plastisitas : Agak
plastis
(50-80 cm)
10 YR 2/2
Struktur : Gumpal
Bersudut
Tekstur : Liat Berpasir
Konsistensi
- Lembab : Sangat
-
gembur
Basah :
- Kelekatan: Lekat
- Plastisitas: Tidak
plastis
4.2
Hasil Pengamatan Sifat Fisik, Biologi dan Kimia Tanah (pada semua
titik)
4.2.1
4
5
6
Sifat fisik
Struktur
Tekstur
Konsistensi
Lembab
Basah
Permeabilitas
Drainase
Pemadatan tanah
14
Gumpal membulat
Lempung berliat
Remah
Plastis
Cepat
Baik
Sedang
4
5
6
Sifat fisik
Struktur
Tekstur
Konsistensi
Lembab
Basah
Gumpal Membulat
Lempung
Remah
Kelekatan : sangat lekat
Plastisitas : plastis
Cepat
Lambat
Tinggi
Permeabilitas
Drainase
Pemadatan tanah
4
5
6
Sifat fisik
Struktur
Tekstur
Konsistensi
Lembab
Basah
Gumpal membulat
Lempung
Lekat , Agak plastisitas
Permeabilitas
Drainase
Pemadatan tanah
Cepat
Baik
Sedang
Gembur
Kelekatan: Lekat
Plastisitas: Agak plastis
Tingkat
Sedang
Sub titik 1
Pada permukaan lahan
terdapat cekungan. Upaya
yang dapat dilakukan
dengan menanam rumput
atau tanaman kecil lain di
sekitar lahan yang
digunakan (sepanjang
Alur
Sedang
15
Percikan
Sedang
Percikan
Sedang
yang kosong)
Sub titik 3
Pada permukaan lahan
terdapat cekungan. Upaya
yang dapat dilakukan
dengan menanam rumput
atau tanaman kecil lain di
sekitar lahan yang
digunakan(sepanjang lahan
Alur
Sedang
yang kosong)
Pada permukaan lahan
terdapat bekas jalur air
yang membekas.
4.2.2
Pengukuran Biodiversitas
Tabel 6. Sub titik 1 (Singkong)
Jenis penggunaan lahan : Tegal
No
1.`
Pengamatan
Vegetasi :
Singkong
Rumput X 1
Rumput X 2
Rumput X 3
Jumlah
Frame 1
Sedikit
Sedang
Banyak
Sedang
16
Frame 2
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak
2.
3.
4.
Rumput X 4
Seresah :
Makro Organisme :
Kascing
Banyak
Sedikit
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Sedikit
Tidak Ada
Tidak Ada
2.
3.
4.
Jumlah
Pengamatan
Frame 1
Vegetasi :
Tumbuhan x
Jagung
Rumput x
Seresah :
Makro Organisme :
Semut
Kascing
Frame 2
Sedang
Banyak
Banyak
Banyak
Sedikit
Banyak
Banyak
Banyak
Sedikit
Sedang
Tidak ada
Sedikit
2.
3.
4.
4.2.3
Jumlah
Pengamatan
Vegetasi :
Seledri
Krokot
Rumput Teki
Serasah
Makro Organisme :
Orong Orong
Ulat
Kascing
Frame 1
Frame 2
Banyak
Banyak
Sedang
Banyak
Sedang
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sedikit ( 1 )
Sedikit ( 1 )
Sedikit
Sedikit
Tidak Ada
Sedikit
Sub titik
1
2
3
Penggunaan lahan
Singkong / sengon
Jagung
Seledri
17
pH
4,26
4,32
5,601
No
Tanaman
Gejala
Kekurangana /
kelebihan unsur
Sub titik 1
1.
Singkong
Kekurangan unsur
terdapat nekrosis
hara K
Sub titik 2
Klorosis pada antar
tulang daun tua
Pinggir daun tua
2
berwarna ungu
Klorosis dan
Jagung
Defisiensi N
Defisiensi P
Defisiensi K
Defisiensi N
Seledri
Defisiensi K
kriting
4.3
18
Ditinjau dari kondisi biofisik pada lahan tadah hujan dan lahan semusim
dapat kita bandingkan melalui 3 aspek yaitu sifat fisika tanah, kimia tanah, dan
biologi tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan melalui sifat fisika tanah, dapat
disimpulkan bahwa tanaman singkong yang berada pada lahan tadah hujan
memiliki tingkat erosi yang hampir sama dengan tanaman jagung dan seledri yang
termasuk tanaman semusim dimana tanaman singkong dan seledri memiliki
tingkat erosi percikan dan alur sedangkan pada tanaman jagung hanya memiliki
tingkat erosi percikan.
Menurut Hudson (1976) dalam
erosi dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan kemiringan lahan. Erosi juga
ditentukan oleh sifat hujan, sifat tanah, derajat dan panjang lereng, adanya
penutup tanah berupa vegetasi dan aktifitas manusia dalam hubungannya dengan
pemakaian dan pengelolaan tanah.
Zachar (1982) menyatakan bahwa apabila tekuk lereng semakin besar
maka koefisien aliran dan daya angkut meningkat, kestabilan tanah dan kestabilan
lereng menurun, erosi percik meningkat dan perpindahan material tanah lebih
besar. Kedua faktor tersebut merupakan pemicu terjadinya erosi.
Berdasarkan literatur diatas, dapat kita ketahui bahwa vegetasi dan
kemiringan lereng memang berpengaruh terhadap erosi yang terjadi. Hal ini
sesuai dengan hasil pengamatan dimana lahan tadah hujan yang ditanami tanaman
singkong dan sengon serta lahan semusim yang ditanami jagung dan seledri samasama memiliki erosi percikan. Namun, pada lahan yang ditanami singkong dan
sengon serta seledri juga memiliki jenis erosi alur sedangkan pada lahan jagung
hanya terdapat erosi percikan. Hal ini disebabkan karena pada tanaman sengon
terdapat bekas kikisan air hujan sehingga memungkinkan untuk terjadinya erosi
alur.
Tanaman sengon merupakan tanaman yang tinggi dengan tajuk yang lebar,
sehingga terdapat jarak yang cukup jauh antar pohon sengon di lahan.
Kekosongan jarak antar tanaman ini ditanami tanaman singkong. Namun,
penanaman singkong ini tidak terlalu membantu terhadap peminimalisiran erosi
karena tanaman sengon memiliki permukaan daun yang kecil sehingga ketika air
hujan turun, hanya sebagian kecil air hujan yang tertampung pada permukaan
LAPORAN FIELDTRIP DASAR ILMU TANAH 2014
19
daun dan lebih banyak bagian yang jatuh langsung ke tanah dan kerapatan
tanaman singkong pun tergolong rendah sehingga terjadilah erosi percikan dan
alur pada lahan yang ditanami sengon dan singkong.
Pada tanaman seledri yang tergolong tanaman yang rendah dan memiliki
permukaan daun yang kecil terdapat erosi percikan dan alur. Ketika hujan turun,
air tidak dapat tertampung oleh daun sehingga air langsung jatuh mengenai tanah.
Hal ini menyebabkan lahan yang ditanami seledri memiliki jenis erosi percikan
dan alur.
Ditinjau dari sifat biologi tanah, dapat diambil kesimpulan bahwa pada
lahan tadah hujan tidak ditemukan makroorganisme seperti cacing. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Pirngadi dan Mahkarim (2006) Lahan sawah tadah hujan
umumnya tidak subur (miskin hara), sering mengalami kekeringan sehingga
agroekosistem ini disebut juga sebagai daerah miskin sumber daya. Berdasarkan
hal tersebut maka dapat dimengerti mengapa pada lahan tadah hujan lokasi
pengamatan tidak ditemukan makroorganisme, karena lahan tadah hujan tersebut
miskin unsur hara yang merupakan makanan bagi makroorganisme. Sedangkan
pada lahan semusim ditemukan makroorganisme seperti semut, orong-orong dan
kascing. Dengan adanya kascing di permukaan tanah menandakan aktivitas
makroorganisme seperti cacing. Seresah pada lahan tadah hujan memiliki jumlah
yang sedikit daripada lahan semusim, hal tersebut sangat berpengaruh dengan
keberadaan makro dan mikro organisme di lahan tersebut.
Peninjauan dari sifat kimia diamati dari sisi defisiensi unsur hara dan pH
tanah. Dalam Wijayani et al (2004) apabila tanaman kahat kalium, daun paling
bawah berubah warna jadi coklat bercak-bercak gelap dan dalam keadaan parah
daun menjadi keriting. Hal ini sesuai dengan keadaan yang terjadi pada tanaman
lahan tadah hujan, yaitu singkong. Oleh karena itu disimpulkan bahwa pada
tanaman singkong terdapat gejala kekurangan unsur K. Menurut Maschner (1986)
dalam Wijayani et al (2004) tanaman yang kahat nitrogen, pertumbuhannya
lambat, daun pucat dan tidak hijau berseri warnanya. Bila kekurangannya sangat
parah maka daun akan berubah menjadi hijau muda dan kuning dan daun yang
paling bawah(dewasa) yang defisiensinya lebih dahulu terlihat. Dalam Wijayani
et al (2004) tanaman yang kahat fosfor, warna daun berubah lebih tua tetapi tidak
merata sedangkan akar tumbuh tidak sempurna dan apabila tanaman kahat kalium,
LAPORAN FIELDTRIP DASAR ILMU TANAH 2014
20
daun paling bawah berubah warna jadi coklat bercak-bercak gelap dan dalam
keadaan parah daun menjadi keriting. Ciri-ciri yang disebutkan tersebut sesuai
dengan keadaan yang terdapat pada tanaman lahan semusim, yaitu tanaman
jagung dan seledri. Oleh karena itu disimpulkan bahwa pada tanaman jagung
terdapat kekurangan gejala N, P, dan K sedangkan pada tanaman seledri
ditemukan defisiensi N dan K. Berdasarkan perbedaan gejala yang dimiliki oleh
masing-masing tanaman dari jenis lahan yang berbeda,dapat kita simpulkan
bahwa tanaman pada lahan tadah hujan memiliki defisiensi unsur hara yang lebih
sedikit dibandingkan defisiensi unsur hara yang terdapat pada tanaman lahan
semusim. Pada pH tanah pada masing masing sub titik dari 1 sampai 3 dapat
disimpulkan bahwa tanah pada dusun krajan desa torongrejo tergolong tanah
masam. Tanah masan merpakan tanah yang memiliki kandungan pH dibawah 7.
Tanah masam akan sangat berpengarh pada budidaya pertanian dikarenakan
tanaman dapat tumbuh dan memiliki produksi optimal pada pH 6,8. Menurut
Harsono (2008) bahwa kondisi pH yang baik untuk pertumbuhan jagung hibrida
berkisar antara 5,57 dan pH optimal 6,8 terutama pada saat ber-bunga dan
pengisian biji. Kondisi tanah yang masam ini akan mempengaruhi dari kondisi
mineral dalam tanah terutama pada unsur P. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarief
(1989) menyatakan bahwa pH mempengaruhi keterikatan unsur P. Pada pH
rendah, P terikat oleh Fe dan Al, sedangkan pada pH tinggi, terikat oleh Ca.
Dari ketiga aspek diatas, dapat diambil kesimpulan bawah perbedaan
kemiringan lereng, kerapatan vegetasi, tingkat pemadatan tanah dan defisiensi
unsur hara menimbulkan perbedaan yang cukup berarti pada ketiga tanaman
yang diamati, yaitu singkong, jagung dan seledri.
4.4
memiliki tingkat pemadatan tanah yang tinggi. Hal ini disebabkan karena jagung
sebagai komoditas pangan yang menggunakan lahan sawah tentunya harus sering
21
mendapat perlakuan olahan tanah agar tanah menjadi gembur. Sedangkan pada
tanaman seledri ditemukan bahwa lahan tersebut memiliki tingkat pemadatan
tanah sedang karena seledri sebagai komoditas non pangan tidak memiliki
kebutuhan penggemburan tanah setinggi yang dibutuhkan oleh tanaman jagung
sebagai komoditas pangan.
Jenis erosi pada kedua tanaman ini pun berbeda. Tanaman jagung sebagai
komoditas pangan memiliki jenis erosi percikan. Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa tinggi dan lebar permukaan daun tanaman jagung
berpengaruh terhadap jumlah air hujan yang dapat tertampung sebelum akhirnya
jatuh ke permukaan tanah. Sedangkan pada tanaman seledri diketahui memiliki
jenis erosi percikan dan alur. Hal ini disebabkan karena tanaman seledri memiliki
morfologi daun yang kecil menyebabkan rendahnya tingkat air hujan yang dapat
tertampung sehingga air hujan lebih banyak yang langsung jatuh ke permukaan
tanah sehingga terjadi erosi alur.
Dilihat dari sifat biologi tanah, tanaman jagung dan seledri diketahui
memiliki jumlah seresah dan makroorganisme yang hampir sama jumlahnya.
Hanya saja pada tanaman jagung ditemui jumlah seresah yang lebih banyak, hal
ini terlihat pada frame 1 dan frame 2. Sedangkan pada tanaman seledri jumlah
seresah yang ditemui tidak sebanyak seresah pada tanaman jagung. Hal ini terlihat
pada frame 1 terdapat banyak seresah namun pada frame 2 hanya ditemukan
sedikit seresah. Jumlah makroorganisme pada kedua tanaman ini terlihat hampir
sama banyak, namun terdapat perbedaan diantara keduanya. Pada tanaman jagung
jumlah makroorganisme yang ditemukan tidak sebanyak pada tanaman seledri,
yaitu hanya ditemukan sedikit semut, namun pada tanaman jagung ini ditemukan
kascing yang jumlahnya dapat dikategorikan sedang. Sedangkan pada tanaman
seledri ditemukan orong-orong dan ulat, namun jumlah kascing yang ditemukan
hanya sedikit. Lebih banyaknya jumlah kascing yang ditemukan pada tanaman
jagung menandakan keberadaan dan aktivitas cacing pada lahan tersebut. sehingga
dapat dikatakan bahwa tanaman jagung sebagai komoditas pangan memiliki
tingkat kesuburan yang lebih baik dibandingkan tanaman seledri sebagai
komoditas non pangan.
Ditinjau dari sifat kimianya, dapat terlihat bahwa defisiensi unsur hara
pada tanaman jagung lebih banyak dibandingkan defisinesi unsur hara pada
LAPORAN FIELDTRIP DASAR ILMU TANAH 2014
22
tanaman seledri. Pada tanaman jagung ditemukan gejala kekurangan unsur N,P
dan K sedangkan pada tanaman seledri hanya ditemukan kekurangan unsur N dan
K. Lebih banyaknya gejala kekurangan unsur hara pada tanaman jagung
menggambarkan bahwa meskipun sebuah lahan dikategorikan subur, namun
kebutuhan akan unsur makro seperti N, P dan K tetap tidak bisa tergantikan
BAB V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada Dusun Tutup, Desa
Torongrejo,
Kecamatan
singkong,sengon,
Junrejo,
Kota
Batu,
Malang
dengan
vegetasi
pada masing- masing vegetasi tersebut. Berdasarkan data yang telah diperoleh,
diketahui bahwa pada lahan singkong dan sengon terdapat erosi percikan dan alur
dengan tingkat pemadatan sedang. Defisiensi unsure hara yang dimiliki pun
23
terdapat pada lahan jagung dan seledri. Pada tanaman jagung yang terdapat pada
lahan swah sekaligus berperan sebagai komoditas pangan, diketahui bahwa pada
lahan ini terjadi erosi percikan saja, sedangkan pada lahan seledri yang sekaligus
sebagai komoditas non pangan terjadi erosi percikan dan alur. Pada tanaman
jagung, meskipun hanya ditemui makroorganisme berupa semut dalam jumlah
sedikit, namun ditemukan kascing dalam jumlah yang dikategorikan sedang. Pada
tanaman seledri, ditemukan makroorganisme berupa ulat dan orong-orong yang
diperkirakan berperan sebagai hama dan jumlahh kascing yang sedikit. Defisiensi
unsure hara pada kedua tanaman ini sedikit berbeda.pada tanaman jagung
ditemukan gejala kekurangan unsure N, P dan K sedangkan pada tanaman seledri
hanya ditemukan gejala kekurangan unsure N dan K sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
Hasil
pengamatan
tersebut
membuktikan
bahwa
vegetasi
SARAN
Fieldtrip pada kali ini telah berjalan dengan baik. Semoga ilmu yang
didapat pada saat pengamatan di lahan dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa
dan kedepannya dapat mengaplikasikan dengan baik.
Adapun saran untuk lahan yang terdapat pada Dusun Krajan Desa Torong
rejo memiliki pH asam. Tanah yang masam berpengaruh pada pertumbuhan dan
produktifitas tanaman. Sebaiknya kondisi tanah yang masam di lakukan
pengolahan tanah agar pH menjadi netral dengan cara pengapuran
DAFTAR PUSTAKA
Desifindiana, Melisa Dwi., Suharto, Bambang., Wirosoedarno, Rusian. 2013.
Analisa Tingkat Bahaya Erosi Pada Das Bondoyudo Lumajang Dengan
Menggunakan Metode Musle (in Press). Jurnal Keteknikan Pertanian dan
Biosistem Vol. 1 No. 2
Hudson, N. W. 1976. Soil Conservation. Batsford Ltd. London.
Marschner, H. 1986.
Inc.London Ltd
24
Rasyid, B.2012. Aplikasi Kompos Kombinasi Zeolit dan Fosfat Alam Untuk
Peningkatan Kualitas Tanah Ultisol dan Produktivitas Tanaman Jagung.
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin: Makasar
Sarief, S.E., 1984. Kesuburan dan Pe-mupukan Tanah Pertanian. Pus-taka Buana.
Bandung
Wijayani,A., D, Muljanto dan Soenoeadji. 1998. Pemberian Nitrogen Pada
Berbagai Macam Media Tumbuh Hidroponik: Pengaruhnya Terhadap
Kuantitas dan Kualitas Buah paprika. Ilmu Pertanian 6(2) : 8-13
Wijayani, Ani., Indradewa, Didik. 2004. Deteksi Kahat Hara N, P, K, Mg dan Ca
pada Tanaman Bunga Matahari dengan Sistem Hidroponik. Agrosains 6
(1) : 1-2
Zachar, d. 1982. Soil erosion. Developments In Soil Science 10. Amsterdam:
Elsevier Scientific.
25