DISTOSIA
Disusun Oleh :
Yenda Cahya E. P 2009730117
Pembimbing :
dr. Andi Handi Ardaya, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung
sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor
P utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan
keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ),
penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P"
tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan
pada satu atau lebih faktor P ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada
jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu
penyebab dari distosia karena adalah kelainan janin. Distosia berpengaruh
buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan
menentukan prognosis ibu dan janin.
B. TUJUAN
Tujuan penyusunan referat ini adalah :
1. Mengetahui jenis distosia yang terjadi pada persalinan
2. Mengetahui penyebab dari distosia yang terjadi pada persalinan
3. Mengetahui penatalaksanaan dari distosia yang terjadi pada persalinan
BAB II
ISI
A. Distosia
1. Definisi
Distosia berasal dari bahasa Yunani, Dys atau dus berarti buruk atau
jelek, tosia berasal dari tocos yang berarti persalinan, sehingga distosia
merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau
merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun
ibu (Winkjosastro et al, 2006).
2. Etiologi
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage,
dan passanger :
a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his
dan kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul
dominan pada fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin lama semakin
kuat dan sering serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his
ini dapat berupa inersia uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik.
Kontraksi uterus atau his secara normal terjadi pada awal persalinan
yakni pada kala 1, pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1
kali dalam 15 menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama
akan timbul semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali
dalam 10 menit dengan kekuatan 50 sampai 100 detik. Apabila kontraksi
tidak adekuat, maka serviks tidak akan mengalami pembukaan, sehingga
pada kondisi tersebut dilakukan induksi persalinan, dan apabila tidak ada
kemajuan persalinan maka dilakukan seksio sesaria, namun pada
persalinan kala II apabila ibu mengalami kelelahan maka persalinan
dilakukan dengan menggunakan vacum ekstraksi (Cuningham et al,
2010).
Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta
belum lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada
kontraksi uterus atau karena adanya perlengketan sehingga merangsang
uterus maka di berikan pemberian induksin dan melakukan massage
uterus (Cuningham et al, 2010).
b) Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya
kelainan pada jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak
dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras atau tulang panggul dapat berupa
kelainan bentuk panggul, dan kelainan ukuran panggul. Sedangkan jalan
lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya tumor ovarium yang
menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir yang
dipaksakan (Winkjosastro et al, 2006).
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu
bentuk panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid,
android, dan platipeloid. Terutama pada panggul android distosia sulit
diatasi, selain itu terdapat kelainan panggul yang disertai dengan
perubahan bentuk karena pertumbuhan intrauterine yaitu panggul
Naegele, robert, split pelvis dan panggul asimilasi. Perubahan bentuk
panggul juga dapat terjadi karena adanya penyakit seperti rakhitis,
osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrifi, karies, nekrosis maupun penyakit
pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. Penyakit tulang belakang
seperti kifosis, skoliosis dan spondilolistesis serta penyakit pada kaki
seperti koksiis, luksasio koksa dan atrofi atau kelumpuhan satu kaki
merupakan termasuk penyulit dalam proses persalinan pervaginam
(Winkjosastro et al, 2006).
c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran
ataupun bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan
presentasi dan kelainan posisi, pada kondisi normal, kepala memasuki
pintu atas panggul dengan sutura sagitalis dalam keadaan melintang atau
oblik sehingga ubun-ubun kecil berada dikanan atau dikiri lintang atau
dikanan atau kiri belakang, setelah kepala memasuki bidang tengah
panggul (Hodge III), kepala akan memutar ke depan akibat terbentur
spina ischiadika sehingga ubun-ubun kecil berada didepan (putaran paksi
dalam), namun terkadang tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil
tetap berada dibelakang atau melintang, keadaaan ini disebut dengan
deep transvere arrest, oksipitalis posterior persisten atau oksipitalis
muncul kurang kuat, terlalu lemah, pendek dan jarang. Inersia uteri
terbagi menjadi dua macam, yakni inersia uteri primer dan inersia uteri
sekunder. Inersia uteri primer adalah ketika his yang timbul sejak awal
lemah, sedangkan inersia uteri sekunder his lemah timbul setelah
sebelumnya mengalami his yang kuat (Cuningham et al, 2010).
b) Etiologi
Penyebab inersia uteri umumnya belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa yang menyebutkan penyebab terjadinya inersia uteri
karena ibu merupakan primi tua, psikis ibu dalam kondisi ketakutan,
peregangan uterus yang berlebih umumnya pada kondisi gemeli dan
hidramnion, herediter, uterus bikornis, atau karena bagian janin tidak
merapat pada segmen bawah rahim dalam hal ini kelainan letak atau CPD
(cephalo-pelvic disproportion) (Winkjosastro et al, 2006).
Secara normal his muncul sejak memasuki persalinan kala 1, his
yang timbul dominan pada bagian fundus uterus, terjadi secara simetris,
kekuatan his semakin lama semakin sering dan mengalami fase relaksasi,
sehingga his yang baik akan memberikan kemajuan persalinan. Apabila
sejak awal his yang timbul bersifat lemah, atau kurang kuat, pendek serta
jarang, maka hal ini disebut dengan inersia uteri primer hal ini umumnya
terjadi pada kala 1 fase laten. Namun apabila sebelumnya his baik, lalu
menjadi lemah, kurang kuat, pendek serta jarang, biasanya terjadi pada
kala 1 dan 2 serta saat pengeluaran placenta, maka hal ini dinamakan
inersia uteri sekunder (Winkjosastro et al, 2006).
c) Diagnosis
Dalam membantu melihat kelainan his dapat didukung dengan
pemeriksaan CTG dan USG, pada inersia uteri hipotoni, his yang timbul
tetap dominan pada fundus, namun kontraksi yang terjadi biasanya lebih
singkat dari biasanyanya, keadaan umum pasien pada umumnya baik,
rasa nyeri yang timbul tidak terlalu sakit. Apabila ketuban masih utuh,
keadaan ini tidak berbahaya baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali
apabila persalinan berlangsung lama (Winkjosastro et al, 2006).
d) Penatalaksanaan
Penanganan kasus inersia uteri hipotoni yaitu dilakukan
pengawasan yang meliputi tekanan darah, denyut jantung janin, dehidrasi
serta tanda-tanda asidosis, diberikan diet cair sebagai persiapan operasi,
infus D5% atau NaCl dan apabila nyeri diberikan pethidine 50 mg, serta
dilakukan pemeriksaan dalam di analisa apakah ada CPD menggunakan
pelvimetri atau MRI (Winkjosastro et al, 2006).
Apabila pasien inersia uteri dengan CPD maka dilakukan seksio
sesaria, apabila tidak ditemukan CPD maka perbaiki terlebih dahulu
keadaan umum pasien, apabila kepala atau bokong sudah masuk panggul
maka pasien di edukasi untuk aktivitas berjalan, lakukan pemecahan
ketuban, berikan oksitosin drip 5 IU per D5% dimulai 8 tetes permenit
sampai dengan 40 tetes permenit, pasien harus diawasi terus menerus
mengenai kekuatan interval his dan denyut jantung janin dan apabila
oksitosin drip gagal, maka dilakukan seksio sesaria (Winkjosastro et al,
2002).
2. Hypertonic uterine contraction
a) Definisi
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine
contraction. Walaupun pada golongan incoordinated hypertonic uterine
contraction bukan merupakan penyebab distosia, namun hal ini
dibicarakan di sini dalam rangka kelainan his. His yang terlalu kuat dan
yang terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang
singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus
presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa,
kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi
ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks
uteri, vagina dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan
dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam
waktu yang singkat (Winkjosastro et al, 2006).
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi
menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran
dinamakan
lingkaran
retraksi
patologik
atau
lingkaran
Bandl.
b) Etiologi
Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi
kelainan his, belum ada persesuaian paham antara para ahli. Hipertonic
uterine contraction dan incoordinate uterine contraction sering terjadi
bersama-sama yang ditandai dengan peningkatan tekanan uterus,
kontraksi yang tidak sinkron dan peningkatan tonus otot di segmen
bawah rahim serta frekuensi kontraksi yang menjadi lebih sering. Hal ini
pada umumnya berhubungan dengan solutio plasenta, penggunaan
oksitosin yang berlebihan, disproporsi sefalopelvik dan malpresentasi
janin (DeCherney, 2007).
c) Diagnosis
Kelainan his dapat didukung oleh pemeriksaan :
1. KTG
2. USG
d) Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan
wanita yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah
diukur tiap empat jam, pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering
apabila ada gejala preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat dalam
setengah jam dalam kala I dan lebih sering kala II. Kemungkinan
dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena
pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narkosis, hendaknya wanita jangan diberi makanan
biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan
glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti.
Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberi pethidin 50 mg yang dapat
diulangi; pada permulaan kala I dapat diberi 10 mg morfin. Pemeriksaan
dalam perlu diadakan, akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap
pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan
berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan
penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan
umum, perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau
masih dalam tingkat false labour, apakah ada inersia uteri atau
kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau
lingkaran konstriksi (Winkjosastro et al, 2006).
Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, akan tetapi
biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan bagian segmen
uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
dalam, kecuali pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat
dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum
lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti.
Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang
dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder.
Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka
karena tidak mengadakan relaksasi berhubungan dengan incoordinate
uterin action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi
lama, dan dapat diraba jalan serviks yang kaku. Kalau keadaan ini
dibiarkan, maka tekanan kepala uterus terus menerus akan menyebabkan
nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian
tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan
oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau
karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini
dapat menjalar kebagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita
yang
pernah
mengalami
operasi
pada
serviks,
selalu
diawasi
depan yang sempit, otot panggul yang sudah lembek biasanya hal ini
terjadi pada multipara, dan karena kepala janin yang kecil dan bulat
(Crowin, 2009).
c) Penatalaksanaan
Proses persalinan pada kasus POPP ini apabila dengan presentasi
kepala dan panggung longgar, maka dapat dilahirkan dengan spontan
namun dengan proses yang lama sehingga perlu adanya pengawasan
ketat dengan harapan janin dapat dilahirkan spontan pervaginam.
Tindakan baru dilakukan apabila kala II terlalu lama atau adanya tandatanda kegawatan pada janin. Pada persalinan dapat terjadi robekan
perineum yang teratur atau ekstensi dari episiotomi karena mekanisme
persalinan pervaginam pada POPP yaitu ketika kepala sudah sampai pada
dasar panggul, ubun-ubun besar dibawah symphisis sebagai hipomoklion
oksiput lahir melewati perineum, jalan lahir dengan Sirkum Farensia
Frontooksipitalis lebih besar dari Sirkum Suboksipito Bregmatika
sehingga kerusakan perineum atau vagina lebih luas. Sebelumnya periksa
ketuban pasien, apabila masih intake maka pecahkan terlebih dahulu
ketubannya, apabila penurunan kepala sudah lebih dari 3/5 diatas PAP
atau diatas 2 maka sebagiknya dilakukan seksio sesaria, apabila
pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi maka
diberikan oksitosin drip, bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan
pada fase pengeluaran, dipastikan kembali tidak adanya obstruksi
kemudian apabila tidak ada tanda obstruksi diberikan oksitosin drip,
namun bila pembukaan lengkap dan kepala masuk tidak kurang dari 1/5
PAP atau pada kala II bila kepala turun sampai dengan Hodge III dan
atau UUK lintang sudah dipimpin namun tak ada kemajuan sehingga
menyebabkan deep transvered arrest maka dilakukan vacum ekstraksi
atau forceps, namun apabila ada tanda obstruksi serta gawat janin maka
akhiri kehamilan dengan seksio sesaria (Cuningham et al, 2005).
Prognosis persalinan dengan POPP ini persalinan menjadi lebih
lama dan kerusakan jalan lahir lebih besar, selain itu kematian perinatal
lebih besar pada POPP dari pada presentasi kepala dengan UUK di
bagian depan (Cuningham et al, 2005).
2. Presentasi Puncak Kepala
a) Definisi
Presentasi puncak kepala adalah keadaan dimana puncak kepala
janin merupakan bagian terendah, hal ini terjadi apabila derajat
defleksinya ringan atau kepala dengan defleksi/ekstensi minimal dengan
sinsiput merupakan bagian terendah. Presentasi puncak kepala adalah
bagian terbawah janin yaitu puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan
(Muchtar, 2002).
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan
sementara yang kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinannya hampir sama dengan posisi oksipitalis
posterior persistens, sehingga keduanya sering kali dikacaukan satu
dengan yang lainnya. Perbedaannya pada presentasi puncak kepala tidak
terjadi fleksi kepala yang maksimal, sedangkan lingkaran kepala yang
melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik
perputaran (Cuningham et al, 2005).
b) Etiologi
Letak defleksi ringan dalam buku synopsis Obstetri Fisiologi dan
Patologi (2002) biasanya karena adanya kelainan panggul (panggul
picak), kepala bentuknya bundar, janin kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul atau karena penyebab lain yaitu keadaan keadaan yang
memaksa terjadi defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi
terjadinya fleksi kepala, hal ini sering ditemukan pada janin besar atau
panggul sempit, multiparitas, perut gantung, anensefalus, tumor leher
bagian depan (Muchtar, 2002).
c) Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis presentasi puncak kepala, pada
pemeriksaan lokalis abdomen biasanya didapatkan pada bagian fundus
uteri teraba bokong dan diatas panggul teraba kepala, punggung terdapat
pada satu sisi, bagian-bagian kecil terdapat pada sisi yang berlawanan,
oleh karena tidak ada fleksi maupun ekstensi maka tidak teraba dengan
jelas adanya tonjolan kepala pada sisi yang satu maupun sisi lainnya.
presentasi
muka
kepala
turun
dengan
dilakukan dengan syarat dagu belakang dan kepala belum turun. Indikasi
persalinan dengan seksio sesaria pada presentasi muka yaitu posisi
mentoposterior persistence dan panggul sempit (Muchtar, 2002).
4. Presentasi Dahi
a) Definisi
Presentasi dahi pada umumnya merupakan kedudukan sementara,
posisi ini dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau
presentasi muka, kejaidan presentasi dahi ini 1:400 (Winkjosastro et al,
2006).
b) Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya presentasi dahi adalah presentasi
muka (Winkjosastro et al, 2006).
c) Diagnosis
Diagnosis presentasi dahi berdasarkan pemeriksaan luar seperti
pada presentasi muka namun bagian belakang kepala tidak begitu
menonjol, DJJ akan jelas terdengar pada bagian dada. Pemeriksaan dalam
akan teraba sutura frontalis, ujung yang satu akan teraba UUB dan ujung
yang lainnya akan teraba pangkal hidung dan tepi orbita (Winkjosastro et
al, 2006).
d) Penatalaksaan
Persalinan pada presentasi dahi, apabila terjadi defleksi lagi dan
berubah menjadi presentasi muka maka persalinan menjadi lama dan
hanya 15% lewat persalinan spontan. Kematian perinatal pada presentasi
muka sebesar 20% (Cuningham et al, 2005).
Prognosis persalinan dengan presentasi dahi ditentukan oleh
janinnya, jika janin kecil maka persalinan mungkin terjadi spontan
karena bisa jadi janin berubah menjadi presentasi belakang kepala atau
presentasi muka, namun jika janin berat atau besarnya normal maka
persalinan tidak dapat pervaginam sehingga dilakukan seksio sesaria oleh
karena sirkumfarensia maksilo parietalis lebih besar dari lingkaran pintu
atas panggul. Pada kala I persalinan dilakukan prasat THORN, apabila
gagal maka janin tetap dilahirkan perabdominam yaitu seksio sesaria
(Cuningham et al, 2005).
5. Letak Sungsang
a) Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%)
yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas
lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau
kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki (Cunningham, 2005).
b) Etiologi
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas,
abnormalitas
uterus
(malformasi,
fibroid),
abnormalitas
janin
Paritas
Umur
Kehamilan
Taksiran
berat janin
Pernah
letak
sungsang
Pembukaan
serviks
Station
0
Primigravida
>39 minggu
1
Multigravida
38 minggu
>3630 gr
3629 gr -3176 gr
< 3176 gr
Tidak
1x
>2x
<2 cm
3 cm
>4cm
<3
<2
1 atau lebih
rendah
< 37 minggu
Arti nilai :
< 3 : persalinan perabdomen
4
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat
bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin
intramuskulus. Dilakukan episiotomi.
c. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht,
yaitu kedua ibu jari
jari-jari lain memegang panggul. Saat tali pusat lahir dan tampak
teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
d. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan
rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan
ini disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan
hiperlordosis,
seorang
asisten
melakukan
ekspresi
kristeller.
Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat
diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan
menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
e. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu,
lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
f. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Prosedur manual aid (partial breech extraction) :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya
terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
a. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu
sendiri.
b. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara
klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
c. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid
and Martin Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik :
a. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan
belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian
melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan
sulit dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang,
a) Definisi
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan
sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di
dalamnya bila janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah
letak lintang kepala janin tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan
uterus (Winkjosastro et al, 2006). Letak lintang dapat dibagi menjadi 2
macam, yang dibagi berdasarkan:
a. Letak kepala
1. Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
2. Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
b. Letak punggung
1. Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
2. Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorsoposterior
3. Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
4. Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior
b) Etiologi
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai
faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor
faktor tersebut adalah :
1) Fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit, hidrosefalus,
anesefalus, plasenta previa, dan tumor pelvis
2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, atau sudah mati.
3) Gemeli
4) Pelvic kidney dan rectum penuh
5) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
c) Diagnosis
1) Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2) Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu
sudah masuk ke dalam pintu atas panggul
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas
tampaknya. Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada
lingkaran pembukaan, makan lingkaran ini tidak dapat lenyap sama
sekali, senantiasa masih berasa pinggirnya seperti suatu corong yang
lembut. Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang
benar-benar lengkap pada letak lintang seperti halnya pembukaan
lengkap pada letak memanjang.
Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran
pembukaan itu mudah dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan
pada pembukaan yang belum lengkap, kepalan tangan pemeriksa sukar
untuk memasuki lingkaran tersebut. Lain halnya dengan letak
memanjang, pada letak lintang setelah pembukaan lengkap, karena his
dan tenaga mengejan, badan anak tidak dapat dikeluarkan dari rongga
rahim, akan tetapi sebagian besar masih di dalam uterus, meskipun tubuh
anak menjadi semakin membengkok.. Jika ini terjadi terus menerus,
maka akan terjadi suatu letak lintang kasep, dimana tubuh anak tidak
dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi bukanlah karena
lamanya persalinan, namun faktor yang penting ialah karena faktor
kuatnya his. Pada letak lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang
disebabkan karena kompresi pada tali pusat, perdarahan pada plasenta,
ataupun cedera organ dalam karena tubuh anak terkompresi dan
membengkok.
7. Kehamilan Multipel
a) Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan
ganda atau gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ),
Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya (Cunningham, 2005).
b) Etiologi
Terjadinya kehamilan kembar atau multipel umumnya disebabkan
oleh adanya pembuahan satu atau lebih ovum yang berbeda. Pada
kehamilan ganda sepertiganya berasal dari satu ovum yang mengalami
menggunakan
obat-obatan
hormonal
menyolok
yang
tidak
disebabkan
obesitas
atau
edema
(Cunningham, 2005).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan adanya dua kepala janin
yang berada di kuadram uterus yang berbeda, banyak didapatkan
bagian bagian kecil janin, teraba dua atau lebih bagian besar, dan
teraba dua ballotemen. Tinggi fundus uteri lebih besar dari kehamilan
pada umumnya. Denyut jantung janin yang terdengar lebih dari satu di
tempat yang berbeda dengan perbedaan 10 atau lebih (Cunningham,
2005).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG dapat menunjukkan adanya 2 bayangan janin atau
lebih dengan 1 atau lebih kantong amnion. Diagnosis menggunakan
USG yang dilakukan pada trimester pertama masih sulit untuk
mendiagnosis jumlah janin pada uterus, jumlah kantong gestasional
yang terlihat, dan posisi dari janin di dalam uterus (Cunningham,
2005).
d) Penatalaksanaan
Penyulit dalam persalinan pada kehamilan kembar diantaranya
persalinan preterm, disfungsi uterus, kelainan presentasi, prolaps tali
pusat, dan perdarahan post partum. Sepanjang persalinan pasien harus
sudah diberikan infus dengan cairan RL, penyediaan transfusi darah,
ampisilin 2 gram untuk pencegahan infeksi, dan disiapkannya alat USG
untuk mengevaluasi setelah janin pertama lahir. Sebagian besar janin
kembar dalam presentasi kepala-kepala, kepala-bokong, bokong-bokong,
kepala-melintang, dan lain-lain. Presentasi kepala-kepala merupakan
presentasi paling stabil selama persalinan dan memungkinkan untuk
terjadinya persalinan pervaginam. Apabila presentasi janin pertama
bokong , dapat menyebabkan terjadinya penyulit dalam persalinan
apabila janin terlalu besar, janin terlalu kecil, adanya prolapsus tali pusat.
paha sehingga posisi lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan
merotasikan kedua kaki ke arah luar. Manuver ini dapat menyebabkan
terjadinya pelurusan relatif dari sakrum terhadap vertebra lumbal
disertai dengan rotasi simphisis phubis ke arah kepala ibu serta
pengurangan sudut kemiringan panggul. Mintalah asisten untuk
melakukan penekanan suprasimphisis ke arah posterior menggunakan
pangkal tangan (Manuver Massanti). Penekanan ini bertujuan untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk ke simphisis. Sementara itu
lakukanlah tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal
(Cunningham, 2005).
9. Hidrosefalus
a) Definisi
Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan
cairan serebrospinal yang berlebihan di ventrikel dan mengakibatkan
terjadinya pembesaran dari kranium. Volume cairan biasanya 500 1500
ml namun bisa juga mencapai 5000 ml. Lingkar kepala bayi aterm
normal berkisar antara 32 hingga 38 cm, namun pada hidrosefalus dapat
mencapai 50 cm. Pada presentasi apapun umumnya hidrosefalus dapat
mengakibatkan terjadinya cephalo pelvic disproportion yang berat
(Cunningham, 2005).
b) Etiologi
Hidrosefalus sebagian besar disebabkan oleh tidak lancarnya aliran
serebrospinalis atau berlebihannya produksi cairan serebrospinal pada
janin.
c) Diagnosis
Hidrosefalus pada janin dapat didiagnosis melalui (Cunningham, 2005):
1) Pada letak kepala dapat ditemukan kepala lebih besar dari biasanya
sehingga menonjol diatas simphisis.
2) Djj terletak lebih tinggi dari biasanya.
3) Pada pemeriksaan VT dapat diraba adanya sutura dan ubun-ubun yang
melebar tegang dan tulang kepala tipis.
4) Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya BPD lebih besar dari usia
kehamilannya.
d) Penatalaksanaan
Persalinan pada janin dengan hidrosefalus upaya yang pertama kali
dilakukan adalah pengecilan ukuran kepala bayi dengan menggunakan
sefalosintesis
sehingga
bayi
dapat
dilahirkan
pervaginam
atau
menyempit
apabila
diameter
1. Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan
atau merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin
maupun ibu.
2. Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu :
a. Kelainan Power
b. Kelainan Passage
c. Kelainan Passanger
DAFTAR PUSTAKA
.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Sistem Reproduksi. Dalam : Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta :EGC, 784-785.
Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al.
Abnormal Labor. In. Williams Obstetrics 23rd Edition. Thw Mc Graw-Hill
Companies, New York. 2010
Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al..
Williams Obstetrics 22nd Edition. Thw Mc Graw-Hill Companies, New York.
2005
DeCherney,Alan. 2007. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology,Ed 10. McGraw-Hill Companies.
Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam. Sinopsis obstetri. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2002: 315-330.
Schiara J, et al. 1997. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition,
Lippincot-Raven Publisher, Chicago.