Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nomor Rekam Medik

: 34 08 01

Nama

: Tn. EY

Umur

: 20 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Berat Badan

: 50 kg

Alamat

: Sarmi

Status Pernikahan

: Belum Menikah

Tanggal Masuk Rumah Sakit

: 5 September 2016

1.2 Anamnesis
1.

Keluhan Utama
Rasa kebas/baal (mati rasa) pada kedua kaki

2.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan rasa kebas/baal pada kedua kaki sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya 6 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien
terjatuh dari pohon cokelat 2 meter dan setelah itu pasien mengaku mulai timbul
benjolan di daerah tulang belakang pasien. Saat jatuh pasien dalam keadaan sadar,
mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), pandangan gelap seketika (-). Benjolan pada
daerah tulang belakang pasien awalnya tidak mengganggu sehingga pasien tidak
memeriksaakan diri. Dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mulai berjalan
agak bongkok karena tulang belakang pasien terasa nyeri namun pasien masih dapat
beraktivitas seperti biasa. Satu bulan sebelum masuk rumah sakit setelah pasien
merasakan kakinya kebas/baal, pasien mulai tidak dapat menggerakkan kedua kakinya
sehingga pasien kemudian memeriksakan diri ke RS Sarmi dan dirujuk ke RSUD
Yowari dan kemudian dirujuk ke RSU Dok II untuk mendapatkan pemeriksaan lebih
lanjut.

3.

Riwayat Penyakit Dahulu


1

Riwayat angkat berat (-)

Riwayat trauma pada daerah tulang belakang (-)

Riwayat batuk-batuk lama (-)

Riwayat demam (-)

Riwayat keringat malam (-)

Riwayat penurunan berat badan (+)

Riwayat infeksi saluran pernafasan (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik (Pemeriksaan saat di UGD)


1.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: kompos mentis, GCS: E4V5M6

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah

Nadi

: 80 x/m

Respirasi

: 20 x/m

Suhu badan

: 36.80C

: 120/80 mmHg

Kepala/Leher

: Conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, pembesaran KGB

Thoraks

(-/-)
: Paru
Jantung

: Simetris, retraksi (-), Suara napas vesikuler,


rhonki (-/-), wheezing (-)
: Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-/-), murmur

Abdomen

(-)
: Datar, supel, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas

membesar
: Akral hangat, edema tungkai (-)

1.3.2 Status Neurologis


Tanda Rangsang Meningeal

: Kaku kuduk (-), lasequ/kernig (tak terbatas/tak

Saraf Kranialis (Saraf Otak)

terbatas), Brudzinski I,II (-/-)


: Mata: Pupil bulat isokor, ODS 3 mm, refleks
cahaya (+/+), gerak bola mata: baik kesegala arah
Wajah : simetris
Lidah: deviasi (-)
2

Mototrik

: Paraparese inferior dengan kekuatan Otot

Refleks Fisiologis
Refleks Patologis

5 5
2 2
: BTR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+)
: Babinsky (-/-), chaddock (-/-), gonda (-/-),

Vegetatif
Sakral Sparing

Gordon (-/-), Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-)


: BAB dan BAK spontan
Toe fleksi
: Positif
Anal reflex
: Positif
Saddle hipostesi : Positif

1.3.3 Status Lokalis


Regio Vertebralis
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Gibbus (+), darah (-), pus (-)


: hangat, nyeri tekan (+)
: Nyeri ketuk (+)

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Laboratorium (6 September 2016)
Parameter
Leukosit
Hb
Trombosit
LED
Ureum
Kreatinin
Albumin

Hasil
9.460/uL
7,0 g/dL
437.000/uL
34-61 mm/jam
4,96 mg/dl
1,18 mg/dl
3,4 g/dl

Nilai Rujukan
4,8 10,8/uL
14-18 g/dL
100-450/uL
1-10 mm/jam
10-50 mg/dl
Pria : 0,7-1,3 mg/dl
3,8-5,1 g/dl

Foto Rontgen Thorakolumbal

1.5 Resume
Pasien , 20 tahun, dibawa kerumah sakit dengan keluhan rasa kebas/baal pada
kedua kaki sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan diawali dengan timbulnya benjolan pada
tulang belakang sejak 6 bulan timbul setelah pasien jatuh. Keluhan mulai memberat
sehingga pasien sekarang hanya dapat menggeser kedua kakinya saja.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, tanda-tanda
vital dan status generalis ditemukan konjungtiva anemis (+/+), lainnya dalam batas
normal. Dari pemerikaan saraf didapatkan adanya gibbus pada daerah tulang belakang,
paraparese inferior dengan kekuatan motoric 2 pada kedua ekstremitas inferior.
Dari pemeriksaan penunjang hasil darah didapatkan adanya anemia pada pasien
dengan kadar hemoglobin pasien 7,0 g/dL dan peningkatan LED 34-61 mm/jam dan dari
pemeriksaan foto rontgen didapatkan adanya destruksi pada V L II-III dan V LIII-IV dan
penyempitan diskus antara V LI-II, LII-III, dan LIII-IV.
1.6 Diagnosis Kerja
-

Paraparese inferior ec myeloradikulopati setinggi setinggi V LII-IV ec spondylitis TB

1.7 Penatalaksanaan Saat Masuk Rumah Sakit


4

IVFD NaCl 0,9% : KaEn 3B + metilprednisolon 125 mg + neurobion 1 amp +


remopain 3% 1 amp 2:1

1.8

Inj. Kalmeco 2x1 amp

Inj. Ranitidin 2x1 amp

OAT FDC 2HRZE fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan

Follow Up

Tanggal
0607/09/2016

Catatan
S : lemah anggota gerak bawah, nyeri
pada tulang belakang
O : Keadaan umum : tampak sakit
sedang
Kesadaran : Kompos mentis
TTV : TD : 120-130/80 mmHg, N : 82
x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb : Afebris
Status Interna
Kepala/leher : Ca +/+, Si -/-, P>>KGB
(-/-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut
gerak nafas, Sn vesikuler +/+, rho (-/-),
whe (-/-), BJ I-II regular, murmur (-),
gallops (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri
tekan (-), hepar dan lien : ttb/ttb
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-),
lasegue/kernig (tak terbatas/tak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
Saraf Otak : Mata : pupil bulat isokor,
ODS : 3 mm, reflex cahaya (+/+),
reflex kornea (+/+), GBM : kanan dan
kiri bergerak baik ke segala arah
Motorik :
Kekuatan Motorik

5
2

5
2

Tindakan
- Bed rest
- IVFD NaCl 0,9% +
metilprednisolon 125
mg +Neurobion 1 amp:
KaEn3B 1:1
- Inj. Kalmeco 2x1 amp
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Transfusi PRC 2
bag/hari
- OAT hari ke-1 dan ke-2
- Pro cek DL, KL

Keterangan
- PITC non reaktif
- Tanggal 06/09/2016
Konsul ke bagian
paru:
Mohon konsul pasien
Tn. E, 20 tahun
dengan :
- Anemia
- TB paru
- Spondylitis TB
paru
- Destruksi
lumbal
Atas kerjasamanya
BTK
- Jawaban konsul dari
bagian paru:
Pemeriksaan
terhadap tn. E, pasien
didiagnosis dengan
TB paru RO (+),
BTA (?)
Planning:
- OAT kategori I
FDC
-

Tanggal 7/09/2016
Konsul kebagian
ortopedi
Jawaban konsul:
Pasien dirawat
bersama diruang
saraf karena ruang
ortopedi penuh.
Usul:
- Lanjutkan
terapi 2 minggu
- Bila KU baik
siapkan pasien
untuk

Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAK


(+) lewat kateter
Refleks Fisiologis : BTR (+/+), KPR
(+/+), APR (+/+)
Refleks Patologis : Babinski (-/-),
chaddock (-/-), 5chae (-/-), Gordon
(-/-), Oppenheim (-/-), 5chaefer (-/-)

811/09/2016

Diagnosa Kerja :
- Paraparese inferior ec spondylitis
TB
- Anemia
S : lemah anggota gerak bawah, nyeri - Bed rest
pada tulang belakang
- IVFD NaCl 0,9% +
O : Keadaan umum : tampak sakit
metilprednisolon 125
sedang
mg +Neurobion 1 amp:
Kesadaran : Kompos mentis
KaEn3B 1:1
TTV : TD : 120-130/80 mmHg, N : 82
- Inj. Kalmeco 2x1 amp
x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb : Afebris
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- OAT hari ke-3 sampai
Status Interna
hari ke-6
Kepala/leher : Ca +/+, Si -/-, P>>KGB
(-/-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut
gerak nafas, Sn vesikuler +/+, rho (-/-),
whe (-/-), BJ I-II regular, murmur (-),
gallops (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri
tekan (-), hepar dan lien : ttb/ttb
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-),
lasegue/kernig (tak terbatas/tak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
Saraf Otak : Mata : pupil bulat isokor,
ODS : 3 mm, reflex cahaya (+/+),
reflex kornea (+/+), GBM : kanan dan
kiri bergerak baik ke segala arah
Motorik :
Kekuatan motorik

5
2

5
2

Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAK


(+) lewat kateter
Refleks Fisiologis : BTR (+/+), KPR
(+/+), APR (+/+)
Refleks Patologis : Babinski (-/-),
chaddock (-/-), 6chae (-/-), Gordon
(-/-), Oppenheim (-/-), 6chaefer (-/-)

1214/09/2016

Diagnosa Kerja :
- Paraparese inferior ec
myeloradikulopati setinggi V
LII-IV ec spondylitis TB
- Anemia
S : lemah anggota gerak bawah, nyeri
pada tulang belakang
O : Keadaan umum : tampak sakit
sedang
Kesadaran : Kompos mentis

- Bed rest
- IVFD NaCl 0,9% +
metilprednisolon 62,5
mg +Neurobion 1 amp:

dekompresi
stabilisasi
posterior
-

TTV : TD : 120-130/80 mmHg, N : 82


x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb : Afebris

Status Interna
Kepala/leher : Ca +/+, Si -/-, P>>KGB
(-/-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut
gerak nafas, Sn vesikuler +/+, rho (-/-),
whe (-/-), BJ I-II regular, murmur (-),
gallops (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri
tekan (-), hepar dan lien : ttb/ttb
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-),
lasegue/kernig (tak terbatas/tak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
Saraf Otak : Mata : pupil bulat isokor,
ODS : 3 mm, reflex cahaya (+/+),
reflex kornea (+/+), GBM : kanan dan
kiri bergerak baik ke segala arah
Motorik :
Ekstremitas superior
Abduksi bahu 4-/4
Adduksi bahu 4-/4
Fleksi siku 4/4
Ekstensi siku 4/4
Fleksi wrist 4-/4Ekstensi wrist 4-/4Fleksi jari tangan 4/4
Ekstremitas inferior
Fleksi sendi panggul 1/1
Ekstensi sendi panggul 1/1
Abduksi sendi panggul 1/ 2
Adduksi sendi pangggul 1/ 2
Fleksi sendi lutut 1/1
Ekstensi sendi lutut 1/1
Plantar fleksi 0/0
Dorsofleksi 0/0
Inversi pergelanagan kaki 0/0
Eversi pergelangan kaki 0/0
Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAK
(+) lewat kateter
Refleks Fisiologis : BTR (+/+), KPR
(+/+), APR (+/+)
Refleks Patologis : Babinski (-/-),
chaddock (-/-), gonda (-/-), Gordon
(-/-), Oppenheim (-/-), schaefer (-/-)
Diagnosa Kerja :
- Paraparese inferior ec
myeloradikulopati setinggi V

KaEn3B 1:1
Inj. Kalmeco 2x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp
OAT hari ke-7 sampai
hari ke-9
Pro cek DL, fungsi hati,
fungsi ginjal besok

LII-IV ec spondylitis TB
1516/09/2016

- Anemia
S : lemah anggota gerak bawah, nyeri
pada tulang belakang
O : Keadaan umum : tampak sakit
sedang
Kesadaran : Kompos mentis
TTV : TD : 120-130/80 mmHg, N : 82
x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb : Afebris
Status Interna
Kepala/leher : Ca +/+, Si -/-, P>>KGB
(-/-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut
gerak nafas, Sn vesikuler +/+, rho (-/-),
whe (-/-), BJ I-II regular, murmur (-),
gallops (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri
tekan (-), hepar dan lien : ttb/ttb
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-),
lasegue/kernig (tak terbatas/tak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
Saraf Otak : Mata : pupil bulat isokor,
ODS : 3 mm, reflex cahaya (+/+),
reflex kornea (+/+), GBM : kanan dan
kiri bergerak baik ke segala arah
Motorik :
Ekstremitas superior
Abduksi bahu 4-/4
Adduksi bahu 4-/4
Fleksi siku 4/4
Ekstensi siku 4/4
Fleksi wrist 4-/4Ekstensi wrist 4-/4Fleksi jari tangan 4/4
Ekstremitas inferior
Fleksi sendi panggul 1/1
Ekstensi sendi panggul 1/1
Abduksi sendi panggul 1/ 2
Adduksi sendi pangggul 1/ 2
Fleksi sendi lutut 1/1
Ekstensi sendi lutut 1/1
Plantar fleksi 0/0
Dorsofleksi 0/0
Inversi pergelanagan kaki 0/0
Eversi pergelangan kaki 0/0
Vegetatif : Makan/Minum (+/+), BAK
(+) lewat kateter
Refleks Fisiologis : BTR (+/+), KPR
(+/+), APR (+/+)

- Bed rest
- IVFD NaCl 0,9% +
metilprednisolon 62,5
mg +Neurobion 1 amp:
KaEn3B 1:1
- Inj. Kalmeco 2x1 amp
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- OAT hari ke-10 sampai
hari ke-11
- Vitamin B6 1x1 tab

Refleks Patologis : Babinski (-/-),


chaddock (-/-), gonda (-/-), Gordon
(-/-), Oppenheim (-/-), schaefer (-/-)
Pemeriksaan Darah (15/09/2016)
Hb 7,2 g/dL
Leukosit 7.160 u/L
Trombosit 617.000 u/L
Kreatinin 0,48 mg/dL
Ureum 32 mg/dL
SGPT 15 U/L
SGOT 25,7 U/L
Diagnosa Kerja :
- Paraparese inferior ec
myeloradikulopati setinggi V
LII-IV ec spondylitis TB
- Anemia

1.9

Prognosis
Quo Ad Vitam

: Bonam

Quo Ad Fungtionam

: Dubia

Quo Ad Sanationam

: Dubia

BAB II
PEMBAHASAN
Myelopathy adalah gangguan fungsional atau struktur atau perubahan patologis dari
medulla spinalis. Sedangkan radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan degan
gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau
lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal. Jadi, myeloradikulopati adalah
kerusakan atau gangguan atau trauma pada medula spinalis dan gangguan pada akar medulla
spinalis.1,2
Spondylitis tuberkulosa adalah suatu osteomyelitis kronik tulang belakang yang
disebabkan oleh kuman TB.3,4,5,6,7,8,9 Pada spondylitis TB akan terjadi kolaps beberapa
vertebra karena proses destruksi tulang sehingga akan terbentuk formasi gibbus. Komplikasi
neurologis terutama myeloradikulopati terjadi karena adanya kompresi medulla spinalis.3-4
Penegakkan diagnosis spondylitis tuberculosis menggunakan:7
1. Kriteria mayor
o

Riwayat nyeri punggung kronis lebih dari 3 bulan

Gejala konstitusi: demam tidak terlalu tinggi, keringat malam, kehilangan selera
makan, dan kehilangan berat badan

Peningkatan laju endap darah

2. Kriteria minor
o

Riwayat tuberculosis sebelumnya/kontak dengan pasien tuberculosis

Deformitas gibbus

Deficit neurologis

Cold abses

Mantoux test positif

3. Gambaran radiologis
o

Lesi paradiskal (hilangnya tepi paradiskal dari corpus vertebra0

Hilangnya vertebra anterior

Penyempitan celah sendi

Bayangan paravertebral (para vertebral shadow)

Cedera pada medulla spinalis dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan
ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan dibawah lesi.5
10

Karakteristik
Lesi Komplet
Motorik
Hilang dibawah lesi
Protopatik (nyeri,suhu)
Hilang dibawah lesi
Propioseptik
(joint
position, Hilang dibawah lesi

Lesi Inkomplet
Sering (+)
Sering (+)
Sering (+)

vibrasi)
Sakral sparing

Positif

Negative

Anal reflex
Sadde hipertensi
Tao reflex (untuk
mencukupi posisi dan

arah)
Ro. Vertebra

Sering fraktur, luksasi atau Sering normal


listesis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis dengan


paraparesis inferior ec myeloradikulopati setinggi V LII-IV ec spondylitis TB. Dari anamnesis
didapatkan adanya keluhan rasa kebas/baal pada kedua kaki yang lama kelamaan menjadi
keluhan kelemahan menggerakan kedua kaki dimana saat dibawa kerumah sakit pasien
hanya dapat menggeser kedua kaki pasien, adanya keluhan timbulnya benjolan pada daerah
tulang belakang disertai nyeri, dan juga adanya keluhan penurunan berat badan yang
dirasakan oleh pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya gibbus pada daerah tulang
belakang dan juga adanya paraparese ektremitas inferior dengan kekuatan otot 2 untuk
kedua ekstremitas iinferior pasien.
Penegakkan diagnosis ini diambil setelah menyingkirkan kemungkinan adnaya stroke
karena pada pasien ini onset gejala terjadi secara perlahan dan bukannya mendadak.
Kerusakan saraf yang menyebabkan paraparese pada pasien juga disebabkan karena trauma
saat pasien jatuh yang menyebabkan destruksi tulang belakang yang terkena spondylitis TB.
Hal ini ditandai dengan adanya gibbus yang merupakan tanda khas adanya spondylitis TB.
Hal ini ditunjang dari hasil foto rontgen tulang belakang dimana didapatkan adanya
destruksi pada V LII-III dan V LIII-IV dan penyempitan diskus antara V LI-II, LII-III, dan LIII-IV.
Penegakkan diagnosis spondylitis TB pada pasien ini juga memenuhi kriteria
penegakkan diagnosis spondylitis, yaitu memenuhi:
1. Kriteria mayor
o Ada riwayat nyeri punggung kronis lebih dari 3 bulan
11

o Ada gejala konstitusi berupa penurunan berat badan


o Dan ada peningkatan laju endap darah 34-61 mm/jam
2. Kriteria minor
o Ada deformitas gibbus
o Ada deficit neurologis berupa paraplegi
3. Gambaran radiologis
o

Ada lesi paradiskal pada V LII-III dan V LIII-IV

Ada penyempitan celah sendi

Panyakit spondylitis Tb disebabkan oleh bakteri bentuk basil (basilus). Bakteri yang
paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies
Mycobaccterium yang lain juga dapat bertanggung jawab sebagai penyebabnya. 3,7,9,10
Penatalaksanaan pada pasien ini ditujukan untuk mengatasi penyebab terjadinya
spondilits pada pasien yaitu kuman tuberculosis. Kuman tuberkulosa pada umumnya dapat
dibunuh atau dihambat dengan pemberian obat-obat anti tuberkulosa, misalnya kombinasi
INH, ethambutol, pyrazinamid dan rifampicin. Namun karena vertebra yang terinfeksi
mengalami destruksi dengan pembentukan sekuester dan perkejuan, maka tindakan bedah
menjadi penting untuk dapat mengevakuasi sumber infeksi dan jaringan nekrotik. Destruksi
korpus vertebra dapat menyebabkan kompresi terhadap medulla spinalis dan menyebabkan
defisit neurologik, sehingga memerlukan tindakan bedah. Dasar penatalaksanaan spondilitis
tuberkulosa adalah mengistirahatkan vertebra yang sakit, obat-oabat anti tuberkulosa dan
pengeluaran abses.6,7,9,10
a.

Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik.
1) Tirah baring (bed rest)
Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips terutama pada keadaan akut
atau fase aktif. Istirahat ditempat tidur dapat berlangsung 3 4 minggu, sampai
dicapai keadaan yang tenang secara klinis, radiologis dan laboratoris. Nyeri akan
berkurang, spasme otot-otot paravertebral menghilang, nafsu makan pulih dan berat
badan meningkat, suhu tubuh normal. Secara laboratoris, laju endap darah menurun,
tes mantoux diameter < 10 mm. Pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai
penambahan destruksi tulang, kavitasi ataupun sekuester.

b.

Anti Tuberkulosa
12

Obat anti tuberkulosa yang utama adalah isoniazid (INH), rifamipicin


(RMP), pyrazinamide (PZA), streptomycin (SM) dan ethambutol (EMB). Di bawah
adalah penjelasan singkat dari obat anti tuberkulosa yang primer: 6
Kategori
Kategori I

Pengertian
Pengobatan
Kasus baru TB paru kasus baru 2HRZE fase inisial dilanjutkan 4HR
dengan TB ekstra paru, termasuk fase lanjutan
TB spinal

Atau
2HRZE fase inisial dilanjutkan

Kategori II

4H3R3 fase lanjutan


Kasus gagal pengobatan, relaps, 2RHZES fase inisial dilanjutkan
drop out

5HRE fase lanjutan


Atau
2HRZES fase insial dilanjutkan
5H3R3E3 fase lanjutan

c.

Immobilisasi
Pemasangan gips bergantung pada level lesi, pada daerah servikal dapat dilakukan
immobilisasi dengan jaket minerva, pada daerah torakal, torakolumbal dan lumbal atas
immobilisasi dengan body jacket atau gips korset disertai fiksasi pada salah satu panggul.
Immobilisasi pada umumnya berlangsung 6 bulan, dimulai sejak penderita diizinkan
berobat jalan. Selama pengobatan penderita menjalani kontrol berkala dan dilakukan
pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris. Bila dalam pengamatan tidak tampak
kemajuan, maka perlu difikirkan kemungkinan resistensi obat, adanya jaringan
kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang kurang baik, makan obat tidak berdisiplin.

d.

Terapi Operatif
Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan sumber infeksi, mengkoreksi
deformitas, menghilangkan komplikasi neurologik dan kerusakan lebih lanjut. Salah satu
tindakan bedah yang penting adalah debridement yang bertujuan menghilangkan sumber
infeksi dengan cara menbuang semua debri dan jaringan nekrotik, benda asing dan
mikro-organisme.
Indikasi operasi:
1) Jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang memuaskan, secara klinis
dan radiologis memburuk.
2) Deformitas bertambah, terjadi destruksi korpus multipel.
13

3)

Terjadinya kompresi pada medula spinalis dengan atau tidak dengan defisit

neurologik, terdapat abses paravertebral


4) Lesi terletak torakolumbal, torakal tengah dan bawah pada penderita anak.
Lesi pada daerah ini akan menimbulkan deformitas berat pada anak dan tidak
dapat ditanggulangi hanya dengan OAT.
5) Radiologis menunjukkan adanya sekuester, kavitasi dan kaseonekrotik dalam
jumlah banyak.
Penanganan pada pasien ini dilakukan sesuai dengan tujuan penanganan myeloradikulopati
yang disebabkan oleh spndilitis Tb yaitu dnegan mangatasi penyebab utamanya yaitu
mycobacterium tuberculosis dengan pemberian obat antituberkulosis. Karena pasien
merupakan kasus baru dan termasuk dalam kasus Tb ekstra paru pasien diberikan
pengobatan kategori I dengan 2HRZE fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan dan juga
dilakukan imobilisasi. Dan berdasarkan pada hasil konsultasi ke bagian ortopedi pada
pasien ini direncanakan dilakukan penanganan pembedahan untuk dilakukan dekompresi
stabilisasi daerah yang mengalami kerusakan.
Prognosis pada pasien ini utnuk quo ad vitam bersifat bonam karena dengan
penanganan yang tepat untuk mengatasi tuberculosis pada pasien kondisinya akan kembali
membaik seperti semula dan untuk quo ad fungtionam dan sanationam masih bersifat dubia
karena jika pasien tidak teratur mengkonsumsi obat OAT dapat terjadi kekambuhan pada
pasien kedepannya serta bergantung kepada luasnya lesi pada Vert. lumbal.

14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Penentuan diagnosis pada pasien ini ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Penanganan pada pasien ini ditujukan untuk menangani penyebab utama terjaddinya
paraparese pada pasien yaitu spondylitis TB yang diatasi dengan pemberian OAT
Kategori I

Prognosis pada pasien ini baik quo ad vitam dan fungtionam bersifat bonam karena
dengan penanganan yang tepat kondisi pasien akan membaik seperti semula dan
untuk sanationam bersifat dubia karena tergantung pada kondisi pasien saat datang,
adekuat atau tidaknya penanganan yang diberikan, respon pasion terhadap
pengobatan, dan juga ketaatan pasien dalam menjalankan terapi

3.2 Saran

Bagi rumah sakit perlu diadakan penyediaan sarana dan prasarana penunjang
diagnostic agar penegakkan diganostik dari suatu penyakit dapat ditentukan dengan
lebih akurat sehingga penanganan yang tepat dan cepat dapat diambil utnuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien.

15

DAFTAR PUSTAKA
1.

Mardjono M, Shidarta P. Mekanisme Trauma susunan saraf. Dalam Neurologi Klinis


Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. h. 248-263

2.

Sidharta P. Gangguan Lokomotor. Dalam: Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum.


Jakarta: Dian Rakyat; 2009. h. 324-361.

3.

Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Infections of the nervous system, Chronic
meningitis, and prion disease. In : Adam and Victors Principles of Neurology. Tenth
Edition. United States : McGraw Hill Education; 2014. p. 697-742

4.

Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Disease of spinal cord. In : Adam and Victors
Principles of Neurology. Tenth Edition. United States : McGraw Hill Education; 2014. p.
1237-1287.

5.

Grundy D, Swain A. ABC of spinal cord injury. Fourth Edition. London: BMJ Book
Publishing; 2002.

6.

PPTI (Perekumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia). Tuberkulosis Tulang.


[serial online] 2012 [Diunduh pada 15 Agustus 2016]. Tersedia dari: URL:
http://www.ppti.info.com/

7.

Jacobus DJ. Potts Disease. CDK-220. 2014; 41 (9).

8.

Moesbar N. Infeksi Tuberkulosa pada tulang belakang. Suplemen Majalah Kedokteran


Nusantara; 2006. 39(3).

9.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Spondilitis tuberculosis. Dalam:


Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius; 2001. h. 58-59.

10. Zuandra, Janitra R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis. CDK-208.


2013; 40(9)

16

Anda mungkin juga menyukai