PENDAHULUAN
(2)
. Pada
pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding
non perokok.Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi
puncak pada dekadeketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara itu, pneumothorax
traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung pada
dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik.
Pneumothorax
iatrogenik
merupakan
tipe
pneumothorax
yangsangat
sering
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumothorax diartikan dengan adanya udara yang memenuhi rongga pleura.
Meskipun tekanan intrapleura dalam siklus pernafasan biasa bersifat negatif, udara tidak
dapat masuk menembus ke dalam rongga pleura karena jumlah tekanan parsial rata rata dari
gas dalam kapiler darah hanya 93,9 kPa (706 mmHg). Sedangkan gerakan gas dari kapiler
darah menuju ke rongga pleura membutuhkan tekanan pleura sekitar -54 mmHg yang tidak
mungkin terjadi pada keadaan normal. Namun apabila ditermukan adanya udara di kavum
pleura pasti terjadi salah satu diantara keadaan berikut ini :
1. Adanya saluran atau lesi yang menghubungkan rongga alveolar dengan pleura
2. Adanya hubungan secara langsung dan tidak langsung antara atmosfer dan rongga
pleura.
3. Adanya mikroorganisme dalam kavum pleura yang dapat memproduksi gas (Noppen,
2010).
Ketika adanya penguhubung antara alveolus atau rongga udara intarpulmonar dengan
rongga pleura maka akan terjadi aliran udara dari alveolus menuju rongga pleura hingga tidak
ada perbedaan tekanan antar dua rongga tersebut atau hingga penghubung tersebut ditutup
(Jindal et al., 2008).
2.2Epidemiologi
Insiden pneumothorax sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui,
pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1 (Hisyam dan Budiono, 2009).
Pneumothorax spontan primer (PSP) memiliki insidensi 7.4 18 kasus per 100.000 penduduk
setiap tahun pada laki-laki, dan 1,2 6 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun pada
perempuan (Noppen, 2010). Berbagai macam penyakit atau kelainan pada sistem respirasi
dapat menjadi penyebab pneumothorax spontan sekunder (PSS). Berdasarkan berbagai
macam penyakit yang mendasari tersebut, puncak insidensi dari PSS adalah pasien berusia
60-65 tahun, dengan penyebab yang paling sering adalah penyakit paru obstruktif kronis
(Noppen, 2010; Daley et al., 2015). Selain itu Seaton et al. dalam Hisyam dan Budiono
(2009) melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumothorax
sekitar 1,4% dan jika terjadi kavitas komplikasi pneumothorax meningkat lebih dari 90%.
cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior. Pada proses
fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui
stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura (Masyudi et al., 2014).
Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang
disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada proses
respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada cavum
pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika diafragma
dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga
sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi
dinding dalam pleura (Masyudi et al., 2014).
lobuslobusnya antara lain yakni lobus superior,lobus medius dan lobus inferior.
Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobussuperior dan lobus inferior. Namun
pada paru kiri terdapat satu bagian di lobussuperior paru kiri yang analog dengan
lobus medius paru kanan, yakni disebutsebagai lingula pulmonis. Di antara lobus
lobus paru kanan terdapat dua fissura,yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua,
sementara di antara lobus superiordan lobus inferior paru kiri terdapat fissura oblique
(Masyudi et al., 2014).
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang
dan mengempis ini di sebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel
alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga sangat
dibantu olehOtot otot dinding thorax dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan
negatif yang teradapat di dalam cavum pleura (Masyudi et al., 2014).
Penyakitparuobstruktif
Penyakitparuobstruktifkronis
Asma
Penyakitparusupuratif
Bronkiektasis
Kistik fibrosis
Penyakit malignancy
Kankerparu
Penyakitparuintertisial
Fibrosis paru
Ekstrinsik allergic alveolitis
Sarkoidosis
Limfangileiomiomatosis
Histiositosis X
Infeksi
Pneumonia
Tuberkulosis
Lain lain
Respiratory distress syndrome
Sindrommarfan
Sindromehlordanlos
Catamenial
Arthritis rheumatoid
Tabel 1. Kondisi yang dapat menyebabkan pneumothorax sekunder
c. Pneumothorax iatrogenic
Pneumothorax iatrogenic adalah pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis. Pneumothorax iatrogenic banyak disebabkan oleh pemasangan
kanulasi vena sentral ( terutama vena subsclavia dan vena jugularis interna, biopsy
pleural, biopsy transbronkial, fine needle aspiration biopsy dan dapat pula disebabkan
oleh jarum akupuntur. Pasien yang memerlukan pemberian obat melalui vena sentral
memiliki risiko tinggi untuk mengalami pneumothorax. Pasien intubasi dengan
ventilasi mekanik dapat berkembang menjadi pneumothorax akibat tingginya tekanan
udara inspirasi yang diberikan sehingga menyebabkan barotrauma pada paru paru
(Currie et al., 2007).
d. Pneumothorax traumatic
Pneumothorax traumatic disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai thorax.
Trauma tersebut meliputi trauma tajam yang penetrasi pada rongga dada atau fraktur
costa yang merobek pleura visceralis(Currie et al., 2007). Pneumothorax traumatic
diperkirakan 40 % dari semua kasus pneumothorax. Pneumthorax trauma tidak harus
disertai dengan fraktur iga atau luka penetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada
dinding dada juga dapat menimbulkan pneumothorax (Sudoyo et al., 2010).
Berdasarkan jenis fistulanya pneumothorax dibagi menjadi tiga yaitu pneumothorax
tertutup, terbuka dan tension pneumothorax.
a. Pneumothorax tertutup
2.5Patofisiologi
menebal, sebagian dari jaringan fibrosa paru sendiri, dan sebagian lagi oleh jaringan paru
emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringan intertisial ke
dalam lapisan fibrosa tipis pleura visceralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista.
Mekanisme terjadinya bula atau bleb masih belum jelas, banyak pendapat menyatakan
terjadinya kerusakan bagian apeks paru berhubungan dengan iskemia atau peningkatan
distensi pada alveoli akibat tekanan pleura yang lebih negative. Selain itu salah satunya salah
satu mekanisme pembentukan bula atau bleb adalah degradasi benang elastin pada paru yang
diinduksi oleh asap rokok diikuti sebukan neutrofil dan makrofag menyebabkan timbulnya
bleb tersebut. Degradasi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara protease dan
antiprotease dan sistem oksidan dalam paru. Inflamasi dalam paru akan menginduksi
obstruksi saluran napas, tekanan intraalveolar akan meningkat sehingga terjadi kebocoran
udara menuju ruang interstisial paru dan ke hilus menyebabkan pneumomediastinum.
Tekanan mediastinum akan meningkat dan pleura mediastinum akan rupture sehingga timbul
pneumothorax. Apabila dilihat secara patologis dan radiologis pada pneumothorax spontan
sering ditemukan adanya bula di apeks paru. Kelainan intriksik jaringan konektif seperti
sindroma marfan, prolapse katub mitral, kelainan bentuk tubuh mempunyai kecendrungan
terbentuknya bleb atau bulla. Belum ada hubungan yang jelas antara aktivitas yang
berlebihan dengan pecahnya bula atau bleb karena pada keadaan istirahat juga dapat terjadi
pneumothorax. Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-valve pada saluran
nafas kecil sehingga menimbulkan distensi ruang udara di bagian distalnya. Obstruksi jalan
nafas bias diakibatkan oleh penumpukan mucus dalam bronkioli baik oleh karena infeksi
ataupun bukan infeksi (Sudoyo et al., 2010).
Pada pneumothorax sekunder terjadi karena pecahnya bleb visceralis atau bula
subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesis
PSS multifactorial. Umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK, asma, kistik fibrosis,
tuberculosis paru den penyakit paru infiltrative lainnya. Pneumothorax sekunder umumnya
lebih serius keadaannya dibandingkan PSP karena pada Pneumothorax sekunder terdapat
penyakit paru yang mendasarinya. Arthritis rheumatoid juga dapat menyebabkan
pneumothorax akibat dari terbentuknya nodul rheumatoid pada paru (Sudoyo et al., 2010).
Perubahan fisiologis akibat pneumothorax adalah penurunan kapasitas vital dan PaO2
dehingga terjadi hipoventilasi dan asidosis respiratorik. Yang paling berbahaya adalah
pneumothorax ventil. Pada keadaan ini tekanan di rongga pleura akan meningkat terus hingga
paru akan menguncup total selanjutnya mediastinum akan terdorong ke sisi lawannya.
Pendorongan mediastinum inilah yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah karena
tertekuknya pembuluh darah. Bila gangguannya hebat dapat terjadi syok sampai
kematian(Currie et al., 2007).
2.6 Manifestasi Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:
1
2
3
4
Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi, bisa mulai dari
asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat (Knipe dan Gorrochategui,
2015). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara napas melemah sampai menghilang,
fremitus
melemah
sampai
menghilang,
resonansi
perkusi
dapat
normal
atau
2.7 Pencitraan
a Foto Polos
Bayanganudaradalamrongga
pleura
memberikanbayanganradiolusen
yang
berasaldari
pleura
visceral.Bilapenumothoraxnyatidakbegitubesar,
Dalamhalinidianjurkanmembuatfoto
denganinspirasidanekspirasipenuh.Selamaekspirasimaksimaludaradalamrongga
lebihdidorongkeapeks,
sehinggaronggaintrapleura
dada
pleura
di
apeksjadilebihbesar.Selainituterdapatperbedaandensitasantarajaringanparudanudaraintrapl
eurasehinggamemudahkandalammelihatpneumothorax,
yakniterdapatnyakenaikandensitasjaringanparuselamaekspirasitapitidakmenaikkandensita
spneumothorax (Putra danLaksminingsih, 2013).
Foto
lateral
decubitus
padasisi
yang
sehatdapatmembantudalammembedakanpneumothoraxdengankistaatau
bulla.
Padapneumothoraxudarabebasdalamrongga
pleura
Jikapneumothoraxluas,
akanmenekanjaringanparukearahhilusatauparumenjadikuncup/kolaps
daerahhilusdanmendorong
mediastinum
di
kearahkontralateral.
Selainituselaigamenjadilebihlebar.Udaradalamruang
jadilebihradiolusendibandingkanparu-paru
bersebelahandenganpneumothoraxtersebut,
dimampatkan,
atauterkenapenyakit
pleura
yang
terutamajikaparu-paruberkurangvolumenya,
yang
meningkatkankepadatanparu
(Putra
danLaksminingsih, 2013).
Ultrasonografi
atautidak
adanyaparu-paru
grafismenggunakanM-mode
Doppler.
yang
bergeser
Sebuah
dapatdigambarkansecara
gambaryang
normalakan
Pada pneumonia, pasien juga akan merasa sesak napas. Hipotensi dapat ditemukan
pada pneumonia yang parah. Batuknya biasanya mempunyai dahak yang purulen. Dari hasil
pemeriksaan fisik, pada pneumonia dapat ditemukan fremitus tektil yang menurun, tetapi
suara perkusi akan redup (Cunha et al., 2014)
Pada pasien tinggi, muda, pria dan perokok jika setelah difoto diketahui ada
pneumothorax, umumnya diagnosis kita menjurus ke PSP. PSS kadang sulit dibedakan
dengan pneumothorax yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla subpleura (Hisyam dan
Budiono, 2009).
Beberapa penyakit dibawah ini menunjukkan gambaran yang menyerupai
pneumothorax, diantaranya:
a. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum adalah terkumpulnya udara extraluminal di dalam mediastinum yang
dapat berasal dari paru-paru, trakea, bronkus, esofagus, atau saluran dari mediastinum ke
leher atau abdomen (Weerakkody and Gorrochategui, 2015)
Gambaran Radiologis Pneumomediastinum
Foto Thorax PA
o Area streaky radiolusen di mediastinum (paling sering ditemukan pada area
paracardiac kiri)
o Air outlining mediastinal structure
o Continous diaphragma sign of Levin
Neck Films
o Air outlining fascial planes of the neck
Gambar 22. Kista pneumatocele pada aspek medial lobus posterior sinistra
Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax
Panah (1)
Panah (2)
Gambar 25, 26. Tampilan pada Pasien dengan Vanishing Lung Syndrome
(1) Pada gambaran foto thorax ini didapatkan giant bulla telah menempati
keseluruhan hemithorax kiri (dinding bulla ditunjukkan oleh panah putih)
(2) Didapatkan gambaran bulla berbentuk bulat (ditunjuk oleh panah kuning)
Pada pemeriksaan radiologi, bula biasanya ditemukan pada 1 sisi paru (asimetris) dan
melibatkan lobus superior. Yang membedakan giant bulla dengan pneumothorax ialah
tidak didapatkan visceral white line.
CT Scan
Panah (1)
Panah (2)
c. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan
alat
bantu
torakoskop.
Torakoskopi
yang
dipandu
dengan
video
(Video
d. Torakotomi
Tindakan pembelahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi. Tindakan ini
dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla terdapat di apek paru,
maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut
2.9 Prognosis
Pasien dengan pneumothorax spontan hampir seluruhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumothorax yang dilakukan torakotomi
terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pneumothorax adalah suatu keadaan adanya udara atau gas dalam cavum pleura,
dimana merupakan suatu ruang potensial antara pleura visceral dan parietal, yang
dapat menyebabkan suatu gangguan oksigenasi dan/atau ventilasi yang dapat
mengancam jiwa. Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi empat yaitu pneumothorax
primer, sekunder, iatrogenic dan traumatik.
2. Pemeriksaan radiologis merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis dari
pneumothorax.
3. Penting untuk para klinisi untuk dapat membedakan gambaran radiologi antara
pneumothorax dengan diagnosis banding lainnya.
4. Prinsip utama penanganan pneumothorax adalah dengan membebaskan udara dari
cavum pleura sehingga dapat mengembalikan kestabilan hemodinamik pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hameed
FM
(2013).
Pneumothorax
Imaging.
(2013).
Tension
pneumothorax
pathogenesis
and
clinical
finding.
H,
Muzio
DB
(2013).
Idiopathic
Giant
Bullous
Emphysema.
H,
Gorrochategui
(2015).
Pneumothorax.
DR,
Harrington
A,
Kamangar
(2015).
Pulmonary
Embolism.
Learningradiology.com/archive06/COW%20222-Vanishing
%20lung/vanishinglungccorrect.html#link705995CO (diakses pada 5 Mei 2016)
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jilid 2 Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Hal: 1063-1067.
Waseem M, Jones J, Brutus S, et al (2005). Giant Bulla mimicking pneumothorax. J Emerg
Med; 29: 155-158.
Weerakkody
dan
Gorrochategui
(2015).
Pneumomediastinum.
dengan diameter kecil tidak dapat digunakan apabila terdapat cairan pleura (karena
dapat menyumbat) dan adanya kebocoran udara (menyebabkan reekspansi yang
tidak adekuat). Suction hanya dapat dipertimbangkan 48 jam setelah pemasangan
drain untuk mengurangi resiko terjadinya edema re-ekspansi paru-paru dan harus
dikonsulkan kepada dokter ahli paru-paru. BTS merekomendasikan sistem suction
dengan volume besar dan tekanan rendah (-10 to -20 cm H2O). Drain sebaiknya
tidak diklem kecuali diminta oleh ahli paru atau spesialis bedah TKV. Pengekleman
drain dapat berbahaya dan tidak ada bukti yang menunjukkan peningkatan angka
keberhasilan atau penurunan resiko rekurensi. Indikasi klem drain adalah apabila
terdapat kebocoran udara terus menerus karena berpotensi menyebabkan tension
pneumotoraks.
2. Pneumotoraks Spontan Sekunder
PSS merupakan pneumotoraks yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru
yang mendasari. Umumnya PSS terjadi sebagai komplikasi COPD, fibrosis kistik,
tuberkulosis, pneumocystits pneumonia, dan menstruasi. PSS juga dapat terjadi ada
penyakit intersisiel paru seperti sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans
cell histiocytosis and tuberous sclerosis. Secara umum udara pada PSS memasuki
rongga pleura melalui alveoli yang melebar atau rusak. Perburukan klinis dan
sequelae biasanya terjadi akibat adanya kondisi komorbid.
Causa terbanyak PSS adalah COPD, khususnya COPD sedang-berat. Apabila
pneumotoraks terjadi pasien COPD gejala sesak napas yang progresif muncul dan
biasanya bersamaan dengan nyeri pleuritik. PSS merupakan penanda signifikan
untuk mortalitas pasien COPD. Setiap kejadian pneumotoraks meningkatkan resiko
kematian sampai dengan empat kali lipat. Sekitar 40-50% pasien akan mengalami
PSS yang kedua apabila pleurodesis tidak dilakukan (Heffner and Huggins, 2004).
Untuk penangan PSS, ACCP merekomendasikan pemasangan chest tube untuk
setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegaj
rekurensi. Sedangkan rekomendasi BTS merekomendasikan aspirasi dengan syringe
dan kateter untuk pasien pneumotoraks kecil dengan penyakit paru yang mendasari
ringan. Sebagian besar pasien membutuhkan drainase melalui chest tube. Pelepasan
chest tube dilakukan setelah terjadi re-ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara.
Pleurodesis merupakan terapi pilihan terakhir dan dilakukan pada pasien dengan
kebocoran udara yang tidak teratasi dan mengalami pneumotoraks rekuren
(Mackenzie and Gray, 2007).
Patofisiologi Pneumotoraks
Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik, iatrogenik.
Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks
iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik.
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural ditemukan
pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-assisted
thoracoscopic surgery dan torakotomi. Kasus pneumotoraks spontan primer sering
dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural,
namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa
89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah
bukan perokok.
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori
menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang
kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan-antioksidan serta menginduksi
terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan
alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru menuju hilus dan
menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat dan pleura
parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara
akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan
tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah kecil
dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya
sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.
Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa
primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria,
serta sindrom Birt-Hogg-Dube.
Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru yang sudah
ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar yang
melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial menuju
hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah melalui
pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks.
Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah:
Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
Endometriosis toraksis
Diagnosis Pneumotoraks
A. Keluhan
1. Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat bernafas
dalam atau batuk.
2. Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru
yang kolaps sudah mengembang kembali.
3. Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
4. Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis).
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas, tertinggal
pada sisi yang sakit.
2. Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus jantung
terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau menghilang.
3. Perkusi: Suara ketok hipersonor samapi tympani dan tidak bergetar, batas jantung
terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya tinggi.
4. Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila
ada fistel yang cukup besar
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Toraks:
a. Tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun general
b. Pada gambaran hiperlusen ini tidak tampak jaringan paru, jadi avaskuler.
c. Bila pneumotoraks hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari paruparu sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat
dengan densitas seperti bayangan tumor.
d. Biasanya arah kolaps ke medial
e. Bila hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya perdorongan pada jantung
misalnya pada pneumotoraks ventil atau apa yang kita kenal sebagai tension
pneumothorax
f. Juga mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang berlawanan.
Penatalaksanaan Pneumotoraks
A. Penatalaksanaan Awal pada Pneumotoraks
Penatalaksanaan awal pada semua pasien trauma adalah dilakukan stabiisasi leher
hingga dipastikan pasien tidak mengalami cedera cervical dengan cara memasang cervical
collar atau dengan kantong berisi pasir. Evaluasi tingkat kesadaran dengan menyapa pasien
dan dilaknjutkan dengan pemeriksaan ABC (airway, breathing, circulation) (Boon, 2008).
Pada pemeriksaan jalan nafas yaitu membuka jalan nafas dengan jaw thrust (bila
dicurigai terdapat cedera cervical/pada pasien tidak sadar) atau head tilt chin lift dilanjutkan
dengan
membersihkan
rongga
mulut
dengan
swab
mengunakan
jari
telunjuk,
mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka. Pada pasien tidak sadar dilakukan
pemasangan orofaringeal tube untuk mencegah lidah jatuh dan menutup jalan nafas (Boon,
2008).
Pemeriksaan pernafasan yaitu melihat, mendengar, dan merasakan dilakukan secara
bersamaan. Pada pasien dengan pneumotoraks perkembangan dinding dada asimetris, deviasi
trakea ke paru yang sehat, JVP meningkat, suara nafas menurun bahkan menghilang dan pada
2.
Chest tube harus tersedia dengan cepat di ruang resusitasi dan pemasangannnya biasanya
cepat. Pemasangan terkontrol chest tube lebih baik untuk blind needle thoracostomy. Hal ini
menyebabkan status respiratori dan hemodinamik pasien akan menoleransi beberapa menit
tambahan untuk melakukan surgical thoracostomy. Setelah pleura dimasuki (diseksi tumpul),
tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan tanpa terburu-buru.
Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual dengan tekanan positif (Brohi,
2004).
Komplikasi Pneumotoraks
Komplikasi
yang
dapat
terjadi
pada
pneumotoraks
antara
lain
adalah
udara
mencapai
mediastinum.
Pneumomediastinum
jarang
menyebabkan
komplikasi klinis yang signifikan. Tetapi pada beberapa kasus, tension pneumomediastinum
dapat menyebabkan peningkatan tekanan mediastinum sehingga terjadi penekanan langsung
terhadap jantung atau menurunkan aliran darah balik sehingga terjadi penurunan curah
jantung. Pneumomediastinum dapat berkembang menjadi emfiesema subkutis. Apabila udara
pada subkutan dan mediastinum sangat banyak dapat terjadi kompresi jalan napas dan
jantung (Carolan, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Barmawi Hisyam, Eko Budiono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Brohi
K.
2004.
Chest
Trauma:
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTopen.html.
Pneumothorax-Open.
Diakses
tanggal
26
K.
2004.
Chest
Trauma:
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTpneumo.html.
Pneumothorax-Simple.
Diakses
tanggal
26
K.
2004.
Chest
Trauma:
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTtension.html.
Pneumothorax-Tension.
Diakses
tanggal
26
PL.
2010.
Pneumomediastinum.
Medscape
Reference.
Emedicine.
TENSION PNEUMOTHORAX
A. Definisi
Tension pneumothorax adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara
progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke
dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan di dalam rongga pleura. Hal
ini dapat terjadi secara spontan pada orang dengan kondisi paru-paru kronis ("primer")
dan juga pada mereka dengan penyakit paru-paru ("sekunder"), dan banyak pula yang
terjadi setelah trauma fisik ke dada, cedera ledakan , atau sebagai komplikasi dari
perawatan medis. Ventilasi tekanan positif dapat memperburuk efek one-way-valve.
Peningkatan progresif tekanan dalam rongga pleura mendorong mediastinum ke
hemithorax berlawanan, menghalangi aliran balik vena ke jantung, dan menekan paruparu pada hemithorax kontralateral.. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan peredaran
darah dan dapat menyebabkan traumatic arrest (Sharma, 2008; Sideras, 2011)
Tension pneumothorax adalah komplikasi pada sekitar 1-2% dari kasus
pneumothorax spontan idiopatik. Tension pneumothorax merupakan keadaan emergensi
yang mengancam jiwa penderita. Dapat disebabkan oleh trauma yang menyebabkan luka
pada parenkhim paru, spontan akibat pecahnya bulla paru atau iatrogenik yang
membentuk mekanisme ventil, yaitu udara dapat memasuki rongga pleura tetapi tidak
dapat keluar. Tidak jarang pneumothoraks simpel pada trauma dapat berubah menjadi
tension pneumothorax.
B. Patofisiologi
Tension pneumothorax terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat
inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari
rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura
akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga
pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas. Pneumothorax
ini sering disebut pneumothorax ventil (Sudoyo et al, 2009).
Tension pneumothorax terjadi kapan saja, gangguan melibatkan pleura visceral,
pleura parietal, atau tracheobronchial. Kondisi ini terjadi ketika jaringan yang terluka
membentuk katup 1 arah, yang memungkinkan aliran udara dengan inhalasi ke dalam
ruang pleura dan mencegah aliran udara keluar. Volume udara intrapleural nonabsorbable
ini meningkat dengan inspirasi karena efek katup 1 arah. Akibatnya, tekanan meningkat
pada hemithorax yang terkena. Selain itu, tekanan positif yang digunakan dengan terapi
ventilasi mekanik dapat menyebabkan terperangkapnya udara (Daley, 2015).
mengetahui bahwa dari perkusi didapatkan adanya hiperresonansi pada bagian dada
ipsilateral.
Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding
dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang (Sudoyo, 2011)
E. Pemeriksaan Radiologi, Gambaran Radiologi, Interpretasi
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks antara
lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radioopaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
2. CT-scan thorax
CT-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
tekanan
negatif
rongga
tersebut
Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya
terisi sedikit cairan pleura / lubrican.1,15
4) Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumothoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bisa mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain.1,15
G. Prognosis
Tension pneumotoraks timbul dari berbagai penyebab dan cepat berkembang menjadi
insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskular, dan akhirnya kematian jika dikenali dan
diobati. Oleh karena itu, jika gambaran klinis sesuai tension pneumothorax, harus diatasi
DAFTAR PUSTAKA
Daley
et
al.
2015.
Pneumothorax Clinical
Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/424547-clinical
diakses
Mei 2016.
Jain,
Dhruv
et
al.
2008.
Understanding
And
Managing
Tension
and
Gaillard
et
al.
Tension
pneumothorax
Pneumothorax Traumatik
Bisa disebabkan oleh trauma dada penetrasi maupun non penetrasi. Pada trauma dada
penetrasi luka menyebabkan udara mengalir masuk kedalam kavum pleura langsung melalui
dinding dada atau melalui pleura visceral dari percabangan trakeo bronkial. Pada non
penetrasi pneumothorax dapat terjadi jika adanya laserasi pada pleura visceral dikarenakan
fraktur costae maupun dislokasi costae. Kompresi dada yang tiba tiba meningkatakn tekanan
alveolar yang mana dapat menyebabkan ruptur alveolus. Ketika alveolus pecah, udara masuk
kedalam spatium interstitial dan membelah parenkim paru menuju pleura visceral maupun
mediastinal. Pneumthorax dapat terjadu jika adanya ruptur pleura visceral maupun
mediastinal, menyebabkan udara masuk kedalam kavum pleura.
Patofisiologi
Traumatik
a. trauma penetrasi (luka tusuk, luka tembak, tertusuk benda asing) seringnya melukai
paru perifer, menghasilkan hemothorax dan pneumothorax pada lebih dari 80%
kejadian trauma penetrasi
b. trauma tumpul dapat menyababkan fraktur costae yang mana dapat meningkatkan
tekanan intratorakal dan ruptur bronkial. Ditandai dengan Fallen lung sign, hilus
jatuh kebagian bawah rongga dada atau pneumothorax persisten dengan penggunaan
chest tube
Barotrauma Pulmoner
Karena volume gas pada temperatur konstan berbanding terbalik dengan tekanannya,
maka jika volume udara yang tersaturasi dalam suhu tubuh mengembang 1,5 kali
dibandingakan volume pada permukaan air laut. Dan jika pada ketinggian 3050 m udara yang
terjebak pada bleb pleura bisa ruptur menyebabkan pneumothorax seperti pada petugas
penerbangan. Hal yang sama juga terjadi pada penyelam scuba dimana udara yang
terkompresi dialirkan kedalam paru berdasarkan kebutuhan regulator dan ketika naik
kepermukaan barotrauna dapat menyababkan penurunan tiba tiba tekanan dalam paru
sehingga udara dalam paru mengembang dan menyebabkan pneumothorax
Pneumothorax Iatrogenik
Penyebab pneumothorax berdasarkan frekwensi kejadiannya
Transthoracic needle aspiration or biopsy
Subclavian or jugular vein catherterization
Thoracentesis
Closed pleural biopsy
Mechanical ventialtion
Cardiopulmonary resuscitaion
Nasogastric tube placement
Transbronchial biopsy
Tracheostomy
Liver biopsy
24%
22%
20%
8%
7%
merupakan penyebab ketiga pneumothorak iatrogenik. Hal ini bisa dikurangi jika dilakukan
dengan panduan USG. Ventilasi mekanik mulai jarang menyebabkan pneumothorax karena
pada mode ventilasi yang lebih baru memungkinkan melakukan ventilasi pada pasien dengan
tekanan puncak yang lebih rendah.