Anda di halaman 1dari 20

DEPARTEMEN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RENCANA KEGIATAN MINGGUAN


Ruang 11 Perinatologi RSSA MALANG

Sindrom Aspirasi Mekonium

Untuk memenuhi kompetensi pendidikan profesi

oleh:
ACHMAD FATHONI
130070300011010

ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

Sindrom Aspirasi Mekonium


A. DEFINISI
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi.
Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang
tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim
maupun sesaat setelah dilahirkan.
Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental,
lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34
minggu. Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini
sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih kental sehingga penyumbatan
saluran udara lebih berat.
B. ETIOLOGI
Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses
persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi postmatur (lebih dari 40
minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan
oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan
pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan
ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekoniuim
becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan yang bervariasi.
Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi
menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium
bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi
gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paruparu. Selain itu,
mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan ketuban yang berwarna
kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10%
kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang menderita sindroma ini memerlukan
bantuan alat pernafasan.
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat
dan kematian pada
bayi baru lahir.
C. FAKTOR RESIKO
1. Kehamilan post-matur
2. Pre-eklamsi
3. Ibu yang menderita diabetes
4. Ibu yang menderita hipertensi
5. Persalinan yang sulit
6. Gawat janin
7. Hipoksia intra-uterin (kekurangan oksigen ketika bayi masih berada dalam
rahim).
Faktor Risiko
1. Usia kehamilan melebihi 40 minggu

2. Berat
badan lahir
rendah.
Bedakan
dengan

prematuritas, dimana SAM jarang terjadi bila bayi lahir sebelum 34


minggu. Dengan demikian, prematuritas bukan faktor risiko untuk
terjadinya SAM
3. Kesulitan dalam melahirkan

Path Way

D. PATOFISIOLOGI
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal
distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia
(kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan
terjadinya peningkatan aktivitas usus disertai dengan melemasnya spinkter anal.
Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion, yang terjadi bila mekonium
terhisap ke dalam saluran pernafasan, mekonium tersebut akan menyumbat
(sebagian ataupun seluruh) saluran pernafasan bayi. Bila hal ini terjadi,
muncullah gangguan.

E. MANIFESTAS KLINIS
Cairan ketuban berwarna hijau tua, mekonium pada cairan ketuban, noda
kehijauan pada kulit bayi, kulit bayi tampak kebiruan (sianosis), pernafasan cepat
(takipnea) , sesak nafas (apnea), frekuensi denyut jantung janin rendah sebelum
kelahiran , skor APGAR yang rendah , bayi tampak lemas , auskultasi: suara nafas
abnormal
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk
menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama
kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi
jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru
kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga
ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
1. Umumnya bayi post term, kecil masa kehamilan dengan kuku panjang dan
kulit terwarnai oleh mekonium menjadi kuning kehijauan dan terdapat
mekonium pada cairan ketuban.
2. Caiaran ammonium berwarna kehijauan dapat jernih maupun kental
3. Tanda sindrom gangguan pernafasdan mulai tampak dalam 24 jam
pertama setelah lahir.
4. Kadang-kadang terdengar ronchi pada kedua paru dan mungkin terlihat
empishema atau atelektasis.
5. Kesulitan benafas saat lahir
6. Retraksi
7. Takhipnea
8. Sianosis
9. Frekwensi denyut jantung rendah sebelum dilahirkan
Gejala
1. Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya
mekonium di dalam cairan ketuban
2. Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan lama
sebelum persalinan)
3. Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah
4. Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)
5. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
6. Apneu (henti nafas)
7. Tampak tanda-tanda post-maturitas (berat badannya kurang, kulitnya
mengelupas).
Komplikasi
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pnemonia
F. PENATALAKSANAAN
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan
dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]).
Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi:
1. Umum

Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada
dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.
Pada SAM berat dapat juga dilakukan:
1 Pemberian terapi surfaktan.
2 Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi
ke dalam paru bayi.
3 Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di
dalam ventilator.
Penambahan ini berguna untuk melebarkan pembuluh darah sehingga
lebih banyak darah dan oksigen yang sampai ke paru bayi. Bila salah satu atau
kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut dipertimbangkan
untuk menggunakan extra corporeal membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi
ini, jantung dan paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam
tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.
Pencegahan
Bila Anda melihat mekonium pada cairan ketuban yang pecah, segera
beritahukan dokter. Dokter akan memakai alat monitor janin selama fase
kelahiran untuk memonitor kemungkinan terjadinya fetal distress.
Pada keadaan tertentu, dokter mungkin akan melakukan infus cairan saline
ke dalam cairan amnion dengan maksud untuk 'mencuci' mekonium keluar dari
rongga amnion. Tentu saja diharapkan cairan amnion telah bersih dari mekonium
sebelum janin menarik nafasnya yang pertama.
Pada tahap pengeluaran bayi, dokter mungkin akan melakukan hal-hal
seperti:
1. Melakukan penyedotan (suction) melalui hidung dan mulut begitu kepala
bayi keluar (sebelum bahu keluar)
2. Tergantung pada keadaan bayi, dokter mungkin saja melakukan
penyedotan sampai ke trakea
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut: Sebelum bayi lahir,
alat pemantau janin menunjukkan bardikardia (denyut jantung yang lambat)
- Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
- Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki
kasar). Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan:
- Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan
peningkatan pCO2)
- Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).
PENGOBATAN

Segera setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut
bayi. Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah
selang ke dalam trakea bayi dan dilakukan pengisapan lendir. Prosedur ini
dilakukan secara berulang sampai di dalam lendir bayi tidak lagi terdapat
mekonium. Jika tidak ada tanda-tanda gawat janin dan bayinya aktif serta
kulitnya berwarna kehijauan, beberapa ahli menganjurkan untuk tidak melakukan
pengisapan trakea yang terlalu dalam karena khawatir akan terjadi pneumonia
aspirasi. Jika mekoniumnya agak kental, kadang digunakan larutan garam untuk
mencuci saluran udara.
Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat. Pengobatan lainnya adalah Ventilasi
mekanik (untuk menjaga agar paru-paru tetap mengembang). Gangguan
pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 hari, meskipun takipneu
bias menetap selama beberapa hari. Hipoksia intra-uterin atau hipoksia akibat
komplikasi aspirasi mekonium bisa menyebabkan kerusakan otak. Aspirasi
mekonium jarang menyebabkan kerusakan paru-paru yang permanen.
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk
menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama
kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi
jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik. Bayi
yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik,
bahkan mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian.
Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab. Analisa gas darah : untuk melihat kemungkinan terjadinya
asidosis
Laringoskopi : dengan alat ini dokter akan memeriksa pita suara bayi untuk
melihat apakah pita suara tersebut ternodai oleh mekonium
Foto thoraks
Ventilasi mekanik : untuk menjaga agar paru bayi tetap mengembang
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fisik ; riwayat antenatal ibu
Stress intra uterin
Status infant saat lahir
- Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
- Apgar skor dibawah 5
- Terdapat mekonium pada cairan amnion
- Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
2. Pulmonarry
Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 pernafasan per
menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
- Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah
mekonium dalam paru
- Cyanosis
- Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero
posterior (AP)
NUTRISI PADA BBLR

Menurut Iskandar Wahidiyat, 2001


1. Kebutuhan parenteral\
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
2. Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
3. Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 200 cc/kg BB/hari
Test Kocok (shake Test)
Sebaiknya dilakukan pada bayi yang berusia < 1jam dengan
mengambil cairan amnion yang tertelan dilambung dan bayi nelum
diberikan makanan. Cairan amnion 0,5 cc ditambah garam faal 0,5 cc,
kemudian ditambah 1 cc alcohol 95 % dicampur dalam tabung
kemudian kocok 15 detik, kemudian diamkan selama 15 menit dengan
tabung tetap berdiri ,
1. (+) : bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin
artinya surfaktan terdapat dalam paru dalam jumlah yang cukup.
2. (-) : bila tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak
permukaan artinya paru paru belum matang / tidak ada surfaktan.
3. ragu : bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin jika hasilnya
ragu maka tes harus diulang.
APGAR SKOR

a. Pengertian Apgar Skor


Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk
menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran (Prawirohardjo :
2002).
Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia
atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha
nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour)
dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan
memasukkam kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan
(Prawirohardjo : 2002).
Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasil penilaian tersebut dapat
diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10),
asfiksia ringan (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
(Prawirohardjo : 2002).

BALLARD
SCORE

Sistem
penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk
menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian
neuromuskular dan fisik.
Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil,
sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver. Penilaian fisik
yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara,
mata/telinga,dan genitalia.
1. Penilaian Maturitas Neuromuskular
a. Postur
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan
adanya tahanan saat otot diregangkan (Gambar II.3). Ketika
pematangan
berlangsung,
berangsur-angsur
janin
mengalami
peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana
ekstremitas bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal
kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi
bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi,
kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi
prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,
sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan perlawanan
tonus fleksi pasif yang progresif.

b. Square Window
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap
peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan
tangan. Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung
tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Hasil sudut antara
telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm
diperkirakan berturut-turut > 90 , 90 , 60 , 45 , 30 , dan 0
(Gambar II.4).

c. Arm Recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan
mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan
ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi
terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah
sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan
lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan
tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 , Skor 2:
fleksi parsial 110- 140 , Skor 3: fleksi parsial 90-100 , dan Skor 4:
kembali ke fleksi penuh (Gambar II.5).

d. Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan
menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi
berbaring telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di
perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.
Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi
dengan lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha
dengan tangan yang lain. Jangan memberikan tekanan pada paha
belakang, karena hal ini dapat mengganggu interpretasi.
Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi.
Ukur sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal.
Perlu diingat bahwa pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti
menendang secara aktif sebelum melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank
Breech pralahir akan mengganggu manuver ini untuk 24 hingga 48 jam
pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan
intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan telah terjadi (Gambar
II.6).

e. Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi
berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis

tengah tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas
dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa
diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati
badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja
dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan
bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni, penuh pada
tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral baris
puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis
aksila ipsilateral (4) (Gambar II.7).

f. Heel to Ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul
dengan memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot
posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang
kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan
kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada
permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta
tingkat ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka pada lembar kerja).
Penguji mencatat lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil
dicatat sebagai resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga
(-1); hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3); dan
lipatan femoralis (4) (Gambar II.8).

2. Penilaian Maturitas Fisik


a. Kulit
Pematangan
kulit
janin
melibatkan
pengembangan
struktur
intrinsiknya bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan
pelindung, yaitu vernix caseosa. Oleh karena itu kulit menebal,
mengering dan menjadi keriput dan / atau mengelupas dan dapat
timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa terjadi
dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin
tergantung pada pada kondisi ibu dan lingkungan intrauterin.
Sebelum
perkembangan
lapisan
epidermis
dengan
stratum
corneumnya, kulit agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada
usia perkembangan selanjutnya kulit menjadi lebih halus, menebal dan
menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang menghilang menjelang akhir
kehamilan. pada keadaan matur dan pos matur, janin dapat
mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat
mempercepat proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas,
pecah-pecah, dehidrasi, sepeti sebuah perkamen.
b. Lanugo
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada
extreme prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo
mulai tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya
sangat banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika memasuki
minggu ke 28. Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian
bawah. Daerah yang tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan
maturitasnya dan biasanya yang paling luas terdapat di daerah
lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak ditutupi
lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia
gestasi tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal,
metabolik, serta pengaruh gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan
diabetes mempunyai lanugo yang sangat banyak.
Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilai pada daerah
yang mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan
bawah dari punggung bayi.
c. Permukaan Plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini
kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan.
Bayi dari ras selain kulit putih mempunyai sedikit garis telapak kaki
lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit hitam dilaporkan
terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya
garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian

penialaian dengan menggunakan skor Ballard tidak didasarkan atas ras


atau etnis tertentu.
Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis
pada telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi
tersebut berdasarkan permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang
dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40 mm diberikan
skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil
pemeriksaan disesuaikan dengan skor di tabel.
d. Payudara
Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat
stimulasi esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari
nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa menilai ukuran areola dan
menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan papila
Montgomery (Gambar II.11). Kemudian dilakukan palpasi jaringan
mammae di bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk untuk
mengukur diameternya dalam milimeter
e. Mata/Telinga
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring
perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri
atas palpasi ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun
telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati
kecepatan kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi
semulanya
f. Genital (Pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum
kurang lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului
testis kanan yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua testis biasanya
sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian atas atau bawah pada
minggu ke 33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit
skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae. Testis dikatakan
telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona berugae.
Pada nenonatus extremely premature scrotum datar, lembut, dan
kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada
neonatus matur hingga posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum
dan dapat menyentuh kasur ketika berbaring.
Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong,
hipoplastik, dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi
yang sehat atau sesuai dengan usia kehamilan yang sama.
g. Genital (wanita)
Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus
diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45o dari
garis horisontal.
Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris
tampak lebih menonjol sedangkan aduksi menyebabkankeduanya
tertutupi oleh labia majora 9. Pada neonatus extremely premature
labia datar dan klitoris sangat menonjol dan menyerupai penis. Sejalan
dengan berkembangnya maturitas fisik, klitoris menjadi tidak begitu
menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati usia

kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung


tertutupi oleh labia majora yang membesar.
Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada
nutrisi intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia
majora menjadi besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang
kurang menyebabkan labia majora cenderung kecil meskipun pada
usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora serta klitoris
cenderung lebih menonjol.
3. Interpretasi Hasil
Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun
fisik disesuaikan dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya.

Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
2 Pola Nafas tidak efektif
3 Gangguan Pertukaran gas
4 Risiko Aspirasi
5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6 Risiko infeksi
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Bersihan Jalan Nafas tidak
efektif berhubungan dengan:
- Infeksi, disfungsi
neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi
jalan nafas, asma, trauma
- Obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan nafas
buatan, sekresi bronkus,
adanya eksudat di alveolus,
adanya benda asing di jalan
nafas.
DS:
- Dispneu
DO:
- Penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas (rales,
wheezing)
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif atau
tidak ada
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan
irama nafas

Pola Nafas tidak efektif


berhubungan dengan :
- Hiperventilasi
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC:
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status :
Airway patency
Aspiration Control
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
..pasien
menunjukkan keefektifan
jalan nafas dibuktikan
dengan kriteria hasil :
Mendemonstrasika
n batuk efektif dan
suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed
lips)
Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang
penyebab.
Saturasi O2 dalam
batas normal
Foto thorak dalam
batas normal

NOC:
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status :
Airway patency
Vital sign Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
..pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas,
dibuktikan dengan kriteria

Intervensi
Pastikan kebutuhan oral /
tracheal
suctioning.
Berikan O2 l/mnt,
metode
Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas
dalam
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara
tambahan
Berikan bronkodilator :
-
- .
-
Monitor status hemodinamik
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
Berikan antibiotik :
.
.
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2,
Suction,
Inhalasi
NIC:
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau
suction

- Obesitas
- Injuri tulang belakang
DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek
DO:
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
Penurunan pertukaran
udara per menit
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama
- Penurunan kapasitas vital
- Respirasi: < 11 24 x /mnt

hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dg
mudah, tidakada pursed
lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)

Gangguan Pertukaran gas


Berhubungan dengan :
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
perubahan membran
kapiler-alveolar
DS:
sakit kepala ketika bangun
Dyspnoe
Gangguan penglihatan
DO:
Penurunan CO2
Takikardi
Hiperkapnia
Keletihan
Iritabilitas
Hypoxia
kebingungan
sianosis
warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
Hipoksemia
hiperkarbia
AGD abnormal
pH arteri abnormal
frekuensi dan kedalaman
nafas abnormal

NOC:
Respiratory Status : Gas
exchange
Keseimbangan asam
Basa, Elektrolit
Respiratory Status :
ventilation
Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .
Gangguan pertukaran
pasien teratasi dengan
kriteria hasi:
Mendemo nstrasikan
peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat
Memeliha ra kebersihan
paru paru dan bebas dari
tanda tanda distress
pernafasan
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum,
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed
lips)
Tanda tanda vital
dalam rentang normal
AGD dalam batas
normal
Status neurologis
dalam batas normal

Auskultasi suara nafas, catat


adanya
suara tambahan
Berikan bronkodilator :
-..
.
Berikan pelembab udara
Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
Bersihkan mulut, hidung
dan secret
Trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Observasi adanya tanda
tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk
efektif
Monitor pola nafas
NIC :
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya
suara tambahan
Berikan bronkodilator ;
-.
-.
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan
intercostal
Monitor suara nafas, seperti
dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot

Auskultasi suara nafas, catat


area
penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit
dan ststus mental
Observasi sianosis
khususnya membrane
mukosa
Jelaskan pada pasien dan
keluarga
tentang persiapan tindakan
dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction,
Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung

DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham, Rudolph. 2006. Buku Ajar Rudolph Volume 1. Jakarta: EGC.
2. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:
EGC.
3. Cecila L. Betz & Linda A. Sowden. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta:
EGC.
4. Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Elizabet J. Corwin. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
6. J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai