Pertanian Organik Padi PDF
Pertanian Organik Padi PDF
Oleh :
Amir Mutaqin
A08400033
ii
Oleh :
Amir Mutaqin
A08400033
SKRIPSI
Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
ii
RINGKASAN
AMIR MUTAQIN. Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi
Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibawah Bimbingan EKA INTAN KUMALA P.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji upaya mewujudkan metode
alternatif dalam budidaya pertanian. Sehingga biaya yang dikeluarkan oleh petani
bisa ditekan dengan hasil yang tetap optimal. Salah satu alternatif yang mulai
dicoba saat ini adalah memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam, yang bisa
diolah sendiri oleh petani, menjadi pupuk atau pestisida alami atau yang pepuler
dengan istilah pertanian organik. Selain biayanya murah, kualitas produk yang
dihasilkan tetap terjaga bahkan memiliki keunggulan terbebas dari bahan kimia.
Lembaga Pertanian Sehat (LPS) adalah salah satu lembaga pemberdayaan
petani yang berupaya mengembangkan teknologi ramah lingkungan dan
membangun kelembagaan agribisnis yang mendukung petani binaannya.
Permasalahan yang muncul dari upaya tersebut adalah sejauh mana kelembagaan
tersebut telah mendukung aktivitas usahatani petani kecil, apakah petani sudah
mampu
menyerap
masukan-masukan
teknologi
yang
diupayakan
untuk
iii
yang terdiri dari, (1) subsistem agribisnis hulu, yakni seluruh proses yang
menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer ; (2)
subsistem agribisnis budidaya/usahatani
produk
primer
menjadi
produk
olahan
beserta
kegiatan
iv
Judul
Nama
NRP
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI
TEKNIK USAHATANI PADI (KASUS PETANI BINAAN LEMBAGA
PERTANIAN SEHAT, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT) ADALAH
KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK
APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER
INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG
DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN
TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM
DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Amir Mutaqin
A08400033
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 16 April 1982 yang
merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Asrori dan siti
Munawaroh. Pendidikan formal ditempuh dari SDN Soborejo 2 (1988-1994),
kemudian melanjutkan ke MTsN SMPN 2 Pringsurat (1994-1997) dan SMUN 2
Temanggung (1997-2000).
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ekonomi Pertanian
dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2000. Selama kuliah penulis aktif di
beberapa organisasi kemahasiswaan seperti, Lembaga Studi Islam Fakultas
Pertanian, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa dan organisasi ekstra kampus
Gerakan Mahasiswa Pembebasan.
Perkuliahan diselesaikan penulis pada semester delapan dan dinyatakan lulus
dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada bulan Maret 2008 oleh Program
Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, dengan judul skripsi
Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat).
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah SWT semata. Dialah yang telah
mengutus Rasulullah SAW dengan membawa Islam sebagai satu-satunya Dien
yang diridhoi-Nya. Semoga rahmat dan salam tetap Dia limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, keluarganya, sahabatnya, orangorang yang memperjuangkan risalah-Nya.
Skripsi ini berjudul Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan
Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian
Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Penelitian ini ditujukan untuk (1)
Mengkaji keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi pada petani binaan
LPS. (2) Mengkaji aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan
LPS. (3) Menganalisis efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi petani
binaan LPS.
Penulis menyadari selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
dukungan banyak pihak, baik institusi maupun pihak lain yang terkait secara
langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan
kerendahan hati serta rasa hormat yang teramat dalam, penulis mengucapkan
terima kasih atas bantuan yang telah diberikan.
Akhirnya dengan sangat terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran
untuk menambah perbendaharaan dan perbaikan terhadap tulisan ini, karena
tulisan ini hanyalah karya manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Penulis berharap semoga tulisan sederhana ini bermanfaat.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
Halaman
10
13
14
16
17
20
24
24
26
27
29
32
32
32
33
33
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika .....................
37
37
ii
38
41
43
43
43
44
45
45
47
52
55
57
65
67
69
70
74
79
8.2. Saran...................................................................................................
79
81
LAMPIRAN.................................................................................................
84
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel.1. Kandungan Zat Gizi Beras Organik Per 100 Gram ......................
39
42
46
47
48
49
Tabel 10. Pengelolaan Modal Petani Melalui Sistem Tabungan Tani ..........
55
60
64
65
Tabel 14. Perlakuan dan Sistem Pemanenan yang Dilaksanakan Petani ......
66
70
76
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Keterkaitan Sistem Agribisnis.....................................................
27
31
41
46
56
75
76
77
I.
PENDAHULUAN
yang layak, dan seterusnya. Oleh karena itu, menjadi petani dianggap tidak lagi
menarik hati, bahkan bagi keturunan petani sekalipun.
Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan metode alternatif dalam
budidaya pertanian agar biaya yang dikeluarkan oleh petani bisa ditekan dengan
hasil yang tetap optimal. Salah satu alternatif yang mulai dicoba saat ini adalah
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam, yang bisa diolah sendiri oleh
petani, menjadi pupuk atau pestisida alami atau yang pepuler dengan istilah
pertanian organik. Selain biayanya murah, kualitas produk yang dihasilkan tetap
terjaga bahkan memiliki keunggulan terbebas dari bahan kimia.
Menurut Laporan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2004) dalam
Maryana (2006), beras organik mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh diantaranya kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar air
dan kadar abu. Prosentase karbohidrat lebih tinggi daripada kadar protein dan
kadar lemak.
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Beras Organik Per 100 Gram
No.
Parameter Pengujian
Hasil Pemeriksaan
1.
Kadar Air
11,7 %
2.
Kadar Abu
0,36%
3.
Kadar Lemak
0,24%
4.
Kadar Karbohidrat
75,99%
5.
Kadar Protein
6,27%
Sumber : Dinas Pertanian Kab. Cianjur, 2004 dalam Maryana, 2006
Teknik pertanian organik inipun tidak bisa langsung diadopsi oleh petani.
Sehingga untuk mencapai pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,
yaitu mengubah pola tanam dan perilaku petani dari konvensional ke sistem
bertani sehat, perlu dilakukan pembinaan secara bertahap dan berkesinambungan
ke arah pertanian yang minimal berbasis bertani bebas pestisida. Perubahan-
perubahan
secara
bertahap
dapat
dilakukan
dengan
membimbing
dan
mengenalkan kepada petani untuk penggunaan sarana produksi yang aman, bijak,
berbahan lokal dan harga terjangkau dengan proses bio-teknologi maupun rendah
bahan kimia melalui pola pertanian terpadu yang berwawasan ramah lingkungan.
Apabila ditinjau dari sudut pandang yang lebih luas, maka transformasi
teknologi
tersebut
mengharuskan
adanya
perubahan
pula
pada
sistem
menurun, harga saprotan yang tinggi, permodalan terbatas, SDM dan keahlian
yang rendah, serta harga panen yang fluktuatif, disamping itu indeks nilai tukar
petani (terms of trade) terhadap barang industri dan jasa semakin menurun yang
mengindikasikan kehidupan petani semakin tidak sejahtera.
Penyediaan input produksi yang murah dan terjamin jumlahnya menjadi
bagian dari kebutuhan petani yang sering terabaikan. Input produksi yang
dibutuhkan petani kebanyakan masih ditangani oleh pihak luar yang tidak bisa
mentoleransi keterbatasan modal petani karena prinsip yang dikedepankan adalah
prinsip ekonomi. Proses usahatani di tingkat petani juga tidak lepas dari
permasalahan keterbatasan pemahaman dalam teknik usahatani yang efisien.
Selain itu, di sektor penanganan dan pemasaran hasil usahatani, petani belum
mampu memberi nilai tambah yang lebih terhadap produknya. Beberapa
permasalahan tadi menjadi mata rantai permasalahan yang selama ini dihadapi
oleh sebagian besar petani padi. Hal itu memerlukan penanganan yang
menyeluruh melalui program-program dalam kerangka yang lebih luas dan
sistematis.
Tabel 2. Pemakaian Input Pupuk dan Pestisida Sampel Anggota Kelompok Tani
Binaan Lembaga Pertanian Sehat
Kelompok Tani
Pemakaian Pupuk
Silih
ManungLisung
Harapan
Maju
Tunas
dan Pestisida (%)
Asih
Urea
100
SP 36
100
KCl
0
Phonska
0
P Organik
100
Pestisida Kimia
0
Pestisida
Nabati
17
(PASTI)
Sumber : diolah dari data primer
gal jaya
Kiwari
Maju
Jaya
Mekar
100
100
40
0
100
0
100
100
0
0
100
0
100
100
75
0
100
0
100
100
0
100
100
0
100
67
100
83
100
0
40
75
100
100
hingga saat ini, telah memulai mengembangkan pertanian organik (sehat) melalui
program pengembangan dan penelitian produk sarana pertanian, pengembangan
produk beras sehat, yaitu beras bebas pestisida kimia, dan pembinaan petani
melalui Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S) kepada Kelompok Tani Sehat
(KTS).
Hasil pengamatan sementara menunjukkan petani binaan LPS masih
memakai pupuk kimia sebagai input produksinya. Permasalahan yang kemudian
muncul adalah dari mana dan berapa harga yang dibayar petani untuk
memperolehnya. Sementara fakta lainnya adalah sebagian kelompok binaan LPS
juga masih menjual hasil panennya dalam bentuk produk primer berupa gabah
kering panen. Kelembagaan pengolahan dan pemasaran produk padi sehat LPS
belum mampu menangani semua produksi petani.
Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji hal sebagai berikut :
1. Bagaimana keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi sehat pada
petani binaan LPS ?
2. Bagaimana aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan LPS
?
3. Bagaimanakah efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi sehat
petani binaan LPS ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis beberapa hal yang terkait
dengan kelembagaan agribisnis padi sehat oleh LPS-DDR, yaitu :
1. Mengkaji keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi sehat pada
petani binaan LPS
2.1 Kelembagaan
2.1.1. Definisi Kelembagaan
Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga (institution) adalah
organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur
perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan
rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.
Lembaga-lembaga dalam masyarakat ada yang berasal dari adat kebiasaan mereka
turun-temurun tetapi ada pula yang baru diciptakan baik dari dalam maupun
mengadopsi dari luar.
Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi
dan kontrol terhadap sumberdaya. Dipandang dari sudut individu, kelembagaan
merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan
melaksanakan aktivitasnya. Dari dua sudut pandang tersebut, menurut Saptana
et.al. (2003), model kelembagaan agribisnis beras yang akan dikembangkan harus
ada muatan kolektif melalui organisasi kelompok yang akan mengatur bagaimana
kelembagaan tersebut dapat memiliki kontrol dan akses terhadap sumberdaya
dalam rangka pengembangan agribisnis beras. Di sisi lain pengembangan
agribisnis beras akan berhasil kalau ada insentif individu dalam memasuki bisnis
perbesaran. Dari sudut pandang individu, adanya semangat kewirausahaan akan
10
menghasilkan daya inovasi dan kreasi tinggi yang diperlukan sebagai energi
dalam menghasilkan beras berkualitas sesuai permintaan pasar dan preferensi
konsumen.
Kelembagaan dapat berupa adat istiadat, tradisi, aturan-aturan, atau hukum
formal yang mengatur hubungan antar individu dalam suatu masyarakat terhadap
sumberdaya. Kelembagaan inilah yang mengatur siapa yang boleh berpartisipasi
dalam mengambil keputusan, mengatur siapa memperoleh apa dan berapa banyak.
Kelembagaan menentukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Implikasinya adalah kelembagaan inilah yang menentukan distribusi
pendapatan dalam suatu masyarakat. Dalam hal peningkatan produksi padi,
kelembagaan pasar dan bukan pasar seperti Bimas memegang peranan penting
dalam alokasi dan distribusi sumberdaya manfaat.
2.1.2. Manfaat Kelembagaan
Mengingat pentingnya kelembagaan dalam mengatur sumberdaya dan
distribusi manfaat, maka unsur kelembagaan ini perlu memperoleh perhatian
khusus dalam analisis atau upaya peningkatan potensi desa untuk menunjang
pembangunan desa. Dalim (1990) menambahkan bahwa kelembagaan pedesaan
ini dapat berupa kelembagaan penguasaan tanah, kelembagaan hubungan kerja
dan kelembagaan perkreditan.
Petani dan juga ekonomi desa sangat terbantu oleh kelembagan yang ada
karena kelembagaan mengatur saling hubungan antar para pemilik input dalam
menghasilkan output ekonomi desa dan kelembagaan pula yang mengatur
distribusi dari output tersebut. Interdependensi tersebut misalnya usaha petani
dalam memperoleh pendapatan dengan menghasilkan dan meningkatkan produksi
11
yang
12
13
pada umumnya baik ditinjau dari segi peningkatan produksi maupun dari segi
perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Peningkatan ini masih
dapat ditingkatkan lebih jauh lagi apabila semua paket kredit Bimas tersebut
digunakan sepenuhnya untuk meningkatkan produksi semata-mata (bukan untuk
konsumtif).
Tujuan pertama, yang dicetuskan pertama kali pada saat dimulainya
program Bimas 1964, ternyata dapat tercapai, hal ini terbukti dari semakin
meningkatnya penggunaan teknologi baru dalam usaha tani dan peningkatan
produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program Bimas dan
kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang
disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan. Pada tahun 1985,
kredit Bimas dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) yang
kemudian juga mengalami perubahan dan modifikasi lebih lanjut.
Pada
hakekatnya
program
Bimas
menggunakan
pendekatan
14
kelembagaan
didefinisikan
sebagai
kemampuan
suatu
15
telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan
di atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa bercocok tanam atau
memelihara ternak.
Berkaitan dengan pendefinisian Mosher di atas dan fakta pertanian di
Indonesia, maka menurut penjelasan Mubyarto (1989), ada perbedaan yang amat
besar antara keadaan pertanian rakyat (usahatani) dan perkebunan. Tidah hanya
dalam
luasnya
usaha,
tetapi
juga
dalam
tujuan
produksi
dan
cara
akan
bertindak
sesuai
dengan
prinsip
ekonomi
yaitu
16
Secara konvensional, faktor produksi terdiri dari tanah, tenaga kerja dan
modal. Di samping itu, ada yang memasukkan manajemen dan kelembagaan
sebagai input yang diperhitungkan dalam fungsi produksi. Pada keadaan tertentu,
pengetahuan dan teknologi diasumsikan sebagai faktor spesifik atau dapat
diidentifikasikan.
17
sedapatnya memanfaatkan
limbah
organik
oleh
kegiatan pertanian itu sendiri, sehingga sering juga disebut sebagai pertanian daur
ulang.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis (Karama, 2002).
Sementara itu Orgnic Farming Reaserch Fundation (OFRF, 2000 dalam Dimyati
2002), merumuskan pertanian organik adalah sebagai berikut : Organic farming
system do not use toxic chemical pesticides or fertilzers. Instead, they are based
on the development of biological deversity and the replanishment of soil fertility.
18
Pertanian organik didasarkan pada penggunaan input off-farm secara minimal dan
praktek
pengelolaan
yang
mengembalikan,
menjaga
dan
memperkaya
19
3. Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air
dengan cara mengelola iklim makro, pengelolaan air dan pencegahan
erosi.
4. Membatasi kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan
melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan aman
5. Pemanfaatan sumber genetik (plasma nutfah) yang saling mendukung dan
bersifat sinergisme dangan cara mengkombinasikan fungsi keragaman
sistem pertanaman terpadu
Prinsip di atas dapat diterapkan pada berbagai macam teknologi dan
strategi pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut memiliki pengaruh yang
berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaran (continuity) dan identitas
masing-masing usahatani, tergantung pada kesempatan dan pembatasan faktor
lokal (kendala sumberdaya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada
permintaan pasar.
Gambaran Umum Komoditas Beras Organik
Beras organik adalah beras yang dihasilkan dari budidaya padi secara
organik atau tanpa masukan bahan kimia baik pupuk maupun pestisida. Sehingga
beras organik terbebas dari residu pupuk kimia dan pestisida kimia yang
membahayakan manusia.
Keunggulan utama beras organik dibanding beras biasa adalah relatif aman
untuk dikonsumsi (Andoko, 2002). Selain itu rasa nasi lebih empuk dan pulen.
Begitu juga dengan warnanya yang lebih putih serta daya tahan nasi lebih lama
dua kali lipat beras biasa yang hanya mampu bertahan 12 jam sebelum kemudian
basi.
20
Beras Sehat
Persyaratan dan kendala-kendala yang ada di lapangan untuk mencapai
kondisi yang ideal dalam pertanian organik bagi sebagian besar petani dirasakan
sangat berat. Petani di Indonesia telah mengadopsi pertanian konvensional selama
lebih kurang 25 tahun dan sebagian besar lahan pertanian beserta ekosistemnya khususnya di Pulau Jawa telah terkena pencemaran bahan kimia yang berasal dari
pupuk kimia dan pestisida, sebagai akibat dari penggunaan pupuk dan pestisida
yang tidak bijaksana dan terus menerus (LPS, 2005).
Beras sehat adalah produk organik antara yang dihasilkan dari usahatani
padi dengan mengeliminasi penggunaan pestisida, karena dampak yang
ditimbulkan jauh lebih luas dan lebih berbahaya dibandingkan pupuk kimia yang
dampaknya tidak secara langsung kepada pemakai. Sehingga diharapkan bahan
pangan yang dihasilkan oleh petani secara pelan-pelan akan mulai bebas dari
residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi serta memiliki nilai tambah.
2.5 Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah dalam ruang lingkup
pertanian padi sehat, yang dapat disetarakan dengan pertanian organik, dan
tentang masukan teknologi baru pada kegiatan usahatani. Untuk itu perlu ditinjau
penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan ruang lingkup penelitian
yang dilakukan saat ini.
Telah banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka mengkaji seputar
usahatani padi organik. Rahmani (2000), Nainggolan (2001) maupun Maryana
(2006) telah melakukan penelitian pada tiga daerah yang berbeda, yaitu Desa
Segaran, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah;
21
Kusumah
(2004),
dengan
melakukan
analisis
perbandingan usahatani dan pemasaran antara padi organik dan padi an-organik di
Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa
Barat, juga memberikan informasi yang sama. Hal itu disebabkan karena biaya
produksi dalam usahatani padi organik lebih rendah daripada usahatani padi
anorganik. Selain itu, harga output berupa gabah atau beras organik lebih mahal
daripada gabah atau beras an-organik.
Apabila dilihat dari status kepemilikan lahan, penelitian Maryana (2006),
memberikan hasil bahwa petani pemilik memiliki pendapatan lebih besar daripada
petani penggarap baik yang berusahatani secara organik ataupun an-organik.
Namun apabila dibandingkan masing-masing, pendapatan petani pemilik
usahatani padi organik lebih besar daripada petani pemilik usahatani an-organik.
Begitupun pendapatan petani penggarap usahatani padi organik lebih besar
daripada petani penggarap dengan usahatani an-organik (tabel 4). Adapun
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani padi
secara umum, adalah saluran pemasaran, status petani (organik atau an-organik),
dan status kepemilikan lahan.
22
23
24
25
ditentukan
oleh
batas
yurisdiksi.
Oleh
karena
itu
dalam
26
27
yakni industri yang mengolah industri primer menjadi produk olahan beserta
kegiatan perdagangannya; dan (4) subsistem jasa penunjang (supporting system
agribusiness) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga subsistem di atas
seperti infrastruktur, transportasi (fisik, normatif), perkreditan, penelitian dan
pengembangan, pendidikan pelatihan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Secara
sederhana sistem agribisnis dapat dilihat pada Gambar 1.
Subsistem Hulu
(upstream agribusiness)
Subsistem Usahatani
(on-farm agribusiness)
Subsistem penunjang
(supporting agribusiness)
Subsistem Hilir
(downstream agribusiness)
Gambar 1. Keterkaitan dalam Sistem Agribisnis
teknik
mengacu
kepada
pencapaian
maksimum
dari
28
komponen yang lain untuk in-efisensi teknik. Model ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
Yi = xi + (Vi - Ui)
,i=1,...,N,
dimana ;
Yi
Xi
Vi
Ui
berarti
metode
ini
dapat
digunakan
untuk
mengestimasi
29
30
terhadap
aplikasi
teknologi
diharapkan
mengkasilkan
rekomendasi yang tepat bagi petani dalam perbaikan teknik dan LPS dalam
mengevaluasi antivitas pendampingan usahataninya. Sedangkan Hasil Analisis
terhadap keragaan dan kinerja kelembagaan diharapkan menjadi rekomendasi bagi
LPS dalam membangun kelembagaan agribisnis padi yang lebih baik.
31
Keterbatasan
Akses Hulu
Kinerja Klp.
Tani
Aplikasi teknologi
belum tepat
Keterbatasan
akses Hilir
Lahan
Panen
Budidaya
Pemasaran
&Distribusi
Input
Lain
Pengadaan Input
Permodalan
K E L E M B A G A A N (L P S)
Kelengkapan
Kelembagaan Agribisnis
Rekomendasi Perbaikan
Kinerja Kelembagaan
Agribisnis
Analisis Aplikasi
Teknologi Petani
Analisis Efisiensi
Teknik
Rekomendasi Perbaikan
Aplikasi Teknologi
32
33
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer
diambil langsung dari petani melalui teknik wawancara langsung. Pengambilan
data primer dilakukan dengan teknik survei yaitu suatu cara pengambilan data
melalui sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat
pengumpul data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sedangkan data
sekunder diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang memiliki
keterkaitan dengan permasalahan penelitian dan dari laporan-laporan Lembaga
Pertanian Sehat ataupun dari literatur yang relevan.
4.4 Pengolahan Data
Pengolahan data untuk analisis kuantitatif yang berhubungan dengan
permasalahan pertama dan kedua dioleh secara manual dan disajikan dalam
bentuk tabulasi dan keterangan penjelas. Adapun data yang berhubungan dengan
analisis fungsi produksi deolah dengan program statistik regresi dan efisiensi
teknik diolah dengan menggunakan program Frontier versi 4.1, yaitu program
komputer untuk menghitung tingkat efisiensi teknik setiap petani. Sedangkan data
kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan narasumber
terkait akan disajikan secara deskriptif untuk menambah kejelasan analisis yang
ada.
4.5. Metode Analisis Data
Metode analisis data disesuaikan dengan data yang diperoleh. Langkahlangkah dalam analisis data ini dilakukan sebagai berikut :
Analisis deskripsi umum
Menggambarkan tentang profil organisasi Lembaga Pertanian Sehat dan
gambaran umum petani binaan LPS di Kabupaten Bogor yang menjadi objek
34
penelitian. Pada bagian ini juga disertai gambaran umum wilayah dimana para
petani tinggal.
Analisis Deskripsi Kinerja Kelembagaan dan Aplikasi Teknologi di Tingkat
Petani
Menggambarkan kondisi kelembagaan yang ada pada setiap subsistem
usahatani dan aplikasi teknologi yang dilakukan oleh petani dalam melaksanakan
setiap tahap usahataninya. Analisis ini akan diperjelas dengan tabel-tabel yang
mendukung.
Analisis Fungsi
Fungsi produksi untuk usahatani padi sehat pada anggota kelompok tani
binaan LPS di Kabupaten Bogor diasumsikan mempunyai bentuk Cobb-douglass
dengan memasukkan variable dummy yang diprediksikan mempengaruhi efisiensi
masing-masing perusahaan atau petani. Variabel dummy yang dimasukkan dalam
model penelitian ini adalah terhadap jenis varietas (Var = 1 apabila petani
menggunakan varietas Situbagendit, dan Var = 0 apabila memakai yang lainnya)
karena dari data yang ada 56 persen petani memakai varietas yang sama yaitu
Situbagendit dan rata-rata produktivitas dari benih tersebut tertinggi dibanding
varietas lainnya. Variabel dummy yang kedua adalah terhadap penggunaan sistem
tanam legowo (ST = 1) dan caplak atau bukan legowo (ST=0). Seperti dikaji
dalam bab sebelumnya, anjuran LPS adalah pemakaian sistem legowo, tetapi 53
persen petani tidak melaksanakannya dan ada yang karena alasan efisiensi teknis.
Rumus persamaan fungsi produksinya menjadi sebagai berikut :
35
= petani ke i
BENIH
TK
UREA
TSP
KCl
Phonska
Lahan
D1
D2
Vi
Ui
36
- / )
[1 -1 (
- (- / ) ]exp {-
*
TEi = E(exp(-ui)|Ei) =
+ 0,5 *2
v2 - u2
dimana : Ei = vi ui , i =
v2 - u2
v2 x u2
dan =
v2 + u2
*2
37
V. GAMBARAN UMUM
pemasaran
produk-produk
yang
dihasilkan
Laboratorium
sebelumnya. Pusat kegiatan UPS berada di Ds Pasir Buncir, Caringin Bogor, satu
komplek dengan Ternak Domba Sehat (TDS) Dompet Dhuafa Republika.
Pemisahan laboratorium dan usaha dilakukan pada awal tahun 2003 menjadi LPS
yang berada di JAS dan UPS yang berada di jejaring aset reform. Kemudian
menginjak awal tahun 2004 Laboratorium Pertanian Sehat dan Usaha Pertanian
Sehat disatukan kembali menjadi Lembaga Pertanian Sehat di bawah koordinasi
Jejaring Aset Reform (JAR) Dompet Dhuafa.
38
Perubahan-perubahan secara
39
Bidang Pokok
Penelitian Dan
Pengembangan
Sarana Produksi
Pertanian Sehat
2.
Pelayanan
Informasi
Teknologi Sistem
Pertanian Sehat
Terpadu
3.
Pembangunan
Pusat Pelatihan
Pertanian Sehat
Terpadu
4.
5.
6.
Pelatihan Dan
Bina Kader
Pertanian Sehat
Produksi Dan
Pemasaran
Sarana Dan
Hasil Pertanian
Sehat
Program
Pemberdayaan
Petani Sehat
(P3S)
40
41
Direktur LPS
Manajer Operasional
Administrasi &
Keuangan
Sekretaris &
Humas
DIVISI
Produksi & Perakitan
DIVISI
Litbang
Pelatihan
Pembinaan Petani
DIVISI
Pemberdayaan
Petani
DIVISI
Distribusi &
Pemasaran
DIVISI
Technical
Supporting
Kelompok Tani
Binaan
Gambar 3. Struktur Organisasi Lembaga Pertanian Sehat
42
43
44
dan bahkan ada juga paket bantuan Cuma-Cuma (hibah) tapi dengan syarat
konstruktif.
2. Peningkatan Kapasitas SDM Petani melalui paket pelatihan teknologi
pertanian sehat dan juga pembinaan untuk manajemen usaha tani dan
penguatan aspek spiritual para petani sasaran
3. Pembentukkan dan Pengembangan Kelembagaan Petani, antara lain
dengan penginisiasian lumbung tani sehat (LTS). Bahkan untuk LTS di
Cluster Kab. Bogor telah mulai merintis untuk pengembangan usaha
komunitas melalui pengadaan saprotan dan pengolahan beras petani
binaan.
4. Pembangunan Jaringan dan Sinergi dengan Stakeholders lainnya, hal ini
didasarkan bahwa pembangunan pertanian merupakan tanggung jawab
bersama untuk itu petani didorong untuk dapat akses terhadap saluran
informasi baik yang datang dari instansi pemerintah, swasta ataupun yang
lainnya sehingga dapat mempercepat proses kemandirian para petani
sasaran.
5.2.3. Wilayah Kerja Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S)
Pembinaan petani oleh LPS yang berada di bawah program P3S telah
mencakup 3 daerah kerja (cluster), yaitu cluster Kabupaten Bogor, Jawa Barat
yang meliputi 3 Kecamatan, Cijeruk, Cigombong dan Caringin; cluster Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan yang berada di Kecamatan Muara Telang; dan
cluster Kabupaten Bantul, DIY tepatnya di Kecamatan Jetis.
45
46
yang cukup variatif. Sedangkan jumlah petani yang terlibat langsung dalam
kegiatan P3S ini mencapai jumlah 149 petani yang tergabung dalam 16 KT
(Kelompok Tani).
Karakteristik umum petani peserta program P3S Kabupaten Bogor dapat
dilihat dari aspek pendidikan, umur, pendapatan dan penguasaan lahan garapan.
Berdasarkan data hasil survei kelayakan mitra tani tahun 2005 diketahui bahwa
sebagian besar petani berpendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD) yakni
mencapai 83.3 persen. Adapun kisaran umur petani P3S adalah antara 30 sampai
60 tahun dengan jumlah sebanyak 87.5 persen dengan tingkat pendapatan cukup
rendah yakni rata-rata Rp. 300.000/bulan. Dari segi kepemilikan lahan, umumnya
para petani peserta adalah tuna kisma (tidak memiliki lahan garapan sendiri)
kalaupun memiliki hanya berkisar 0.1-0.2 Ha (LPS, 2006).
Tabel 6. Data Kelompok Tani Peserta Program Pemberdayaan Petani Sehat
Cluster Kabupaten Bogor
No. Kelompok
Jml. KT
Desa
Kecamatan Kabupaten
Tani*
1 Silih Asih
14 Petani Ciburuy
Cigombong Bogor
2 Tunas Inti
10 Petani Ciburuy
Cigombong Bogor
3 Lisung Kiwari
11 Petani Ciburuy
Cigombong Bogor
4 Manunggal Jaya 11 Petani Ciburuy
Cigombong Bogor
5 Saung Kuring
10 Petani Ciburuy
Cigombong Bogor
6 Lembur Kuring 08 Petani Cisalada
Cigombong Bogor
7 Harapan Maju
09 Petani Pasir Jaya Cigombong Bogor
8 Nurul Mazroah 08 Petani Pasir Jaya Cigombong Bogor
9 Waluya
10 Petani Tugu Jaya Cigombong Bogor
10 Tumeka
08 Petani Ciderum
Caringin
Bogor
11 Maju Jaya
10 Petani Muara Jaya Caringin
Bogor
12 Bersaudara
07 Petani Pasir Buncir Caringin
Bogor
13 Wanti Asih
10 Petani Cibalung
Cijeruk
Bogor
14 Mekar Sejahtera 08 Petani Cipelang
Cijeruk
Bogor
15 Sugih Mukti
10 Petani Cibalung
Cijeruk
Bogor
16 Barokah
05 Petani Cibalung
Cijeruk
Bogor
Sumber : Laporan akhir Tahun Program Pemberdayaan Petani Sehat, 2006 (LPS)
47
Untuk 16
kelompok tani dengan 149 anggota, tim telah berhasil menyewakan sawah kurang
lebih 40 Ha. Namun pada praktiknya, tidak semua anggota memperoleh
pembagian luas lahan 2500 m2. Hal ini karena tidak semua lahan yang disewakan
terletak pada satu hamparan yang luas.
Tabel 7. Data Sebaran Luasan Lahan Garapan Kelompok Tani Program
Pemberdayaan Petani Sehat, Cluster Kabupaten Bogor
Kelompok Tani
Luas
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Lahan (m2)
Silih Asih
36.570
Ciburuy
Cigombong Bogor
Tunas Inti
27.400
Ciburuy
Cigombong Bogor
Lisung Kiwari
27.850
Ciburuy
Cigombong Bogor
Manunggal Jaya
27.000
Ciburuy
Cigombong Bogor
Saung Kuring
25.000
Ciburuy
Cigombong Bogor
Lembur Kuring
21.000
Cisalada
Cigombong Bogor
Harapan Maju
25.900
Pasir Jaya
Cigombong Bogor
Nurul Mazroah
19.500
Pasir Jaya
Cigombong Bogor
Waluya
28.600
Tugu Jaya
Cigombong Bogor
Tumeka
24.319
Ciderum
Caringin
Bogor
Maju Jaya
32.499
Muara Jaya
Caringin
Bogor
Bersaudara
15.301
Pasir Buncir
Caringin
Bogor
Wanti Asih
26.600
Cibalung
Cijeruk
Bogor
Mekar Sejahtera
19.500
Cipelang
Cijeruk
Bogor
Sugih Mukti
27.200
Cibalung
Cijeruk
Bogor
Barokah
13.500
Cibalung
Cijeruk
Bogor
Total Lahan
39.980
Sumber : Laporan akhir Tahun Program Pemberdayaan Petani Sehat, 2006 (LPS)
48
e
3
a
b
c
d
e
f
g
h
Realisasi Subsidi
Luasan Lahan
Sarana Produksi
Benih Padi
Pestisida Nabati (PASTI)
Pupuk Organik Padat/Kompos
NPK Majemuk Plus
NPK Super
NPK Phonska/Kujang
Urea
Tenaga Kerja Langsung
Sewa Traktor/Bajak Tanah
Meluruskan Galengan/Mopok
Semai
Tandur/Tanam
Memupuk Dasar
Memupuk Susulan
Pengendalian Hama & Penyakit
Tenaga Panen
Biaya lain-lain/Pengangkutan
Total Biaya Kerja
Subsidi per Ha
Satuan
10,000 m2
25
5
1250
150
100
200
50
600,000
300,000
150,000
450,000
200,000
200,000
150,000
550,000
200,000
2,800,000
Kg
Liter
Kg
Kg
Kg
Kg
Kg
1 Paket
24 HOKP
12 HOKP
45 HOKW
16 HOKP
16 HOKP
12 HOKP
44 HOK
16 HOKP
Ket. : * Masing-masing petani hanya mendapatkan 1 jenis pupuk NPK sebagai sarana uji coba
Sumber : Laporan akhir Tahun Program Pemberdayaan Petani Sehat, 2006 (LPS)
49
Pelatihan
50
dan Ciherang sedangkan untuk memperoleh beras yang wangi diperoleh dari
varietas padi Sintanur, Pandan Wangi, Pandan Putri dan Situ Patenggang.
Selama dalam proses budidaya padi, proses pendampingan selalu
dilakukan, baik yang bersifat rutin pertemuan kelompok ataupun yang tidak rutin
berupa kunjungan ke lokasi pertanaman maupun kunjungan ke rumah-rumah
petani. Pendampingan rutin dilakukan melalui pertemuan kelompok setiap satu
minggu sekali secara bergiliran. Untuk 16 kelompok tani binaan didampingi oleh
tiga orang pendamping program dan dua orang PPS dan PPL. Proses transfer
teknologi tepat guna dalam budidaya padi ramah lingkungan disampaikan melalui
pertemuan kelompok.
Selain pemberian materi mengenai teknologi tepat guna, juga dilakukan
penggalian hambatan-hambatan yang dihadapi oleh petani baik itu mengenai
kegiatan program maupun mengenai kondisi pertanaman untuk dicarikan
solusinya. Dalam setiap pertemuan juga diarahkan untuk meningkatkan dinamika
dalam kelompok untuk proses pembelajaran mengeluarkan pendapat bagi petani.
Selain materi tersebut juga disampaikan mengenai aturan-aturan yang telah
disepakati selama kegiatan program berlangsung, misalnya mengenai kewajiban
menabung 40 persen dari hasil panen.
5. Penginisiasian dan Pengembangan Kelembagaan Petani Program (LTS)
Untuk menjaga agar program ini dapat senantiasa berjalan secara
berkelanjutan maka dibutuhkan strategi untuk tetap menjaga keberlangsungannya.
Maka dibuat kesepakatan bahwa setiap petani wajib menabung sebanyak 40
persen dari hasil panennya. Pada awalnya tabungan tersebut akan digunakan
untuk menyediakan sewa lahan pada tahun berikutnya. Kegiatan menabung para
51
petani dikoordinasi oleh lembaga Lumbung Tani Sehat (LTS) yang akan
melakukan kolekting tabungan dan pencatatan secara teratur. Tabungan petani
yang disimpan dalam LTS sudah dalam bentuk uang, dalam hal ini LTS
bekerjasama dengan mitra penggilingan Gapoktan Silih Asih.
Gabah kering
panen (GKP) tabungan petani akan dijual ke mitra sebagai bahan baku beras SAE.
Hal ini dilakukan karena LTS belum mempunyai fasilitas untuk pengolahan gabah
petani.
52
53
mengelola
permodalan
petani,
LPS
membentuk
sebuah
kelembagaan yang bernama Lumbung Tani Sehat (LTS). Ada dua kegiatan pokok
dalam kelembagaan LTS, yaitu
pengolahan produk gabah menjadi beras kepala bebas pestisida atau beras SAE
(dibahas dalam sub bab kelembagaab panen). Tabungan tani diambil dari 40
persen hasil panen dalam bentuk Gabah Kering Panen yang di setor ke LTS dan
dikonversi dalam rupiah sesuai harga yang berlaku. Kegunaan tabungan adalah
untuk simpanan sewa lahan tahun berikutnya dan biaya produksi usahatani berupa
pembelian saprodi dan biaya lainnya.
54
55
56
DISTRIBUTOR
PENYALUR
PENGECER
KETUA KT
KOP. GAPOKTAN
P E T A N I
Gambar 5. Rantai Kelembagaan Penyediaan Pupuk Kimia Bagi Petani Binaan
Lembaga Pertanian Sehat
57
Adapun dalam penyediaan benih padi, petani relatif lebih mandiri karena
didukung oleh keberadaan koperasi Gapoktan sebagai penyalur dan produsen
benih bersertifikat pengembangan dari LPS. Sehingga harga dan ketersediaannya
pun terjangkau dan terjamin. Bahkan kelompok tani Tunas Mekar mampu
menyediakan sendiri benih unggul dengan melakukan peranakan sendiri dari
benih unggul varietas Situbagendit yang semula berasal dari bantuan LPS.
Produksi input lain berupa pupuk kompos, pestisida nabati dan produk
input organik lainnya di tangani oleh devisi tersendiri. Beberapa dari hasilnya
sudah dipasarkan ke masyarakat umum melalui devisi pemasarannya. Adapun
yang terkait dengan kebutuhan petani binaannya terhadap produk tersebut, LPS
melalui devisi pendampingannya telah berhasil mengajarkan proses pembuatan
beberapa input yang dianggap penting bagi petani. Sehingga untuk kebutuhan
pupuk organik dan pestisida nabati sudah dapat dibuat sendiri atau kolektif dalam
kelompok tani masing-masing.
6.3. Penerapan Teknologi Petani Dan Kelembagaan Di Tingkat Petani
Kelembagaan di tingkat petani yang eksis di pedesaan Jawa Barat terbatas
pada kelembagaan yang menangani pengaturan air irigasi, yaitu kelembagaan P3A
Mitra Cai. Sedangkan kelembagaan kelompok tani ada yang aktif dan ada yang
sudah tidak aktif lagi. Dinamika kelompok terbatas pada media transfer teknologi,
membantu dalam pengaturan air irigasi, melakukan pengolahan tanah dengan
traktor dengan cara terkoordinir, dan membantu serta turut menagnani programprogram pembangunan pertanian di desanya (Saptana, et.al., 2003).
Program P3S yang dilaksanakan oleh LPS telah berhasil memperluas
peran kelompok tani yang semula statis atau bahkan tidak ada, seperti hasil kajian
58
Saptana, et.al. (2003). Selain apa yang telah dijelaskan di atas, hasil kajian di
tempat penelitian menunjukkan peran kelompok tani yang cukup besar dalam
mendukung para petani anggotanya dalam memperoleh akses terhadap
permodalan dan lahan, serta mempermudah distribusi saprotan yang dilakukan
secara terkoordinir. Kelompok tani juga menjadi wadah yang efektif bagi para
petani dalam memecahkan masalah bersama serta dalam berkomunikasi dengan
pihak luar terutama dengan LPS. Seperti yang dilakukan oleh kelompok tani
Tunas Mekar yang memotong sebagian penghasilan anggota kelompoknya untuk
membantu pengembalian modal anggota kelompok lain yang gagal panen akibat
gangguan alam.
Bahkan kelompok tani peserta program P3S, LPS di Desa Muara Jaya dan
Ciderum, Kecamatan Caringin, telah mampu mengelola permodalan bersama
secara baik. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuan mereka memanajemen
tabungan tani dari anggotanya dalam satu tahun, sehingga jatah tabungan untuk
sewa lahan mereka mengalami surplus dan dapakai untuk menambah lahan
sewaan yang kemudian diberikan kepada petani lain yang belum memiliki lahan
garapan. Hal itu menunjukkan prestasi kelembagaan kelompok tani tersebut dalam
mewujudkan masyarakat komonitas dengan mengutamakan hubungan personal
pada pola ekonomi partikularistik. Yaitu lebih melihat manusia dengan hubungan
sosialnnya daripada barang, jasa atau uangnya (gemeinschaft).
Sementara itu, kelembagaan tenaga kerja yang berlangsung di lokasi
penelitian adalah kelembagaan upahan harian dan borongan. Upahan untuk tenaga
kerja tambahan pengolahan lahan, penanaman dan penyiangan. Sedangkan sistem
borongan berlaku untuk pemanenan dan khusus di kelompok tani Tunas Mekar
59
60
gal jaya
Kiwari
Maju
Jaya
Mekar
35.44
34.90
40.38
41.19
37.34
20
80
20
80
50
50
67
33
100
100
20
80
25
75
100
100
-
Hampir semua petani dari lima kelompok tani memakai benih yang
disediakan oleh koperasi gapoktan Lisung Kiwari yang berada di Desa Ciburuy,
Kecamatan Cigombong, hanya 10 persen yang memakai dari petani sendiri atau
petani lain. Adapun khusus kelompok tani Tunas Mekar di Desa Ciderum,
Kecamatan Caringin, melakukan penangkaran bibit unggul dari varietas
Situbagendit sendiri untuk kebutuhan anggota kelompoknya.
Pangolahan lahan
Dalam pengolahan lahan tidak ada perbedaan nyata antar petani binaan,
mereka semua menerapkan teknologi olah lahan yang relatif sama. Pengolahan
lahan dimulai dari tahap pemopokan, yaitu memperbaiki galengan dan parit,
sebelum lahan dibajak. Pembajakan sendiri mencakup pembajakan --pembalikan
tanah-- dan penggaruan dengan bantuan alat traktor atau bajak tenaga ternak.
Secara umum petani sebenarnya memilih memakai traktor dalam proses
bembajakan karena efisiensi biaya. Biaya pembajakan menggunakan traktor rata-
61
rata perhari kerja sebesar seratus duapuluh lima ribu rupiah yang kurang lebih
setara dengan tiga hari kerja bajak ternak. Sementara ongkos bajak ternak sendiri
adalah limapuluh ribu rupiah per hari. Di tambah lagi petani juga harus
mengeluarkan minimal rokok dan kopi setiap hari kerjanya. Namun, kendala yang
dihadapi petani dalam memanfaatkan traktor adalah keterbatasan jumlah traktor
yang tidak mampu memenuhi semua permintaan petani dan kendala kondisi lahan.
Ada lahan-lahan tertentu yang dari lokasi atau kondisi tanahnya tidak bisa di bajak
dengan traktor. Khusus untuk petani di Kelompok Maju Jaya, baru mulai musim
tanam 2008 mereka atau di lokasi mereka memiliki traktor, sebelumnya mereka
memakai ternak.
Pada saat pembajakan lahan, harus disertai dengan pencangkulan
dilanjutkan dengan penyorongan guna meratakan tanah dan memastikan jerami
kering, atau yang sudah dibusukkan, masuk ke dalam tanah. Lama proses
pencangkulan biasanya mengikuti lamanya pembajakan. Proses selanjutnya
adalah penggarukan atau pembuatan alur tanam. Teknologi penggarukan ini
adalah teknologi baru yang didapatkan oleh petani dari pembinaan LPS.
Sebelum dibina oleh LPS mereka tidak melakukan penggarukan, hasilnya,
tanaman mereka tidak teratur. Peggarukan ini bertujuan mengatur jarak tanam dan
merapikan tanaman. Manfaat dari teknologi baru ini selain memudahkan dalam
proses penanaman dan penyiangan, jumlah anakan vegetatif dari bibit yang
ditanam juga semakin banyak.
Penanaman dan Pemeliharaan
Satu paket dengan penggarukan, teknologi baru yang di dapat petani dari
proses pembinaan LPS adalah dalam pengaturan jarak tanam memakai sistem
62
legowo dan jumlah bibit perlubang yang ditanam. Sistem legowo adalah
pemberian jarak antar beberapa baris tanaman, tujuannya untuk mengatur
pengairan, memaksimalkan pertumbuhan anakan vegetatif bibit padi dan
mempermudah penanggulangan gulma dan hama lainnya.
Teknologi ini tidak semuanya dapat deterapkan oleh petani karena kendala
petakan lahan yang kecil atau kondisi pengairan yang tidak mendukung. Menurut
ketua kelompok tani Tunas Mekar, kelompokknya tidak menerapkan sistem
legowo ini karena kondisi pengairan mereka yang tidak besar, sehingga tanpa
sistem legowo pun, pengairan mereka sudah terjaga, atau istilah mereka macakmacak, tidak tergenang. Selain itu, penerapan sistem ini menambah tenaga kerja.
Untuk mengganti itu, mereka memakai sistem jarak tanam caplak dengan jarak
baris tanam yang diperlebar. Dilihat dari hasilnya, menurut dia, penggantian
teknonogi itu cukup efisien.
Kendala lain adalah dalam pengaturan jumlah bibit per lubangnya.
Anjuran dari LPS adalah satu sampai dua bibit per lubang. Namun dalam
praktiknya jumlah bibit yang mereka tanam menurut penuturan petani berkisar
antara dua sampai tiga per lubang. Hal itu dilakukan dengan karena mereka
menghadapi serangan hama keong mas yang memakan bibit anakan mereka.
Sehingga lebih aman kalau mereka melebihkan bibit yang mereka tanam. Namun
apabila dilihat dari pemakaian binih per satuan luas yang mereka pakai, jumlah itu
masih belum setara dengan banyaknya benih. Ada satu alasan yang dalam
penelitian ini belum bisa ditelusuri secara langsung yaitu, jumlah bibit sebenarnya
yang ditanam oleh buruh tanam.
63
Sistem penanaman yang di pakai oleh petani binaan LPS adalah sistem
tapin atau tanam pindah, tidak ada petani yang memakai sistem tanam benih
langsung atau tabela. Kelembagaan kerja penanaman pada lokasi penelitain adalah
memakai buruh tanam wanita secara upahan. Kemungkinan terjadi kesalahan
informasi antara buruh tanam dengan penyuluh dari LPS dan petani sangat besar.
Hal itu dikarenakan para buruh tanam tidak mendapatkan penyuluhan dari LPS
dan dari fakta di lapangan, petani binaan LPS juga kurang memperhatikan
pemahaman buruh tanam mereka tentang jumlah ideal bibit per lubang. Hal ini
mungkin bisa menjadi perhatian khusus bagi LPS ataupun pateni agar teknologi
baru yang diperkenalkan LPS kepeda petani efektif terlaksana.
Penyiangan dilakukan petani sebanyak dua kali salama satu musim tanam,
hanya tiga persen petani yang melakukannya sekali. Penyiangan pertama
dilaksanakan pada kisaran umur 20 sampai 30 hari sementara penyiangan kedua
pada umur 35 sampai 60 hari. Seperti dalam penanaman, tenaga penyiangan pada
umumnya adalah wanita dengan sistem upahan. Waktu penyiangan sangat
bervariasi antar petani, bukan antar kelompok. Begitu pula dalam pelaksanaan
pemupukan,
terutama
pupuk
kimia.
Ada
kesamaan
dalam
frekuensi
64
Cigombong, mereka memakai ketiga jenis pupuk tersebut, hanya satu orang petani
yang tidak memakai KCl.
Dinamika antar kelompok tani semakin terlihat jelas apabila kita
membandingkan pula pemakaian pupuk kimia di dua kelompok lainnya di
Kecamatan Caringin. Kelompok tani Maju Jaya, Desa Muara Jaya, semua anggota
kolompuknya yang tersurvei serempak memakai pupuk Urea, SP 36 dan Phonska
yang mengandung unsur NPK. Sedangkan kelompok tani Tunas Mekar, Desa
Ciderum, sebagian besar anggotanya memakai semua jenis pupuk kimia berupa
Urea, SP 36, KCl dan Phonska. Namun apabila dilihat dari pengaturan dosis
pemupukan, takarannya sangat bervariasi antar petani.
Tabel 12. Teknologi Pengolahan Lahan yang Diterapkan di Setiap Kelompok Tani
Kelompok Tani
Aplikasi Teknologi
Silih
Asih
Maju
Jaya
Tunas
Mekar
65
142.03
164.71
144.62
204.62
155.95
155.87
119.42
72.82
96.68
70.77
57.65
32.67
0.00
12.09
0.00
41.02
0.00
34.84
0.0
0.0
0.0
0.0
43.47
55.40
2910.38
2724.67
2551.62
3123.08
3324.15
3081.75
0.67
0.00
1.22
2.42
3.84
3.88
66
67
68
69
maksimalnya sektor pengolahan, penjualan beras SAE pada tahun 2007 mencapai
88,318 ton atau mencapai 74 persen dari target 120 ton
Selain menyalurkan produk Beras SAE, devisi tersebut menangani
penjualan produk saprotan organik yang diproduksi oleh LPS berupa pupuk
organik (OFER), pestisida nabati (PASTI) ataupun Virus pembasmi hama..
Sementara penjualan saprodi buatan LPS juga masih pada skala terbatas, OFER
sebesar 58,596 ton, PASTI 644 Botol dan VIR 4.074 Dus selama satu tahun.
70
71
72
LPS, input pupuk yang berkoefisien positif sesuai dengan persamaan adalah
pupuk SP-36, Phonska dan dan pupuk organik saja, masing-masing sebesar 0,007,
0,033, dan 0,216, itupun dengan standar eror yang tinggi, sehingga secara statistik
tidak berpengaruh nyata. Sementara pupuk urea dan KCl bernilai negatif dan tidak
signifikan.
Hasil ini menunjukkan kesesuaian dengan visi pertanian sehat yang secara
bertahap mengurangi masukan kimiawi. Sementara itu, tidak berpengaruhnya
pupuk organik dapat dianalisis disini adalah karena dalam penelitian ini tidak
dibedakan antara masukan pupuk kandang, kompos yang diolah dari jerami atau
jerami yang dibusukkan tanpa pengolahan. Ketiga masukan tersebut, dalam
penelitian ini dimasukkan dengan pembobotan sama yaitu perkiraan berat pada
kenyataan barangnya.
Analisis Pengukuran Variabel Pestisida Nabati
Nilai koefisien pestisida nabati negatif dan tidak berbeda nyata dengan nol.
Hal tersebut dapat disebabkan karena peran pestisida adalah dalam rangka
mengendalikan hama pengganggu tanaman padi agar tidak mempangaruhi
produksi. Ketika hama pengganggu tidak ada, maka peran pestisida menjadi tidak
ada. Alasan utama petani yang memakai pestisida adalah prefentif, karena kondisi
tanaman padi pada musim yang disurvei secara umum tidak terkena serangan
hama. Oleh karena itu juga, sebagian besar petani tidak memakai pestisida karena
tidak adanya serangan hama.
Analisis Pengukuran Variabel Lahan
Pengaruh luas lahan yang diukur ternyata tidak nyata terhadap produksi,
dapat dikarenakan pertama, kondisi lahan yang berbeda-beda baik dari faktor
73
74
teknik
mengacu
kepada
pencapaian
maksimum
dari
Berarti bahwa
75
Nilai
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Petani
76
15
13
Frekuensi
11
9
7
14
5
3
4
1
-1
1
0.4-0.5
0.5-0.6
0.6-0.7
0.7-0.8
0.8-0.9
0.9-1.0
Efisiensi Teknik
Gambar 7. Distribusi Tingkat Efisiensi Teknik Pada Usahatani Padi Sehat Petani
Binaan LPS
0.582
0.895
0.822
0.671
0.859
0.942
0.428
0.767
0.650
0.414
0.674
0.882
0.763
0.999
0.935
0.919
0.964
0.984
0.335
0.233
0.286
0.505
0.290
0.101
77
budidaya padi dan kemampuan untuk mendapat dan membeli input produksi
setiap petani. Tetapi juga disebabkan oleh perbedaan dalam pemakaian input dan
perbedaan penerapan teknologi yang dipengaruhi oleh kelembagaan kelompok
tani.
Hal itu sangat jelas terlihat dengan melihat perbedaan penerapan teknologi
setiap kelompok tani yang dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Seperti
telah dibahas sebelumnya, bahwa keputusan dalam penerapan teknologi dan
pemakaian input produksi sangat dipengaruhi oleh kelompok masing-masing.
Kelompok tani Tunas Mekar dapat dikatakan kelompok yang paling mampu
mempengaruhi tingkat efisiensi teknik anggotanya ditunjukkan dengan rentang
jarak tingkat efisiensi minimum dan maksimum yang relatif kecil. Itu berarti
0.80
0.60
0.94
0.86
6. 976
0.67
0.58
0.40
Efisiensi Teknik
6.902
1.00
4.623
0.82
1.20
5.003
0.89
1.40
5.810
3.851
Produksi (Ton)
0.20
0.00
0
S. Asih
M. Jaya
L. Kiwari
H. Maju
Maju J.
T. Mekar
Kelompok Tani
: : Produksi
: : Efisiensi Teknik
78
efisiensi teknik tertinggi adalah kelompok Tunas Mekar yaitu 94 persen, dan ratarata produksinya sebesar 6.902 kg/ha, sementara kelompok tani Maju Jaya yang
memiliki tingkat efisiensi teknik lebih rendah dari pada kelompok tani Manunggal
Jaya ataupun Tunas Mekar yaitu masing-masing sebesar 86 persen, 89 persen dan
94 persen, namun rata-rata produksinya tertinggi dari kelompok tani yang lain.
Hal itu sangat mungkin karena efisiensi teknik hanya mempengaruhi 8,8 persen
dari produksi. Meski begitu, tingkat efisiensi teknik tetap berkorelasi dengan
tingkat produksi, seperti halnya pada kelompok dengan tingkat efisiensi terkecil
yaitu sebesar 64 persen, yaitu kelompok tani Silih Asih, rata-rata produksinya
juga paling kecil dari kelompok lain, sebesar 3.851 kg/ha.
79
8.1. Kesimpulan
1. a. Lembaga Pertania Sehat telah melaksanakan semua fungsi dari empat
subsistem agribisnis padi sehat.
b. Subsistem agribisnis hulu padi sehat dalam penyediaan input pupuk kimia
masih tergantung pada kelembagaan dari luar LPS.
c. Subsistem agribisnis hilir padi sehat dalam pengolahan dan pemasaran hasil
usahatani padi sehat belum bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh jejaring
kelembagaan LPS.
2. Penerapan teknologi budidaya padi sehat oleh petani binaan LPS belum
sepenuhnya sesuai dengan anjuran LPS dan tidak seragam antar petaninya.
3. a. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi sehat petani
binaan LPS adalah tenaga kerja, begitu pula variabel dummy berupa jenis
varietas dan sistem jarak tanam juga berpengaruh positif dan nyata.
b. Tingkat efisiensi teknik rata-rata petani binaan LPS cukup tinggi dengan
pengaruh terhadap variasi pruduksi cukup besar.
8.2. Saran
1. a. Lembaga Pertanian Sehat perlu merumuskan produk baru berupa pupuk
organik yang mampu mensubtitusi pupuk kimia atau teknologi budidaya
padi yang tidak memerlukan masukan pupuk kimia agar petani tidak
tergantung pada pihak luar dalam penyediaan dan harga pupuk kimia.
b. Kerjasama pengolahan produk besar SAE perlu diperluas dengan mitra lain
agar produk beras bebas pestisida yang dihasilkan petani semuanya
80
81
DAFTAR PUSTAKA
Andoko, Agus. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta
Buana, Tjandra. 1997. Adopsi Teknologi budidaya Padi Sawah Bagi Petani
Penduduk Asli di Sekitar Pemukiman Transmigrasi (Kasus Kecamatan
Lambuya, Kendari). Tesis. Program Pascasarjana, institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Coelli, T.J., 1996. A Guide to FRONTIER Version 4.1: A Computer Program for
Stochastic Frontier Production and Cost Function Estimation. CEPA,
Department of Econometrics, University of New England Armidale.
Australia
Dalim, Yeniwarti. 1990. Pengaruh Faktor Kelembagaan Dalam Peningkatan
Produktivitas Padi di Sumatera Barat. Tesis. Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Debertin, David L. 1986. Agricultural Peoduction Economics. Macmillan
Publishing Company. New York
Dimyati, Ahmad. 2002. Dukungan Penelitian Dalam Pengembangan Hortikultura
Organik. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik.
Puslitbang Perkebunan (BALITTRO), Dinas Pertanian dan Kehutanan
DKI Jakarta, Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINI).
Jakarta
Direktorat Jenderal Bina Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Revitalisasi
Pertanian Melalui Agroindustri Perdesaan., Departemen Pertanian. Jakarta
82
83
Setiawan,
Usep.
2005.
Revitalisasi
Pertanian
dan
Pedesaan.
http://www.freelists.org/archives/ppi/01-2005/msg00298.html.
(diakses
tanggal 30 November 2007)
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi (Ed). 1989. Metode Penelitian Sorvei.
LP3ES. Jakarta.
Singh, Sanjay Kumar dan Anand Venkatesh. 2002. Indian Journal of Transport
Management 27(3): 374-391. Comparing Efficiency across State
Transport Undertakings: A Production Frontier Approach. India
Sukiyono, Ketut. 2004. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 6, No. 2, Hlm.
104-110. Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik : Aplikasi Fungsi
Produksi Frontier Pada Usahatani Cabai di Kec. Selupu Rejang, Kab.
Rejang Lebong. Jakarta
Suryana, Ahmad dan Sudi Mardianto (Ed). 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras.
LPEM FEUI. Jakarta
Utama, Satria Putra. 2003. Jurnal Akta agrosia Vol. 6 No.2 hlm 67-74 Jul-Des.
Kajian Effisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah pad Petani Peserta Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Di Sumatera Barat.
Wijonarko, Arman. 1998. Swasembada Beras Dan Dampak Ekologisnya.
Dimensi. Vol. 1. No. 1 Juni 1998 8
Yuliarmi. 2006. Analisis Produksi dan Faktor Penentu adopsi Teknologi
Pemupukan Berimbang Pada Usahatani Padi. Tesis. Program
Pascasarjana, institut Pertanian Bogor. Bogor.
84
LAMPIRAN