Anda di halaman 1dari 452
aw ai ae ¢ a3 »# at NAGAR wo wy WX SV VE a a A sh A a a SUTAN-MAHMOED,, IA. BA “DT. MAJO BASA I 2 1 i | Wisezsvaswcayenwenw enw asyenverray rey ll] 4 KATA PENGANTAR Buku ini saya sembahkan kepada pembaca dengan scbuah harapan, Kiranya dapat menambah khazanah kajian tentang ke Minangkabauen. dan kiranya untuk kedepan kite lebih banyak bisa memahami kaj ri di Minangkabau. an tentang nagari-nay fe Dani hasil sebuah studi yang saya lakukan. temyata tidak banyak lagi orang Minany yang mempunvai pengetahuan teniang nagari-nagari di Minangkabau, bahkan yang mengetahui tentang nagarinya sendin secara baik, juga sudahk sangat kurang. Hal ini tidak perlu mencengangkan atau mengherankan, sebab mem: Kajian tentang nagari ini sudah lama sekali tertinggal dibelakang pali kurang s 60 tahun lalu. sejak tahun 1940 an, dimana kita tergiri kepada suasana perang Jepang dan Belanda, dan tahun 1942 lep: masuk, Belanda menyerah. Zaman Jepai suasana perang lebi menguasai keadaan, kemudian 1945, Indonesia merdeka,-dan kita 0 Periode tahun 1950 an, kajian politik tetap mendominasi semua lapangan, pemuda kurang berminat mengaji ke Minangkabauan, mamak y sampai pemilihan umum periama 1955. Selepas ini suasana politik makin mendominasi keadaan. orang tua-tua yang masih tersisa habis @ yang muda-muda telah muiai merasakan Sejak tahun 1960, crang Minang berbondong-bondong meraniau. kajian ke Minangkabauan makin terpuruk jauh kedalam, akhimya pada tahun 1979 dengan Undang-undang No. 5 / 1979, nagari dibenamkan dan dihapus dari buku agenda pemcrintah, tak tercatat layi, meskipun orang Minang mencoba mengapungkan dengan Perda No. 13 / 1983, namun tetap tak tertolong, desa tetap dominan ketimbany Kerapatan Adat Nagani produk Perda No. 13 / 1983 itu, Sekarang kita sepakat dan sama meneria i - tn ws Uh ye Boe Soo te . Nagari Rokan 1V Koto _ Nagari Pangkalan Koto Bant Nagari Koio Alam : ri Tanjung Balit |" Nagari Tanjung, Pach . Nagai Mangilang wee Nagari Gunung jalintang, 48, Nagan Pioban 49, Nagari Sungai Balantick de be te iss ee Rive > oa ari Batipuh Baruh Nagan Sumanik ‘ari Koto Rantang ‘agan Maninjau 38. Nagari Ambacai ari Sungayang - Nagar Koto Rantang ari Koto Tangah a Lubuk Basung . Navari ri Inderapura 69. Nagari Tunany 70. Nagari Silaut - Nagari Tapan wari Palangki gari Muaro Bodi agai Barulak agari Balai Panj avari Sariek Laweh 4. Nagari HI Raririk 85. Nagari Muaro Paiti —— 50. Nagari Galugur 51. Nagar Tanjung Gadan, 52. Nagari Lubuk Batingkok 53. Nagari Batipuh Ateh $4, Nagari Batipuh Baruh 55. Nagari Sumanik 56. Nagari Koto Rantang 57. Nagari Maninjau 58, Nagari Ambacang Kunyik Pauh Sang 59, Nagari Koto Bangun 60. Nagari Sungayang 61.N. Koto Rantang 62. Nagari Koto Tangeh 3. Nagari Lubuk Basung 64, Nagari 1V Koto Pelembayan 65. N; i Gadut . Nagati Kamang mudiek . Nagari Punggasan Nagari Inderapura . Nagari Lunang 72. Nagari Sarantieh 73. Nagan Ampiang Perak _Nagari Painan = ......... ri Padang Sibusuk . Nagari Lunto 81. Nagari Barvlak agari Balai Panjang ri Sariek Laweh 14. Nagari Barulak cc 15. Nagari Lawang Mandahiling 16. Nagari Tapi Selo 17. Nagari Lubuk Jantan 18. Nagari Buo _ f Sek 19. Navari Batu Hampa i 20. Nagari Kubang 50 Koto ee 21. Nagari Piiadang aa 22. Nagari Padang Laweh aa 23. Navari Bayur on tea 24 art Taniuag Bong Kelt 2S. Nagari Talawi - Nagari Sungai Tarab 32. Nagari Saruaso 33. Nagari Pasie Laweh Dale 34. Nagari Lembah gumanti ips 35. Nagari Sungai Limau XI Koto — 36. Nagarj Bangkinang |. lemI 37. Nagari Pematang Panjang mow 38. Nagari Batu Manjulua : 39. Nagari Muaro Bodi Dalz 40. Nayari Sijunjung eon nave 41. Nagari Rokan IV Koto kura 42. Nagari Pangkalan Koto Baru berb 43. Nagari Koto Alam vaitt 44. Nagari Tanjung Balit a yy 45. Nagari Tanjung Pauh men 46. Nagari Mangilang bo Bare 47. Nagari Gunung Malintang 48, Nagari Piobang 49% Nagari Sungai Balantick Lunang ari Pulasan ari Pulau Punjung oo —— 429 BAB I PENDAHULUAN Selama 20 tahun sistem berpemerintahan nagari di Sumatera Barat yang Minangkabau terbenam, sehingga anak Minang yang berumur 30 tahun kebawah boleh dikata tidak mengenal lagi Nagari sebagai lembaga pemerintah dan juga nagari sebagai lembaga adat dalam struktur budaya Minangkabau, sedab sejak berumur 30 tahun ( bagi yang berumur 30 tahun pada tahun 2000 ) dan sejak ia lahir bagi vang berumur 20 tahun kebawah, mereka nanya berkenalan dengan Desa / Kelusahan, tidak dengan pemerintahan Nagari. Jadi rantai pengenalan ini terputus selama 20 tahun, dan semenjak munculnya PERDA No. 9/2000 propinsi Sumatera Barat, terlihat sebuah arah yang jelas yakni Sumatera Barat kembali ke pemerintahan Nagari, dan dihapusnya Desa’Kelurahan sebagai produk UU No. 5 1979, undang-undang mana juga telah dicabut oleh UU No. 22/1999. Dalam kerangka kembali kepada berpemerintahan nagari yang dipandang sesuai dengan budaya Minangkabau, seyogianyalah kita orang Minang memahami nagari itu sendiri secara lebih baik. sebab nagari adat adalah nagari tradisional, dengan lembaga dan susunan lembaga tradisional yang oleh kita dipandang telah dibentuk oleh ninik movang kita dan diwariskan kepada kita untuk dipelihara. Dalam pada itu hendaklah kita mengetahui pula sejarah perkembangan nagari itu sendiri terutama semenjak mulai Indonesia merdeka, paling kurang semenjak tahun 1946, sebab pada waktu itu ada sebuah aturan berbentuk maklumat yang dikeluarkan oleh Residen Sumatera Barat yaitu maklumat Residen Sumatera Barat No. 20 tahun 1946, tertanggal 21) Mei 1946, selaniumva Gubernur Sumetera Barat telah mengeluarkan beberapa aturan tentang pemerintah nagari di Sumatera Barat, yakni Surat Keputusan Gubernur No. 02Desa/GSB/1963, kemudian SK No. 15 / GSB / 1968. 1eraknit SK No. i55/GSE /1974. dan dalam perkembangan selanjunyaterlihat ~~ berlakunya 2 UU No. 5 / 1979 yang menghapus system pemerintahan Nagari dan dibentuknya pemerintahan Desa/ Kelurahan. Disaaat ini orang Minang semua terkejut ada anggs pan bahwa Minangkabau akan hapus pula, hanya akan menjadi Kajian sejarah kebudayaan saja lagi, menjadi wacana akademik saja lagi, dan nyatanya Desa memang berjalan ‘sesuai dengan UU No. 3/ 1979 itu. Oleh karena hiruk pikuk yang tak tertahankan pula oleh pemerintah Daerah Sumatera Barat, terutama desakan para perantau Minang akhirmya Gubernur Sumatera Barat bersama dengan DPRD Sumatera Barat melahirkan sebuah peraturan Daerah yang men: akomodasi aspirasi orang Minang yang sangat cinta akan budayanya dengan PERDA No. 13/1983, namun perda ini hanya tentang budaya saja, ¢ pemerintah Nagar. Dalam perjalanannya Perda No, 13/1983 ini tidak dapat memaksa pemerintahan Desa/Kelurahan agar mematuhi keputusan-keputusan Kerapatan Adat Nagari, dan akhimnya telihat pemerintahan Desa/Kelurahan lebih dominan ketimbang KAN. Tidak jarang konflik kepentingan terjadi antara KAN dengan Desa, sehingga terjadi kemacetan pemerintahan, tetapi Desa kadan! kadang memaksakan kehendaknya terhadap rakyat Desa yang juga adalah rakyat Nagari, bahkan ada kepala desa berani berkata * daun kayu saja jatuh satu lembar harus diketahui oleh kepala desa “| jadi benar-benar nampak dominasinya serta arogansi pejabat zeman itu. Jika ditilik lebih dalam hal itu tak perlu diherankan, scbab para kepala desa hanya bertanggung jawab keatas, hanya saja yang menarik bagi kita adalah bahwa mereka para kepala desa itu adalah orang desa bersangkutan, anak nagari disitu juga, kok begitu teganya menghimpit budayanya sendin. Namun Fajian inicadalah kajian mengenai orang dengan segala aspeknya, dan ka sekiranya tidak ada orang Minang yang mau menjadi kepala Desa waktu itu, barang kali system Desa tidak akan bisa diterapkan di Sumatera Barat. 3 Dengan adanya UU No. 22 11999, undan und. Daerah, yang sekaligus mencabut UU N kuat_ditengah Masyarakat pendukung kembali berpemerintahan nagari, dan arus Yang deras ini telah diakomovasi oleh PERDA No. 9/2000 Sumatera Barat. Jadi orang Minang sepakat mengembalikan Nagari sebagai pelaksana Pemerintahan terendah, dan dipandang dengan berfungsinyva nagari sebagai lembaga Pemerintahan, nagari sebagai lembaga budaya minangkabau akan sangat_ terpelihara, dengan demikian akan s terpelihara lah pula sekaligus kebudavaan Minangkabau yang cantik ‘ang tentang Otonomi 0. 3/1979, terlihat arus yang budaya Minangkabau untuk ini. Pemahaman nagari sebavai lembaga budaya Minangkabau dilihat dalam struktur lembag -lembaya adat yang ada di Minangkabau. dimana terlihat sebuah susunan lembaya-lembaga menur: Minang itu yang tersusun secara berlapis sebagai berikut : > Kaum - Kampung ( ada Yang menyebut bua paruik ) - Suku - Korong ( ada juga disebut Bakarek Balai, atau sebutan lainnya ) > Nagari > Kelarasan adat atau Babalah Koto, ‘Cara adat, dimana terlihat wa-lembaga tadi secara sepakat tuhan nagari bersangkutan, sehing gga jika ada seorang melanggarnya, dipandang melangyar undane dalam ukuman lainnya secara iduk seorang penghulu ‘an berbagai himbauan, ada yang cuk bulat, urek Tunggang, camin dengan istilah “ Kambuih adat atau menyebutnyz peti bunian dst. K piramidal struktur ini du pucuk adat nagari, Sang disebut deng, menyebut rajo adat, pucuk bulan, pu taruih, ada juga yang menyebur kandang pusako “ a ee ee Deed nen nen ae a aoe es A =~ 4 Dibawah itu ada sistem. penghulu suku adat, atau ada juga yang menyebutnya datuknya ke 4 suku dan dibawah ini ada pula pengtalu bua paruik, dibawah itu ada pula penghulu andiko ada pula penghulu dengan tugas-tugas khusus seperti mengatur air persawahan dsb. Jadi memang ada system pemerintahan nayari secara adat dahulunya. dan tatkala pemerintahan Hindia Belanda efektif di Minangkabau, maka terhadap sistem pemerintahan adat tadi diperkenalkan cara-cara pengurusan nagari modem, dimana pengurusan nagari dipimpin oleh seorang kepala nagari ( scbclumnya discbut dengan nama penghulu Kepala ), disini kepala nagari adalah wakil pemerintah Belanda dinagari. Sejak saat itu mulai berkenalan dengan system manajemen modem yang digunakan oleh penjajah untuk kepentingan penjajah itu sendiri. dan demi kepentingannya dan kebutuhannva terjadilah pemecahan dan penggabungan nagari, dan nagari diatur oleh berbagai aturan antara lain yang terakhir terlihat staatblad no. 490 tahun 1938, namun sebelumnya ada beberapa aturan pula Pada tingkat ini Belanda hanya memperkenalkan istilah kepala nagari. juru tulis nagari dan menyebut adanya datuk suku, dan semua pejabat ini bertanggung jawab keatas dan ditentukan oleh pejabat diatas. Setelah penjajahan berakhir dan Indonesia merdeka, terlihat system pemerintahan nagari tetap dipentahankan, iamun terhadap nagari diperkenalkan sistim demokrasi yang dianut Republik Indonesia yang baru lahir, dimana pimpinan pemerintahan nagari dirobah secara total, dan menurut maklumat Residen no. 20/1946 disebutkan pada angka | pasal 1 pimpinan pemerintahan Nageri terdiri dari : a. Dewan Perwakilan Negen ( DPN ) b. Dewan Harian Negeri ( DHN ) c. Wali Never (WN ) pasal ] ayat 2 menyebutkan bahwa Waii Negeri manjadi ketva Dewan Penwakilan Negeri dan menjadi ketua Dewan Harian Negeri, 5 dan baik anggota Dewan Perwakilan Negeri maupun Wali Negeri pada dasarnya harus dipilih oleh rakyat nagari bersangkutan, sehingga terlihat disini bahwa kepada nagari diterapkan sistem .pemerintahan yang demokratis modern. Perjalanan sejarah selanjutnya memperlihatkan adanya SK Gubemur No. 02/Desa’GSB/prt-1963 dimana tentang PEMERINTAHAN WAGARI, pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintahan nagari terdiri dari a. Kepala Nayari, b. Badan Musyawarah Nagari, dan c. Musyawarah Gabungan. Kepala nagari dicalonkan oleh Badan Musyawarah Nagari dan diangkat oleh Gubernur Kepala Daerah Tk. I propinsi Sumatera Barat, jadi tidak lagi dipilih oleh rakyat nagari, sementara anggota Badan Musyawarah Nagari adalah utusan dari golongan masyarakat dan discbutkan ada 10 golongan, yakni : Golongan adat Golongan agama Golongan front Nasional Golongan Lembaya Sosia: Desa Golongan koperasi Desa Golongan Wanita Golongan Tani dan Nelayan Golongan Buruh Golongan Pemuda 10. Golongan Veteran atau angkatan 45 Sistem demokrasi yang dianut oleh maklumat Residen Sumatera Barat No. 20/1946 walaupun belum terlaksana sepenuhnya karena berbagai hel ( al. perang mempertahankan Kemerdekaan R. 1 ) namun lebih baik dibanding dengan SK Gubernur Sumatera Barat No. 93/Desa‘GSB-prv/1963, Bu Own Tin Pada Bab V pasal 8 secara explicit dikemukakan bahwa Wali Negeri dipilih jangsung oleh segala warga yang memenuhi syarat-syarat untuk nemilih anggota Dewan Perwakilan Negeri (ayatl) sedangkan pada 3K No. 02 / Desa / Prt / 1963 BAB Ti pasal 10 menyebutkan bahwa sepala,nagari diangkat oleh Kepala Daerah Tingkat I diantara calon- 6 calon yang diajukan oleh Badan Musyawarah Nagari ( BMN ) dari nagari bersangkutan. ; Setelah mengalami kemunduran demokrasi terlihat pada SK No. 02/Desa/GSB-prv 1963 dibanding dengan maklumat Residen No. 20/1946, maka dengan munculnya SK Gubernur Kdh. Sumatera Barat No. 15 GSB/1968, tanggal 18 Maret 1968, menctapkan peraturan tentang pokok-pokok pemerintahan nagari dalam Daerah propinsi Sumatera Barat, dimana terlihat kembali system demokrasi dijalankan dengan baik, hal mana tertuang dalam instruksi Gubernur Kepala Daerah propinsi Sumatera Barat No. 10 tahun 1968 tentang pemilihan anggota-anggota DPRN dan Wali Nagari dalam propinsi Sumatera Barat. Pada maklumat Residen No. 20/1946 tersebut diatas. Wali Nagari sekaligus menjadi Ketua Dewan Perwakilan Negeri dan Ketua Dewan Harian Negeri, dan pada SK Gubemur Sumatera Barat No. 02/Desa/GSB-prv1963, Kepala Nagari menjadi Ketua Badan Musyawarah Nagari sedangkan pada SK Gubernur Sumatera Barat No. 15/GSB/68, terlihat pemisahan ketua DPRN dengan Wali Ni jadi secara jelas ada pembagian atau pemisahan kekuasaan exe utif dan legislatif ditingkat Nagari di Sumatera Barat. suatu pengenalan demokrasi modern kepada institusi nagari tradisional. Kemudian peraturan terakhir dalam menata nagari sebagai lembaya pemerintahan terendah di Sumatera Barat adalah SK Gubernur No. 155/GSB/1974 yang pada BAB I pasal 2 ayat | disebutkan bahwa ~~ alat perlengkapan Nayari terdiri dari “ a. Wali nagari b. Kerapatan Nagari yang secara bersama-sama merupakan pemerintahan Na ari. Disini terlihat kesamaan dengan SK No. 02/Desa’GSB‘pri-63. y tentang pimpinan, dimana pada SK No. esa'CSB- piv 1863, Kepala negeri menjadi Ketua Badan Musy warah Magari yang memilihnya juga dan pada SK No. 155/GSB/1974, pada Bagian Ii 7 pasal 15 ayat 3 disebutkan bahwa Wali Nagari karena jabatannya manjadi ketua Kerapatan Nagari dan bukan sebgai anggota. dadi pada kedua peraturan ini terlihat ketunggalan system kepemimpinan ditingkat Nagari, namun Wali Nagari pada peraturan « SK No. 155/GSB/1974 ) ini dipilih oleh rakyat Nagari bersangkutan, hal mana dituangkan pada SK No. 157.GSB/1974 y menyebutkan pada BAB I ketemtuan umuin pasal 1 (3) Wali Nagari dipilih oleh anak nagari vang berhak memilih calon-calon yang telah mendapat penetapan dari Bupati Kdh. Tingkat II. Jadi terlihat gelombang yang membadai terhadap system pemarintahan nagari di Sumatera Barat, namun ada satu hal yang bersifat tetap vakni ada kesepakatan memelihara institusi nayari Ibarat sebuah lingkaran kita penemukan ujung dengan pangkai kaji kembali, yaitu) dengan berlakunva UU No. 5/1979, system pemerintahan nagari yang sudah berakar kuat di bumi Minang lergoncang hebat, bumi Minangkabau dilanda gempa dasyat dengan ukuran 7 skala richter, hancurlah semua pemerimahan nagari, nagari tidak ada lagi dalam system pemerintahan, nagari keluar dari buku agenda pemerintahan, disuruh masuk kandang, diikat dan dipasung, sedang pemerintahan dilaksanakan oleh Desa / Kelurahan, nagari dipecah-pecah sehingga ada jorong yang menjadi Desa, ada suku va menjadi Desa, bahkan ada Kelurahan berasal dari territorial vang sangat kecil, anak suku dst. ie de Rupanya waktu itu diperlukan uang bantuan Desa, jadi uang lebih kedepan oleh pejabat pemerintahan Sumatera Barat, dan sekarang ternyata begitu UU No. 22/1999 keluar, orang Minang serentak meneriakkan kembali kenagari, dan jelas saat ini yang kedepan bukan uang. tetapi rasa harga diri. rasa budaya, hakekat ke Minangkabau jadi ehakekat budaya mina: Rasa ke Minangkabauan yang selama 20 tahun merasa terusik, merasa lerinjak-injak, sekarang melambung, dan terciptaiah arus kuat vai akan mematahkan yang membelintang, “ iabujua ‘lalu, tabalintan: patah “ kata orang Minang. ar 8 Tetapi ada suatu hal yang perlu dikemukakan disini banwa nagar tradisional ( institusi nagari_ menurut adat ) akan dimasuki oleh manajemen pemerintahan modem sebagai wujud demokrasi. Oleh arena itu kita harus tahu persis dulu bagaimana system nagari adat Minangkabau, bagaimana susunan kelembegaannya, 2p4 latar belakang dasar pembentukan dan susunan lembaga-lembega itu, bagaimana posisi Jembaga-lembaga itu, untuk mana anda saya bawa melanglang puana keberapa buah nagari di Sumatera Barat. Memang benar sekali kata Erich Fromm, seorang Psikolog yang amat ternama, bahwa ~ kepada generasi muda yal meremenkan nilai tradisional, hendak dikatakan bahwa perkembangan yang paling radikal sekalipun, tidak lepas dari. masa Jalu, kita tidak bisa mau dengan menampakkan presentasi-presentasi pemikiran manusia mengandalkan generasi muda saja tidak cukup “, namun mengabaikan kekuaian potensial dari generasi_ muda adalah pasti perbuatan salah. sebaliknya membuang senerasi tradisonal tua, sangat tidak bijaksana. BAB IL ADAT LIMBAGO MINANG KABAU 1, Pangkal Kajian Jika kita mengkaji negara Republik Indonesia, maka awal_ kalam mnya di mulai dari Pancasila dan UUD 1945, dan setiap Kajian cang tidak berpangkal dari dua faktor ini pasti salah, dan setiap uraian afau keterangan tentang Indonesia itu mesti dapat dikembalikan kepada inguknya tadi, yaitu Paneasila dan UUD 1945. jika ada kajian atau jraian atau penjelasan vang tidak dapat dikembalikan kepada induknya adi, berati tidak pancasialis dan dipandang inkonstitusional, salah atau nenvimpang, dan mesti dieliminasi. Mengapa demikian kajian tentang ndenesia mesti dilakukan, jawabannya ialah bahwa Pancasila dan JUD 1945 adalah factor tetap Indonesia, dan bahkan faktor dasar bay! ndonesia, atau dapat but sebagai “sandi” Indonesia. Demikian sula bila kita akan mengkaji Minangkabau, kita mesti mulai pula dari ‘faktor tetap Mingkabau, ya dari faktor dasarnya, dan kajiaan itu jilanjutkan dengan sitematis dengan keterangan, penjelasan, uraian sang seluruhnya dapat dikembalikan kepada induknya yaitu faktor etap tadi. Kalau ada sebuah uraian atau keterangan vang tidak dapat jikembalikan kepada induknya tadi, atau tidak mempunyai dasar pada ‘aktor tetap tadi, atau tidak berada di dalam kerangka faktor tetap tadi. naka uraian atau keteranuan atau penjelasan itu pasti salah. jadi jika Jiulik pada kedalaman terentu temyata keterangan atau uraian atau yenjelasan itu tidak mempunyai akar pada faktor tetap tadi, maka vemua itu adalah salah, dan mesti diperbaiki sedangkan nagari Sungayang terletak dalam, batas “* dari tapak kubu lalu ka kubu batu sampai ka kubu gadang “, sedangkan nagari Tanjuang Alam dikenal dengan sebutan barasnya “ hinggo curiang nan taliniang bari nan tatagak, nan sayagah tabuah salatuih badie, hinggo gunuang Marapi hilie, hinggo guguek pandan mudiak™. : 6 2 23 dalam undang nagari ini dikenal adanya ungkapan “nagari bak ampek suku, suku bak ampek bua paruik, “ kampuang batuo, rumah dibari batungganai” (tungganai rur..ah “inj ada juga dinayari terentu disebut dengan istilah “kali tumah” ). Dinagari berlaku adat sepenuhnya, perangkat pelaksana adat juga sudah lengkap. Undang-undang dalam nagari ialah aturan yang mengatur hubungan aniara nagari dengan anak nagari, menyatur hubungan antara sesama anak nagati, dengan tujuan memeiihara nagar, memelihara limbago adat yang ada dalam nagari, seperti limbago kaum, bua paruik, suku, korong dan nagari itu sendin. Berkenan dengan mak emeliharaan tadi, maka undai undang dalam nagari mencegah anak nagari meiakukan Adapun und: undang dalam nagari itu pada intinva mengatur keteniban dan ‘keama anan dalam nayari, dan ia mengemukakan sebagai berikut. * Salah makan memuntahkan, salah ambiek inangumbalikan, jikok meminia dengan bulie, jikok mambali jo harago. sasek suruik talangkah kumbali, salah kamanusia minta maaf, salah \apado Tuhan tobat, salah kepado penghulu bahutang, utang babayie piutang batarimo dsb. “ Undang-undang duopuluah ( undang-undang 20 ) adaiah aturan tentang nama kejahatan yang tidak boleh dilakukan oleh orang Minangkabau, dan aiuran’ untuk membuktikan adanva kejahatan tersebut, Undang-undang 20 dibagi ( dirinci ) menjadi: a. undeng salapan » b. Undang duobaleh 24 Undang-ur dang duobaleh dibedakan antara : 6 jatuh kepada tuduh 6 jatuh kepada cemon a. Undang salapan ini sebenamya dapat disamakan dengan hukum pidana materiil, dan adat Minangkabau hanye mengenai beberapa macam tindak pidana tersebut., 2.1. dago - dagi Inaliang — cun upeh - racun tikam - bunuh samun - saka sia — baka Jancuang — kicuah tipu — tepok DONO IN Be bo duohaleh terdiri atas Undang a2. 6 untuk menentukan atau jaruh kepada tuduh, yaitu : talaja- takaja putuih tali tumbang ciak anggang Jalu ata jatuah Din Bw o b. 6 jatuh kepada cemoh, atau menentukan cemoh, yaitu ? dibao pikek — dibao langau tabayang tatabua bajalan bagageh — gegeh bajua bamurah — murah pulang pai ba basah — basah acindorongan mato nan banyak Qu bw 25 Dalam hubungan menentukan tuduh, ada pembuktian, atau dapat diduga keras dengan tanda-tanda tersebut 6 pertama, jadi tidak hanya dugaan atau sangkaan semata-mata. Berlain halnya dengan yang enam kedua, yaitu perihai menyataxan cemoh, seperti * dibao pikek - dibao langay, tabayang — tatabua dsb. * itu hanyalah tanda-tanda yang sangat lemah, dan lebih banyak dugaan atau sanvkaan, yang menurut pendapat terakhir barang kali sama dengan “praduga™. Padahal sebenarnya kita tidak boleh menduga-duga, atau menyangka-nyangka tak beralasan, sebab adat deagan mamangnya mengatakan bahwa “paham sangko cindorong napi”, artinya bahwa paham menyanyka atau “sangko™ lebih cenderung batal. Terhadap “tuduh”, mamanynya ialah “ayam putiah tadang siang. bataii banang, batambang tla basuluah matohari, bagalan: urang banyak. tuduah bakatungeangan™. “Cemoh, tuduah gaib baialan- jalan, urang malam b: Huxum aan ampek ada dijatuhkan oleh hakim untuk “me terhadap perangyaran sebuah uni bahwa dalam adai dikenal berb; mesti dapat diberi nama, seperti a. Salah dek undang, arinya suatu perbuatan yang ne oe Peace Gengaa os uage atau macam hukum y e-akhiri suatu sengketa. atau ay. Disini peru dikemukah vai Kesalahan, namun fh satu dalam undang salapan tadi. Jika kejahatan itu tidak d: pat dilihat pada undang saiapan, maka kejahatan itu bukan salah dek undang namanya, mungkin salah yang lain. b. Salah dek adat, ialah kesai: ampek Salah dek cuvak, aninye kesalahan ditentukan oleh c:pak nan duo. Q melawan aturan yar d. Salah dek kato, artinva perbuatan yang melawan aturan yang, ditentukan oleii kato nan ampek. 26 Adapun hukum nan ampek tadi dirinci menjadi : 1. Hukum baina, yaitu suatu keputusan hakim adat yang didasarkan kepada keterangan saksi. 2. hukum karena adalah jenis keputusan hakim adat yang didasarkan kepada tanda-tanda yang ditunjukkan oleh pihak- pinak yang bersengketa, atau olen terdakwa, dan untuk ini mamangnya adalah “karena menunjukkan laku, harago manunjukkan bali”. Laku perangai terdakwa, atau para pibak yang bersengketa memberikan petunjuk, dan keputusan hakim didasarkan kepada petunjuk tadi. hukum ilmu adalah jenis keputusan hakim adat yang didasarkan kepada pendapat hakim dengan berpedoman kepada ti dan keterangan yang ada. hukum jjtihat, adalah jenis keputusan hakim adat yang disandarkan kepada hasil penggalian atau pemerasan otak para hakim berdasarkan pengetahuan hakim dimuka sidang, dan pengetahuan hakim sebelum sidang ( iJmunya ). uw te Cupak nan duo adalah aturan yang mengatur masalah hak-hak perdata adat Minangkabau, seperti tentang sako dan pusako, tentang waris, tentang pembentukan gelar baru, tentang menerima orang yang datang dan menjadikannya kemenakan dalam satu bua paruik, di pasukuan dsb. Adapun cupak ini dibagi dua yaitu : a. cupak usali b. cupak buatan a. Cupak usali adalah aturan yang menentukan susiman hak atas sako dan pusako adat Minagkabau, susunan waris menurut adat, dan lain-lain, dan ia dituturkan sebagai berikut : “ nan datiru batuladan, belantak bapamatang, bahutan babintalak, suri tagantuang ditanuni, bapandain bapakuburan, batunggue — bapanahangar, bahulu bamuaro, barumah a7 bahalaman, nyato adat diateh tumbuh, nyato pusako baenggeran, nan sahutan sabinialak, salantak sapamatang, nan sahulu samuaro, sapandam sapakuburan, sarumah sahalaman, saanak sakamanakan, sahalek sajamu, saadat salimbago, dsb.” jadi disini terlihat seperangkat aturan yang menentukan susunan waris. susunan hak,-susunan kekerabatan dsb. Cupak buatan adalah aturan atau keputusan yang dibuat oleh penghulu satu suku, atau satu korong atau Satu nagari tertentu yang diperiukan untuk mengakhini sebuah kekusutan dalam nagari. korong, alau suku bersangkutan, dan aturan yang dibuat itu sangat diperlukan, dan setelah ditilik didalam cupak usali lernyata tidak ditemui. Cupak buatan adalah jaian iain, 1etapi dibenarkan oleh adat Minangkabau. dan mesti berpedoman kepada adat enam lersebut diatas juga. ini adalah jalan keluar dari suau: kebuntuan. Aturan ini dibuat of nik mamak satu suku, atau satu kororg aiau satu nagari, bahkan oleh pucuk adat kelarasan. dan selanjutnya menjadi suri teladan bagi generasi kemiudian. Bentuk aturan atau keputusan membuat gelar baru bagi seseorang dalam suatu keum iertentu, vang dibuatkan oleh ninik mamak pesukuan bersangkutan adalah salah satu conioh cupak buatan. Cupak buaian diikat oieh kato mupakat, sedang cupak usaili diikat oleh kato pusako dan kato dahulu patapai Masalah vang diatur oleh cupak adalah masalah keperdataan karenanya menvangkut sako dan pusako menvangkut waris dan warisan menurut adat Minangkabau. Thulah adat yang enam yang bersendikan rukun iman yang enam, dan kemudian dirinci menjadi adat yang Keduanya pada akhimya dapat dikembaiikon kepada hukum Tuhen, baik kgrena sendi perama ruxun iman, maupun sendi kedua w 28 sunnatullah. Oleh karena jtu adat limbago Minangkabau tidak akan hapus, kecuali sendinya hapus, dan selama kebudayaan Minangkabau perorientasi kepada alam yang, terkembang ini, maka selama alam ini masih ada adat minangkabau tetap ada, dan adat Minangkabau jni adaiah adat, aturan, ya ¢ seTasi dengan jingkungan jnidup dengan baik. Faktor tetap kedua adalah limbago adat minangkabau, dan limbago adat ini dasarnya adalah Jimbago masyatakat adat minangkabau, dengan pole susunan masyaraxainy2 keibuan ( matrilineal ). Adapun susunan Jimbago masyarakat Minangkabau itu adalah : Sakaum Sapayuang ( sabingkah tanah. saparuik ) Sapasukuan Sakorong Sanagani Sakalarasan acat . Kaum Yang dikatakan orang sakaum adalah orang ( Jaki-ieki / perempuan ) sedarah, berasal Gari seorang ibu asal, katakanlah ja satu ibu, atau satu ninik, atau Giatasnya Jagi. Orang-orang ini semuanya dikatakan sedarah, dan orang yanS sedarah adalah orang seranji, orang yang sepandam sepekuburan, orang serumah gadang dan seterusnya. Dikatakan orang nji atau se-silsitah ialah karena ra ii j kaum oi Minangkabau berpangkal dari seorang wanita, dan disambung melalui perempuan, ranji itu terputus pada orang Jaki-laki, artinya Jaki-laki tidak ynenyambung ranji tersebut. Tingkat solidazitas pada orang “sakaum” adalah anutlak. mereka semuanya (orang sakaum ity) disebut “sasanik sapadiah, sahutang — sabayle". Dikatakan sapandam cs ° 29 sapakuburan, berarti mereka itu semua orang sakaum itu, bersatu dari dunia sampai ke kubur, berdekat di dunia dan berdekat pula kuburannya. Mengenai pemilikan pusaka dikatakan banwa mereka“ saharato- sapusako, saitiek sa-ayam, sahutang sabayie, saanak- sakamanakan, sarumah sahalaman”. . Tingkat solidaritas kaum ini dapat disimpulkan sebagai “urany saadat salimbago”. - Sapayuany Yang dikatakan “urang sapayuang’, adalah kesatuan orang- orang yang disatukan menurut adat dibawah pimpinan sebuah lembaga penghulu, dan penghulu semacam ini disebdut penghulu bua paruik. Kesatuan ini terdiri atas beberapa kaum ( namun dilapangan ditemui ada juga yang disebut “sapayuanu™ ini hanya terdini atas sebuah kaum saja lagi, sebab kaum yang lain sudah punah secara darah, tetapi tidak urung ditemui banyak kaum dalam sapayuang ini). Urang nan sapayuang ini juga disebut sebagai “sasakik sapadieh, sahutang-sabayie, saanak sakamanakan dsb.”, tetapi tingkat solidaritas disini tidak sekeras pada sekaum. Ditilik dari sudut kedatangan, ada istilah pada “urang sapayuang” ini, bahwa ada kalanya mereka tidak sahulu, tapi samuaro, artinya mereka kaum-kaum itu datang dari daerah, atau kawasan adat yang beriainan, menepat dan berkumpul dibawah suatu payuang penghulu tertentu disepesukuan tertentu, dinagari tertentu. Jadi dalam urang nan sapayuang ini terkumpul beberapa kaum jadi mereka berlaiinan darahsatu sama Jain ( kaum-kaum itu ), dan masing-masing kaum mempunyai “mameak kepala waris kaum”, dan pare mamak kepala waris ini bersatu dibawah we 30 payuang sebuah lembaga penghulu bua paruik ( payuang >) tersebut. Kesatuan urang sapayuang ini juga dikatakan sebagai “urang nan sawarih sapusako, sahalek sajamu, saanak sakamanakan dst®. . Sapasukuan yang disebut “orang sapasukuan” adalah himpunan beberapa buah payuang dilingkari. oleh satu sistem waris, dibawah pimpinan penghulu suku adat pesukuan bersangkutan. Menurut mamangnya dikenal “suku bak ampek buah paruik”, menunjukkan indikasi bahwa sebuah pesukuan itu dibagi atas beberapa buah paruik, sedangkan yang disebut “bua paruik™ itu adaiah urang nan sapayuang sapatagak. Tingkat solidaritas pada pesukuan ini juga kuat, namun udak sekeras pada “urang nan sapayuang™. Tetapi meskipun demikian keterikatan para anggota satu pesukuan cukup menjamin keutuhan suku bersangkutan. Pesukuan atau suku adalah ciri khas orang Minangkabau, dengan kata lain tidak ada seorangpun orang Minang yang tidak bersuku. Orang sepesukuan adalah orang yang disebut “sawarih sapusako, sahalek sajamusahutan sabintalak, sesawah sapamatang, saitiek saayam, sahino samalu, saadat salimbago, sasilang sapangka, sakarajo sapokok dst.” Suku atau pesukuan adalah lingkaran waris menurut adat, arinya bahwa setinggi-tinggi atau seluas-luas sistem wars hanya pada tingkat pesukuan, dengan kata lain bahwa jika satu pesukuan habis punah orang maka “sako dan pusa!:o” pesukuan itu iidak dapat pindah kepesukvan lainnya, tetapi pucuk adat nagari bersangkutan mesti mengisi suku itu kembali dengan inendatangkan orang lain suku kedalam dan menjadi ¢ Vv 1 we penghuni tetap pesukuan itu dengan mengisi adat dan menuai limbago kenagari bersangkutan. Pesukuan adalah tempat berpijak yang genealogis oleh sebuah nagari, tanpa ada suku tak ada nagari di Minangkabau. . Korong (jorong, jerong Yang dimaksud dengan jorong atau korong, atau jerong di dalam kebudayaan Minangkabau adalah satu kesatuan adat atau bahagian dari nagari. Jadi sudut pandangnya bertolak dari pandangan bahwa nagari bersangkutan terdiri atas beberapa kesatuan adat kecil yang berbeda satu dengan yang lainnya Galam nagari itu. Korong ini terdiri atas beberapa suku tertentu pula, dan kadang-kadang kesatuan kecil ini disebut lingkungan adat terientu dalam nagari itu. Hal ini nampak jelas sekali dinazari yang besar, seperti nayari PARIANGAN terdiri atas 4 koto, masing-masing bernama Guyuak, Sikaladi, Pariangan, dan Padang Panjang, kesemuanya di ikat dan disebut nagari Pariangan, contoh kedua nagari Limokaum, terdiri atas korong ITI Tapian ( terdiri atas Balai Batu, Dusun Tuo dan JI] Tumpuk ), korong Kuburajo, korong Piliang, korong Balai Labuah dan-korong Koto Gadih, dan comtoh ketiga terlihat_ di nagari Sungai Tarab yang terdini atas korong I!] Batua dan korong Sungai Tarab. Korong sebenarmya hanyalah kesatuan tertentu dan ia berada didalam nagari, dan ia merupakan lingkungan adat tertentu yang berbeda dengan, lingkungan lainnya dalam nagari Jika dilikat dinagari Limakaum tadi, maka masing-masing korong itu mempunyai pucuk adat yany, membawahi penghulu suku adat pesukuan yang ada dalam koreng bersangkutan, tetapi bila dilihat di nagar’ Pariangan dan Sungai Tarab, temyaia apa yang disebut pucuk adat korcng atau lantak korong ee | So) itu tidak ada, barangkali ada tidaknya lantak korong moungkin menunjukkan ciri sistim adat yang dipakai oleh nagari tersebut, dimana_ sisitim Bodicaniago mempunyai jantak koro sedangkan Koto Piliang dan Lareh Nan Panjang yang, “pisang sikalek kalang hutan, pisang tanbatu nan pagatah, Koto Piliang, dio bukan, Bodicaniago dio antah”, temy2ta tidak mempunyai jamak korong, namun kesaiuan ng, disedut korong itu ada pada ketiga system adat tersebut. . Nagari Yane dimaksud dengan nagi ri adalah kesatuan masyarakat hukum tertentu dalam susunan kebudayaan i abou, > menurut ungkapannya adalah ~ baampek bua paruik, kampung patuc, rumah batun Dari pijakan ini kita bertolak bahwa susunan ampek suku adalah suatu standar umum, namun ada nagari yang hanya aterdiri atas dua atau tiga suku saia, eperti nagari Sawah Tangah dan nagari_ Tanjuangmast masing dikecamatan Pariangan dan dalam kecamaran Sungayang. Kab. Tanah Datar. disamping banyak sekali nagari yang terain lebih dan “ampek suku", umpamanya nagarl Pariangan terdiri dari 22 suku, nagari Il Koto terdiri dari 10 suke, nagari Balimbiang 12 suku, nagari Limakaum 28 suku, negari Sungai Tarab & suku Gan sebagainya. Jika dipandang dari sudut nagari, make suku aéalah landasan genealogis bagi nagan, sedangkan landasan territorialnya adalah korong, jadi nagari mempunyai due jandasan pijak kokoh. ns Nagari sebagai kesatuan masycraxat hukom yerntorial mempunyai batas-batas yang jelas, namun kajian ini sudah banyak dilupekan, padaal ini sangat penting untuk diketanui Gan dipelihara oleh anak ‘nagari bersangkwan can unt gihormati oleh nagar tetanes2. a ua a Adapun batas-batas nagari ini supaya dikaji kembali oleh masing-masing anak nagari bersangkutan, seperti nagar Pagaruyung berbatas dengan 4 buah batu, yaitu dari “baru patah ka batu bagandiang, dari batu ambuang ka batu bahu’, sedangkan batas nagan Sungayang dikenal dengan susunan “dari tapak kubu lalu ka kubu batu sampai ka kubu gadang”, sedangkan batas nagari Tanjuang Alam dikenal dengan sebutan “hinggo curiang nan talintany barih nan tatagak, nan sayava tabuah salatuih badie, hinggo gunuang Marapi hilie, hinggo guguak pandan mudiak”™. . Kelarasan adat Yang dimaksud dengan kelarasan adat ialah vang sekarang dikenal dengan sebutan “sistem adat’, yakni Kotopiliang dan Bodicaniago. Tetapi sepaniang yang dapat dilihat dan vane dapat dikaji melalui Tambo minangkabau, kelarasan adat tersebut bukan hanya Kotopiliang dan Bodicaniayo, tetapi diantara kedua itu ada yang disebut atau dikenal dengan sebutan “lareh nan panjang, salilik (sa-iliran) batany bangkaweh, dari bukik Tamasu batupang mudiak hi Guguk Sikaladi hilie, disabuik pisang sikalek kalang hutan, pisang tanbatu nan bagatah, Kotopiliang dio bukan. Bodicaniayo dio antah”. Dengan demikian di Minangkabau ada 3 (tiga) kelarasan adat, yakni : . Kotopiliaag . Bedicaniago . Lareh Nan Panjang wie Barangkali ada baiknya bahkan sangat baik untuk membaca tambo loyang Pariangan, milik Datu Randaro Kayo, “lantak tungga” Lareh Nan Panjang, dan lengkapilah dengan tambo Tuan Gadang Batipuh, “harimau campo koto piliang Minangkabau”, guna mengetahui iatar belakarg pembagian 34 Minangkabau atas Kotopiliang dan Bodicaniago, dengan menempatkan : “sa-iliran batang bangkaweh, dari Bukik Tamasu batupang mudiek, hinggo Guguak Sikaladi hilie”, sabagai kawasan yang tidak dibagi oleh datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatieh Nan Sabatang, dan menyerahkannya kepada Datuk Bandaro Kayo. Saksi bisu yang tak pandai berbicara, tetapi dapat merunjukkan suatu tehasia_ tentang pembagian Minangkabau atas Kelarasan, dengan ungkapan yang penuh kiasan sebagai berikut : Bijo nan dari binua Ruhun Limbago nan dari nabi Adam Tahuak parang di limokaum Rahasio disimpan dek Batubatikam Dengan mengkaji Batu Batikan, kapan ditikam, siapa yang menikam dengan apa ditikam, berapa buah batubatikam, barang kali kaji tentang kelarasan adat ini akan terang. Batubatikam di Dusun Tuo, Limokaum yang terletak dibawah kayu baringin, 5 Km sebelium masuk kota Batusangkar, barulah satu diantaranya, tetapi dimana lagi yang lainnya, dipersilahkan membaca tambo yang saya sebutkan diatas tadi. Mengkaji Minangkabau sebagai suatu susunan masyarakat budaya, hendaklah berpijak atau bertolak dari kajian kelarasan adat, dan adalah salah sekali jika dalam melakukan kajian budaya Minangkabau kita berpangkal dari kerajaan Pagaruyung, sebab kerajaan pagaruyung bukanlah faktor yang mesti dikaji, ia tidak merupakan perangkat kebudayaan Minarg, ia bisa timoul dan bisa tenuge!am, balihan bisa hapus seperti bagaimana keadaaannya yang kita lihat sekarang, sebaliknya Kelarasan adat Kotopiliang, Bodicaniago dan Larch Nan Panjang terbentuk sejalan dengan pembentuxan Minangkabau, dan ia tetap exist sampai hari ini, ia sudah ada 2 sebelum kerajaan Pagaruyung, dan tidak hapus bersama hapusnya kerajaan Pagaruyung. Yang selama ini dilupakan crang ialan kajian ini, padahai kajian ini adalah kajian yang akurat, kajian tenta Minangkabauyang penting, terbukti di lapangan, dimana kalau kita tanyakan kepada ninik mamak atau penghulu di nagari lermasuk kedalam kelarasan adat mana nagari ini, atau adat mana yang dipakai oleh nagari ini ~. Mereka akan menjawab “ termasuk kelarasan adat Kotopilia: jika ia memakai adat Kotopiliang, atau mereka akan menjawab ~ termasuk kelarasan adat bodocaniago™ jika nagari itu mamakai adat Bodicaniago, namun jika diianvakan kepada nagari “ sailiran batang bangkaweh, vany terletak dalam batas “dari bukit umasu Batupang (bukan “bacangvah”) mudick, hinggo guyuak sikaladi hil mereka akan menjawab bahwa “adat yang kami pakai bukan Kotopilianz, entah Bodicani: Hal ini sampai sekarang masih didapati dilapangan, jadi akurat, inilah yang exist, dan initah yang perlu dikaji secara mendalam, inilah salah satu bentuk struktura] adat limbago Minangkabau, dan kelarasan adat ini. adaiah lembaga keenam dalam susunan kebudayaan Minangkabau. . Kelarasan Adat kotopiliang Kelarasan adat Kotopiliang berpusat di Sungai Tarab, dipimpin oleh sebuah Jembaga puncak yaitu DATUK BANDARO NAN PUTIEH, yang dalam adat disebut “Pamuncak Kotopiliang™. Lembaga ini terletak dalam suku Piliang Sani nagari Sungai Tarab Luhak Tanah Data, Minangkabau. - Lembaga puncak kelarasan adat ini mempunyai lembaga pembantu atau suatu system “datuk nan salapan”, yang terdiri atas 8 penghulu suku adat dinagari Sungai Tarab tersebut. -— ow 36 Nagan Sungai Tarab rerdiri aizs § suku, dan biasa disebut dengan panggilan adat “ Sungai Tarab salapan patue”, terdiri atas ° Suku Piliang Laweh, dipimpin oleh Datuk Majo jndo 2. Suku Piliang Sant, Gipimpin oleh Datuk Rajo Mangkuto 3. Suku Mandailiang ipimpin oleh Datuk Tan Mani 4, Suku Bendang. dipimpin oleh Datuk Rajo Penghulu 3, Suku Bodi, dipimpin oleh Datuk Tan Naro 6, Suku Piliang, dipimpin oleh Datuk Rajo Malano 7, Suku Bendans. dipimpin oleh Datuk Simarajo g. Suku Nan Anam, dipimpin oleh Datuk Rajo Penghulu Penghulu-penghulu mane sekaligus menjadi anggola dauk nan ig peng ¢ i salapan. Pada zaman kerajaan Pagaruyu masini exist, Datuk Bandaro Nan Putien, Pamuncak Kotopiliang 1m diangkat menjadi “panitehan” atau sama cengan perdana mentri, dimana semua titah raja Pagaruyuns disampaikan melalui ~panitahan™ sersebut. Pengangkatan pamuncak Kotopiliang ini_ menjadi paniiahan, adalah suatu perbuatan politik kerajaan, a2u satu sokan menjinakkan Kotopitiang Minangkacau agar pemeriniahan penjalan licin. Namun sebutan -tuangku panitahan™” bagi Datuk Bandaro Nan Putien leb' dikenal dibanding dengan sebutan “Pamuncak Kotopiliang”, orang panyak Jebih mengenalny2 sebagai “titah™ aiav datuk ttah, padahal sebutan yang tepat adalah Datuk Bandaro Nan Putieh, pamurcak Kotopiiians. Nagan Sungai Tarab sebagai nagar! jncuk Kotopiliang i aran tenentu, Yang Gisebut dengan qmempunyal perangkat ii ungkapan “© nen bakapak nan paradai, baikue pakapalo, > 7 ta bakatitiran diujuang tunjuak, bagombak kakoto baru”, yang untuk jelasnya adalah sebagai berikut : - Sungai Tarab 8 batue - Kapak Radai 8 kote - Katitiran Diujuang Tunjuak | koto - Gombak I koto - Ikue Kapalo 4 koto Semua menjadi 22 kedudukan, dipimpin oleh Dt. Bandaro Nan Putieh, jadi penghulu dibawah Datuk Bandaro Nan Putieh ini. Lingkaran ini adalah lingkaran kedua, sedany lingkaran pertama tadi adalah system “datuk nan salapan”. Agar keterangan ini menjadi agak lenekap, kiranya perlu diseoutkan susunan 22 tersebut diatas tadi, vat : a Sungai tarab & batue, terdizi atas : we . Piliang sani . Mandailiang Bendany 5. Bodi 6. Nan Anam 8. Piliang Semua adalah suku dalam nayari Sunyai Tarab, yany berkedudukan sama dengan koto dalam kerangka kapak radai dst. b. Kapak radai 8 koto adalah : 1. Selo Sumaniek Patic Situmbuk 5. Guguk 6. Padaug Laweh 7. Talang Tangah 8. Gunuang Medan iv 38 c. ‘Tkue kapalo 4 koto adalah : 1. Sijangek ° . 2. Koto Badampiang "3. Koto Tuo 4. Pasie Laweh d. Gombak adalah : Koto Baru e. Katitiran diujuang tunjuak : Ampalu Gadat Perangkat-perangkat inilah yang kemudian digunakan oleh kerajaan Paygaruyung untuk melaksanakaa pemerintanan kerajaan di Minangkabau, dan sekaligus membawa arti atau katakanlah secara implisit bahwa kerajaan Pagaruyuny didominasi oleh Kotopiliang, dan karena itu pula maka Bodicaniago menyatakan bahwa mereka “barajo ka mupakat™. atau “nan rajo ialah kato mupakat’. jadi bukan “barajo ka Pagaruyung™. i sebuah sistim adat di Minangkabau. at puncak yang “berhak memutus” atau antiany berada Kotopiliang seb: mempunyai_ perang! menurut mamangan adat “ biang nan ka manabuk kan, mamutuihkan”, atau “biang tabuak gantiang putuil ditangan pucuk adatnya. Kelarasan adat Bodicaniago Pusat kelarasan adat Bodicaniago adalah Limokaum. sedang lembaga tertingginya adalah Datuk Bandaro Nan Kuniang. terletak dalam suku SUMAGEK, Kuburajo, nagari Limokaum. disebut terdiri atas Lembaya puncak ini dibantu oleh suatu system yi dengan panggilan “datuk nan salapan penghulu sebagai berikut : 1 Daiuk Amat Dirajo Datuk Kakondo Marajo 39 Datuk Rajo Dano Datuk Indo Palawan Datuk Perpatieh. Datuk Rajo Malano Datuk Rangkavo Mulia Datuk Mangeung ONO ay Kesemuanyva adalah Penghulu dalam suky Sumagek, Kuburajo, Limakaum, ‘azan lain terlihat suatu Kesatuan Yang disebut dengan an “Limakaum 12 koto, 9 koto didalam™, Yang terdirj jakaum dengan Di. Bandaro Nan Kuniang b. 12 koto adalah : 7. Cubadak 8. Supaniang Pabajutan 9. Labuah 4. Sawah Jauh 10. Parambahan 3. Rambatan 11. Silabuak 6. Padang Magek 12. Ampalu c. 9 koto didalam adalah: 1. Tabik Boto 2. Saliganda 3. Baringin 4. Koto Baranjak 5. Lamai Batu 6. Bukik Gombak ’ 7. Sungai Amen 8 Ambacang Raririk 9. Raio Dani Ferlu kami kemukakan bahwa rangkaian 12 koto tersebut diatas, nama “Tabek dan Sawah Tangah” tidak ada, ia . oe ~ 40 berkedudukan sebagai “aluang bunian —_ Bodicaniago” Minangkabau. begitupun nama “Pinang Baririk” dalam susunan 9 koto tidak ada, dan yang benar adalah “ambacang bariri Susunan ini terdiri ates 22 kedudukan, dan 22 nya itu dengan pucuk adatnya sendin, jadi bukan 22 dibawah pucuk adatya. i daiam lingkup Bodicaniago adalah apa jubuak nan tigo”, yang terdiri atas : 1. Lubuk Simawuang di Talawi 2. Lubuk Sipunai di Sujunjuang 3. Lubuk Sikarah di Solok Dengan mamangan adatnya sebagai benikut : ~ manubo urang di Simawuang, matilah punai di Sujuniuang ipangek urang di Sikarah, dimakan di Tabek Sawah Tangah’ barangkali adalah hierarchie atau t at perundingan decision making ) yang dimulai di Talawi, dimatisi di juniuang. Gisistimatisir di Solek, dan akhimya diumumkan di Tabek Sawah Tangah, tepainya di balai-balai Tabek, yang kemudian akan berlaku Giseluruh kawasan adat Bodicani minangkabau. pula susunan “‘tanjuang nan tujuah”, terdini atas : Tanjuang Sungayang Tanjuang Alam \ivang Balingkuang ( Tanjuang Bingkuang ) Tanjuang Gadang NINE tym Naum sebagai diatas sudah disebutkan bahwa ci Bodicaniayo “nan rajo adalah kaio inupaket”, dan munakat ini Gijakukan dalam kedudukan yang sama dan sejenis. Oleh” karera itu 4} dalam setiap suku ada perangkat adat yang disebut denyan nama “penghulu ampek jinih”, yang umum disebut Kotopiliang dengan nama “penghuiu ampek bua paruik”. Penghulu ampek jinih di Bodicaniago, terutama terlihat di dalam induk susunan tadi, adalah lembaga yang dominan dalam setiap pesukuan, dan ® lembava penghu!u ampek jinih itu terdiri atas . 1. Penghulu suku adat 2. Penghulu suluah adat 3. Penghulu manti adat 4. Penghulu dubalang adat Sedangkan seteian masuk ayama islam ke Minanykadau. tecjadilah integrasi adat dan ayama. dan dibentuklah susunan “urang ampek jinih”, yang terdini atas : 1. Panghulu 2. Imam adat 3. Khatib adat 4. Bilal adat Ka perangkat “penunuiu ampek ” berada dalam setiap pesukuan, maka perangkat “urang ampek jini” berada pada tingkat sebuah nagari. Perangkat penghulu ampek iinih mempunyai hak kata putus dalam pesukuannya, mereka duduk sahamparan, tagak sapamatang, atau menurut mamang lain “duduk samo randah, tagak samo tenggi”, jadi tidak ada yang lebih rendah dan tidak ada pula yang lebih tinggi diantara yang ‘> empat itu, semuanya sama, hanya terjadi perbedaan tugas, dan kata putus yang telah mereka sepakati “dipacik” oleh penghulu suku adat pesukuan bersangkutan. * - Lembaga “ampek jinih” di Bodicaniago sangat penting, szbab disini terlihat suatu demokrasi, dimana hak dan kewajiban Thereka sama semua, dan mereka bersarma member dan menerima kata putus iiu. wo ae me EE Eee 44 Yang keempatnya mempunyai susunan suku yang 22 pula, dan dengan sedikit catatan bahwa suku Simabue di Koto Tuo berkembang menjadi nagari Sirrabue, sehingga berobahlah susunan suku di IV koto tersebut. kan gugusan ketiga yang disebut “tujuh langgam hilie” terdirt Galogandany Turawan Padang Lua Balimbiang Kinawai Sawah Kareh Bukik Tumasu Awl MOY Dengan sedikit keterangan bahwa No. 1 sid 3 disebut il] Koto, terdia atas sepuluh suku, sedangkan tersebut No. 4 sid 7 termasuk kedalam nagari Balimbiany, terdiri atas 12 suku, sehingga yang disebut dengan istiiah ‘tuiuh langgam dihilie” tadi terdiri dani 22 suku pula, dan akhirnya Gugusan Lareh Nan Panjang, “pisang sikalek kalang hutan pisang tan batu nan bagatah, kotopiliang dio bukan, bodicaniago dio antah” terdiri atas tiga sandiang, yaitu IV Koto diateh dan 1V Koto dibaruah serta VII Langgam dihilie, semuanya tersusun atas 3 kali 22 suku menjadi 66 suku, bandingkanlah ini dengan susunan Aceh tigo sagi, masing-masing sagi terdiri atas 22 mukim, dan bandingkan puia dengan susunan andiko 66 di Bangkinarg. si Ketiga kelarasan adat ini mempunyai sistem yang sama, tetapi kadang- kadang sebutannya berbeda, seperii, : a. Pucuk adat Kowgiliang disebut “Pamunack Kotopiliang™ b. Pucuk adat Bodicaniago disebut “ Pucuk Bulek Bodicaniago™, buxan “Junjungan Bodicaniago” c. Pucuk adat Lareh Nan Panjang disebut “ Lantak Tungs2 Lareh Nan Panjang”, bukan tampuak tangkai, sebab yang diseout tampuak tangkai adalah dua nagari atau dua koto a 4 in ¥akni “ Pariangan jo Padang Panjang” sebab kedua koto itu adalah koto ~sal di Minangkabau Ketiga keiarasan ini Pada tingkat puncak Mempunvyai sisum ketungealan Sperti pamuncak, Puncak bulek atau i§ pucuknya atau Puncaknya yang ulat, 2, demikian pula dengan lembaga Pimpinan tiga kelarasan ini, ia adalah sejenis pucuk bulek dan karenanya tidak derurat lunggane di suku dan dinagarinya Masing- Kesamaan lainnya ketiga Kelarasan ini jalah adanye sistim datuk nan Salapan, sistim’ datuk nan 22, hanya Perbedaannya bahwa di Kotopiliang dan Lareh Nan Panjang 22 dibawah pucuk adamya, sedangkan Bodicaniago 2 dengan pucuk adainya. Kesamaan selanjutnya bahwa d; ‘a kelarasan ini ada sistim 4, yang di Koropiliang berbentuk “basa ampek balai sedangkan di Bodicaniae dan Lareh Nan Panjang berupa penghulu 4 jinih, Kesamaan Jainnya terlihat berupa sistim 7, dimana Kotopiliang dikenal dengan “langgam nan tujuah”, Bodicani dengan “tanjuang nan tujuah™ dan Laren Nan Panjang berbentuk ujuah langgam di hilie™ nya. Lembaga lainnya Yang serupa ialch lembaga 3, yang di Kotopiliai berbentuk “rajo tigo selo”, di Bodicaniayo dilenal “lubuk nan igo”, sedang di Lareh Nan Panjang “tigo sandiang” ( tigo segi ). Jika susunan pangka) dj Minangkabau terlihat dengan 22 suku gi Pariangan 1V Koto, maka IV Koto yang disebut ~ ikue darek kapalo Tantau” Sicincin jo Kayu Tanam, Guguk Kapalo Hilalang, termyata terdiri pula atas 22 suku, sehingga Sampai sekarang ietap disebut “urang nan 2X 11, bernamalah kawasan itu kecamatan 2 X sabaleh, fnam lingkuane dimana yang disebut 6 lingkuang itu kesatuan yang berbeda Gengan 2X 1] tadi, Susunan kawasan adat 6 lingkuang adalah ree 46 perpangkal. dari susunan induk adat Minangkabau, jadi dipandang susunan awal. ~ Jika tadi di Pariangan dengan IV Kotonya terlihat susunan suku yang 22, rupanya susunan seperti ini terlihat pula di Sungai Lasi IX Koto dengan kelipatan 2 X 22 atau penghulu nan 44, dan susunan penghulu nan 44 di Lembah Gumanti, susunan andiko nan 44 di Muaro Takuih Talago Undang, atau susunan penghulu nan 44 di Bayua Maninjau, alau susunan penghulu nan 44 di Talawi atau susunan penghulu nan 44 dij Kumanih, atau susunan andiko nan 66 di Bangkinang, semuanya berakar pada susunan adat yang 22, yang akamya pasti pada adat yang 22 yang telah kita sebut diatas tadi, dan nanti kajian ini akan kita perdalam. Dalam mencari akar susunan 22 ini kembali kita ingat pada adat basandi syarak, dalam hal ini adalah sholat. Oleh karena itu Lareh Nan Panjang yang pusatnya adalah Pariangan, dan tersusun atas tiga gugusan, maka ukuran yang dipakai adaiah sbolat 3 rakaat dan sholat 3 rakaat ini adalah 22 buah gerakannya, maka disusuntah suku sebanyak 22 buah. Demikianlah adat dan limbago Minangkabau, secara garis besamya, secara sangat ringkas diuraikan diatas tadi yang semuanye itu adalah faktor tetap dalam susunan kebudayaan Minangkabau. Masih ada lagi limbago lainnya yang juga merupakan faktor tetap, seperti “limbago waris” yang juga enam lapis, limbago penghulu juga terdiri dari 6 lingkaran, sehingga terlihat di Sijunjung adanya susunan masyarakat 6 surau, susunan 6 kung di kapalo rantau, susunan 6 koto di Pangkalan Koto Baru yang “ujuang iuhak kapalorantau”, susunan 12 koto di Limokaum tadi sebenamya terbagi atas 6 koto disuok dan 6 koto di kida, susunan mana semuanya yang serba enam itu dapat dikembalikan kepada susunan adat Minangkabau, yang enam, dan ia berakar dan bersendi pada rukun iman yang enam, sedangkan rukun inman yang enarn itu adalah faktor tetap pada agama langit, pada agama. tauhid, dan sifat tetapnya itu membias pada adat yang enam di dalam kebudayaan adat minangkabau, dan adat yang enam itu adalah faktor 47 “tetap dalam susunan kebudayaan Minangkabau. Adat yang enam »membentux limbago masyarakat, limbago waris, limbago penghulu yang juga serba enam lapis, dan karena ia dibentuk oleh faktor tetap yang pertama, maka sitat tetap pada faktor pertama tadi juga melekat pada faktor ini, dan menjadilah ia faktor tetap kedua di dalam kebudayaan Minangkabau itu. b. Faktor Berubah & Faktor lainnya yang mendukung budaya Minangkabau ialah orang Minangkabau, atau pendukung budaya Minangkabau. Jika adat dan limbago sekali ia dibuat ia dak mengalami peruhahan, ia bersifat letap, seperti kata ungkapan “suku tak dapek dianjak, nagari tak dapek dialieh”, maka berlain halnya dengan orang Minang, ia lahir dan mati, ia mengalami sakit dan sehat, ia ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang pandai dan ada yang bodoh dsb. hal ini lekat dengan diri orang, dan sifat berubah ini sudah ada semenjak ia dilahirkan. Orang Minang sebagai cendukung kebudayaan Minang dapat datany dan pergi, seperti ungkapan adanya orang / kaum yang tak sahulu tapi samuaro, adanya orang yang disebut * babalahan”, begitu juga jika dalam satu pesukuan tertentu adanya kaum yang asalnya dari Jawa atau dari Batak, atau dari Bugis yang sudah menjadi orang Minang (sudah mengisi adat menuang limbago, sudah dikalikan dalam gantungkan tenggi dibua mati ), namun ada pula kaum-kaum yang punah secara darah di pesukuan atau dibua paruik terentu di Minangkabau, kiranya cukup memberikan petunjuk bahwa orang itu berubah. z, Petapi walaupun orang seb faktor berubah dalam kebudayaan Minangkebau, sifat berubah mana lekat pada dirinya, ia tidak dapat * mervbah limbago adat yang sudah ada. Orang itu dikurung dan dikunci secara adat dalain limbago adat yang sudah ada, tak dapat keiuar aiau -masuk seenaknya, namun ia bisa datang dan boleh pergi. Sekali ia pergi secara adat, “ bapaiiah-batinggalah”, ia keluar dari susunan kaurnnya, keluar dari susunan bua paruik dimana kaumnya bemaung, ee ' f ) kel ker asa ata’ ber tert seb ada him ter oro ja tide Der kel keb tert me ada ber ket Jike nag bah ber: dan 43 keluar dari pesukuan kedalam mana bua paruiknya termasuk, dan kemudian ia ditempatkan sebagai “urang babalahan” dengan kaum asalnya tadi. Mungkin ia ikut dalam rombvngan membuat nagari baru, arau masuk ke dalam sebuah nagari yang sudah berdiri, dan masuk bernaung kebawah payuang sebuah lémbaya penghulu pada bua-paruik tertentu, dipesukuan tertentu, dikorong tertentu pula, disana ia semula sebagai seorang transmigran Jokal, kemudian ia menyesuaikan dengan adat dan masyarakat adat setempat, disana ia menyisi adat menuang limbago, dikalikan dalam diganivangkan tenggidan dibua mati dinagari tersebut, dan akhimya menjadiiah ia sebagai orang yang berhak dan berkewajiban sepenuhnya secara adat di tempatnya yang baru itu, ia otomatis masuk ke dalam orbit iingkar edar waris di pesukuan dimana ia diam itu, putuslah hubungan adatnya dengan balahannya, namun tidak putus hubungan darahnya. Dengan demikian jelasiah bahwa masalah transmigrasi bagi kebudayaan Minangkabausejak dulu bukanlah masalah yang baru, dan kebudayaan Minangkabau siap menerima kedatangan orang lain, ia terbuka, namun ia menghendaki syarat avar pendatang-pendatang itu menjadikan dirinya orang Minang, yang berkewajiban memelihara adat limbago Minangkabau, memelihara susunan kekerabatan yang benatikan “kefbuan”, menempatkan wanita sebagai penyambung keturunan, dan menghormati seria mematuhi aturan adat Minangkabau. Bagi kebudayaan Minangkabau yang dapat diterima sebagai pendatang dan dapat diterima masuk kedalam susunan kekerabatan menurut adat ialah “orang perempuan”. Laki-laki tidak dapat diterima menjadi anak kemenakan, sebab masyarakat adat Minangkabau berpangkal dari perempuan, masyarakat yang tersusun dengan pola keibuan aiau mawilinial. Jika kita mau mengkaji tentang orang, berangkali semua penghuni nager-nagaridi Minangkabau sekarany ini, tidak asli lagi ( dalam arci bahwa” aimk moyangnya secara darah, ikut membuat uagari bersangkitan dahulunya ) sebad lebih dari 300 ranji yang sayz lihat dan bahkan saya ikut mengetahui dan menandatanyaninya temyata } | & ‘ditempati oleh orang yang berkebudayaan Minangkabau, atau lebih 49 hanya terbukti bahwa susunan kaum-kaum bersangkutan barulah 6 generasi yang banyak, namun satu-dua ada 10 sampai 12 keturunan, dan diamaranya yang sebanyak itu saya pernah menjumpai satu silsilah yang terdiri atas J8 generasi. Jika kita ambi) ukuran rata-rata antar generasi itu 25 atau 30 tahun, maka umumnya kaum-kaum tadi menghuni nagari tersebut se!ama 150° tahun, 250 / 300 tahun, atau 300 / 360 tahun yang banyak, dan ada satu kaum yang sudah berdomisili dinagari itu selama 540 tahun. Jiika hal ini dibandingkan dengan berdirinya nagari-nagari yang mempunyai ranji tadi, disana umum berpendapat bahwa nagari itu sudah berdiri lebih dari 1500 tahun. Kalau para penghuninya sekarang ( sesuai dengan ranji kaumnya ) menghuni nagari itu s¢meniak 300 tahun yang lalu, dapat dibayangkan sudah berapa kali penghuni itu bertukar, dan generasi manusia memang demikian. generasi hari ini akan nabis, akan digantikan oleh generasi esok, dan generasi esox akan habis pula, digantikan pula oleh generasi lusa, begitu setemisnya, namun terhadap hal ini kiranya pepatah Minang cukup akurat , “Ramo-ramo sikumbang janti, katik endah pulang bakudo, patah tumbuah hilang baganti, limbagonya baitu juo ( pusako lamo dipakai juo )*. Walaupun orang ini menempati uruian sebagai faktor berubah, namun kebudayaan ini | tidak akan kembang bila pendukungnya tidak setia, tidak mencintainya, atau tidak merasakan kebaikan dari kebudayaan yang diciptakan oleh ninik moyangnya itu. Pada akhirnya bezkemba atau tidak, hidup atau matinva kebudayaan ini tergantung sepenuhn kepada orang Minang, terserahiah kepada kesepakatan mereka,bagaimana mauny2 orang Minang dengan kebudayaan Minangkabau yang sangat indah ini. Faktor berubah yang kedua adalah wilayah, suatu daerah y jelas jalah suatu daerah dimana kebudayaan Minangkabau itu hidup dan berkembang dan berpenaukung tetap. Daerah ini dan kecil menjadi besar, barangkali dimulai dan dusun pariangan, dilereng gunung Merapi, berkembang terus sampai meluas, = hese 1 ) giman wilay2 ndul jokesi ikaw peru Perub perik 50 gimana kemudian terbentuk “Juhak nan Tigo”. Perkembangan luas wilayah ini diakibatkan oleh berkembangnya manusia ( orang ) ndukung kebudayaan ini, mereka membcvatuk atau membuat lokasi- jokesi permnukiman baru dan menerapkan ‘adat limbago minangt: bau dikawasan yang di “taruko™ nya ita, sehingga masalah bates menjadi perubah-ubah sesuai dengan pembentukan pemukiman baru mtu. Perubahan batas ini dapat kite Hhat dan kita bandingkan sebagai perikut pertama kita iyhat “luhak™ di Minangkabau dengan segala atributnya, yang diMinangkabau ada jpuah yaitu : Luhak Tanah datar Luhak Agam Luhak Limopuluah Koto we Disini kita tidak akan memperbincangkan pengertian juhak sebagai salu penomena, telapt ja dipandang tidak dipersoalkan la i, namun kita inein melihamya dani sudut territorial serta beberapa cirinya sebagai berikut = }. Luhak Tanah Datar (r) 7 Luhak ini adalah luhak yang tertua diantara ketiga tersebut diatas, dikatakan oleh tambo pahwa “daulat” turun ke Tanah Datar, karena ju benderanya berwarna kuning ia ymerupakan Jantung Minangkabau bagaikan “kuning telur” yang terletak pada bagian terdalam. Luhak ini dilambangkan dengan Dbinatang “kuciang”. mamangnya “manangkok pantang badarah. mato nan pantans mangarijok sabalun jaieh nan dicalick, kuku bapantans kalihatan antah kok dilawik tak harombak, atau di lurah tak baraie, antah kok Gibukik tak barangin, jinak nan ‘pukan alang-alang, elok ka kawan ateh rumah”, . Luhak ini disebut dengan maman ienye janieh ikannyo jinak, lubuaknyo dalam aienyo tanang, sayaknyo jandai aienyo dingin, puminyo sarang”. Adapun batas Juhak ini disebui-sebut sebagai berikut > 1 ws Dari ujuang tanah mudiek Hinggo padang giriang-giriang hilie Dusun banamo Dusun Tuo Balai banamo Balai Batu Basungai dibawah Tarok Sungai Tarab Bungo Satangkai Tanjuang banamo Tanjuang Alam Pemenan uraay tigo Luhak Tanjuang Sungayang jo ujuang tanah Bak permato diateh ameh, ikan bataluo dirunggo batu. Luhak Agam, luhak nan tanyah, dikatakan bahwa “dubalang™ turun kaluhak agam, ia dilambangkan dengan binatang harimau, dituturkan sebagai “barant nan bukan alang-alang, mamaikkan aie di kendi, maamnihkan aie dibungkuih, barani karano bana, bajanj bapantang mungkia, budi bapantang katinjauan, unjuak nan tida! 1k baagiahkan, lai bapantang baindakkan, hitamlah lakek kakudurang. merah lah lakek kakasumbo™. Kawasan yang disebut termasuk kedalam Luhak Agam adalah : go dasun tungya hiiie, hinggo lado sulak mudiek, seedaran Pasaman, sakaki gunuang Marapi, saririk Singyaiang jo gunua Tandikek, buminyo angek ikannyo lia. Luhak Limopuluah Koto, disebut sebagai iuhak ran bongsu, penghulu turun ke luhak limopuluah, lambangnya ~kambiang”, jinak nan bukan alang-alang, lianyo lia tanggua makannyo saratuih macam, mamakan sagalo aka, biaso main dilereng, rumik dek lawan mangabeknyo, buminyo sanang aienyo tawa. Luhak ini disebut berbaias sebagai berikut : “Dari siauik sungar nmbang hilie, sampai kadurian ditakuak rajo, 0 sialang balantak basi, hinggo sipisak pisau hanyuik, didalamnyc taiatek lareh jo ranch dengan tonggak balai nan duo jo galanygang si Jambi”. $2 Adapun balai nan duo adalah balai jarieng di Aie Tabik dan balai Kubang di si Tanang Muaro Lakin. Yang dimaksud dengan Juhak dalam kawasan LUHAK LIMOPULUAH KOTO ialah suatu daerah adat yang terletak dari Mungo Mudiek hinggo Limbukan hilie, didalamnyo urang balimo badunsanak. Dalem Luhak Limopuluah Koto ini terdapat S kawasan adat, masing-masingnya ialah : Hulu Sandi Luhak Lareh Ranah hewn a Selanjutnya jika kita lihat batas kawasan adat atau daerah kebudayaan Minangkabau menurut keterangan tambo-tambo Minang, terlihat batas sebagai baerikut : Hinggo Jambi Palembang mudiek Sampai kaparik jo Manjuio Masuk Kurinci Indopuro Hinggo sialang balantak basi Sampai kataratak aie hitam Sampai ka Batak Mandahiliang Hinggo riak nan badabua pai kalawik nan sadidih go durian ditakuak rajo Hinggo si pisak pisau hanyuik Sampai ka Rambah ka tambusai Sampai ka Rokan pandalian Kampar kiri jo kamoar kanan Tapuang kin jo Tapuaag karan Muaro Takui talago undang Sampai ka Kuan‘an Batang Hari aA Sampai ka Aceh tigo Sagi Masuk Asahan Batubaro Sampai ka Bamam ka Batawi Dengan demikian Jela: wilayah, dan karena j Susunan faktor penduky slah bahwa perubahan batas dapat memperluas tu faktor Wilavah adaiah faktor berubah dalam ung kebudavaan Minangkabau Orar “Sur Mina Peris sebu: sejari wy LT TT 54 BAB HI SUMPAH SATIE BUKIK MARAPALAM Orang yang Jahir 300 Tahun yang lalu, tidak menyaksikan peristiwa “Sumpah Satie’ Bukit Marapalam, suatu Sumpah Satie orang Minangkabau vang beradat dan beragama Islam. Peristiwa Sumpah Satie Bukit Marapalam mesti dipandang sebagai sebuah peristiwa budaya dan tidak perlu dilihat sebagai peristiwa sejarah. Ada yang menduya-duga secara dangkal peristiwa itu terjadi di Zaman “Perang Padni (awal abad ke XIX ), perundingan iu terjadi amtara ulama Islam dengan ninik mamak ( yang masih belum beragama Islam ). Banyak sekali cerita mulut ke mulut yang beredar tidak hanya sekarang bahkan sejak dulu telah membuat keyakinan semua orang bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi, sebab pepatah Minang mengatakan bahwa “kalau tak ada api tak ada asap”, “kalau tak ada angin dahan kayu tak bergoyang”, dan nyatanya kita lihat ada asap, tentu ada api sebagai sumber dan dahan semua bergoyang, pasti ada angin. Dalam hubungan ini patut sekali disebutkan keterangan tertulis dari alm. Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Inyik Candung, seorang Ulama Besar yang diakui semua pihak, bertanggal 7 Juni 1964, 26 Muharam 1384, jadi kira-kira 36 tahun yang lalu, dimana ia menerangkan bahwa ja menerima dari: 1. Tuanku Lareh Kapau Nan Tuo ( sebelum Tuanku Lareh terakhir ) Ninik dari Minmio dia sendin di Ampang Gadang Angku Candung Nan Tuo wi * ‘Hersama Rajo Putih, anax Datuk Bandaro Nan Putih, tiiah Sun: mn 5 Bahkan ia ( Inyik Candung ) masih mendapati sebelum penghulu menjatuhkan hukuman, malemnya Penghulu tersebut mendatangi Ulama yang disebut waktu iru “Bamuti” ( mungkin asalnya bermufti ), minta nasehat dan bermusyawarah tentang hukuman yang akan dijatuhkan, ( waktu itu tempat”Bamuti” adalah Angku Candung Nan Basurau di Baruh Baiai ) Dengan demikian jelaslah bahwa alm. Inyik Candung pun mendapat keterangan dari mulut ke mulut pula, tecapi katanya dia masih melihat sebuah bentuk pelaksanaan yaitu “ Bamuti ~ Penghulu kepada Ulama sebelum menjatuhkan sebuah keoutusan. Karena ketiadaan catatan, atau keterangan tentulis lainnya. lalu ada juga orang vang mendunga peristtwa Budaya itu terjadi dizaman perany paderi, sebagai akibat sesuatu Susana yang tak tertahankan lavi oleh rakyat, maka berundinylah Penghulu Adat / Ninik Mamak cen para Ulama Agama Islam di Bukit Marapalam, namun tak dapat pu diterangkan bagaimana suasana yang tak tertanankan itu, siapa yany membuat keadaan itu, atau faktor apa yang menyebabkan hal itu. Jawaban yang sederhana barangkali akan ditemukan bahwa terjadi bentrok antara Penghulu adat / ninik mamak dengan Ulama, kalau begitu Penghulu belum menganut agama Istam, dan dipaksa oleh Ulama supaya menganut Agama Islam, sebuah dikotomi yang tak masuk akal. Peristiwa Sumpah Satie Bukit Marapalam hendaklah dipandang sebagai event Budaya dan tidak perlu dilikat secara historis Karena peristiwa itu menunjukkan budaya minang menyelesaikan suatu persoalan besar dan menyangkut perihal cara hidup didunia dan akhirat nant. Jauh sebelum Perang Paderi, pada tanggal 24 Februan 1713, Rakyat Pauh, Pedang dibantu olen 500 orang Femuka Agama Islam ya berjubah putih dan tasbih ditangannya, dipimpin oleh Rajo Saruaso ( waktu itu Rajo Minangkabau di Saruaso, bukan di Pagaruyung } Tarab, ketua Basa Ampek Balai, 100 Tahun sebelum Perang Paderi, telah , menggempur Kota Padang secara bahu inembahu, bersatu kaum aaan +-Ae Deter aw PU 56 adat dengan kaum agama ( Ulama ), masing-masing dapat dilihat dilambangkan oleh Rajo Saruaso dan Rajo Putih dari kalangan adat, dan 500 Pemuka Agama Islam dengan berjubah putih dan tasbih ditangan dari kalangan Ulama. Pertengahan abad ke XVII, Kerajaan Pagaruyung mengalami perombakan besar, dibentuk “ Rajo Tigo Selo, masing-masing Raja Alam, Raja Adat, dan Raja ibadat dengan tempat kedudukan di Pagaruyung, di Buo dan Sumpur Kudus. Lembaga Basa Ampek Balai dilengkapi dengan seorang Kadhi Besar / Mufti Kerajaan, yaitu Tuan Kadhi di Padang Ganting ( yang pertama kali dijabat oleh Dt. Maruhun Panjang, seorang ulama fikih yang ulung, teman sekuliah syekh Burhenuddin Ula-an Pariaman, yang sudah menjadi Khalifah pula untuk negerinya. Istilah Rajo Nan Tigo Selo telah dikenal oleh Verspreet dengan kedatangan dua utusan Sultan Abdul Jalil, Raja Alam Minangkabau yakni Sri Maharajo Lelo dan Paduko Rajo pada tanggal 28 Januari 1667, dan pada tahun 1668 VOC telah mengirim utusan langsune menemui Rajo Alam, sedang pada tahun 1684, Thomas Diaz telah mengunjungi Rajo Adat di Buo, dan memang pada tahun 1660 telah dibentuk Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai dengan memebentuk Mufti besar Kerajaan ( Kadhi besar ) dengan sebutan Tuan Kachi di Padang Ganting. Menggunakan dikotomi Penghulu Adat / Ninik Mamak vs Ulama Islam yang menyebabkan terjadinya sebuah Sumpah Satie di Bukit Marapalam, casanya kuranglah tepat. Menurut pendapat saya yang paling baik adalah dengan mengkaji secara Minangkabau, dimana terlihat perbedaaan bahkan pertikaian antara Koto Piliang vs Bodicaniago, dan dengan dipecahnya kekuasaan Kerajaan Pagaruyung menjadi 3 Kekuasaan, yaitu Rajo Alam, Adat dan Ibadat, dan penyangkatan seorang Mufti kerajaan, Kadhi Besar Kerajaan yaitu Datk Maruhun Panjang, Padang Ganting menjadi anggota Basa Ampek Balai, mengandung makna bahwa pihak Koto Piliang yang Suny akan melakukan kontro! syar’l atas perkembangan sera kemajuan suiti assawuf Bodicaniago. 57 Jadi penikaian Koto Piliang vs Bodicaniago yang berawal dari pertikaian adat kekuasaan serta wilayah, kemudian berkembang menjadi penikaian mengenai penguasasan komoditi ekspor (emas, perak, dan lada ) seianjumya berkembang menjadi perselisihan antara agama Hindu dengan Budha, dan akhirnya menjadi penarungan antara paham Suny yang ahiussunah wal jamaah dengan paham sufi tasawuf dalam agama Islam. Perjanjian Bukit Marapalam adalah suatu mufakat terbesar di Minangkabau, selain mengakhin’ penikaian tersebut terakhir juga vaskan bahwa adat Minangkabau disesuaikan dengan agama {slam dengan sebuah kalimat yang Gituangkan dalam sebuah “Sumpah Satie” adat basandi svaraq, syaraq basandi kitabuilah, alam takambang harus dipandang sebagai peristiwa budaya dan jangan dilihat sebagai event sejarah, setelah itu dilekukan penataan ulang nagari-nagani di seiuruh Minangkabau dengan memasukkan sur Agama Islam kedalam struktur kepemimpinan masyarakat adat Minangkabau dinagari-nagari yaitu adanya lembaga ~urar ampek jinih”. Yang terdiri atas imam adat, katik adat, bilal adat, dan kadi ditiap nagari, dan menjadikan mesjid sebagai salah satu svarat vahnya sebu2h nagari di seluruh Minangkabau, sebagai contoh nagari Limokaum, induk nagari Bodicaniago disusun dalam 28 suku melambangkan 28 verak tubuh manusia jika sembahyang 4 rakaat, letapi nama suku disini hanya 17 buah, sebanyak jumtah rakaat sembahyang wajib dalan agama Islam, jumlah kampung sebaryak 99, sebanyak nama than yang tersebut dalam Al-Qur’an, dinagani ini ada S imam adat, 5 katib adat, 5 bilal adat, dan ada Datuk nan balimo, sedang Nagari Sungai Tatab dilengkapi dengan urang 4 Jinih dimana terlihat imam adat terletak disuku Bodi, Katik adat disuku Mandahiling, Bilal adat di. Suku Bendang, sedang Kadi di suku Piliang. Bila 8 ony PEMBAGIAN DUA DI MIN ANG KABAU Bila kita mengkaji Minangkabau pusat perhatian mestinya diletakkan da sisum adatnya, dan dalam sistim adat ini Minangkabau qerdini atas 2 puah sistim adat yaitu Bodicaniago dan Kotopilieng dan Kemudian Kotopiliang dikuasai dan menguasai kerajean Pagaruyung, Perbedaan Kotopiliang dengan Bodicaniago adalah perbedaan penerapan adat, wilayah dan kekuas2an, tetapi kemucian dimuati oleh pal-hal yans politik dan ekonomi, selanjutnye agama, dimana semulanyé dahulu Bodicaniago yan menganut agama Budha dan perdagang, pengrajin emas, berhadapan dengan Kotopiliang yang peragama Hindu dan pengawal pintu-pinty keluar mesuk perdagangan sehingg? banyak orang menduga bahwa asal kata “Bodicaniago” 23! i ata Budha yang pemiaga, menjadi Budicaniagz, }alu menjadi Bodi Caniago Maksud mengemukakan hal ini adalah supaya orang minang dapat melihat labih jelas, secarTa jsi bagaimana minangkabau dengan adatnya untuk lebih bebas mengaji Minang Kabau secara utuh diluar konteks kerajaan pagaruyuns yang telah tiada itu. Yentang perbedaaan Kotopiliaeng dengan Bodicaniago 4ij Minang Kabau, seorang ahii belanda, dalam buku “Jarassen ini Minang Kabau™ mengemukakan, pahwa perbedaan Kotopiliang dengan Bodi caniag® tidak hanya sekedar perbedaaan wilayeh, terapi sampai kepada sistent peradilan adat, dimana jika timbul perselisihan atau sengket2 mengenai adat yang cukup penting, tidak hany@ mengenai soal-soal Nagan Saja, maka oieh Kotopiliang dibawa ke “Rapek Salareh” seterusny2 jika peium selesai gisitu, dibawa ke Rapek Saluhak ™ nameun jika tidak selesai juga disitu, maka dibawa kepada Datuk Bandaro Nan Putin, tetap! Jka disini masih pelum dapat kate purus alias belum terselesaikan, naik lagi kepada “Rajo Ada” di Buo, kata perly terus kepad2 “Rajo Alam” Gi Pagaryuns. 59 Tetapi jika sengketa adat terjadi. di Bodicaniago, kata Leyds ahli Belanda itu, scielah melaui “Rapek Sa Lareh “diteruskan kepada “Rapek Saluhak, jika disini belum terselesaikan masalah itu langsung dibawa ke “Rapek di Balirung Nan Panjang ~ di nagari Tabek. Ha? ini membuknkan bahwa Bodicaniago tidak pernah berada dibawah kekauasaan Kotopiliang, dan berarti tidak pernah dikuasai oleh Raja Pagaruyung, ia mempunyai wilayah sendiri dengan sistim ada sendin. Fakta diatas membuktikan bahwa cara yang ditempuh oleh Bodicaniago dalam menyelesaikan masalahnya, tidak menghiraukan Basa Ampek Balai dan Rajo Tigo Selo, atau dapat disebut melangkahi Basa Ampek Balai dan sekaligus melangkahi Rajo Tigo Selo. Seorang Belanda lain, Salomon Muller, mengatakan bahwa sewaktu ia berkunjung ke Minang Kabdau, ia masih mendengar dari rakyat tentang perang-perang antara kedua pengikut kelarasan adat Kotopiliang dan Bodicaniago itu Rajo Tigo Selo ( Rajo Alam, Rajo Adat, Rajo Ibadat ) serta Bsa Ampek Balai dan juga Langgam Nan VII, semuanya Kotopiiiai tetapi yang bolen memakai payuang kuniang hanyalah “Rajo T: Seto” selain nu tidak boleh, paling tinggi hanya boleh memakai wama yang disebut “Sacuriang Kuniang” dan jika mereka pejabat tinggi itu datang ke Pagaruyung, Payungnya mesti dikucup, dia mesti mengikuti tata cara menghadap taja. Tetapi jika Datuk Bandaro Nan Kuniang, pucuk bulek adat Bodicaniago datang ke Pagaruyung, dia boleh tetap dengan payung terbuka, tidak perlu mengikuti tata cara Istana yang kaku, suatu pertanda bahwa Rajo Alam ataupun Rajo Tigo Selo tidak dapat memaksakan adatnya terhadap pimpinaa adet Bodicaniago ini. Menurut Tambo Loyang Pariangan, kepunyaan daiuk Bandaro Kayo, “Latak Tangga” Lareh Nan Panjang, bahwa rayurg kuning Raja Pagaruyung itu adalah kepunyaan Bodicaniago. Disitu jelasiah juva bahwa asal mula perbedaan Kotopiliang dengan Bodicaniago disebabkan pertikaian antara Datuk Katumanggungan dengan Datuk ne wee SSNS "1 he TE my 60 Parpatieh Nan Sabatang yang sampai dipuncaknya karena pembagian wilayah, karena itu mereka “batuhuak parang” di Dusun Tuo, Limakaum seperti yang diung!.apkan oleh Mamang yang berbunyi * - BijoNan Datang Dari Ruhum‘ - Limbago Nan Turun Dani Adam - Tuhuk Parang di Lima Kaum - Rahasio disimpan di Batu Batikam Jedi perbedaan itu berakar jauh sekali kebelakang dan perbedaaan ini terus menjadi pertikaian dapat diramalkan dan memang hal itu tegadi. Sejak semula emas menjadi komoditi andalan Minang Kabau dan semua sumber emas itu berada dibawah Kekuasaan Bodicaniago seperu Sungai Ameh ditimur Saruaso, dikawasan hulu Batang Hari, dihulu Batang Selo dan lain-lain, dan orang Bodicaniago adalah pengrajin emas yang baik dan sekaligus pedazang emas yang handal, mereka menjual emasnya ke Pantai Barat Tiku dan Pariaman dan ke Timur lewat Batang Hari dan Batang Kuantan. Kemudian sumber emas ini diambil oleh Kotopiliang dengan kekerasan semua jalan dagang dikuasai oleh Kotopiliany, terjadilah bentrok antara Kotopiliang dengan Bodicaniago. Bentrok antara keduanya pada waktu itu sekaligus merupakan bentrok antara agama Hindu ( Kotopiliang ) dengan, agama Budha ( Bodicaniago ), disini lerlihat sekali bahwa Bodicaniage mulai terjepit oleh Kotopiliang. Jauh sebelum Adityawarman, Raja Pagaruyung dimasa Tahun 1290. sudah di Islam-kan oleh Svehk Burhanuddin dari kuntu Darussalam, tetapi setelah tuan Svekh ini kembali ke Pangkalannya di Kampar, Raja beserta pejabat tinggi istana Pagaruyung kembali kepada agama Hindu. . . : Pada waktu tesjadi sebuah peristiwa yang sckaligus menggambarkan pertikaian Kotopiliang vs Bodicaniago yang menurut Tambo “Rajo Alam Surambi Sungai pagu’ bahwa pada suatu han di Pagaruyung 61 diadakan penandingan “memanah” antara Kotopiliang - dengan Bodicaniago. Waktu itu berhimpenlah ahli-ahli panah kedua pihak. ramajlah Pagaruvung didatangi oleh Orang Kotoipiliang dan Bodicaniago. Pada suatu hari ketika hari sedang panas. dalam suatu pertandingan, terpanah anak kecil orang Bodicaniago oleh seorang pemanah Kotopiliang, anak itu mati saat itu juga. Suasana menjadi panas. orang Bodicaniago siap menghadapi perang dengan Kotopiliang. namun keadaan yang sudah panas ini dapat diredam oleh Pamuncak Kotopiliang. Datuk Bandaro Putih dengan pucuk buick adat Bodicaniago Datuk Bandaro Nan Kuniang, hukuman dijatuhkan yang salah dihukum, tetapi orang Bodicaniago tidak puas, mereka mengatakan ~walaupun luko Jah nyato al mamun capuak tak namuah hilang ~ (walaupun luka sudah dapat disembuhkan, namun bekasnya tidak akan hilang ). ini namanya dendam lama vany membara kembali. Mereka orang Kotopiliang tadi bersama kawan-k berjumlah 60 kaum dengan diam-diam berangkat menuju selatan, setelah menyebrangi batang Ombilin, terus mudik Batang Sumani dan terus berjalan, sampailah mereka kesuatu bukit, disini seorang diantaranya bernama Ninik Sipadeh sakit, terus meninggal dan dikuburkan di bukit ini, dan sejak itu bukit imi mereka namai * Bukit Sipadeh Tingga “ dan yang 59 kaum selanjumya — meneruskan perjalanannva, akhirnya sampailah mereka dihulu batang suliti dimana mereka lihat “ Sungai ba Pagu-pagu™ dan inilah pule vang mengaweli nama Sungai Pegu. Mereka yang sampai disini beriumlah 59 orang / kaum dan seterusnya mereka buat 59 kampung vang sampai sekarang dinagari Pasie Talang, Muaro labuh itu tetap ada 59 kampung dan setelah agama Islam masuk kesana mereka orang Pasie Talang membuat mesjid dengan Tianynya sebanyak 59 buah pula, nagari iri dibuat oleh orang Kotopilia: sampai sekerang masih memakai adat Kouopiliang. Kemudian marilah kita lihat kewasan kedua kalarasan adat ini: Kawasan Kotopiliang a. Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab, Min. Simpurut dan Koto Panjang Kecamatan Tanjung Ems, Min. Nagani Tanjung Barulek Kecamatan Sungayans, Nagari Minang Kabau Kecamatan Pariangen, Nagari Sungai Jambu Kecamatan Batipuh, Mir. Nagari Sumpur Kecamatan Salimpauns, Nagari Sumanik dan Nagari Situmbuk Kecamatan lintau, Nageri- gari Buo, Pangian, il Jangko dan Taluk wooeeorP 2, Agam Umumnya Bodicaniago 3, Lima Puluh Koto, Kecuali Pangkalan V! Koto, Kapur Nan IX dan Simalanggang Kotopiliang 4. Solok, alam Surambi Sungai Pagu 5, Sijunjung. Kecuali Negeri Sijuniuns. Palangki, Muaro Bodi hampit seluruhny2 Kotopiliang 6, Pasaman, seluruhnya Kotopiliang 7. Pariaman, Kecuali nan Sabarth, XT Koto Sunga) Limat, adalah Kotopiliang . 8. Pesisir Selatan, yang disebut Bandar X Koto adalah Kotopiliang Kawasan Bodicamiago dapat pula dilihat seb2 221 perikut = 1. Tanah Datar a. Kecamatan Lima Kaum bp. Kecamatan Sungayans, Min. Nagar Minang Kebau c. Kecamatan Salimpaurg, Min, Nagar Sumanik dan Nagari Situmbuk a 63 d. Kecamatan Lintau, Nagari-nagani Batu Bulek, Tanjung Bonai, Balai Tangah, Lubuk Jantan dan Tapi Selo e. Kecamatan Tanjung Emas, Nagar Tanjung Barulak f. Kecamatan Batipuh, Nage-i Sumpur g. Kecamatan X Koto h. Kecamatan Sungai Tarab, Jorong / Desa Simpurut dan Koto Panjang i. Kecamatan Pariangan, Nayari Tabek dan Sawah Tangah 2. Agam umumnya Bodicaniago 3. lima Puluh Koto, Kawasan adat pangkalan WI Koto Simalanggang VI Nintk dan Kawasan Kapur Nan [X 4. Solok, Kawasan Lembah Gumanti dengan Andiko 44, Pantai Cermin, Kawasan Sangir XII Koto dan Sungai Lasi IX Kot. Kubung XIII. 5. Pariaman, Meliputi kawasan XI! Koto Sungai Limau dan kawasan Nan Sabarih 6. Pesisir Selatan, metiputi kawasan Bayang Nan VII dan XI Koto Tarusan. 7. Sijunjung. Nagari sijunjung, Palangki dan Muaro Bodi Bila kita tihat dari sudut lain, terlihat bahwa pembentukan nagari- nagari Rao-rao, Kumango, Salimpaung, Lawang Mandahiling, Tabek Patah, Tanjung Alam, dan Tungkar ditujukan untuk menghentikan kemajuan Kotopiliang dari Sungai Tarab, begitu juga Nagari Supayang menghambat perkembangan Kotopiliang dari arah Sumanik dan Situmbuk. Pembentukan kesatuan adat Tanjung Sungayang dimaksudkaa menghentikan kemajuan Kotopiliang dari arah. Pagaruyung dan Minang Kabau tetapi Nagai Tanjung Barulak diapit ketat oleh ykotopiliang 64 Kemajuan Bodicaniago di Lintau dihambat oleh TV Koto yang Kotopiliang, sedang Nagari Tabek dan Sawah Tangah yang Bodicaniago ( kecamatan Pariangan ) dibendung oleh Nagari Sungai Jambu yang Kotopiliang. Disamping itu terlihat pula aneksasi tambang, emas di Sungai Emas oleh Nagari Saruaso dan Rajo Dani oleh Padang Ganting. Setelah terbentuknya Kubung XIII Koto, Bodicaniago membentuk Sungai Lasi IX Koto, Lembah Gumanti dan kawasan Surian ( Pantai Cermin ) yang dikontrol pula oleh Alam Surambi Sungai Pagu yang Kotopiliang, namun Bodicaniago membentuk pula sangir XII Koto setelah Kotopiliang membentuk pula Bandar nan X, Bodicaniago membentuk Bayang nan VTl. 6. a SEJARAH MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA ISLAM DI MINANG KABAU BEBERAPA TOKOH UTAMA 1. SAIDI ABDULLAH Pada paroh kedua abad ke XI], tepatnva Tahun 1162 ( 580 H ) seorang pedagang Arab terpasah dimulut Batang Arau Padang karena kapalnya karam. Wakiu itu dimuara Padang ini beium ada perkampu kawasan ini terdin dan Padang Lalang dan kayu berduri disela- sela oleh rawa-rawa. Setelah berfikir dan menentukan arah kemana ia akan berjalan mencari perkampungan yang dihuni manusia, matanya tertumbuk kepada potongan dahan kavu yang baru dipotong orang hanyut dibawa arus sungai, dan sekaligus timbullah keyakinan bahwa tentu dihulu sungai ini ada perkampunyan kediaman manusia. Dengan keyakinan itu, Saidi Abdullah, demikian nama pedagang Arab itu berialan menyisir tepi batang air itu, perjalanan sulit melalui onak dan dun yang akhimya mencapai suatu tempat dimanz berdin beberapa buah dangau yang dihuni oleh manusia. Dengan memberanikan diri ditemuinyalah orang dangau tersebut n bahasa isyarat ( karena ia belum bisa berbahasa minang ), ia menceritakan nasibnya sedemikian rupa Gan hal ini menyebabkan orang yang mendengar dan memahami isyarat itu merasa kasihan sekali dan oleh karena itu diajaklah oleh mereka Saidi Atdullah tinggal bersama mereka dengan bekerja membantu orang dangau tempat ia tinggal pada siangnya, malam hari ia mulai mengajarkan agama Islam secara herangsut-angsur dia mulai mengaiarkan sholat dsb, kepada orang dangau dan orang kampung / dusun itu. Saidi Abdullah memberikan pelajaran agamna diikuli dengan perbuatan _Menyamakan kata dan perbuctan sehingga orang dusun itu sangat tertarik dan memahami dan akhimiya sernua orang dusun itu menjadi pemeluk agama Islam. | t 66 Agapun Ketua Dusun itu adalah seorang keluarga Pagaruyuns yang kerena sesuatu sebab terbuang dari Pagaruyung dan dia menjadi Ketua Dusun itu, disanalah Saidi Abdullah ti a) berdiam. Ketva Dusun iw membuat dangau dibawah sebatang durian besa, yang mengawali nama perkampungan jt dengan nama ~ Kampung ‘Durian” rerletak sebelah timur bagian kota Padang sekarans, dan jeluarg2 ini mempunyai seorans anak gadis yans kemudian gikawinkan dengan Saidi Abdullah, guru yang mengajarkan agama jstam di Kampung itu. Pada tahap selanjutnya makin banyak perdatangan o7ang dusun itu untuk belajar agama |slam kepada Saidi Abdullah. tetapi_ kadang- \adang Saidi Abdullah yang pergi mengajar keluar Kampung Durian, sehingg: masyarakat Nagari seke ling memeluk agama jslam. Tetapi kerja belum lagi selesai, Saidi Abdullah meninggal dan dengan wafatnya beliau, agama Islam menjadi redup pula yang akhimya mati dan agama Hindu Kembali menjadi anutan rakyat. 2. SYEKH BURHANUDDIN KUNTU pada akhir abad ke xl ( Tahun 700 / 1280 ). agama Islam masuk ke Minang Kabaw lewat pantai Timur yang dibawa oleh rombongan pedagang Teluk Parsi yang kepalnya berlabuh di Pelabuhan Siak Seni Indrapura. Salah seorang Gari rombongan pedagens jiu adalah seorang ulama Islam, bernama Syekh Burhanuddin. Syekh Burhanuddin ini terus memudiki Batang Siak dan pada akhimya ia bermukim di Kuntu ( Kawasan Kampar ). Dari sinilah ia memulai tugasnya. Me oajar agama Islam kepada penduduk kawasan ini, dan karena j2 me fan itu dengan Jemah lembut penuh \kebijaksanaan, dengan budi pekert yang halus akhimya seluruh rakyat Kampar mmemeluk agame jslain. Syekh Burhanuddin mengasuh peberapa orang murid unk kemudian ditegaskan mengembangkan agama Jslam seterusny'@ dan salah satu guurdnya bernama Pakih -Ahmad-beliau utes ke Kuantan / Indragiri untuk mengajarkan agama a FN 67 Islam disana dan ia berhasil mengislamkan seluruh Indragiri, dan selanjumya syekh Burhanuddin pindah pula ke Kuantan buat memperkuat muridnya mengembangkan agama Islam. Setelah beberapa lama ia duduk di Kuantan, kemudian ia kembali ke Kampar dan pada suatu han ia datang menghadap raja Kampar dengan permohonan agar diberi bersuku dan sako di Kampar, yang kemudian dikabulkan oleh Raja Kampar beserta seluruh penghulu disitu. Pada tahun 710 H Syehk Burhanuddin dengan beberapa orang muridnya berangkat menuju Pagaruyung Minang Kabau pusat agama Hindu, dengan maksud untuk mengislamkan Raja Minang Kabau itu, kedatangannya disambut baik oleh Raja serta Pembesar Kerajaan. Setelah beristirahat beberapa hari, Syehk Burhanuddin menyampaikan seruan dan ajarannya, dengan penuh kehalusan budi dan kebijaksana, sehingga Raja beserta keluarga kerajaan serta para pembesar Kerajaan menerima ajakannya, dan mulai saat itu seluruh penghuni Istana dan pembesar kerajaan memeluk agama Islam. Setelah ajakannya diterima oleh Raja dan Pembesar kerajaan dan sudah mulai meiaksanakan ajarannya, beberapa waktu kemudian ia mohon kembali ke Kampar. pangkalan utamanya. Dan tak lama setelah ia kembali itu, keluarga kerajaan serta para Pembesar Kerajaan kembali kepada Agama lama, agama Hindu. Namun di Kuantan / indragiri, Siak Seri Indrapura dan Kampar agama Islam makin mantap dan para ulama yang dididik oleh Syehk Burhanuddin tadi makin banyak. Dari kawasan Kampar V Koto ini Agama Islam berekembang kearab Barat dan Datuk Basa Pucuk Andiko Nan X di Kuok merupakan orang yang sangat berjasa mengembangkan agama Islam di VI Koto Pangkalau. Tetapi pengembangan agana Islam selanjutaya dilakukan oleh ulama dari Siak Seri Indrapura, sehingga terkenallah sebutan “Urang Siak” yaitu orang yang terasal dari Siak Seri Indrapura yaag skerjanya mengembangkan agama Islam keselucuh penjurs Minang Kabau, sampai sekarang sebutan orang siak masih popular dan bahkan 68 gihimbaukan kepada semua orang yang mampu menjadi guru mengaji di surau-surau atau mesjid. Dari kawasan Pangkalan Koto Baru pengembangan agama Islam menuju kawasan VI Ninik Simalanggang, disini Agama Islam cepat mendapat sambutan paik dan berkembang dengan baik pula. Nampaknya perkembangan agama Islam yang datang melalui jaluc timur Minang Kabau ini sangat terasa dan urang siak yang bertugas _anengembangkan agama ini sangac dihormati dimana-mana. i 3, SYEKH ABDULLAH ARIF Pada tahun 1037 H ( tahun 1619 M ), seorang murid yang telah mendapat ijazah dari Syenk Ahmad Al Qasasih, multi Mekah / Medinah. yang setelah meng mbara dan sinegah diberbagai Negeti seperti Gujarat ( India ) kemudian Aceh terus ke selatan Barus. tapi akhimya terdampar di pantai negen Tiku. Tatkala ia akan berangXat dari Madinah dahulunya, ia membawa 2 Botol yang satu berisi air dan yany satu lagi kosong dan sebuah Kitab Tautah. Ketika perahunya karam dekat Pantai Tiku baik potol maupun Kitab Tuffah itu tidak terlepas dari tangannya, padahal ia sudah pingsan tak tahu diri lagi waktu itu. Ketika besok harinya dia didapati oleh penduduk dalam keadaan letin sekali maka oleh penduduk dibawalah ia kekampung Durian Kapeh dekat Tiku, dimana ia menceritakan nasib yang menimpanya. Setelah beberapa hari ia tinggal dirumah Raja Piku di situ, pada suatu katika ia mencoda mengisi botol yang kosong yang tetap dibawanya itu dengan tanah kampung itu, dan kemudian ia timbang dengan botol yang satu lagi yang berisi air, temyata keduanya belum atau tidak sama beratnya- Adapun botol yang dibawanya (yang satu berisi air dan yang satu koseng ) itu adalah sebuah amanat dan syarat yang diberikan gurunya, dengan ketentuan dimana sama berainya air sebctol ini dengan tanah sedotol satu lagi yang diamoil ditempai singgahnya, disanaiah- ia 69 mengajar agama Islam. Hal ini diceritakan oleh Svehk Abdullah Anif. demikian nama orang Arab itu kepada pemilik rumah dimana ia menumpang itu, dan ternyata disini tidak sama berat kedua botol ini maka ia mohon diizinkan meneruskan perjalanan, sesuai dengan perintah gurunya, untuk mengembangkan agama Islam. Walaupun .oleh yang punya rumah ia diminta untuk tetap ting dirumah itu, namun petuah guru tak pernah lupa dan tetap menjadi daya dorong paling kuat dalam dirinya, akhirnya dengan lemzh lembut dan dengan tutur kata yang manis kehendak pemilik rumah tersebut tidak dapat dikabulkannva, dan ia bertekad bulat untuk melanjutkan petjalanannya ia mohon di izinkan oleh orang disana. Dengan berat hati dilepaslan ia oleh pemilik rumah , namun karena badannya masih agak letih sebagai akibai dia terdamper ditepi paniai beberapa hari yang Jalu, maka kitab Taufah yang dibawanya itu dititipkan pada pemilik rumah itu, dan konon sampai sekarang kitab itu masih ada di Durian Kapeh, Tiku yaitu dirumah Raja Tiku. Demikianlah setelah bermaaf-maafan dan bersalaman, berangkatlah Syehk Abdullah Arif meninggalkan Durian Kapeh Tiku berjalan menyisir Pantai ke Selatan, berjalan berhari-hari, kakinya terasa berat dilangkahkan dia berhenti berjalan, dan istirahat kemudian ia teringat akan botol yang dibawanya, lalu ia mengisi boto) dengan tanah disitu, kemudian ia timbang dengan botol yang satu“ lagi yang berisi air, kiranya kedva botol itu sama beratnya, dia ingat petuah gurunya, Tupanya disinilah ia di izinkan Allah untuk menyampaikan seruan agama Islam. Setelah hatinya penuh keyakinan maka ie menghubungi pimpinan Kampung itu, setelah ia berhadapan dengan Pemimpin Kampung itu ia menceritakan perasaiannya ia hampir saja mati tenggelam karena perahunya karam dihempas gelombang dan badai, kemudian ia minia izin hendak tinggal tetap di kempung itu, itulah Tapakis dan kemudian Syehk Abdullah Arif ini membuat sebuah surau yang dibantu cleh penduduk disana, rempat dimana surau itu didirikan bernama Aie Sjrah, Nagari Tapakis 70 pisurae Aie Sirah ini Syehk Abdullah Arf mengajarkan peraturan yam Islam dengan cara lunak Jembut, penuh kebijaksanaan dengan - eKert) Yan halus sehingg@ tertariklah hati orang kepada ajaran yan jisarmpaikannye tu. Dengan demikiar. secaTe cepat tersebariah agama jslam di Negen Tapakis dan kampung sere negeri yang perdekatan. Salah seorang murid yang tekun dan cemerlang dan Syehk Abaullah Anf yan juga disebut dengan Syehk Aie Sirah nu adalah 3! Kunun, anak si Pampak / Naly, ora: i asainya dart Batipuh yang wren dari Pariangen Padang Pan xemudian nantinya dikenal dengan nama Syehk Burhanuddin Ulakan pariaman, seorang ulama yang sangat perias2 mengembangkan dan memantapkan agama Islam di Minang Kabau. Disaat ini agama {slam sudah perkembang sampai ke IKUA DAREK ( Ekor Darat Minang Kabau ) dan disini Syehk ‘Aie Sirah dikenal pula dengan julukan Syehk Madina gebab ia datang dari Madinah Meskiput Syehk Madina itu telah banyak ponyal aurid dan telah perupaya mengembangkan ajaran agama Aslam sampai ke kur Darat. we jiannyabelum Jagi begitu mendalam, pelum sempurna pe gama |slam_ beliau ajarkan kepada yakyat, dia telah berpulang, namun kesan yang ditinggalkanny@ merupakan tiang pancang penting yans nanti akan kita bicaraken Jebih lanjut. eh gikatakan perhasil dalam usahanya dan sepenin yk terdengat rakyat kembali kepada agama janihah, set -g-muridnya HU sudah dapat diandalkan, dan meskipun guru sudah meninggal dunia, banyak para lama-ulama baru ini yang mengembangkan jslam ke Dares yerutama vlama-vlama Kayu Tanam dan vlama dar kawasan 4 koto (¢ Gugurs. Kayu Tanam, Sicincin, Kapelo Pilalang \ Sepeninggal Syehk ‘Abdullah Anf, si kunun inurid yang sangat tekun dari Syehk ini mulai ynencoba menerapkan ajaran agama jslam di Sintuk, yerapi Tupanye orang Sintus belum banyak yans nenganct agama Jslain, Can Kunun yang relah o> 71 bertukar nama dengan Pono itu dilawan olen masyarakat di Nagari ini, dan ia terpaksa menyingkir dari Sintuk. Pada suatu hari Kunun alias Pono ini bermenung merenungkan nasibnya yang diburu-buru orang nagarinya sendiri, dan daiam bermenung itu ia ingat nasehat dan petuah gurunya, agar ia pergi belajar memperdalam kaji agama Islam ke Aceh kepada Syehk Abdurrauf al Singkili, akhimya dia mengambil keputusan harus segera berangkat ke Aceh. Dia pergi ke Aceh, sesuai dengan amanat gurunya pertama, dan dalam perjalanannya ke Aceh itu dia mendapatkan kawan ditengah jalan, masing-masing : 1. Datuk Maruhun Panjang dari Padang Ganting Tanah Datar, Barusangkar Si Taparang dani kubung XIII Koto. Solok Matnasir dari Koto Tangah Padang Buyung Mudo dari pulut-pulut Bandar X By Berlima mereka menuju Aceh, ingin belajar kepada Syehk Abdurrauf Al Singkili dan berpuluh tahun mereka disana. Diantara mereka yang berlima itu yang paling berhasil adalah Pono yang oleh Syehk Abdurrauf diberi nama Burhanuddin, yang setelah tamat sekolahnya diberi kuasa untuk mengembangkan agama Islam di Minangkabau. 4. SYEKH BURHANUDDIN ULAAN pada tahun 1070 H { 1650 M ) Syehk Burhanuddin xembali pulang dan kemudian mengembangkan dan menerapkan pemahaman agama Islam di Minangkabau. Dia mulai dari surau di Tanjung Medan mengajar murid-muridaya yang masin anak-anak, kemudian disertai oleh orang dewasa dan diikuti oleh rakyat yang ingin mendengar petuah-petuahnya. . 72 Pada suatu hari datanglah sepasang suami istri yang menyerahkan anaknya dua laki-laki kepada Syehk ini, dan diterima oleh Syehk Burhanuddin, terus diberi nama, yang tertua dinamai Avdul Rakhman, dan yang kecil Jalaluddin, kemudian setelah wafat Syehk Burhanuddin, Adbul Rakhman inilah yang menjadi khalifahnya, sebab telah di didiknya secara teliti dan kajinya sudah_mendalam sekali. Karena rakyat Tanjung Medan besar kecil, tua muda, laki-laki perempuan telah menjadi perganut agama Islam dengan taatnya, dan sekaligus menjadi pengembang agama Islam di kawasan itu, maka makin ramailah anak-anak berdatangan ke Surau di Tanjung Medan ini, maka perlu dibuatkan surau tambahan. Untuk keperluan itu diadakan suatu pertemuan ( Rapat ) oleh penghulu, urang tua-tua dan muda-muda serta orang terkemuka dalam Nagari Tanjung Medan, diambil suziu keputusan bahwa menjadikan tempat beliau itu menjadi perkampungan pelajar, dan didirikan suarau di sekeliling suaru Tuan Syehk itu sebanyak seratus buah, dan sejak itu berdatanglah mund- murid dari segala penjuru, bukan mainlah ramainya Tanjung Medan oleh Penuntut 2 muda. Tidak berapa lama kemudian Syehk Burhanuddin memerintahkan untuk membuat empat buah surau lagi bertempat di Padang Sigalundi yang disiapkan untuk menanti kedatangan teman-temannya yang empat orang dahulu, yang menurut firesatnyaakan datang segera. Memang tek lama kemudian mereka datang diminta oleh Syehk Burhanuddin untuk mengajar disurau yang sudan disiapkan itu dengan mengambil murid-murid dari surau yang seratus buah tadi. Mereka yang berempat orang ini setelah sama-sama pulang dan Aceh dengan Syehk Burhanuddin, masing-masing kembali kenagarinya dan mulai mengajar di Nagarinya, tetapi mereka tidak sukses bahkan mereka ditantang oleh orang kampungnya. Oleh karena itu mereka sepakat kembali ke Aceh menemui gurunya, yaitu Syehk Abdul Ruf, tetapi oleh gurunys disurzh kembali ke Minang Kaban dan belajar saja kepada Syehk Burhanuddin sebab kaii Syehk Burhanuddin sudah tamat dan ia diberi kuasa sebegai Khalifah oleh Syehk Abdul Rauf, jadi mereka ditolak ( diulak ) oleh Syehk Abdul Raf. ” u 73 Lama kelamaan Padang Sigalundi Menjadi ramai, orang sekitarmya berdatangan kesana, ade Yang berkedai ada yang berladang bahkan ada yang ingin menetap sebab disana sudan banyak Penuntut-penuntuy muda berguru kepada Teman-teman Syehk Burhanuddin, Masing. Masingnya seperti Dt. Maruhun Panjang Ahli Kitab Figih, Tarapany dan Kubung XI] Solok ahli Nahu, Moh, Nasir dari Koto Tangah Padang (yang kemudian anti dikenal dengan nama Syehk Suray Bary ) ahli dalam tafsir sedang Buyung Mudo dan Pulut-pulut Bayang, ahjj dalam ilmu Svaraf, Sebenamya mereka yang berempat inj Gitolak oleh Syehk Abdul Rauf dan disurah Meneruskan Pelajarannya kepada Syehk Burhanuddin sampai selesai, oleh Karenanya sebelum ja mengajar murid-muridnya, ja belajar dulu kepada Syehk Burhanuddin, begitu Scterusnya, sampai Keempatnya mendapat keputusan dari Svehk Burhanuddin Yang dahulu teman sekuliahnya di Aceh Setelah keempatnya sambil belajar juga ingin menamatkan Pelajarannya kepada Syehk Burhanuddin, yang juga teman sekuliahnya di Aceh dahulunya, maka setelah mendapat keputusan kaji, mereka Kembali ketempat /ke Nagari Masing-masing. Jika dahulu sekembali Ganj Aceh mereka ditantang oleh orang Nagarinya Sendiri, maka setelah selesaj mengulang kaji di Padang Sigalundi ( yang sudah benukar nama menjadi Ula-an ), Tupanya mereka sudah diterima dikampungnya masing-masing dan mulailah mereka mengajar agama Islam dinagarinya, 5. SYEKY SURAU BARU Akan halnya Moh. Nasir dari Koto Tangah Padang, Yang dikenal dengar name Syehk Suray Baru, yang mula-mula membuat Surau di Koto Tangah dan Surau yang baru deliay bua itu disebut orang dengan Surau Baru, dan beliau sendin; disebut Orang dengan Julukan Syehk 74 © gyrau Baru, seorang ulama kekasih Allah, bersinggungan dan kemudian bentrok dengan Belanda yang sudah membuat loji atau gudang di Muare Panjalinan, Koto Tangah Padang. Salah seorang murid beliau yang fanatik ialah Pakih Mudo -ang mengembangkan agama Islam ci Pauh dan nagan XX, yang dalam peperangan melawan Belanda baik di Pauh dan Koto Tangah menjadi kepala perang bersame Panglima Sutan Basa vai membunuh Panglima Belanda di Muaro Panjalinan. Setelah Belanda mengetahui secara pasti banwa semua Kepala-kepala perang Pauh dan Koto Tangah dan Panglima-panglima perang itu adalah murid Svehk Surau Baru ( Syeh. Mot ), maka Belanda menyambil keputusan untuk menangkap Syehk Surau Baru, jika tidak, pasti rakyat akan terus menerus memerangi Belanda. Demikian pada suatu hari Tahun 1112 H ( 1694 M ), suatu hari ya sangal mengejutkan, tentare Belanda datang dan menangkap Svehl Surau Baru vang sedang mengajar murid-muridnya, terus dibawa ke muara Penjalinan (disana sudah berdiri sebuah Loji kepunyaan Belanda ) tidak lama disana dimasukkan kedalam rajam di Padang, suatu tempat yang sempit tidak bisa duduk atau tidur-sebab besi Tuncing-runcing menghadap kedalam, dilarang menerima tamu dan udak dibolehken keluar walaupun untuk mengerjakan sholat mandi atau buang air. Beliau Syeh Surau Baru ini seorang saleh lagi taat dan Tuhan memperlihatkan kekuasaannya, dimana setiap waktu sembahyang 5 Waktu, ia senantiasa kelihatan oleh rakyat bersembahy jekat sumur atau dekat pinggir sungai. Hal ini permah diketahui ole! penjaga penjara yang pemah bertemu dengannya disebuah kedai minum, waktu Syehk ini sedang minum, si penjaga Penjara hendak minum pula disana, karena terkejut maka sipenjaga t penjara itu segera kembali ke penjara ingin melihat apakah benar Syehk itu yang minum dikedai tadi atau tidak namun ketika pintu penjara dan pintu rajam dibuka, Syehk Surau Baru sudah ada didalamnya, hilanglah kecurigaannya, demikian kehendak Allah yang } berlaku atas hamba-Nya yang soleh. 7 ow Satu tahun lamanya Syehk Suaru Baru dirajam, akhimya sampai ajal beliau tahun 1113 H ( Tahun 1696 ), terakhir disebut bahwa ia dimakamkan di kawasan Batu Singka, berdampingan dengan kuburan Syenhk Moh. Arif seorang yang saleh dari Aceh yang datang kesini untuk berkhalawat dan menyunyikan din dan berzikir. Terhadap Syehk Surau Baru tadi setelah ia meninggal, maka oleh Pimpinan Belanda di Padang, Grimewegen, diperintahkan untuk di paku ubun-ubun beliav dengan paku besi panjang sejangkal guna memastikan bahwa ia benar- benar telah meninggal. Kejadian periawanan terhadap Belanda yang dilancarkan oleh Syehk Surau Baru alias Syehk Moh. Nasir ini terjadi kira-kira 110 Tahun sebelum Perang Padn. DINAMIKA DALAM ISLAM 1. Yang dimaksud Dinamika dalam Islam ini adalah beda pandangan yang berlarut-larut antara paham Fuqaha yang lebih member tekanan pada Orientasi hukum yang lebih melihat segi lahiniah, lebih eksoteris, berbeda dengan paham tassauf yang secara tetap ingin memelihara kedalaman (esoteris), mereka menganggap bahwa kekeringan karena hanya mementingkan aspek eksoteris perlu dikoreksi, kebersihan hati mesti melebihi pakaian dan tempat al, bibit tassauf. Bila dikaji lebih jauh lagi, hal ini sudah terlihat sejak terbunuhnya Usmen Bin Affan, perang antara Ali dan Muawiyah, perang Jamaldan Siffin sampai berdirinya kakhalifehen Bani Umayyah, takkaia umat Islam telah dihinggapi cara hidup keduniaan yang berlebihan. Meningkamya nafsu duniawi menyebabkan akhlak mulai merosot, sifat acuh tak acuh terhadap norma-nonna agania sudah meniadi hal yang lumrah. Keadaan itu menyebabkan para re wee me ee weer oe — 76 sahabat Nabi yang masih hidup dan para ulama berusaha keras membangkitkan kembali semangat dan jiwa Islam. Orang harus mengutamakan kebevsihan hati dari sifat-sifat Masz- mumah, Khusu’ dalam sembahyang, tekun dalam berzikir dan derdoa. Hidup yang lebih bertaqarrub kepada Allah dan berjuang melawan pengaruh tamak dan loba duniawi sangat dianjurkan di zaman itu, dan bibdit tassauf mulai disemaikan pada saat yang dibutuhkan itu, dan tumbuhlah ia sebagai sebuah disiplin ilmu. Pada saat selanjutnya terlihat munculnya orang-orang yang tidak lagi merasa puas beribadah dengan ajaran Fiqh belaka, hal mana mereka rasakan hanya merupakan upacara ntual yang hampa, sebagai Upacara-upacara lahiriah vang kosong dari jiwa yang terkandung dalam ajaran Al Qur'an dan Hadis, dan timbullah k melakukan koreksi terhadap keadaan seperti ini. Setelah Bagdad diserbu oleh Mongol Tahun 1258, terasa sekali bahwa pengembangan agama Islam selanjumya tidak lagi ditopang oleh kekuatan Militer, tetapi diambil alih kaum Sufi, dan karenanya terasa tepat tinjauan sementara orang bahwa Islam yang sampai ke Indonesia termasuk Minang Kabau banyak sekali dipengaruhi oleh Sufi. Dimasa Bani Umayyah, Kekalifaan ini telah dapat merealisir program stabilitas dan keamanannya, perhatian dicurahkan pada upaya mengatur masyarakat Islam yang saat itu telah melipun Afrika Utara dan Spayol, dan orientasi hukum menjadi dominan, dimana pare Fuqaha menghasilkan karya-karya yang tidak terhitung jumlahnya serta detail. Pengkajian IImu hukum ( Fiqh ) telah menank banyak orang yang umumnya berambisi hendak mengejar karir di Pemerintahan. Dizaman itu ulama-ulama hampir identik dengan Fucaha, namun sesuai dengan wvataknyc, hukum selalu bersifer eksoteris ( menekankan aspek Jahiriah )° semuanya dilinat dani segi ” & 77 lahiniahnya, dan orientasi ini persis sesuatu yang dikehendaki oleh Pemerintah zaman itu. Watak seperti ini pada giliran selanjutnyamendapat reaksi dari kaum Sufi, dan sejak itz timbul pendalaman kajian untuk memerangi kekeringan ini, yang kemudian melahirkan ajaran Tassauf sebagai disiplin ilmu. Tassauf kemudian tumbeh menjadi dimensi lain daiam penghayatan Jslam vang telah semakin kehilangan dimensi batinnya. Istilah Tasawuf inengandung pemahaman ~ membersinkan hati dari sifat — sifat tercela “, dan dikalangan masyarakat Sufi cara untuk sampai kepada kebeningan hati itu disebut dengan istilah tarekat, sedangkan tarekat itu sendiri ada 2 macam, yakni tarekat yang umum dan tarekat yang khusus, dimana yang umum berupa sevala perbuatan baik yang dilakukan terus menerus, sedangkan khusus adalah rangkaian tata wind yang dipraktekkan secara terus menerus yang diterima dari guru-guru_tetentu. yang berkesinambungan secara berangkai sampai kepada Rasulullah SAW. Sebenarnya dimensi tasawuf mempunyai akar yang amat kuat dalam Al Qur'an, jauh lebih kuat dari pada orientasi hukum ( Figh). Hukum Islam sebagai sebuah jawaban yang mesti terhadap kebutuhan perkembangan Islam dari segi politik dan militer, sedangkan hukum itu sendiri tidak banyak berbicara tentang keagamaan. Secara sederhana jika misalnya dideretkan ayat-ayat yang relevan dengan hukum dan ayat-ayat yang relevan dengan kesufian, jelas lebih banyak deretan yang terakhir. Yang pertama kali dikatakan A! Qur’an tentang dirinya adclch “Rudden Lil-Munagien” ( sebagai petunjuk bi orang yang ertaqwa ). Tentang taqwa, Figh tidak berbicara, sedangkan pembahasan icntany taqwa dalam kitab-kitab agama selalu dijumpai pada bab fadlaal’il al a’ mal ( amal - amal ierpuji ), sebagai satu aspek akhlak atau tasawuf, bukan Fiqh. Tentang iklas, 78 umpamanya Kitab Tasawuflah yang perbicara. Kitab Al Hikam dengan syarahnya ( penjelasanny2 ) yang disusun oleh Atha’illah -- sebuah Kitab tasawef yang amat popular dj Pesantren — mengupas soal iklas dengan cukup dalam : “ Roh sebuah amal adalah keiklasan, keiklasan bertingkat-ting sesuai dengan madam ( d2ya capai spritual ) seseorang. Titik qertinggi keiklesan Al Abrar orang yang paik, adalah bahwa dia beramal tanpa pamrih, tujuannya mengalahkan nafsu demi ymendapatkan pahaia yang pesar dan masa Gepan yang baik untuk menghindarkan diri dari siksaan Tuhan. Kaiklesen tingkat ini adalah Tealisasi dari Firman Allah “lyyaka na’bud” ( hanya kepadamulah kami beribadat ). Hasil bersih dari kerklasan Une jni adalah bahwa dia telah terhindar dari kemusyrikan seraya jetap melihat / sadar tentang peranan jasmaninya ketika sedang peribadat. Amal dengan ¢ rm-cin ini dinamakan amal lillahita’ala. ~ Tingkat keiklasan orang yang termasuk Al Mugarrabun ( rans yang dekat dengan Allah ) lebih dari itu. Dalam peribadat, dia tidak jagi melihat peran jasmaninyé. Wuiud keiklasannya adalah bahwa dia menjadi saksi ates peran tun: 4] Tuhan dalam men! gerakkan badannya atau mendiamkanrya. |nilah makna iklas merupakan realisasi dari Firman Allah lyyaka Neste’iin, yaknt hanya kepada Mu Jah kami memohon pertolongan, pberarti secar@ intrinsik mengakui bahwa ja tidak mempunyai kekuatan apa-apa. dan amal dengan cirri-ciri ini dinamakan amal billahi ta’ala Amal Lillahi ta’ala menghasilkan pahala, karen@ ielah dinilai benar, sedang amal biilani ra’ala menghasilkan pembenaran onentasi. Amal Jillahi ta’ala adalah jewalitas dari semua or NS yang beribadat dengan baik, sedangkan pillahi ta’ala adalzh -ifat dari orang yang yerindvkan kebenazan. Amal Lillahi yavala ita menepati hukum-hekum jahiniyan ( syah menurut Fiqh (eksoteris), sedangkan amal pillali 1a ala terletak didalam (esoteris). fe 79 Dengan demikian dua cara amal itu berbeda. Jika sebuah amal dimaksud untuk mendapatkan pahala berarti masih bersifat eksoteris, orientasinya adalah ketentuan Fiqh, tetapi jika telah bersifat esoteris, maka seorang abid ( orang yang beribadat ) berprinsip “* Dekat dengan Allah “ dan salah satu munajat mereka berbunyi “Tuhanku ! Engkaulah yang menjadi tujuanku, dan cinta Mu lah yang aku harapkan”. Dari keiklasan tahap itu kemudian bisa meningkat kepada capaian Abdul Qadir Jaelani ketika dia mengucapkan “Anta Waahid Fi’l- sama” Wa Ana Wahid Fi’l-Ardi ( Engkaulah Yang Esa di Langit, dan Aku Yang Esa di Bumi ), suatu ucapan yang sangat mengejutkan bahkan mengerikan, meskipun. dia tidak mengucapkan bahwa dirinya Tuhan, namun jelas mengatakan dirinya sebagai Equivalen (Perimbangan) dari Tuhan. Capaian itu pula yang menyebabkan Ibnu Arabi mengatakan “ Ahmaduhu, wayahmaduni, aku puji dia, dan dia pun memujiku *. Memang pemahaman popular dan ucapan tersebut bisa melahirkan ekses, tetapi sebetulnya hal itu tidak seperti pemahaman popular yang mengarah kepada “Pantheisme”, ini merupakan kedalaman Sufi yang masih tetap berada dalam kerangka Tauhid. Memang sejarah telah memberikan wama pada kehidupan tarekat, namun dalam masa transpormasi social yang terjadi sejak dahulu bahkan sampai dewasa ini, terlihat suatu tendensi bahwa adanya beberapa kalangan masyarakat merasakan adanya suatu yang hilang dalam kontinum kebudayaan Islam selama ini. Sesuatu itu adalah hilangnya ruh keagamaan yang membenkan kedalaman moralitas dan kesyanduan spritual disaat munculnya pola kehidupan yang terialu berorientasi pada kebendaam, terutama disaat kemapanan yang dicapai Is!am di zaman Bani Umayah, dan * beberapa phase dilain waktu. i i i ! @) Dimasa’ itu sebagian Orang seolah-olan merasakan Kegersangam rohaniah dalam suasana Fikh yang formal legalistik, yang mulak digandengi oleh gerakan-gerakan modemis yang terlalu mengarah: kepada Skrpturalistik atau formalitas Intelektualistik. ‘Dalam hubungannya dengan syariat yang menekankan aspek legak formalisme, maka penganut Tasawuf membanggakan diri sebagai ahli rasa dan mengutamakan nilai-nilai batin dalam menyorot ajaran syariat. Inti atau Jiwa syariat itu harus lebih diutamakam menurut faham kaum sufi. Golongan Sufi lebih mengutamakan isi atau batin dari pada syariat, bukan zahir dari pada syariat Dalam banyak hal ta gvapan. legalisme memang jauh berbeda dari tanggapan ahli rasa dan lebih; menekankan pada aspek batin yang tersembunyi dibalik ungakapan lahir. Banyak pengamat mengambil patokan tentang munculnya tasawut” dengan kehadiran Imam Hasan Al Basri pada abad ke | Hijriyyah dengan ajaran “Khauf™ untuk mempertebal rasa takut kepada Allah dengan jalan penguasaan lahir dan batin dalam perjalanan menuju kepada Ma’rifat Allah. Semua adab yang terdapat dalam sunah Rasul dan atsar sehabat menerangkan perjalanan khauuf itu, yakni perjalanan menuiu akhirat. Jika pada akhir abad ke Ti H, ajaran sufi bertitik pusar pada ke- zuhuddan, maka pada abad ke IIT H orang sudah berbicara peningkatan rohani yang sampai kepada tingkat wusul, dan ittihad Gengan Tuhan, lalu Fana Fi? Immahtub ( lenyap dalam kecintaan) San iitihad fil’ mahbud ( bersatu dalam Kecintaan). + Banyak ucapan ~ ucapan yang aneh — aneh seperti ainul jama” ( menjadi satu dengan dia ) yang Selalu dikotbahkan oleh Abu Yazid Al Bisthami ( wafat 261 H ) can kata hulul ( Tuhan turun kedalem diti manusia ) yang diajaikan dan dipertahankan olen Al Hallaj. Tcokoh-tokoh seperti Al-Muhasibi (wafat 234 EI ) tampil dengan risazlahnya yang berisi ajaran dan tunturan rahasia untuk “ 81 mencapai makam bersatu dengan Tuhan, sedangkan Abu Said A]- Kharaj ( wafat 286 H ) mengupas dengan cara Juar biasa tentang Fana dan Baqa. Sementara itu kalangan Sufi bahkan telah memfatwakan bahwa kewajiban agama (syariat) adalah alat untuk mencapai tujuan, bagi mereka hakekat kebenaran ayama sebagai inti mistik itulah tujuan, sedang syariat atau hukum adalah alat. Jika tujuan telah tercapai maka dengan sendirinya alat tidak diperlukan lagi, dan diantara mereka ada vang meninggalkan syariah karena sudah tercapai hakikat tersebut. Tokoh terkemuka dari kelompok ini ialah seorang mistikus terbesar dalam sejarah Islam, yakni Muhyyidin Ibnu Arabi yang wafat 638 H-1240M. Bila sebelumnya paham serba Tuhan hanya berhamburan dan mulut atau ucapan-ucapan Abu Yazid Al Bisthami dan lain-lain, maka Jbn Arabi menyusun ajaran serba Tuhan (Wihdat Alwujud, Patheisme ) dengan tertib falsafi yang sangat lenvkap dengan prinsip pokok filsafatnya adalah kesatuan semua wujud, yang mashur dalam kata-kata Jbn Arabi “Maha suci Tuhan Yang Menciptakan Sevata Sesuatu, Yang Dia Sendiri Adalah Zat Sesuatu Itu “ Al Kaliq sebagai wujud yang kekal dengan mahkluk sebagai wujud hadis, yang baharu yang berubah-rubah, tidaklah berbeda. Tidak ada perbedaan antara abid ( yang menyembah ) dan ma*bud ( yang disembah ), Abid dan ma*bud adalah satu. Bila para Filsafat Islam seperti Al Kindi dan Al Farabi telah berhasil menyulam Filsafat’Islam dengan benang-benang sutra filsafat Yunani, maka Ibn Arabi telah berhasil menuang filsafat Yunani itu dengan tuangan emas dan kepiawaian Islam. Deimikian besarnya pengaruh ajaran ibn Arabi zaman itv, justri pada saai-saal yang paling genting dalam sejarab dunia Islam yang terpeceh belah dalam beberapa ke khalifahan saling bertentangan, ee & yakni Umayah di Kordovi Fathimiah di Al Qahirah dan Abhasiah gi Bagdad, can kemudian keadaan 11 dipergawat oleh ses uan yeniare Mongol ( 1258 M) yang perhail membunun Knalifah Zam Abbas yang terakhir, Ibn Arabi memperoleh gelar sebavai Syen! Al Akbar dan memans pamas gelar itu disandangnye dan jpampir wicak adz sufi sebelum gan sesudahnya yang begitu. mampu memberiken uraian yang sistimatis, lu2s dan daiam tentang imu iasyawuf sepem! Ton Arabi. Karye-karyanya dibahas, diulas dan diberi komentar sepanjang abad di dunia Islam termasuk dalam bahes2 melayu. Dan sulit ditemui sufi-sui jain sesudah dia vang tak dipengaruhi atau diilhami oleh karya-karyany2, Jaluluddin Rumi sendiri ya oleh Nicholson dipandang $ agai penyalr mistik dusia rerbesar. tak lepas dan pengaruh mistikus genius dari Andalusia 17. Gemikian pula terhadap penyair sufi yang terkenal seperti Jraqi Jami, A Jili, Sabistant den lain-iain namper jelas pengaruh Arabi. Pengaruh ajaran Arabi. membentang dari Maroko sampai ke Pulauan Nusantare, dan karyanya pernah ciiafs rkan olen Hamzah Fanshun dan Syamsuddin al Sumaterani di Aceh abad ke 17. Diluar mistik Islam pengaruh Arabi juga sangat besar pada Filsuf- filsuf Kristen dan Mistikus-mistikus Eropah abad pertengahan. Karya-karya Lully dan Dante sé t jelas di pengaruhi oleh Syehk Al Akbar ini seperti dikatakan Palacios dalam bukuny? “Islam and the Divine Comedy and Abenmasar® Selain kedalaman filsafatnya Ton Arabi juge Gikenal sebagai enyair mistik yang setaraf dengan Attar, Jami, Iraqi, ataupun Hiafizh arya karyanya perlimpals Gengan jmaginasi yang mempesona, namun tidak sepertt penyair sui leinava, Arabi kurang memiliki \eharuan puetik years Gemikian penung calam puisi. Ton ‘Arabi boleh dikatakan sampai dipuncak paham wihdatul Wujud yang tumbuh didalam pikiran ahli-anli iasaul Isiam. Dia we 83 telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan fikir filsafat dan zauq tasawuf, dan sebagai seorang Islam dig mengerjakan amalan Islam, tetapi dalam paharanya sendiri menghadap Kiblat bukan syarat syah sembahyang. Ajaran Jbn Arabi telah dipegang teguh baik secara terang-terangan maupun dan kebanyakan secara diam-diam oleh pemuka-pemuka tasawuf dibelakangnya. Pendirian Ibn Arabi telah ditemui dalam tasawuf Persia yang ditegakkan oleh Jalaluddin Rumi dalam tiga buku utamanya, yaitu, Matsnawi, Diwan. i Syamsi Pabris dan Fihi ma Fihi, svatu karya sastra yang penuh dengan ajaran dan pengalaman tasauf, juga dalam syair-syair Ibnu Farid, dan pendirian Arabi ini juga telah diperteguh oleh Abdul Karim Al Jaili dalam kitabnya “Insan Kamil”. Dengan mempelajari tasawuf — filsafat Ibn Arabi, mudahlah bagi kita mempelajani perkembangan tasawuf atau mistik yang timbul di Indonesia umumnya, Minang Kabau pada khususnya. Jika kemunculan tasawuf dan kesufian dalam Islam -merupakan Koreksi terhadap kekeringan dan kedangkalan pemahaman dalam Islam, nampaknya koreksi ini telah menimbulkan berbagai ekses seperti apa yang dialami oleh Al Halaj dan lain-lain. Kaum Fukaha / ahli fikh yang terbiasa menggunakan padangan lahiriah, tebiasa menggunakan hukum yang legal formal, melihat dan memben tekanan pada eksoteris, kebanyakan diantara mereka mengkafirkan Ai Halaj. Setelah 8 tahun ia ditahan, dihadapkan dia kemuka Majelis ulama- ulama dibawah Piinpinan Kadhi merangkap Wazir, yakni Al- Hamid Bin Abbas yang dapat menguasai prkiran Khalifah wakt itu AlMuktsdir yang naik memerintah dalam usia yang masih muda, kekalifahan Bani Abbas.

Anda mungkin juga menyukai