Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

JULI 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Oleh:
MUSFIRAH HATTA
ST. HUZAIFAH

PEMBIMBING :

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri punggung terutama punggung bawah, merupakan masalah yang sangat sering dijumpai
pada populasi orang dewasa. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan didaerah
punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Hampir
70-80 % penduduk negara maju pernah mengalaminya. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam
satu tahun berkisar antara 15%-20% sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke
dokter adalah 14,3%. Di Inggris dilaporkan prevalensi nyeri punggung bawah pada populasi
lebih kurang 16.500.000 pertahun, dan yang melakukan konsultasi ke dokter umum lebih kurang
antara 3-7 juta orang. Sementara di Indonesia walaupun data epidemiologik mengenai nyeri
punggung bawah belum ada namun diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia antara 65
tahun pernah menderita nyeri punggung dan prevalensinya pada laki-laki 18,2% dan pada
perempuan 13,6%. Berbagai penyebab nyeri punggung antara lain adalah arthritis tulang
belakang, penyakit herniasi diskus antarvertebra, dan berbagai masalah jaringan lunak yang
timbul akibat keseleo, ketegangan, dan trauma lain. Salah satu penyebab paling sering nyeri
punggung pada orang dewasa adalah herniasi nukleus pulposus. Sekitar 40% pasien nyeri
punggung bawah disebabkan oleh herniasi diskus. Hernia nukleus pulposus penting sekali untuk
diketahui karena merupakan salah satu dari penyebab nyeri punggung bawah akibat proses
degenarasi. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh
dari nukleus pulposus mengalami penonjolan kedalam kanalis spinalis. Di daerah lumbal
penonjolan dapat terjadi ke arah posterolateral atau posterosentral. Prevalensi HNP berkisar
antara 1-2 % dari populasi. Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah seimbang, yaitu 1 :
1. Usia yang paling sering terkena adalah usia 30-50 tahun. HNP yang paling sering terjadi ialah
HNP lumbalis berkisar (90%) yang mengenai diskus intervertebralis L5 S1 dan L4 L5.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Vertebrae


Columna vertebralis merupakan penyusun rangka axial yang utama, tersusun oleh tulang
vertebra yang terbagi menjadi 5 regio, yaitu vertebra cervicalis, vertebra thoracalis, vertebra
lumbalis, tulang sacral, dan tulang coccygeus. Pada orang dewasa, rata- rata tingginya adalah 72
cm sampai 75 cm, dimana seperempatnya merupakan bantalan antara tulang vertebra yang
disebut diskus intervertebralis (DIV). Sudut yang terbentuk antara bagian paling caudal dari
vertebra lumbalis dengan tulang sacral disebut angulus lumbosacral.

Gambar 1. Anatomi tulang vertebrae


Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2
bagian. Bagian anterior terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh
diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum
longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior. Sedangkan bagian posterior

tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang
menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae
antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).Discus intervertebralis
terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus
fibrosus; dimana nukleus pulposus di bagian tengah dan annulus fibrosus mengelilinginya,
kemudian diskus dipisahkan dari tulang di atas dan di bawah oleh dua lempeng tulang rawan
hialin.
Nukleus pulposus adalah bagian sentral semigelatinosa diskus; struktur ini mengandung
berkas-berkas serat kolagenosa, sel jaringan ikat, dan sel tulang rawan. Bahan ini berfungsi
sebagai peredam-kejut (shock absorber) antara korpus vertebra yang berdekatan dan juga
berperan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan kapiler.
Annulus fibrosus terdiri dari cincin-cincin fibrosa konsentrik, yang mengelilingi nukleus
pulposus. Fungsi annulus fibrosus adalah agar dapat terjadi gerakan antara korpus-korpus
vertebra, menahan nukleus pulposus, dan sebagai peredamm-kejut. Dengan demikian, annulus
fibrosus berfungsi sebagai suatu pegas kumparan, menarik korpus vertebra agar menyatu
melawan resistensi elastic nukleus pulposus, sedangkan nukleus pulposus berfungsi sebagai
bantalan peluru antara dua korpus vertebra. Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang

Gambar 2. Bagian-bagian dari Corpus Vertebrae

columna vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal. Seiring dengan
bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang, dan diskus menjadi lebih tipis.
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah
bangunan yang tidak peka nyeri. Adapun bangunan yang merupakan bagian peka nyeri adalah:
a) Lig. Longitudinale anterior
b) Lig. Longitudinale posterior
c) Corpus vertebra dan periosteumnya
d) Articulatio zygoapophyseal
e) Lig. Supraspinosum
f) Fasia dan otot
Fungsi columna vertebralis yaitu: (1) Menyangga berat kepala dan batang tubuh, (2)
Melindungi medulla spinalis, (3) Memungkinkan keluarnya nervus spinalis dari canalis
vertebralis, (4) Tempat untuk perlekatan otot otot dan (5) Memungkinkan pergerakan kepala
dan batang tubuh.
B. Definisi Hernia Nukleus Pulposus

HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus melalui
robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau
mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

C. Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
i.

Degenerasi diskus intervertebralis

ii.

Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi

iii.

Trauma berat atau terjatuh

iv.

Mengangkat atau menarik benda berat

Keadaan patologis dari melemahnya annulus merupakan kondisi yang dapat


menimbulkan herniasi. Banyak kasus bersangkutan dengan trauma ringan yang timbul dari
tekanan yang berulang. Terdapat faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu umur, riwayat
cedera punggung atau HNP sebelumnya; dan faktor resiko yang dapat diubah seperti pekerjaan
dan aktivitas, olahraga yang tidak teratur, berat badan berlebihan.
D. Patofisiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :


1. Aliran darah ke discus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Pada diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus menyalurkan gaya
tekan ke segala arah sama besar. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai
bantalan, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke annulus secara asimetris
akibatnya bisa terjadi cedera atau robekan pada annulus, akibatnya nukleus pulposus (gel) akan
keluar dan menekan radiks.

Gambar 3. Patofisiologi HNP


Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme
nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses
penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai
mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena :
1. Daerah lumbal, khususnya L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga berat
badan. Diperkirakan hampir 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1.
2. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi
diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1.
3. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal
posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling
sering adalah posterolateral.
Menurut gradasinya, hernia ini dibagi menjadi :
1. Pembengkakan diskus (bulging), dimana nukleus
pulposus

memiliki

kecenderungan

untuk

menonjol sebagai akibat dari suatu proses


degenerasi nukleus annulus fibrosus masih utuh.
Selama tahap pertama, nukleus pulposus menjadi
lemah akibat perubahan kimia dari diskus yang
dipengaruhi oleh usia. Pada tahap ini tidak terjadi
kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolaps / Protrusi diskus yaitu penonjolan lokal
disertai kerusakan pada sebagian annulus fibrosus.
Pada tahap ini, bentuk atau posisi dari diskus
berubah.
Gambar 4. Gradasi HNP
Pembengkakan ringan atau protrusi mulai terbentuk, yang dapat mulai mendesak sumsum tulang belakang.

3. Ekstrusi diskus yaitu penonjolan lokal yang semakin meluas namun diskus
intervertebralis masih intak. Pada tahap ekstrusi, gel-like nucleus pulposus memecahkan
dinding lemah dari annulus fibrosus tetapi masih didalam diskus.
4. Sekuestrasi diskus yaitu disebabkan oleh fragment dari diskus yang rusak karena adanya
nukleus pulposus yang menonjol. Pada fase yang terakhir ini, nukleus pulposus
memecahkan annulus fibrosus bahkan keluar dari diskus ke kanalis spinalis.
E. Gejala Klinis
Gejala dan tanda-tanda yang timbul pada HNP sesuai dengan radiks saraf mana yang
terkena.
Lokasi
L2-L3

L3-L4

Nyeri
Medial paha

Lateral paha

Kelemahan otot Parestesia


M. Kuadriseps Medial

Atrofi
Tidak

Refleks
Refleks

femoris

bermakna

tendon lutut

Tidak

menurun
Refleks

bermakna

tendon lutut

M.

paha

kuadriseps Lateral

femoris
L4-L5

paha

Di atas sendi Dapat

Tungkai

Tidak

menurun
Biasanya

sakroiliaka

menyebabkan

lateral,

bermakna

tidak

panggul,

kaki

lunglai bagian

bermakna;

lateral paha, (footdrop),

distal

refleks lutut

medial kaki

kaki,di

dan tendon

kesulitan

dorsofleksi kaki antara

jari

achilles

dan/atau jempol kaki


kaki
L5-S1

menurun

pertama dan

Di atas sendi Dapat

kedua
Pertengaha

sakroiliaka,

menyebabkan

n betis dan s

tendon

bagian

melemahnya

aspek

achilles

posterior

fleksi

seluruh

abduksi jari kaki termasuk

tungkai

dan

sampai

plantar, lateral kaki,

ke hamstring

otot jari

kaki

keempat

Gastrocnemiu

Refleks

hilang

tumit, aspek

dan kelima

lateral kaki

Gambar 5.

Peta

Dermatom
Biasanya
pasien

mengeluhkan nyeri yang terasa sepanjang tungkai, hal ini dinamakan ischialgia. Ditinjau dari arti
katanya, maka ischialgia ialah nyeri yang terasa sepanjang n. Ischiadicus. Berkas saraf tersebut
merupakan berkas saraf sensorik dan motorik yang meninggalkan pleksus lumbosakralis dan
menuju ke foramen infrapirimorte dan keluar pada permukaan belakang tungkai di pertengahan
lipatan pantat. Pada apeks spasium poplitea ia bercabang dua dan jauh lebih ke distal akan
berlanjut menjadi n. Peroneus komunis dan n. Tibialis. Oleh karena itu, iskialgia didefinisikan
sebagai nyeri yang terasa sepanjang n. Iskiadikus dan lanjutannya sepanjang tungkai.

Iskialgia yang timbul akibat perangsangan serabut-serabut sensorik yang berasal dari
radiks posterior L.4 sampai dengan S.3. Nyeri iskialgia dirasakan seperti ditusuk jarum, atau
nyeri seperti ditembak. Kekakuan kemungkinan dirasakan pada kaki. Berjalan, berlari, menaiki
tangga, dan meluruskan kaki memperburuk nyeri tersebut, dan akan ringan bila menekuk
punggung atau duduk.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
1.
2.
3.
4.

Nyeri punggung bawah.


Nyeri daerah bokong.
Rasa kaku/ tertarik pada punggung bawah.
Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal, yang dirasakan
dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki, tergantung bagian

saraf mana yang terjepit.


5. Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan, terutama
banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan berjalan.
6. Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk,
bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal.
7. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota badan
bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan
hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan achilles (APR).
8. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan
fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan
tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
9. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi
yang sehat.

F. Diagnosa
1. Anamnesa
Anamnesis pada pasien HNP sesuai dengan gejala yang dikeluhkan pasien, seperti nyeri
yang bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai bawah lutut,
kesemutan atau rasa tebal. Pada kasus berat, pasien biasa mengeluhkan kelemahan otot.
Jika mengenai konus atau kauda equine, pasien akan mengeluhkan gangguan buang air
kecil, buang air besar dan fungsi seksual.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat dilakukan range of motion (ROM) untuk mengetahui
adanya gangguan pada lumbal dan cervical. Adapun pemeriksaan neurolgis:
a. Tes Laseque.
Tungkai penderita diangkat perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90. Hampir
selalu positif pada derajat kurang dari 70 derajat.

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Gambar 6. Tes Laseque


b. Tes provokasi : tes naffziger (dengan menekan pada kedua vena jugulare dan
meminta pasien mengejan, tekanan intratekal dinaikkan. Karena itu iritasi yang ada
terhadap radiks diperkuat.
c. Tes kernique

3. Pemeriksaan penunjang
Radiologi, untuk mencari kemungkinan adanya pergeseran atau struktur ruas tulang
belakang yang tidak normal.
1)

Foto AP Lateral Lumbosacral

2)

CT Scan

3)

MRI

Gambar 7. HNP L4-L5 dan L5-S1 dengan spondilolistesis berat pada L5-S1
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding suatu HNP biasanya didasarkan pada keluhan nyeri yang timbul, antara
lain yaitu :
1. Stain lumbal
Pada keadaan ini nyeri timbul pada saat pasien berdiri dan gerakan memutar. Sedangkan
pada HNP nyerinya muncul pada saraf dimana terjadi peningkatan tekanan intradiskal
misalnya duduk atau membunguk.

2. Tumor
Biasanya nyeri pada waktu malam hari dan posisi berbaring. Nyeri lebih hebat karena pada
posisi berbaring tekanan vena meningkat di daerah pelvis.
3.

Rematik
Biasanya nyeri dirasakan lebih berat pada pagi hari dan berangsur-angsur berkurang pada
siang dan sore hari.

Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik
pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. Perawatan
utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-obatan untuk nyeri dan
anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95 % penderita akan
sembuh dan kembali pada aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus
mendapat perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan.
Terapi konservatif meliputi:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang
dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien
dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan
adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi.
Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang.
2. Medikamentosa
1. Analgetik dan NSAID
2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
3. Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka
panjang dapat menyebabkan ketergantungan

4. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat


dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
5. Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
3. Terapi fisik
a. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. keadaan
akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri
kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
b. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi
beban diskus serta dapat mengurangi spasme.

4. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung seperti jalan kaki,
naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan
untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak.
Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah
semakin meningkat.
5. Proper body mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk mencegah
terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah
sebagai berikut:

Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan lurus. Hal
ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.

Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir tempat tidur.
Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan berubah ke posisi duduk.
Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk membantu posisi berdiri.

Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser posisi panggul.

Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan diangkat
dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.

Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak jongkok,
punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan
punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat
dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.

Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan kaki harus
berubah posisi secara bersamaan.

Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc duduk
sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung saat bangkit.

Terapi Operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga nyeri
dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat
yaitu berupa:

Defisit neurologik memburuk.

Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).

Paresis otot tungkai bawah.

a. Laminectomy
Laminectomy, yaitu tindakan operatif membuang lamina vertebralis, dapat dilakukan
sebagai dekompresi terhadap radix spinalis yang tertekan atau terjepit oleh protrusi nukleus
pulposus.

b. Discectomy
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk mengurangi
tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk memindahkan bagian yang menonjol
dengan general anesthesia. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi
untuk mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk sembuh total memakan waktu beberapa

minggu. Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan mungkin memerlukan waktu yang
lebih lama untuk sembuh (recovery).
c. Mikrodiskectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan fragmen of
nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan ray dan chemonucleosis.
Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut chymopapain) ke dalam herniasi diskus
untuk

melarutkan

substansi

gelatin

menonjol.

Prosedur

merupakan

salah

satu

alternatif

disectoy

pada

kasus-kasus

tertentu.

yang
ini

Prognosis
Sebagian besar pasien membaik dalam waktu 6 minggu dengan terapi konservatif.
Sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi. Sekitlar 10-20%
penderita HNP lumbalis memerlukan tindakan operatif. Pada pasien yang dioperasi, 90% akan
membaik terutama nyeri tungkai. Kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5% dan bisa pada
level diskus yang sama.

.
DAFTAR PUSTAKA
1. Awad JN. Moskovich R. Lumbar disc herniation
2. Awad JN. Moskovich R. Lumbar disc herniation. Clinical orthopaedic and related
research 2006; p.183-97
3. (Purwanto ET. Hernia nukleus pulposus lumbalis dalam : Meliala L. Suryamiharja A.
Purba JS. Sadeli HA. Editors. Nyeri punggung bawah, Jakarta. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI),2003: p;133-48).
4. (Ramachandran TS. Raghunathan UI. Latorre JGS. Chang JK. Disc herniation. [serial on
line] Jul 20, 2015. [citied march 20, 2010] available
from :http://emedicine.medscape.com/article)
5. (Feske S. Greenberg S. Degenerative and compressive structural disorders in : textbook
of clinical neurology. Second edition. United state of america. Elsevier saunders.2003:
p;583-88).
6.

(Lubis I. Epidemiologi nyeri punggung bawah. dalam : Meliala L. Suryamiharja A.


Purba JS. Sadeli HA. Editors. Nyeri punggung bawah, Jakarta. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI),2003: p; 1-3).

7. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta : PT Dian
Rakyat. 87-95. 1999
8. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. Jakarta : PT Dian
Rakyat. 182-212.
9. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
10. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid kedua,
cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 54-59. 2004
11. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi III, cetakan kelima.
Jakarta : PT Dian Rakyat. 203-205

12. Partono

M.

Mengenal

Nyeri

pinggang.

http://mukipartono.com/mengenal-nyeri-

pinggang-hnp/ [diakses 7 Desember 2010]


13. Anonim.

Hernia

Nukleus

Pulposus

(HNP).

http://kliniksehat.wordpress.com/2008/10/02/hernia-nukleus-pulposus-hnp/

[diakses

Desember 2010]
14. Beberapa

Segi

Klinik

dan

Penatalaksanaan

Nyeri

Pinggang

Bawah.

In

http://www.kalbe.co.id Sidharta, Priguna., 2004.


15. http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=130 Mansjoer, Arif,
et all., 2007.
16. David A, P. Dalam : Diagnosis and Treatment of Lumbar Radicular Pain. Ed 1. 2008.
17. Foster,
MR.
Herniated
Nucleus
Pulposus.
2011.
http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview
18. Mahadewa, T.G.B. dan Maliawan, S. Dalam : Diagnosis dan Tatalaksana Hernia Nukleus
Pulposus (HNP) Lumbal. Diagnosis & Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang
Balakang. Sagung Seto. Hal 62-85. 2009.
19. Mumenthaler Mark, M. Heinrich, M. Ethan, T. Fundamentals of Neurology. Pg 210-213.
2006.anto ERD
20. Price, S.A., Wilson, L.M. Dalam : Nyeri Tulang Belakang. Patofisiologi. Edisi 6. 2006.
Hal 1097-1101.
21. Ropper, AH. Brown, RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8. 2005. Pg
175.
22. Widhiana, Dyah N. Sensitivitas dan Spesifisitas Tes Provokasi Batuk, Bersin dan
Mengejan dalam Mendiagnosis Hernia Nukleus Pulposus Lumbal. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang. 2002.
23. Williams, Keith D and Park, Ashley L. Lower Back Pain and Disorders of Intervertebral
Discs. Pg : 1956-1957. 2003.

Anda mungkin juga menyukai