Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa Bani Umayyah pada umumnya
berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya pada perintisan dalam ilmu logika, yaitu
filsafat dan ilmu eksata.[1] Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini masih berada
pada tahap awal, yang merupakan masa inkubasi. Para pembesar Bani Umayyah kurang
tertarikm pada ilmu pegetahuan kecuali Yazid bin Muawiyah dan Umar bin Abdul Aziz. Ilmu
yang berkembang di zaman Bani Umayyah adalah ilmu syariah, ilmu lisaniyah, dan ilmu
tarikh. Selain itu berkembang pula ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu nahwu, ilmu bumi,
dan ilmu-ilmu yang disalin dari bahasa asing.[1] Kota yang menjadi pusat kajian ilmu
pengetahuan ini antra lain Damaskus, Kuffah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada,
dan lain-lain, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, selain Madinah atau lembaga
pendidikan yang ada.
Ilmu pengetahuan yang berkembang di zaman Daulah zaman Bani Umayyah dapat
diuraikan sebagai berikut :
a.
Al Ulumus Syariah, yaitu ilmu-ilmu Agama Islam, seperti Fiqih, tafsir Al-Quran dan
sebagainya.
b.
Al Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu yang perlu untuk memastikan bacaan Al Quran,
menafsirkan dan memahaminya.
c.
Tarikh, yang meliputi tarikh kaum muslimin dan segala perjuangannya, riwayat hidup
pemimpin-pemimpin mereka, serta tarikh umum, yaitu tarikh bangsa-bangsa lain.
d.
Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang membahas tentang membaca Al Quran. Pada masa ini
termasyhurlah tujuh macam bacaan Al Quran yang terkenal dengan Qiraat Sabah yang
kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan, yaitu cara bacaan yang dinisbahkan kepad
acara membacayang dikemukakan oleh tujuh orang ahli qraat, yaitu Abdullah bin Katsir (w.
120 H), Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H), Abdullah bin Amir Al Jashsahash (w. 118 H), Ali bin
Hamzah Abu Hasan al Kisai (w. 189 H), Hamzah bin Habib Az-Zaiyat (w. 156 H), Abu Amr
bin Al Ala (w. 155 H), dan Nafi bin Naim (169 H).
e.
Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang undang-undang dalam menafsirkan Al
Quran. Pada masa ini muncul ahli Tafsir yang terkenal seperti Ibnu Abbas dari kalangan
sahabat (w. 68 H), Mujahid (w. 104 H), dan Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Ali bin Husain dari
kalangan syiah
f.
Ilmu Hadis, yaitu ilmu yang ditujukan untuk menjelaskan riwayat dan sanad al-Hadis,
karena banyak Hadis yang bukan berasal dari Rasulullah. Diantara Muhaddis yang terkenal
pada masa ini ialah Az Zuhry (w. 123 H), Ibnu Abi Malikah (w. 123 H), Al Auzai Abdur
Rahman bin Amr (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), dan As Syaby (w. 104 H).
g.
Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang menjelaskan cara membaca suatu kalimat didalam
berbagai posisinya. Ilmu ini muncul setelah banyak bangsa-bangsa yang bukan Arab masuk
Islam dan negeri-negeri mereka menjadi wilayah negara Islam. Adapun penyusun ilmu
Nahwu yang pertama dan membukukannya seperti halnya sekarang adalah Abu Aswad Ad
Dualy (w. 69 H). B=Beliau belajar dari Ali bin Abi Thalib, sehingga ada ahli sejarah yang
mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai Bapaknya ilmu Nahwu.
h.
Ilmu Bumi (al- Jughrafia). Ilmu ini muncul oleh karena adanya kebutuhan kaum
muslimin pada saat itu, yaitu untuk keperluan menunaikan ibadah Haji, menuntut ilmu dan
dakwah, seseorang agar tidak tersesat di perjalanan, perlu kepada ilmu yang memebahas
tentang keadaan letak wilayah. Ilmu ini pada zaman Bani Umayyah baru dalam tahap
merintis.
Selain ilmu pengetahuan umum dinasti abbasiyah juga memperhatikan pengembangan ilmu
pengetahuan keagamaan antara lain:
1.
Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah imam bukhari, hasil karyanya yaitu kitab alJami al-Shahih al-Bukhari. Imam muslim hasil karyanya yaitukitab al-Jami al-shahih almuslim, ibnu majjah, abu daud, at-tirmidzi dan al-nasai.
2.
Ilmu Tafsir
Terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat alQuran.Pertama, metode tafsir bil matsur yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir
dengan cara member penafsiran al-Quran dengan hadits dan penjelasan para sahabat.
Kedua, metode tafsir bi al-rayi yaitu penafsiran al-Quran dengan menggunakan akal lebih
banyak dari pada hadits. Diantara tokoh-tokoh mufassir adalah imam al-Thabary, al-suda
muqatil bin Sulaiman.
3.
Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha yang ada pada masa bani abbasiyah mampu menyusun
kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab
musnad al-Imam al-adzam atau fiqih al-akbar, imam malik menyusun kitab al-muwatha,
imam syafiI menyusun kitab al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu hambal
menyusun kitab al musnad ahmad bin hambal.
4.
Ilmu Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara
umat islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk
gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali diantara
karyanya dalam ilmu tasawuf adalah ihya ulum al-din.[2][3]
kesusasteraan terwujud dengan baik pada masa ini. Maka tak heran ketika di masa ini islam
menempatkan dirinya menjadi negara terkuat dan tak tertandingi.
Sesuatu yang dirintis oleh Harun al-Rasyid ini dilajutkan oleh sang putra mahkota, alMakmun. Khalifah yang berkuasa selama kurang lebih 20 tahun ini menjadikan ilmu
pengetahuan semakin berkembang di dunia islam. Salah satu cara yang ia tempuh adalah
dengan melakukan penterjemahan berbagai karya dari beberapa macam disiplin keilmuan
kedalam bahasa Arab. Cara yang dilakukan ini cukup efektif, karena orang islam akan
dengan mudah mempelajari berbagai ilmu yang sebelumnya tidak ditemukan dalam islam,
semisal filsafat, logika, dan lain sebagainya. Sehingga muncul pada periode ini beberapa
filosof muslim, seperti: al-Kindi dan al-Farabi.
Di samping menggalakkan penterjemahan, al-Makmun juga mendirikan pusat
penterjemahan yang sekaligus dijadikan pusat pendidikan yang diberi nama Baitul Hikmah.
Di tempat inilah orang islam semakin memiliki pengetahuan luas. Pengetahuan yang akan
memajukan peradaban islam. Pada masa inilah, Baghdad yang tak lain sebagai pusat
pemerintahan islam didaulat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Bani Umayyah di Andalusia
Bani Umayyah pertama kali didirikan oleh Muawiyah Bin Abu Sufyan melalui politik
Arbitrase. Masa keemasan Daulah Umayyah ketika dipimpin oleh Khalifah Umar Bin Abdul
Aziz. Hanya saja perkembangan ilmu pengetahuan atau sain masih belum tampak pada
periode-periode ini sampai akhirnya Daulah Umayyah hancur setelah direbut oleh Bani
Abbasiah. Ketika semua keturunan Bani Umayyah dibunuh, dan satu yang berhasil lari ke
Spanyol, yaitu Abdurrahman (756-788).
Bermula dari inilah, perkembangan Islam di Andalusia cukup pesat. Perhatian pemerintah
pada ilmu pengetahuan cukup terasa. Abdul Rahman adalah seorang pemimpin yang
terpelajar, berwibawa dan amat berminat di bidang kesastraan. Karena begitu cintanya pada
bidang itu, ia mendirikan satu tempat khusus di dalam istanyanya yang diberi nama Darul
Madaniyat untuk kegiatan kesusasteraan untuk kalangan wanita Andalus.
Setelah masa Abdul Rahman, penggantinya juga adalah seorang pemerintah yang
menitikberatkan dibidang kelimuan. Jasa beliau yang terbesar adalah tentang penyebaran
bahasa Arab dan melemahkan bahasa aing di di seluruh semenanjung Iberia (Spanyol dan
Portugal). Beliau yang menjadikan bahasa arab sebagai Lingua Franca dalam hubungan
antar bangsa pada zamannya dan zaman berikutnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menjadikan kota-kota di Spanyol pernah
menjadi pusat ilmu pengetahuan dan peradaban yang membuat banyak pelajar-pelajar
Eropa menimba ilmu di sana. Andalusia sudah mengetahui bahwa matahari sebagai pusat
tata surya, sedangkan saat itu bangsa Eropa masih memperdebatkan teori geosentris
ptolemeus (bumi sebagai pusat edar). Betapa jauh peradaban Andalusia. Pada saat itu,
Andalusia merupakan sebuah pusat pendidikan. Kota-kota seperti Toledo, Sevilla, Granada,
dan Cordoba adalah tempat yang pernah menjadi sejarah bagi kejayaan Islam hingga 5
abad lamanya.
Ilmuan-ilmuan pun akhirnya bermunculan saat itu. Ahli matematika (Al-Khwarizmi, Orang
pertama yang menulis buku berhitung dan aljabar), ahli kedokteran (Al-Kindi penulis buku
ilmu mata, Ar-Razi atau Rhazez penulis buke kedokteran, Abu Al-Qasim al-Zahrawi ahli
bedah, Ibnu Nafis penemu sirkulasi darah, dan Ibnu Sina), ahli satra (Ibn Abd Rabbih, Ibn
Bassam, Ibn Khaqan), ahli hukum, politik, ekonomi, astronomi (Ibrahim ibn Yahya AlNaqqash, penentu gerhana dan pembuat teropong bintang modern), ahli hadits dan fikih
(Ibnu Abdil Barr, Qadi Iyad), sejarah (Ibn Khaldun penemu teori sejarah), ahli kelautan (Ibnu
Majid). Bahkan penjelajah Andalusia menginjakkan kakinya di Benua Amerika lima abad
sebelum Christopher Colombus.
Sejarah pendidikan Islam telah dimulai sejak pertama kali Islam disampaikan oleh
Rasulullah, terlebih lagi terjadi di Madinah, yaitu di masjid Nabawi. Hal ini tampak dengan
adanya proses belajar dari Rasulullah kepada umat islam. Akan tetapi, jika ditilik lebih jauh
lagi, proses pembelajaran yang sesungguhnya terjadi setelah peperangan antara umat Islam
dengan kafir Qurays. Diketahui pada masa itu sebagian besar umat Islam tidak bisa
membaca dan menulis. Diantara mereka yang dapat menulis antara lain Umar bin Khattab,
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Ditengah-tengah kemajuan kehidupan umat islam, bebagai bidang pendidikan islam
merupakan salah satu bagian dari kehidupan secara universal juga mengalami kemajuan
baik secara materi maupun proses serta institusinya. Abad kemajuan peradaban muslim
dimulai dengan bangkitnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. masa lima abad
kekholifahan Abbasiyah merupakan masa berkembangnya para jenius islam. Dinasti ini
kurang berminat melakukan penaklukan sebagaimana Dinasti Umayyah, tetapi lebih
berminat besar pada pengetahuan dan masalah dalam negeri. Hal tersebut dilihat dengan
adanya penekanan besar pada upaya penerjemahan dan menyerap pengetahuan darti
peradaban lain.
BAB II
A. Sejarah Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarahnya pendidikan Islam telah dimulai sejak pertama kali Islam disampaikan oleh
Rasulullah, terlebih lagi terjadi di Madinah, yaitu di masjid Nabawi. Dan terus menerus
mengalami kemajuan. Orientasi dasar kemajuan pendidikan Islam yang diletakkan
Reasulullah Saw, pada awal risalahnya adalah mengembang tumbuhkan sistem kehidupan
sosial yang penuh kebajikan dan kemakmuran, meratakan kerhidupan ekonomi yang
berkeadilan sosial, berpolakan dunia akhirat, yang tertumpu pada nilai-nilai moral yang tinggi
dan berorientasi pada pendidikan yang menegmbangkan daya kreatifitas dan pola pikir
intelektual bagi terbinanya sosial budaya yang berkeadilan dan berkemakmuran. Terbukti
dengan sebelum datangya Rasul Saw. Masyarakat arab mengalami degradasi moral dan
akhlak, dan setelah datangnya Rasul masyarakat mulai diajarkan moral yang baik serta
pendidikan yang islami. [1]
Setelah Rasul wafat, perkembangan Islam menjadi pesat. Dan tidak dapat dihindari dengan
kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Masa kejayaan Islam dalam artian
berkaitan dengan ilmu pengetahuan ialah ketika masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah di
Baghdad(750-1285 M) dan juga Dinasti Umayyah di Andalusia (711-1492 M). segala potensi
yang terkandung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak secara
perlahan namun strategis. Selain terjadi kemajuan dibidang sosioekonomi, terjadi kemajuan
pada bidang intelektual. Kemajuan intelektualtersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan
baik institusi, infrastruktur maupun kemajuan sains dan objek-objek studinya[2].
Ketika saat itu kholifah yang sangat mencintai ilmu pengetahuan adalah kholifah Al Makmun,
beliau adalah putra Harun Al Rasyid, ia memprakarsai kegiatan keilmuan-keilmuan dan
penerjemahan buku karya-karya ilmuwan Yunani ke dalam bahasa Arab. Dia mendirikan
akademi di Baghdad yang bernama Bayt Al Hikmah (gedung kebijaksanaan) yang
didalamnya terdapat observatorium yang dipergunakan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. Bahkan istana Al Makmun seakan akan tampak seperti tempat pertemuan
ilmu
dan
sastra,
bukan
pusat
pemerintahan
dan
kholifah.
Ketika
dipimpinnya, kota Baghdad terlihat sepereti kota pendidikan dan pusat pengetahuan, terbukti
dengan adanya Bayt Al Hikamh seperti yang tersebut diatas, selain sebagai tempat
observasi juga merupakan perpustakaan dan sanggar sastra.
Selain dinasti Abbasiyah yang berada di Baghdad, Dinasti Umayyah yang berada
di Andalusia juga mengalami masa kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Dari segi intelektual
dan pemikiran, Andalusia memiliki aktifitas yang luas dalam bidang intelektual dan pemikiran
di samping kemajuan kebendaan. Nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Khuldun, Ibnu
Bathutah dan lain-lain mencapai puncak kemasyhurannya. Pada masa pemerintahan Dinasti
Umayyah, Andalusia merupakan salah satu negara yang terbesar dan tercemerlang
peradabannya, yang beribu kota di Cordoba. Dimana di sana terdapat istana, sekolahsekolah, perguruan tinggi serta perpustakaan. Perpustakaan Univesitas Cordoba dmemiliki
koleksi ratusan buku, menyaingi perpustakaan-perpustkaan yang ada di Dinasti Abbasiyah.
[3]
B. Ciri-ciri umum pendidikan Islam di Zaman Keemasan[4]
Diantara ciri-ciri umum terpenting pendidikan Islam pada periode ini masukny ilmu intelektul,
berdirinya sekolah-sekolah, dan munculnya pemikiran-pemikiran unik, yang akan diuraikan
dibawah ini :
1.
Masuknya ilmu akal
Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu akal ialah ilmu-ilmu filsafat, matematika, geometri, aljabar,
falak, kedokteran, kimia, musik,sejarah, dan geografi. Telah ditunjukkan keunggulan kaum
muslimin dalam ilmu0ilmu ini. Namun, tidak dapat kita lupakan gerakan raksasa untuk
menterjemahkan ilmu-ilmu Yunani dan buku-bukuny ke dalam bangsa Arab. Secara garis
besar dapat dikatakan semua ilmu yang ada di dunia pada masa itu sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Islam mencapai masa sakejyaannya pada waktu itu ia membuka diri
kepada budaya-budaya lain. Yang menjadi pelopor pertama gerakan penterjemah ialah
kholifah Al Mansur.
Masuknya ilmu-ilmu akal mencerminkan periode baru dalam pendidikan islam yang
memungkinkan pemikiran islam menjalankan perannya untuk memperkaya pemikiran umat
islam.
2.
Timbulnya sekolah-sekolah
Periode ini menyksikan munculnya sekolah-sekolah yang belum terkenal sebelum itu. Nizam
al Mulklah yang pertama mendidrikan sekolah0sekolah dalam Islam. Pembinaan sekolahsekolah ini mencerminkan puncak pendidikan persekolahan islam.
3.
Munculnya pemikiran-pemikiran unik
Diantara ciri-ciri terpenting yang memberikan keunikan pendidikan Islam sepanjang periode
ini adalah terlibatnya ulama-ulama Islam menulis tentang judul pendidikan dan pengajaran
serta meluas dan dalam menunjukan keprihatinan khusus dalam hal ini. Pada kurun ini
sebenarbya telah muncul pula kerangka teoritis dalam bidang kependidikan. Tokoh yang
pertama-tama menyusun kerangka khusus mengenai teori pemdidikan ini ialah seperti
Muhammad Ibnu Suhnun dalam risalahnya berjudul Adab al Muallimin, Burhan al Islam Az
Zarnuji dalam risalahnya yang berjudul Ta;lim al Mutaallim.
Karya-karya ilmuan muslim diatas merupakan sebagian kecil dan ribuan karya inetelektual
muslim yang sekaligus menempatkan daur imperium Abbasiyah sebagai kurun keemasan.
Kiranya dengan fakta historis yang dikemukakan itu cukuplah untuk menunjukkan betapa
umat Islam mengembangkan aspek intelektual dalam lingkungan Islam dengan watak Islam
tanpa merasakan sesuatu penegmbangan dikotomi, baik dalam konsep maupun
penerapannya. Pandangan ini berakar dari ajaran Islam yang berdasar Al Quran dan Hadits
yang menekankan pencapaian tujuan ukhrawi melalui pencapaian keberhasilan duniawi.
C. Pandangan Islam tentang Ilmu Penegtahuan
Pengetahuan ilmiah orang Arab Pada mulanya sangat terbatas dan secara umum bersandar
pada mitologi. Orang-orang yang mempunyai rasa ingin tahu yang keras, setelah memeluk
ajaran Islam tertarik atau bahkan terpesona denagn penegetahuan yang secara tiba-tiba
mereka ketahui. Terutama dengan perintah agama baru ini untuk meneliti jagad raya dan
menemukan realitas ciptaan Allah Swt. Setelah menterjemahkan ilmu-ilmu dari peradaban
Yunani, ilmuan-ilmuan muslim juga melakukan kajian di semua bidang pengetahuan.
Penafsiran dari pernyataan Al Quran untuk menyelidiki jagad raya terus mendorong
penelitian mereka. Ajaran paling mendasar yang memandu pemikiran ilmiah Islam
menyatakan bahwa Al Quran mengandung semua kebenaran dan pengetahuan, pertama,
prinsip-prinsip pengetahuan ada dalam Al Quran. Kedua, Al Quran dan Hadits
mendefinisikan lingkungan dan nilai-nilai yang berkaitan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Kedua pernyataan pokok ini mendasari pandangan Islam bahwa semua
pengetahuan sesuai dengan akal dan akhirnya dengan Tuhan. Jadi, kepercayaankeprcayaan agama, pengetahuan yang benar tentang Tuhan dan kekuatan Supernatural
selalu menggantikan pengetahuan-pengetahuan khusus tentang benda-benda lain.[5]
BAB III
Kesimpulan
Orientasi dasar kemajuan pendidikan Islam yang diletakkan Reasulullah Saw, pada awal
risalahnya adalah mengembang tumbuhkan sistem kehidupan sosial yang penuh kebajikan
dan kemakmuran, meratakan kerhidupan ekonomi yang berkeadilan sosial, berpolakan
dunia akhirat, yang tertumpu pada nilai-nilai moral yang tinggi dan berorientasi pada
pendidikan yang menegmbangkan daya kreatifitas dan pola pikir intelektual bagi terbinanya
sosial budaya yang berkeadilan dan berkemakmuran.
Kemajuan ilmu penegtahuan dan Pendidikan Islam mencapai puncak keemasan pada
periode Dinasti Abbasiyah di Baghdad dan Dinasti Umayyah di Andalusia, yang menjadikan
dua ibukotanya sebagai pusat ilmu penegtahuan dan pendidikan. Diantara ciri-ciri umum
terpenting pendidikan Islam pada periode ini masuknya ilmu intelektul, berdirinya sekolahsekolah, dan munculnya pemikiran-pemikiran unik.
Ajaran paling mendasar yang memandu pemikiran ilmiah Islam menyatakan bahwa Al
Quran mengandung semua kebenaran dan pengetahuan, pertama, prinsip-prinsip
pengetahuan ada dalam Al Quran. Kedua, Al Quran dan Hadits mendefinisikan lingkungan
dan nilai-nilai yang berkaitan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Djuhan, M. Widda, Sejarah Pendidikan Islam Klasik, STAIN Press, Ponorogo, 2010
Stanto, Charles Michael, Pendidikan Tinngi Dalam Islam, Logos Publishing House, Jakarta,
1994
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Prenada Media, Jakarta, 2005
[1] Djuhan, Moh Widda, Sejarah Pendidikan Islam Klasik, (Ponorogo; STAIN Press, 2010)
hal. 59
[2] Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta; Prenada Media, 2005) cet. I, hal. 231232
[3] Ibid, hal. 39
[4] Ibid, hal. 235
[5] Stanto, Charles Michael, Pendidikan Tinngi Dalam Islam, (Jakarta; Logos Publishing
House, 1994) hal. 120-121
[6] Ibid, hal. 61
A.
penerjemah yang terdiri atas 25 orang anggota dibentuk pada tahun 1717 M
Dalam membuka mata kaum muslimin akan kelemahan dan keterbelakangannya, sehingga akhirnya
timbul berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengejar
ketertinggalan dan keterbelakangan, termasuk usaha-usaha dibidang pendidikan.
Kebangkitan kembali umat Islam khususnya bidang pendidikan Islam adalah dalam rangka untuk
pemurnian kembali ajaran-ajaran Islam dengan pelopor-pelopor di berbagai daerah masing-masing.
Adapun mereka mengemukakan opini kebangkitan dengan mengacu kepada tema yang sama yaitu
adalah :
a. Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur-unsur aslinya, dengan bersumberkan kepada Al-Quran,
Hadist dan membuang segala bidah, khurafat, tahayul, dan mistik.
b. Menyatakan dan membuka kembali pintu ijtihad setelah beberapa abad dinyatakan ditutup.
B. Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana
nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan
yang dialami oleh Bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan
pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah : (1) pola pembaharuan pendidikan Islam yang
berorientasi pada pola pendidikan modern di Eropa, (2) golongan yang berorientasi pada sumber Islam
yang murni, (3) usaha yang berorientasi pada Nasionalisme.
1. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pendidikan modern di Barat.
Mereka berpandangan, pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami Barat adalah hasil
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Golongan ini berpendapat
bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang ini merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan
kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan
kejayaan umat Islam, sumber kekuatan itu harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain
adalah melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka harus
meniru pola Barat yang sukses itu. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki
Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa
Timur pada masa itu.
Pada dasarnya, mereka (golongan ini) berpandangan bahwa pola pendidikan Islam harus meniru pola
Barat dan yang dikembangkan oleh Barat, sehingga pendidikan Islam bisa setara dengan pendidikan
mereka.
2. Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni.
Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari kemajuan dan
perkembangan peradaban Ilmu Pengetahuan modern. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya.
Sebab-sebab kelemahan umat Islam meurut mereka adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran
Agama Islam sebagaimana mestinya. Ajaran Islam yang sudah tidak murni lagi digunakan untuk sumber
kemajuan dan kekuatan. Pola ini dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani,
dan Muhammad Abduh.
Menurut Jamaluddin Al-Afghani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana
dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat
Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran
yang datang dari luar lagi asing bagi Islam. Ajaran Islam sebenarnya hanya tinggal dalam ucapan dan
diatas kertas. Jadi, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam murni yang tidak terkontaminasi oleh
ajaran dan paham asing. Kalau manusia berpedoman kepada agama, ia tidak sesat untuk selamalamanya.
3. Usaha yang berorientasi kepada Nasionalisme.
Golongan ini melihat di Barat rasa Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan berkembangnya pola
kehidupan modern sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan kekuatan politik yang berdiri
sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong Bangsa timur dan bangsa terjajah lainnya untuk
mengembangkan nasionalisme mereka masing-masing.
Golongan ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi
objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan semata mengambil unsur-unsur
budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur dari budaya warisan bangsa yang
bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya menimbulkan timbulnya usaha merebut
kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri dikalangan pemeluk Islam. Sebagai akibat dari
pembaharuan dan kebangkitan kembali pendidikan ini terdapat kecendrungan dualisme sistem
pendidikan kebanyakan negara tersebut, yaitu sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan
tradisional.