.
.
. :
Ikhwn al-Muslimn jamaah Id al-Adha rahimakumullah
Dalam suasana gembira merayakan hari raya iedul adha, kita semua kembali
berkumpul bersama-sama di tempat
ini melantunkan takbir dan tahmid sebagai ungkapan rasa syukur serta terima
kasih kita kehadirat Allah Swt, Kita
mengagungkan dan memuji asma Allah, Tuhan yang Maha Agung lagi Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.
Dengan menghayati kalimat takbir dan tahmid ini akan tehunjam pengertian dan
pemahaman ke relung hati kita
masing-masing yang lebih dalam betapa kecil dan kerdilnya kita sebagai
manusia berhadapan dengan kebesaran
serta kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu, kearogansian, kesombongan,
kepongahan, ketakaburran yang
disebabkan oleh kekuasaan, jabatan, kedudukan dan harta, kita campakkan
sebab semuanya itu semu serta tidak
abadi sama dengan kefanaan alam termasuk di dalamnya manusia itu sendiri
yang kedudukannya sebagai elemen
terkecil dari seluruh sistem alam.
Marilah kita membuka mata, telinga dan hati kita, menyaksikan salah satu tanda
kebesaran dan kekuasaan Allah,
sekaligus satu perumpamaan yang sangat besar. Marilah kita melihat bagaimana
umat Islam yang telah kembali
kepada fitrahnya menuju ke tempat dilaksanakannya Salat Id seraya mengingat
akan suatu hari di mana semua
manusia sejak Nabi Adam as. hingga manusia yang terakhir diciptakan Allah
akan dikumpulkan pada suatu hari
yang oleh Allah di dalam al-Qurn disebut yawmun l yanfa ml wal banun,
illa man at Allah bi qalb salm (hari
yang ketika harta dan anak-anak tidak memberi manfaat lagi, kecuali orang
yang datang menghadap Allah dengan
hati yang tenang).
Hari ini adalah hari yang teristimewa, dimana Allah Swt, menamakannya
sebagai hari raya haji atau hari raya
qurban. Karena pada saat ini, jutaan umat Islam yang berasal dari seluruh
penjuru dunia sedang lebur dan
tenggelam dalam melaksanakan ibadah haji dengan mengumandangkan takbir
dan talbiyah silih berganti. Dan pada
hari ini pula, kita mengenang peristiwa sejarah yang agung melibatkan dua
tokoh besar, dua orang rasul Allah yang
tetap akan dikenang sepanjang zaman.
Setiap kali kita merayakan Id Adha, pasti kita akan kembali mengenang sejarah
peristiwa berqurban yang telah
dilakoni oleh dua hamba Allah yang ikhlas melaksanakan perintah Tuhan seperti
yang terlukis dan terpahat dalam
satu rangkuman ayat yang amat sangat indah bahasanya di dalam al-Quran.
Dimana dilukiskan dalam suatu dialog
interaktif antara Nabi Ibrahim a.s. dengan anaknya Nabi Ismail a.s, ditugaskan
untuk mengurbankan putra
kesayangannya.
Ketika Nabi Ismail a.s, menginjak usia remaja (kallolo campedda), sang ayah,
yaitu Nabi Ibrahim a.s, mendapat
perintah langsung dari Allah lewat mimpi yang benar bahwa ia harus
mengurbankan Ismail putra kesayangannya.
Nabi Ibrahim a.s, duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat
yang ia hadapi.
Dapat kita bayangkan sendiri, bagaimana kegembiraan hati sang ayah yang
telah lama mendambakan generasi
pengganti dirinya dari sekian tahun lamanya, dan bagaimana tingkat
kecintaannya terhadap putra tunggal, anak
kandung sibiran tulang, cahaya mata, pelepas rindu, tiba-tiba harus dijadikan
qurban, merenggut nyawa anaknya
oleh tangan ayahnya sendiri.
Tentu, suatu konflik batin yang bergejolak yang tejadi pada diri Nabi Ibrahim
antara kecintaan kepada anak dan
ketaatan memenuhi perintah ilahi. Namun, cintanya kepada Allah jauh lebih
besar dan lebih di atas daripada
cintanaya kepada anak, isteri, harta benda dan materi kedunian lainnya.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim a.s, jauh lebih memilih perintah Allah yang
diwahyukan lewat mimpi yang benar, tanpa
Wahai anak kandungku, sibiran tulang cahaya mata dan buah hatiku!,
sesungguhnya ayah melihat dalam mimpi
bahwa saya akan menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa yang akan menjadi
keputusan
Ismail sebagai anak yang soleh, patuh dan taat kepada orang tua yang
melahirkan dan membesarkannya,
sepontanitas menjawab:
Wahai ayahku yang tercinta, laksanakanlah apa yang telah Allah perintahkan
kepadamu. Insya Allah, ayahanda
akan menyaksikan sendiri bahwa ananda sabar serta tabah menghadapi ujian
itu.
Dalam suasana peristiwa yang sangat mengharukan itu, dan detik-detik yang
amat menegangkan, sebagaimana
yang kita maklumi bersama bahwa bukanlah Ismail yang tersembelih, karena
dengan kekuasaan dan kasih sayang
Allah, tiba-tiba Ia mengganti dengan seekor kibas besar yang dibawa oleh
malaikat, seperti yang dinyatakan dalam
al-Quran:
Dan Kami tebus dia yaitu Ismail dengan suatu sembelihan yang besar.
Hadirin dan hadirat jamaah id rahimakumullah.
Demikianlah prolog sejarah berqurban, maka sebagai epilog dari peristiwa
penting itu, Allah Swt, mensyariatkan
umat ini bagi orang yang mampu supaya melaksanakan qurban setahun sekali
pada hari raya idul adha.
Apa yang digelar Nabi Ibrahim as. di dalam panggung sejarah peradaban
manusia adalah mengurbankan anaknya
secara manusiawi yang menurut naluri dan pikiran orang biasa bahwa tugas itu
adalah sesuatu yang amat sulit
diterima; akan tetapi buat keluarga Nabi Ibrahim as. hal itu adalah suatu
kebahagiaan dan kemuliaan.
Keluarga Nabi Ibrahim as.justru menyambut tugas itu dengan suka cita lantaran
berkesempatan mengorbankan
sesuatu yang paling berharga bagi dirinya untuk Allah swt., sebagaimana firman
Allah dl QS. Ali Imran (3): 92
Daging-daging dan darah binatang qurban itu tidak akan sampai kepada Allah,
tetapi apa yang akan sampai
kepadaNya hanyalah ketaqwaan. Demikianlah dia memperuntukkan binatang
ternak itu bagiMu semoga kamu
mengagungkan Allah. Allah berkenan dengan petunjukNya kepadamu, lalu
berikanlah berita gembira kepada orangorang yang membuat kebajikan.
Hadirin dan hadirat yang berbahagia,