BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini banyak sekali material logam yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu alasan dari penggunaan material logam
adalah karena sifat mekaniknya yang relatif baik dibandingkan dengan
material lainnya. Namun, pada dasarnya sifat mekanik logam murni tidak
begitu bagus, sehingga dilakukanlah alloying pada logam untuk meningkatkan
kekuatannya, contohnya adalah paduan Fe-C dan Al-Cu.
Alloying yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang berbeda-beda
tergantung dari komposisinya, mekanisme pengerasan yang dilakukan pun
berbeda-beda. Contohnya paduan Fe-C dapat dikeraskan melalui heat
treatment guna memunculkan fasa martensite yang kuat, dan paduan Al-Cu
yang dapat dikeraskan dengan cara memunculkan presipitat Al2Cu yang dapat
menghalangi pergerakan dislokasi.
Semua logam yang dihasilkan akan diproses lebih lanjut untuk diubah
menjadi suatu barang jadi. Proses pengerjaan yang biasa dilakukan adalah
proses pengerjaan dingin (cold-work) dimana proses tersebut dilakukan pada
temperatur yang relatif rendah (dibawah temperatur rekristalisasi logam).
Namun, karena sifat logam yang keras, maka keuletannya menurun dan
cenderung bersifat getas. Oleh karena itu perlu dilakukan proses lanjutan
untuk memperbaiki sifat logam yang getas akibat proses cold-work berupa
annealing treatment.
Page 2 of 37
Page 3 of 37
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis
lokal. Deformasi plastis lokal adalah perubahan bentuk suatu material secara
permanen pada daerah tertentu saja.
Semakin tinggi nilai kekerasan suatu material, maka semakin keras
material tersebut. Namun, apabila suatu material bersifat keras, belum tentu
material tersebut juga bersifat kuat. Kekerasan adalah kemampuan suatu material
untuk menahan deformasi plastis lokal, sedangkan kekuatan adalah kemampuan
suatu material untuk menahan deformasi plastis global.
2.2 Metode Pengerasan Pada Logam
Proses pengerasan pada logam pada dasarnya berhubungan dengan
pergerakan dislokasi. Kemampuan suatu logam untuk terdeformasi plastis
dipengaruhi oleh kemampuan logam untuk menggerakan dislokasinya. Oleh
karena itu dalam proses pengerasan logam hal yang dilakukan adalah
menghambat pergerakan dislokasi sehingga logam tersebut akan lebih sulit untuk
terdeformasi plastis.
Metode yang digunakan untuk menghambat pergerakan dislokasi pada
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Martensite Hardening
Baja karbon dapat ditingkatkan nilai kekerasannya dengan cara
memunculkan fasa martensite melalui proses perlakuan panas (heat
treatment). Fasa martensite adalah fasa pada baja karbon yang bersifat sangat
keras, namun bukan termasuk kedalam fasa yang ada pada kesetimbangan.
Dengan adanya fasa martensite yang keras, pergerakan dislokasi menjadi
terhalang sehingga menurunkan kemampuan logam untuk terdeformasi
plastis.
Page 4 of 37
(Sumber : www.materia.coppe.ufrj.br)
Gambar 1. Struktur Body Centered Tetragonal fasa Martensite
Media quenching yang biasa digunakan adalah air, larutan NaOH, dan oli,
dimana setiap media memiliki kecepatan pendinginan yang berbeda-beda.
Kecepatan pendinginan media quenching dipengaruhi oleh :
1. Temperatur media
2. Panas spesifik
3. Panas penguapan
4. Konduktivitas thermal
5. Viskositas
6. Agitasi
2. Precipitation Hardening
Page 5 of 37
Page 6 of 37
Page 7 of 37
(Sumber : http://www.slideshare.net/VendiSupendi/ppt-presipitation-hardening )
Gambar 4. Hubungan Aging Time dengan Kekerasan Beserta Perubahan Struktur
Mikronya
Mekanisme
pengerasan
pada
precipitation
hardening
dapat
Page 8 of 37
Page 9 of 37
Recovery
Semakin besar recovery yang terjadi, kecenderungan butir
menurun.
Kemurnian Logam
Kehadiran impurities dan partikel second phase dapat
menghambat pergerakan batas butir sehingga proses rekristalisasi
Page 10 of 37
1
2
Dimana :
y = kekuatan material
ky = konstanta
d = diameter butir
o = konstanta
(Sumber : Callister, William D. Materials and Science Engineering An Introduction, 6th edition.
John Wiley & Sons, Inc. 2003.)
Gambar 7. Diagram Fasa Baja Karbon (Fe-C)
Page 11 of 37
c. Ferrite
Ferrite adalah fasa pada baja karbon yang memiliki struktur sel
satuan BCC yang stabil pada temperatur kamar hingga mencapai
temperatur 912oC.
d. Bainite
Bainite adalah mikrostruktur yang terbentuk dari transformasi fasa
austenite pada temperatur diantara temperatur transformasi pearlite dengan
martensite. Mikrostrukturnya terdiri dari fasa ferrite dan dispersi halus
cementite.
e. Martensite
Martensite adalah fasa pada baja karbon yang bersifat semi-stabil,
terbentuk dari karbon lewat jenuh, dan bukan termasuk kedalam fasa pada
kesetimbangan baja karbon karena tidak diperoleh melalui proses difusi.
2.3 Diagram CCT dan Diagram TTT
Dalam proses perlakuan panas pada baja, terdapat berbagai macam proses
transformasi fasa. Untuk mengetahui fasa apa yang akan terbentuk akibat
pemanasan yang dilakukan sebagai fungsi waktu, digunakanlah diagram CCT dan
TTT.
1. Diagram CCT
Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation) adalah diagram yang
menghubungkan temperatur dengan waktu untuk baja karbon dengan
Page 12 of 37
Page 13 of 37
Page 14 of 37
2. Diagram TTT
Page 15 of 37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengerasan Baja Karbon
Metode yang digunakan dalam pengujian pengerasan baja karbon adalah
sebagai berikut :
Menyiapkan 2 buah spesimen yang terdiri dari baja karbon rendah dan baja karbon tinggi
Page 16 of 37
Memanaskan spesimen sampai temperatur 550oC selama 12 jam lalu melakukan quench ke dalam air (suda
Memanaskan spesimen pada temperatur 200oC masing-masing 10, 30, 60, dan 120 menit
Page 17 of 37
3.3 Rekristalisasi
Metode yang digunakan dalam pengujian rekristalisasi adalah sebagai
berikut :
en tembaga pada temperatur 800oC lalu mendinginkannya di udara dan melakukan pengerolan dengan redu
a 120 menit. Memanaskan spesimen no 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut selama 10, 15, 30, 45, dan 60 menit. Me
Page 18 of 37
BAB IV
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Percobaan
a. Spesimen Baja Karbon
Indentor
: Intan (HRA)
Load
: 60 kg
Baja Karbon
Kotak
Bulat
T (oC)
800
800
t (menit)
30
30
HRAwal
46.45
60.40
HRAkhir
67.00
73.90
Al-Cu
1
2
3
4
T (oC)
200
200
200
200
t (menit)
10
30
60
200
HRAwal
67.47
67.47
67.47
67.47
HRAkhir
71.50
73.40
72.75
68.50
c. Spesimen Tembaga
Indentor
: Bola Baja 1/8 in
Load
: 100 kg (HRE) dan 60 kg (HRH)
Page 19 of 37
Tembaga
1
2
3
4
5
6
T (oC)
800
400
400
400
400
100
t (menit)
200
10
15
45
60
90
HRAwal (HRE)
65.9
65.9
65.9
65.9
65.9
65.9
HRAkhir (HRH)
35.10
43.00
42.00
39.10
40.25
79.00
Page 20 of 37
Hubungan Waktu dengan Nilai Kekerasan Spesimen Paduan Al-Cu pada T = 200o C
Waktu (menit)
Page 21 of 37
BAB IV
ANALISIS DATA
Pada praktikum kali ini, dilakukanlah tiga jenis metode untuk
memperbaiki sifat suatu logam, yaitu martensite hardening dan precipitation
hardening untuk meningkatkan kekerasan spesimen logam, dan annealing
treatment untuk meningkatkan keuletan spesimen logam. Spesimen yang
digunakan adalah baja karbon, paduan Al-Cu, dan tembaga.
Untuk spesimen baja karbon, terdapat dua buah spesimen, yaitu baja
karbon dengan bentuk bulat dan baja karbon dengan bentuk kotak. Kedua
spesimen tersebut memiliki komposisi karbon yang berbeda. Spesimen tersebut
diukur nilai kekerasannya terlebih dahulu dengan menggunakan metode uji keras
rockwell. Dari hasil pengukuran didapat nilai kekerasan awal untuk baja karbon
kotak adalah 46.45 HRA dan untuk baja karbon bulat adalah 60.40 HRA.
Berdasarkan nilai kekerasan awalnya, dapat diketahui bahwa baja karbon kotak
adalah baja karbon rendah, sedangkan baja karbon bulat adalah baja karbon tinggi.
Spesimen baja karbon tersebut akan dikeraskan dengan metode martensite
hardening, yaitu memunculkan fasa martensite yang bersifat kuat. Spesimen
dipanaskan pada temperatur 800oC dimana temperatur tersebut merupakan
temperatur austenisasi selama 30 menit lalu di quenching ke dalam air. Setelah
diberi perlakuan, kedua spesimen diukur kembali kekerasannya. Spesimen baja
karbon kotak mengalami peningkatan kekerasan sebesar 44%, yaitu dari 46.45
HRA menjadi 67 HRA, begitupun dengan spesimen baja karbon bulat, yaitu
mengalami peningkatan kekerasan sebesar 22% dari 60.4 HRA menjadi 73.9
HRA.
Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa peningkatan kekerasan
spesimen baja karbon rendah (peningkatan kekerasan 44%) lebih besar
dibandingkan dengan spesimen baja karbon tinggi (peningkatan kekerasan 22%).
Page 22 of 37
Hal tersebut disebabkan oleh pada baja karbon tinggi, semua rongga oktahedral
yang dimiliki oleh struktur kristal FCC austenite telah diisi oleh atom C, sehingga
atom C yang lain juga mengisi rongga tetrahedral. Pengisian atom C pada rongga
tetrahedral akan membentuk struktur sel satuan FCC dan membentuk austenite
sisa. Karena austenite sisa terbentuk maka kenaikan nilai kekerasan pada
spesimen baja karbon tinggi tidak sebesar kenaikan kekerasan pada spesimen baja
karbon rendah yang mungkin tidak menghasilkan atau lebih sedikit menghasilkan
fasa austenite sisa. Selain itu, berdasarkan diagram CCT baja karbon rendah dan
baja karbon tinggi, martensite akan lebih sulit untuk terbentuk sepenuhnya apabila
komposisi karbonnya tinggi karena temperatur martensite finish nya sangat
rendah.
Untuk spesimen paduan Al-Cu, metode pengerasan yang akan digunakan
adalah precipitation hardening, yaitu memunculkan presipitat di dalam butirnya.
Pada spesimen Al-Cu 1 yang dipanaskan selama 10 menit dan spesimen Al-Cu 2
yang dipanaskan selama 30 menit terdapat kenaikan nilai kekerasan. Pada menit
ke 10 hingga 30 keberadaan presipitat masih dapat menghambat pergerakan
dislokasi. Namun, pada spesimen Al-Cu 3 yang dipanaskan selama 60 menit dan
spesimen Al-Cu 4 yang dipanaskan selama 200 menit, terjadi penurunan nilai
kekerasan. Penurunan nilai kekerasan tersebut disebabkan karena terjadi
overaging sehingga butir Al2Cu terus membesar dan menyebabkan menurunnya
nilai kekerasan spesimen.
Berdasarkan literatur[7] diketahui temperatur leleh tembaga adalah 1084 oC,
sehingga diketahui temperatur rekristalisasinya sekitar 542oC. Spesimen tembaga
1 dipanaskan melebihi temperatur rekristalisasinya dengan waktu yang lama,
sehingga nilai kekerasannya merupakan yang paling rendah diantara spesimen
lainnya, yaitu 35.10 HRH. Hal tersebut disebabkan oleh spesimen yang tidak
hanya mengalami rekristalisasi, namun grain growth yang berlebihan sehingga
menurunkan nilai kekerasan spesimen.
Spesimen tembaga nomor 2, 3, dan 4 yang dipanaskan pada temperatur
400oC memiliki nilai kekerasan akhir yang berbeda-beda akibat perbedaan waktu
pemanasan tiap spesimen. Pada temperatur 400oC spesimen sudah mengalami
Page 23 of 37
rekristalisasi, karena nilai kekerasan akhir yang dihasilkan tidak jauh berbeda
dengan nilai kekerasan akhir spesimen yang dipanaskan melebihi temperatur
rekristalisasinya (43 HRH; 42 HRH; 39.1 HRH; 40,25 HRH). Penurunan
temperatur rekristalisasi ini disebabkan oleh perlakuan cold work yang diberikan
kepada spesimen yang memberikan cukup banyak deformasi plastis (pengerolan
dengan reduksi sebesar 50%). Semakin banyak deformasi plastis yang diberikan,
maka akan semakin banyak pula energi yang tersimpan di dalam butir sehingga
akan lebih mudah untuk rekristalisasi. Karena rekristalisasi semakin mudah untuk
dilakukan, maka Trec menurun.
Pada pemanasan 400oC terdapat ketidakteraturan nilai kekerasan akhir
pada spesimen tembaga 4. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakakuratan dalam
pengukuran nilai kekerasan spesimen, dimana indentasi tidak dilakukan dengan
jarak minimal 3-5x diameter indentor (foto dilampirkan).
Spesimen tembaga 6 dipanaskan pada temperatur 100 oC selama 90 menit
memiliki nilai kekerasan akhir yang paling tinggi diantara semua spesimen, yaitu
79 HRH. Hal tersebut disebabkan oleh pada temperatur 100 oC spesimen hanya
mengalami proses recovery dimana internal strain energy mulai berkurang dan
jumlah dislokasi mengalami sedikit penurunan sehingga nilai kekerasannya masih
cukup tinggi.
Page 24 of 37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pengujian metal hardening adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh nilai kekerasan
spesimen baja karbon sebelum dan setelah diberi perlakuan sebagai berikut :
Baja Karbon
Kotak
Bulat
HRAwal (HRA)
46.45
60.40
HRAkhir (HRA)
67.00
73.90
T (oC)
200
200
200
200
t (menit)
10
30
60
200
HRAwal (HRE)
67.47
67.47
67.47
67.47
HRAkhir (HRE)
71.50
73.40
72.75
68.50
T (oC)
800
400
400
t (menit)
200
10
15
HRAwal (HRE)
65.9
65.9
65.9
HRAkhir (HRH)
35.10
43.00
42.00
Page 25 of 37
4
5
6
400
400
100
45
60
90
65.9
65.9
65.9
39.10
40.25
79.00
5.2 Saran
Saran dari pengujian metal hardening adalah sebagai berikut :
1. Pengujian keras sebelum dan setelah perlakuan dilakukan pada semua
spesimen agar data yang diperoleh lebih akurat.
2. Praktikan disarankan membawa timer agar pada saat pemanasan tidak ada
spesimen yang terlalu lama mengalami pemanasan.
Page 26 of 37
Page 27 of 37
DAFTAR PUSTAKA
1. Callister, William D. Materials and Science Engineering An Introduction,
6th edition. John Wiley & Sons, Inc. 2003.
2. Begeman, Myron L. Manufacturing Processes, 4th edition. John Wiley &
Sons, Inc. 1957.
3. https://www.quora.com/Why-is-martensite-so-hard
(diakses pada 8 Oktober 2016 pukul 22.10)
4. https://en.wikipedia.org/wiki/Guinier%E2%80%93Preston_zone
(diakses pada 8 Oktober 2016 pukul 23.35)
5. http://www.slideshare.net/VendiSupendi/ppt-presipitation-hardening (diakses
pada 9 Oktober pukul 09.58)
6. http://www.slideshare.net/felikslousitopu/cold-and-hot
(diakses pada 9 Oktober 2016 pukul 10.39)
7. http://www.engineeringtoolbox.com/melting-temperature-metals-d_860.html
(diakses pada 9 Oktober 2016 pukul 15.33)
Page 28 of 37
LAMPIRAN
Tugas Setelah Praktikum
A. Pengerasan Baja Karbon
1. Mengapa baja dengan kadar karbon lebih tinggi memiliki kekerasan yang
lebih tinggi daripada baja karbon dengan karbon rendah setelah proses
quenching ?
Jawab :
Baja dengan kadar karbon lebih tinggi akan memiliki kekerasan yang lebih
tinggi daripada baja karbon dengan karbon rendah setelah proses quenching.
Hal tersebut disebabkan oleh martensite yang terbentuk melalui proses
quenching. Martensite sendiri dihasilkan melalui penyisipan unsur karbon
diantara struktur FCC yang dimiliki fasa austenite membentuk struktur sel
satuan baru, yaitu BCT. Semakin banyak karbon yang dikandung oleh baja
karbon, maka semakin banyak pula struktur BCT yang akan terbentuk,
semakin banyak pula martensite yang terbentuk sehingga akan semakin tinggi
pula kekerasan yang dihasilkan. Pada baja karbon rendah, jumlah atom C
yang dimilikinya tidak cukup untuk membentuk martensite.
2. Apakah pengaruh proses quenching dengan kekuatan dan kekerasan baja?
Jawab :
Proses quenching dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan baja karbon,
karena melalui proses quenching, akan terbentuk martensite yang bersifat
keras.
3. Jelaskan mekanisme terbentuknya martensite dan mengapa martensite
memiliki kekerasan yang tinggi pada baja?
Jawab :
Baja karbon dipanaskan hingga mencapai temperatur austenisasinya
kemudian diquench ke dalam air sehingga fasa austenite berubah menjadi
martensite. Martensite terbentuk akibat adanya perpindahan atom C yang
menyisipi struktur kristal FCC yang dimiliki oleh austenite akibat adanya
pendinginan secara cepat. Atom C pada struktur kristal FCC berpindah karena
pada temperatur ruang, fasa yang stabil adalah ferrite yang memiliki struktur
Page 29 of 37
kristal BCC sehingga atom C akan bergerak untuk membentuk strutur BCC
dengan cara memasuki rongga oktahedral yang dimiliki oleh struktur FCC.
Namun, karena tidak ada waktu yang cukup untuk membentuk struktur BCC,
maka atom C terjebak di dalam rongga oktahedral tersebut dan kemudian
membentuk struktur kristal BCT yang tidak lain dan tidak bukan adalah
martensite.
Martensite memiliki kekerasan yang tinggi karena struktur BCT memiliki
karbon yang sangat jenuh dan memiliki slip system yang relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan fasa yang lainnya.
4. Kapan terbentuk austenite sisa pada proses quenching dan apa pengaruhnya
terhadap kekerasan?
Jawab :
Pada proses quenching, atom C akan bergerak mengisi rongga yang dimiliki
oleh struktur kristal FCC, yaitu tongga oktahedral dan tetrahedral. Atom C
akan cenderung mengisi rongga oktahedral terlebih dahulu karena ukuran
rongga yang relatif lebih besar dibandingkan dengan rongga tetrahedral.
Namun, apabila jumlah C yang ada sangat tinggi sedangkan rongga
oktahedral sudah terisi semua, maka atom C akan mengisi rongga tetrahedral.
Pada saat atom C mengisi rongga tetrahedral, struktur yang terbentuk adalah
FCC sehingga pada saat ini akan terbentuk austenite sisa.
Pengaruh kehadiran austenite sisa ini dapat menurunkan nilai kekerasan
karena jumlah slip system yang dimiliki struktur FCC relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan BCT.
Page 30 of 37
Page 31 of 37
2. Jelaskan perubahan susunan atom yang terjadi pada paduan Al-Cu dari
sebelum sampai sesudah dilakukan precipitation hardening!
Jawab :
Pertama, terdapat atom Cu pada larutan padat lewat jenuh dengan posisi
yang tidak beraturan seperti pada gambar (a). Apabila dipanaskan, maka
atom Cu akan berdifusi membentuk suatu partikel transisi berupa fasa
dan menyebabkan distorsi lattice seperti pada gambar (b). Distorsi lattice
yang terjadi dapat menghambat pergerakan dislokasi sehingga nilai
kekerasan paduan meningkat. Apabila waktu pemanasan terlalu lama, maka
atom Cu akan terus berdifusi dan berubah menjadi fasa , dimana fasa
tidak efektif untuk meningkatkan kekerasan paduan karena tidak
menyebabkan distorsi lattice seperti pada gambar (c).
3. Mengapa temperatur yang digunakan untuk solution treatment adalah 550 oC
dan untuk aging 200oC? Apakah bisa dilakukan pada temperatur yang lain?
Jawab :
Page 32 of 37
nilai
Page 33 of 37
Page 34 of 37
Menurunkan keuletan
Membutuhkan gaya yang besar
Hanya dapat memproses material yang relatif lunak
Ketahanan korosi menurun
Konduktivitas thermal atau listrik menurun
Page 35 of 37
Page 36 of 37
Dokumentasi Pengujian
Page 37 of 37