Anda di halaman 1dari 5

HUKUM PENANAMAN MODAL

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna
melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan untuk membangun
kembali perekonomian Indonesia yang tertinggal dari negara-negara maju baik yang ada di kawasan
regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana
yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan
penanaman modal atau investasi. Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi
bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat perhatian
khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional.
Sebab dengan adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi
ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.
Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak-tidaknya dibutuhkan
tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi keuntungan secara
ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik);
ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.
Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum (legal certainty) merupakan
faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil
keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan
investor mempunyai kepentingan serta tujuan dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha
mempertahankan kepentingan serta tujuan tersebut instrumen hukum adalah alatnya.
Pembangunan instrumen hukum penanamam modal atau investasi di Indonesia sebenarnya telah
dimulai sejak tahun 1967 yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (UU PMA) Negeri (UU PMDN). Penggairahan iklim penanaman modal atau
investasi pun tidak hanya berhenti disitu saja, hal ini dapat dilihat dari dilengkapi dan di sempurnakannya
kedua undang-undang di atas. Adapun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1967 tentang PMA (UU PMA), sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN (UU PMDN).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1970 tentang PMA (UU PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1970 tentang PMDN (UU PMDN), dapat dikatakan kegiatan penanaman modal atau
investasi di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Di dalam perkembangan hukum di
Indonesia Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Penanaman Modal
Dalam Negeri (UU PMDN) kini tidak berdiri secara sendiri-sendiri lagi. Pada saat ini pengaturan mengenai
penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM), yang disahkan pada tanggal 26 April 2007.
Perlu diketahui pula bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal juga tidak dapat dipisahkan dari keanggotaan Indonesia di Wold Trade Organization (WTO), dimana
Indonesia telah meratifikasi kesepakatan pendirian WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994
yang mewajibkan Indonesia untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO.
Sejak diundangkan, undang-undang ini telah menimbulkan perbedaan pandangan yang cukup
signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan pertama menganggap undang-undang ini sangat
berpihak kepada investor asing dengan adanya jaminan perlakuan yang sama antara investor asing dan
domestik.
Pandangan ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa undang-undang ini tidak
berpihak kepada kepentingan rakyat. Pandangan kedua, menganggap undang-undang ini merupakan salah
satu solusi yang tepat mengatasi problema penanaman modal di Indonesia. Undang-undang ini juga
dikatakan telah disesuaikan dengan perubahan perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas
serta telah memenuhi kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional.
Apabila dipahami secara cermat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
sebenarnya dibangun di atas pendekatan yang sama dengan undang-undang penanaman modal di negara
sedang berkembang pada umumnya. Dimana selain memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor
asing dengan menjamin adanya perlakuan yang sama antara penanam modal asing (PMA) dan penanam
modal dalam negeri (PMDN), undang-undang ini juga membuka ruang yang luas bagi pemerintah untuk

menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada penanaman modal asing (PMA) untuk menjaga
kepentingan nasional.
Penanaman modal diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki dengan menanamkannya ke
usaha/proyek yang produktif baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan selain
mendapatkan pengembalian modal awalnya dikemudian hari, tentunya pemilik modal juga akan
mendapatkan sejumlah keuntungan dari penanaman modal dimaksud. Lebih khusus Komaruddin
memberikan pengertian penanaman modal sebagai :
1.
Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan lainnya
2.
Suatu tindakan membeli barang modal dan
3.
Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi, dngan pendapatan di masa yang akan datang
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dalam ketentuan umum
Bab I Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan Penanaman Modal sebagai :
segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun
penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.
Bagian penjelasan dari pasal 2 UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal adalah penanamanmodal langsung dan
tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio karena merupakan bagian dari Hukum
Pasar Modal. Penanaman modal langsung (direct investment) dilakukan oleh para pemilik modal dengan
cara membentuk perusahaan sendiri, menyediakan dana, dan menjalankan usaha tersebut, sedang
penanaman modal tidak langsung dilakukan oleh pemilik modal dengan cara membeli saham atau obligasi
yang diterbitkan oleh suatu perusahaan atau unit pemerintah. Kedua jenis penanaman modal tersebut sangat
dibutuhkan dalam pembangunan nasional karena sifatnya yang saling mengisi. Apabila pada suatu saat
jumlah penanaman modal langsung tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, kebutuhan modal
dalam pembiayaan pembangunan nasional dapat diisi oleh penanaman modal tidak langsung tersebut.
Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan dan
peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-undang No.1 Tahun 1967 Tentang
Penanaman Modal Asing jo Undang-undang No. 11 tahun 1970, Undang-undang No. 6 Tahun 1968 jo
Undang-undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian diubah dengan
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
2.1.2

Jenis-jenis Penanaman Modal


1. Berdasarkan Subjek
Penanaman modal berdasarkan subjek dapat dikelompokkan menjadi 3 macam :
a.
Personal Investment/penanaman modal perorangan yaitu :
Penggunaan kekayaan individual untuk menjalankan suatu usaha yang bertujuan untuk memperoleh
keuntungan, termasuk dalam personal investment ini antara lain penggunaan modal oleh petani untuk
menggarap lahan oleh petani, pedagang untuk membuka warung atau penanaman modal
perseorangan/invesmen ini dapat pula berupa penggunaan kekayaan individual untuk memasukkan
sahamnya ke perusahaan-perusahaan baik dengan mendirikan perusahaan secara langsung maupun dengan
memilih perusahaan-perusahaan yang maju dalam bidangnya.
b. Interprise Investment yaitu :
Penanaman modal oleh perusahaan dengan menggunakan bagian laba perusahaan yang tidak
dibagikan kepada pemegang saham tetapi digunakan untuk memperluas usahanya atau untuk membuka
cabang-cabang baru
c. Public Investment/Penanaman modal Negara yaitu :
Penggunaan kekayaan Negara untuk menjalankan usaha tertentu dengan membentuk badanbadan usaha milik Negara ataupun BUMD. Publik Invesment ini pada prinsipnya digunakan untuk
melaksanakan urusan-urusan yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti untuk pengadaan tenaga
listrik, air minum, transportasi umum, pos, telekomunikasi dsbnya. Dewasa ini, usaha-usaha negara ini
seperti yang dimaksudkan Pasal 33 ayat 2 UUD45cabang-cabang perusahan yang penting bagi Negara
dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara artinya diurus langsung oleh Negara
setelah dilaksanakan melalui pembentukan persero seperi pos dan telkom.

2. Berdasarkan Bentuknya

Penanaman modal dapat dikelompokkan menjadi 3 macam :


a. Direct Investment/ Penanaman modal langsung
Penanaman modal memberi kewenangan kepada Investor untuk secara langsung mengontrol
jalannya perusahaan dimana modalnya ditanam dan langsung pula menanggung resiko atau untung rugi
dari penanaman modal tersebut.
b. Port Folio Investment
Penanaman modal yang tidak memberi kewenangan kepada pemilik modal untuk mengontrol
jalannya perusahaan tetapi yang bersangkutan secara langsung menanggung resiko atau untung rugi dari
penanaman modal itu. Port Folio Investment ini dilakukan dengan cara membeli saham suatu perusahaan
kurang dari 50 % sehingga yang bersangkutan tidak memegang suara mayoritas di dalam RUPS, misalnya
dengan membeli saham di bursa saham suatu perusahaan yang go public hanya menjual sahamnya kurang
dari 25 % sehingga pemilik perusahaan yang asli tetap memegang suara mayoritas agar kendali
perusahannya tidak berpindah kepada pihak lain. Namun demikian, dalam bidang usaha tertentu
berdasarkan perjanjian tertentu dapat saja pemegang saham mayoritas di beri hak kontrol terhadap jalannya
perusahaan.
c. Indirect Invesment/penanaman modal tidak langsung
Penanaman modal yang dilakukan dengan pembelian kredit sehingga si penanam modal atau
kreditur pada asasnya tidak mengontrol jalannya perusahaan dan tidak pula menanggung resiko atas untung
ruginya
perusaaan
itu. Pihak
kreditur
sebagai
investor
hanya
mengharapkan
si
debitur dapat mengembalikan pinjaman beserta bunganya menurut waktu yang telah disepakati bersama,
kreditur tidak mau tahu apakah kegiatan usaha milik debitur memperoleh keuntungan atau tidak walaupun
debitur mengalami kerugian di dalam usahanya. Kreditur tetap akan menagih kredit yang telah diberikan
beserta bunganya

a.

3. Penanaman Modal berdasarkan Negara asal penanam modal


Ada 2 macam bentuk penanaman modal yaitu :
Foreign Investment/penanaman modal asing
Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara RI yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanaman modal dalam negeri.
b. Domestic Investment/penanaman modal dalam negeri
Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah Negara RI yang dilakukan oleh Penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam
negeri.
2.1.3

Asas dan Tujuan Penanaman Modal


Pasal 3 UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa asas-asas
penanaman modal dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut :
a.
Kepastian hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang
penanaman modal.
b.
Keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.
c.
Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.

Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara


Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan
nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam
modal dari negara asing lainnya.
e.
Kebersamaan

f.

g.

h.
i.

j.

Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersamasama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Efisiensi berkeadilan
Asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan
mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan
berdaya saing.
Berkelanjutan
Asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek
kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
Berwawasan lingkungan
Asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Kemandirian
Asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan
potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya
pertumbuhan ekonomi nasional.
Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga
keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.
Hal yang mengemuka dan menjadi kekhawatiran masyarakat dengan diundangkannya UU No.25
tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut adalah bahwa asas perlakuan yang sama/non diskriminasi
akan membuka kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi penanaman modal asing di Indonesia.
Pemberian kesempatan yang sedemikian luas kepada pemilik modal asing dapat memperlemah daya tahan
pemodal nasional yang belum sepenuhnya pulih pasca krisis moneter pada tahun 1998/1999 yang lalu.
Golongan yang tidak setuju dengan pencantuman asas perlakuan yang sama/non diskriminasi tersebut
diatas berpendapat bahwa meskipun penanaman modal asing sangat bermanfaat bagi berlangsungnya
pembangunan ekonomi, namun dalam beberapa hal dalam pemberian kesempatan dimaksud masih
menimbulkan dampak negative bagi Negara penerima modal khususnya bagi Negara-negara berkembang.
Dengan demikian, pemberlakuan asas non diskriminasi dimaksud perlu disertai dengan batasan-batasan
sebagaimana yang disebutkan oleh Sunaryati Hartono :
bahwa penanaman modal asing itu hanya boleh diperkenankan apabila ia dapat mendorong dan
membantu rakyat Indonesia untuk secara ekonomis dapat berdiri sendiri atas kekuatannya sendiri, dan/atau
penanaman modal asing itu tidak merugikan rakyat khususnya pengusaha nasional, dalam arti menyaingi
secara tidak sehat usaha-usaha pengusaha nasional kita sendiri sehingga usaha yang ada terpaksa gulung
tikar, atau usaha-usaha yang baru tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara
wajar.
Pada UU No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dikenal adanya asas perlakuan yang
sama (non diskriminatif). Asas ini baru dikenal pada UU No.25 Tahun 2007, dimana situasi perdagangan
dunia pada waktu penerbitan UU No.25 Tahun 2007 telah berubah mengikuti arus globalisasi dan
kecenderungan keinginan dunia usaha yang menghendaki perlakuan yang sama bagi semua peserta dalam
perdagangan bebas. Pemerintah Indonesia sendiri telah menandatangani konvensi MIGA yang salah satu
klausula didalamnya adalah bahwa Negara-negara penandatanganan konvensi tidak boleh menciptakan
diskriminasi bagi penanam modal dalam negeri terhadap penanam modal asing. Di dalam
kesepakatan GATT-WTOkhususnya yang berkaitan dengan perdagangan dan investasi yang disebut
dengan Trade Related Investment Measures (TRIMs) ditentukan juga bahwa setiap Negara
penandatanganan persetujuan TRIMs tidak boleh membeda-bedakan antara penanaman modal dalam negeri
dengan penanaman modal asing. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan Negara-negara
peserta GATT-WTO tidak boleh lagi membedakan adanya modal asing dan modal dalam negeri.
Berkenaan dengan asas-asas penanaman modal sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, dapat
dilihat keterkaitannya pada tataran perundang-undangan khususnya peraturan perundang-undangan yang
hierarkinya lebih tinggi. Sejalan dengan pemikiran Mariam Darus tentang asas-asas hukum, maka asas-asas
suatu penanaman modal haruslah bersumber pada Pancasila sebagai asas idiil (filosofis), UUD 1945
sebagai asas konstitusional (struktural), Ketetapan MPR sebagai asas konsepsional (politis) dan undangundang sebagai asas operasional (teknis). Pancasila sebagai jiwa, pandangan hidup dan dasar Negara

Republik Indonesia merupakan dasar yang lebih bersifat abstrak, yang kemudian dijabarkan secara lebih
konkret ke dalam batang tubuh UUD 1945.
Peraturan perundang-undangan yang merupakan penjabaran dari UUD 1945 tersebut merupakan
konkretisasi dari Pancasila ke dalam aturan-aturan hukum positif, sehingga dengan demikian Pancasila
akan menyentuh kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Dengan demikian, di dalam UUD 1945 akan
ditemukan didalamnya asas-asas hukum yang relevan baik terhadap hukum perdata maupun dengan hukum
bisnis dan hukum penanaman modal, yakni :
1.
Asas kesatuan dan persatuan
2.
Asas negara hukum
3.
Asas persamaan
4.
Asas keadilan
5.
Asas kerakyatan
6.
Asas kemanusiaan
7.
Asas kekeluargaan
8.
Asas keseimbangan
9.
Asas kebebasan yang bertanggung jawab
10. Asas demokrasi ekonomi
11. Asas bhinneka tunggal ika
12. Asas kepentingan nasional
13. Asas kepastian hukum
Dengan membandingkan antara asas-asas penanaman modal yang tercantum pada UU No.25 tahun
2007 dengan asas-asas yang terkandung dalam UUD 1945, maka akan jelas kelihatan bahwa asas-asas
dalam penanaman modal tersebut adalah sejalan dan tidak bertentangan dengan asas-asas yang tercantum
pada UUD 1945 dan Pancasila. Sepanjang penanaman modal di Indonesia tidak meliputi bidang-bidang
usaha tertentu yang dinyatakan tidak terbuka untuk semua penanaman modal karena hanya
diperuntukkan khusus bagi pengusaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi ( UMKMK) ,
sehingga asas perlakuan yang sama kelihatannya tidak diterapkan secara utuh. Selain itu asas perlakuan
yang sama untuk penanaman modal hanyalah sebatas pada hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan
perizinan penanaman modal dan belum mencakup perlakuan yang sama terhadap bidang-bidang usaha
yang dapat dimasuki untuk kegiatan penanaman modal.
Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal
Sebagaimana yang tercantum dalam UU No.25 tahun 2007 menyebutkan bahwa tujuan
penyelenggaraan penanaman modal antara lain untuk :
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
b. menciptakan lapangan kerja
c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional
f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik
dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Berkenaan dengan itu pemerintah telah menetapkan kebijakan dasar tentang penanaman modal di
Indonesia dengan maksud untuk lebih mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi
penanaman modal, sekaligus juga untuk penguatan daya saing perekonomian nasional yang akhir-akhir ini
dirasakan mengalami banyak kemunduran. Dengan adanya berbagai langkah terencana yang ditempuh oleh
pemerintah, diharapkan akan tercapai percepatan dan peningkatan dalam penanaman modal di Indonesia.
Untuk itu pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal yang bersifat menyeluruh, yang
mencakup :
a.
Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan
tetap memperhatikan kepentingan nasional.
b.
Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal.
c.
Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi (UMKMK)

Anda mungkin juga menyukai