Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A. Definisi
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena

hiperaktivitas

terhadap

rangsangan

tertentu,

yang

menyebabkan

peradangan, penyempitan ini bersifat berulang namun reversible (Huda dan


Kusuma, 2016).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana
trachea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu
(Smeltzer, 2002).
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang
oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses
radang (Almazini, 2012).
B. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala asma bervariasi sesuai dengan bronchospasme (Huda dan
Kusuma, 2016):
Gejala:
1. Dispneu
2. Bicara (dalam kalimat, frasa, kata dan diam)
Tanda:
1. Posisi tubuh mampu berbaring, lebih suka duduk, tidak mampu berbaring
2. Frekuensi nafas meningkat
3. Penggunaan otot bantu pernafasan (biasanya tidak ada, umumnya ada,
4.
5.
6.
7.

biasanya ada)
Suara nafas mengi
Takhiardi
Tampak lelah
Sianosis

C. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma brochial belum diketahui penyebabnya. Suatu
hal yang menonjol pada penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.

Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi. Adapun rangsangan atau pencetus asma yang sering menimbulkan
asma (Smeltzer, 20012):
a. Faktor Ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh allergen atau
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, dan bulu binatang.
b. Faktor Intrinsik (non alergik): tidak berhubungan dengan allergen, seperti
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan poluan lingkungan yang dapat
mencetuskan serangan.
c. Asma Gabungan: bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karateristik dari bentuk alergik dan non alergik.
D. Patofisiologi
Sedangkan Lewis et al. (2000) dalam Huda dan Kusuma (2016) tidak membagi
pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma
adalah:
1. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buahbuahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obatobatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau
bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast

sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat


mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti
histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi
oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise
Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga
dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk
dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama
2-3 menit sebelum latihan.
c. Infeksi Bakteri Pada Saluran Napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada
sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
d. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

E. Pathway

F. Klasifikasi
Asma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : (Huda dan Kusuma, 2016)
1. Asma Bronchial
Penderita asma bronchial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asam bisa
datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, risiko
kematian bisa datang. Gangguan asma bronchial juga bisa muncul karena
adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian
bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,
pembengkakan selapt lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.
2. Asma Kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya berlangsung pada malam hari, disertai sesak nafas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroximal dispneu. Biasanya terjadi pada saat
penderita sedang tidur.
Menurut Global Initiative for Asma (GINA) (2006) dalam Huda dan Kusuma
(2016) penggolongan asma berdasarkan derajatnya, yaitu:
1. Asma Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali/rminggu dan serangan singkat
2. Persisten Ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
3. Persisten Sedang
Gejala terjadi setiap hari
4. Persisten Berat
Gejala terjadi setiap hari dan sering terjadi serangan

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan penunjang untuk asma menurut Huda dan Kusuma (2016):
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.

b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder selsel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
b. Kadang kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas
tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
6

a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b. Menghindari Faktor Pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus

diberikan

kortikosteroid.

Steroid

dalam

bentuk

aerosol

( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap

hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rl atau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas
I. Komplikasi
a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
b. Chronic persisten bronchitis
c. Bronchitis
d. Pneumonia
e. Emphysema
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut status asmatikus, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer, 2002).
J. Diagnosa Banding
Diagnosa banding untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun yang datang dengan
batuk atau kesulitan bernafas (Huda dan Kusuma, 2016).
Diagnosis
Pneumonia

Gejala yang Ditemukan


1. Demam
2. Batuk dengan nafas cepat
3. Crakles (ronchi) pada auskultasi

4. Kepala terangguk-angguk
5. Pernapasan cuping hidung
6. Tarikan dinding dada bagian

Bronchitis

bawah kedalam
7. Merintih (grunting)
8. Sianosis
1. Episode pertama wheezing pada
anak < 2 tahun
2. Hiperventilasi dinding dada
3. Ekspirasi memanjang
4. Gejala pada pneumonia juga dapat
dijumpai
5. Kurang atau tidak ada respon

Asma

terhadap bronkodilator
1. Riwayat
wheezing

berulang,

kadang tidak berhubungan dengan


batuk dan pilek
2. Hiperinflasi dinding dada
3. Ekspirasi memanjang
4. Berespon
baik
terhadap
Gagal jantung

bronkodilator
1. Peningkatan

tekanan

vena

jugularis
2. Denyut apeks bergeser ke kiri
3. Irama derap, bising jantung
4. Crakles/ronchi di daerah basal
paru
Pembesaran hati
Sulit makan atau menyusui
Sianosis
Bising jantung
Pembesaran hati
Bila massif, terdapat tanda

Efusi/Empiema

5.
1.
2.
3.
4.
1.

Tuberkulosis (TB)

pendorongan orga intra thorax


2. Pekak pada perkusi
1. Riwayat kontak positif dengan

Penyakit jantung bawaan

pasien TB dewasa
2. Uji tuberculin positif (> 10 mm),

pada keadaan imunosupresi > 5


mm
3. Pertumbuhan buruk atau kurus
atau BB menurun
4. Demam > 2 minggu
5. Batuk kronis > 3 minggu
6. Pembengkakan kelenjar
leher,

aksila,

inguinal

limfe
yang

spesifik. Pembengkakan tulang


atau sendi punggung, panggul,
lutut
1. Batuk

Pertusis

proksimal

yang

diikuti

dengan whoop, muntah, sianosis


atau apneu
2. Bisa tanpa demam
3. Imunisasi DPT tidak ada atau
tidak lengkap
4. Klinis baik diantara episode batuk
1. Riwayat tiba-tiba tersedak
2. Stidor atau distress pernapasan

Benda asing

tiba-tiba
3. Wheeze atau suara pernapasan
pneumothorax

menurun yang bersifat fokal


1. Awitan tiba-tiba
2. Hipersonor pada perkusi di satu

sisi dada
3. Pergeseran mediastrinum
Sumber : Buku saku pelayanan kesehatan anak di RS dalam Huda dan Kusuma
(2016).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Data Fokus Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan yang lalu:
a. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
10

b. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
2. Aktivitas
a. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
b. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
3. Pernapasan
a. Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
b. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
c. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
d. Adanya bunyi napas mengi.
e. Adanya batuk berulang.
4. Sirkulas
a. Adanya peningkatan tekanan darah.
b. Adanya peningkatan frekuensi jantung.
c. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis. Kemerahan
atau berkeringat.
5. Integritas ego
a. Ansietas
b. Ketakutan
c. Peka rangsangan
d. Gelisah
6. Asupan nutrisi
a. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
b. Penurunan berat badan karena anoreksia.
7. Hubungan sosal
a. Keterbatasan mobilitas fisik.
b. Susah bicara atau bicara terbata-bata.
c. Adanya ketergantungan pada orang lain.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Pernapasan : Napas pendek, Wheezing, Retraksi, Takipnea, Batuk kering,
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Ronkhi.
Kardiovaskuler : Takikardia
Neurologis : Kelelahan, Ansietas, Sulit tidur.
Muskuloskeletal : Intolerans aktifitas.
Integumen : Sianosis, pucat.
Psikososial : Tidak kooperatif selama perawatan
Kaji status hidrasi : Status membran mukosa, Turgor kulit, output urine.

11

12

C. Analisa Data
Symptom
DS:
1. Klien

Etiologi
Bronkospasme

mengatakan

Problem
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

sesak nafas
2. Klien
mengatakan
nafasnya bunyi ngikngik
3. Klien

mengatakan

susah

mengeluarkan

dahak
DO:
1.
2.
3.
4.

Klien tampak sesak


RR > 24 kali
Suara wheezing
Terdapat sekret

DS:
Klien mengeluh sesak nafas

Peningkatan kerja nafas

Ketidakefektifan
pola nafas

DO:
1. RR 30 x/m
2. N: 100 x/m
3. Ekspirasi
diperpanjang
4. wheezing

13

Ketidakseimbangan

DS:
1. Klien mengatakan

antara Intoleransi aktivitas

kebutuhan dan suplai oksigen

sesak napas setelah


beraktivitas
2. Klien mengatakan
aktivitasnya terbatas
3. Klien mengatakan
cepat letih
DO :
1. Klien tampak
membatasi
aktivitasnya
2. Klien tampak letih
3. Dispnea setelah
beraktivitas
DS:

Rasa tidak nyaman akibat sesak Gangguan

pola
14

Klien mengatakan tidak bisa nafas

tidur

tidur dan sekarang matanya


terasa berat
DO:
1. mata tampak sayu
2. tampak
lingkaran
hitam di bawah mata
3. sclera
tampak
kemerahan
4. klien sering menguap

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan keletihan otot pernafasan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman akibat sesak
nafas

15

E. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
akumulasi sekret

Tujuan (NOC)

NOC:
Respiratory status: ventilation
Respiratory status: airway
patency
Criteria hasil:
1. Mendemontrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
sianosis dan dispneu
2. Menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasian dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat jalan
nafas
Ketidakefektifan pola NOC:
nafas
berhubungan Respiratory status: ventilation
keletihan
otot Respiratory status: airway
patency
pernafasan
Criteria hasil:
1. Mendemontrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
sianosis dan dispneu
2. Menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal

Intervensi (NIC)
Airway management:
1. Buka jalan nafas
2. Posisikan klien untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi
klien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
4. Lakukan fisioterapi
dada bia perlu
5. Keluarkan
secret
dengan batuk atau
suction
6. Berikan bronkodilator
bila perlu
7. Atur intake cairan
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
Airway management:
1. Buka jalan nafas
2. Posisikan klien untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi
klien
perlunya
pemasangan
alat
jalan nafas buatan
4. Lakukan fisioterapi
dada bia perlu
5. Keluarkan
secret
dengan batuk atau
suction
6. Berikan
bronkodilator
bila
perlu
16

Intoleransi
aktivitas Energy conservation
berhubungan dengan Self Care : ADLs
ketidakseimbangan
Kriteria Hasil :
antara
suplai
dan
1. Berpartisipasi dalam
kebutuhan oksigen
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan

7. Atur intake cairan


untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
8. Monitor respirasi dan
status oksigen
Oxygen therapy
1. Bersihkan
mulut,
hidung dan secret
trachea
2. Pertahankan
jalan
nafas yang paten
3. Atur
peralatan
oksigenasi
4. Monitor
aliran
oksigen
5. Pertahankan
posisi
klien
6. Observasi
adanya
tanda hipoventilasi
Vital sign monitoring
1. Monitor tanda-tanda
vital
2. Catat
adanya
fluktuasi
tekanan
darah
3. Monitor
pola
pernapasan abnormal
4. Monitor
sianosis
perifer
5. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
Energy Management
1. Observasi adanya
pembatasan klien
dalam melakukan
aktivitas
2. Dorong anak untuk
mengungkapkan

17

RR
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri

3.

4.

5.

6.

7.

perasaan terhadap
keterbatasan
Kaji adanya factor
yang menyebabkan
kelelahan
Monitor nutrisi dan
sumber energi
tangadekuat
Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
Monitor respon
kardivaskuler terhada
p aktivitas
Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang
tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
3. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
4. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
18

diinginkan
5. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
6. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik,
emoi, social dan
spiritual
Gangguan pola tidur
berhubungan dengan
rasa tidak nyaman
akibat sesak nafas

Anxiety reduction
Comfort level
Pain level
Rest: extent and pattern
Sleep: extent and pattern
Criteria hasil:
1. Jumlah jam tidur dalam
batas normal
2. Pola tidur, kualitas
dalam batas normal
3. Perasaan segar setelah
tidur
4. Mampu

Sleep enhancement
1. Jelaskan pentingnya
tidur yang adekuat
2. Ciptakan lingkungan
yang nyaman
3. Diskusikan dengan
klien dan keluarga
tentang teknik tidur
pasien
4. Monitor
waktu
makan dan minum
dengan waktu tidur
5. Kolaborasi
19

mengidentifikasi hal-hal
pemberian obat tidur
6.
Catat kebutuhan tidur
yang
meningkatkan
pasien setiap hari
tidur

20

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Huda dan Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction
Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai