dengan
cara
mengatasinya,
atau
dengan
bahasa
praktisnya
penanggulangan kemiskinan. Hal ini menjadi makin menjadi kontras, tatkala pihakpihak yang mengalami atau berada dalam kondisi miskin terus bertambah jumlah
maupun tingkat kemiskinannya. Fenomena kemiskinan sendiri berkaitan erat
dengan konsep dan permasalahan ketidak adilan dan disintegrasi kelompok,
menunjuk pada sebuah jalinan konsep yang memberi sebuah pengertian yang
saling berkait satu sama lain. Masing-masing konsep bisa dilihat secara tunggal
dengan pengertian tersendiri atau analisis saling keterkaitan atau keterhubungan
satu dengan lainnya dalam konteks kausalitas. Kemiskinan bisa terjadi karena
adanya ketidak adilan di masyarakat yang dapat mengganggu rasa kebersamaan,
atau
karena
perlakuan
yang
tidak
adil
dalam
perlakuan/pemerataan,
ada
masyarakat yang merasa miskin dalam berbagai hal yang berakibat pada
pertentangan dan perpecahan. Pola kekuasaan yang ada memungkinkan sebagian
kecil atau sekelompok individu merasa dapat perlakuan yang tidak adil dan
kesempatan
berkembang,
atau
sekelompok
kebutuhankebutuhan
orang
hidupnya
itu
merasa
sebagaimana
kurang
layaknya.
mampu
membiayai
Kekurang
mampuan
tersebut mungkin hanya pada tingkat kebutuhan-kebutuhan budaya (adat, upacaraupacara, moral dan etika), atau pada tingkat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
sosial (pendidikan, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama) atau pada
tingkat
pemenuhan
berpakaian,
kebutuhan-kebutuhan
bertempat
tinggal
atau
yang
rumah,
mendasar
kesehatan
(makanminum,
dan
sebagainya).
mempengaruhi
hamper
keseluruhan
aspek-aspek
kehidupan
manusia.
pada
individual
yang
miskin
karena
malas
bekerja
atau
tidak
Dalam kelompok miskin secara struktur ini, masih menurut Soemardjan, ada para
petani yang tidak bertanah atau mempunyai garapan yang sangat kecil, sehingga
tidak mencukupi untuk pemenuhan hidupnya. Juga golongan mereka yang tidak
terdidik dan terlatih yang disebut unskilled labores yang terhambat untuk
memasuki pasar kerja, golongan miskin itu juga meliputi para pengusaha tanpa
modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah, atau golongan ekonomi lemah.
Pembicaraan tentang kemiskinan penduduk perkotaan, diungkap oleh Gavin Jones
(dalam Dorodjatun, 1986), yang menyatakan bahwa sebagai akibat dari migrasi
penduduk pedesaan ke kota (khususnya kota-kota di Jawa), telah menambah jumlah
penduduk miskin yang ada karena dua hal yaitu : karena penambahan secara
alamiah (lebih banyak kelahiran dari pada kematian); dan karena adanya migrasi
orang desa ke kota yang terus bertambah (untuk mencari pekerjaan). Gavin Jones
bahkan
berteori
bahwa
bagaimanapun
orang-orang
desa
yang
bermigrasi
membandingkan bahwa ada peluang atau kesempatan kerja yang lebih besar dan
lebih panjang dikota, walau harus tinggal diperkampungan.
Apa yang dinyatakan Gavin Jones, sebenarnya ditunjang oleh temuan dua
peneliti lainnya. Peneliti pertama, Graeme Hugo (1986) yang memfokuskan migrasi
sirkuler penduduk sekitaran Jakarta antara lain penduduk kabupaten yang
berdekatan
dengan
Jakarta,
seperti
Tangerang,
Bogor,
Depok
dan
Bekasi.
metodologis
yang
dimilikinya
Oscar
Lewis
masih
dapat/mampu
mengidentifikasi bahwa kebudayaan kemiskinan itu tidak pernah ada dalam sebuah
masyarakat yang menganut system kekerabatan yang patrilineal atau matrilineal.
(Suparlan, 2008 : 369). Selanjutnya menurut Oscar Lewis, dalam Suparlan (1984),
mengidentifikasi bahwa dalam kebudayaan kemiskinan (terutama di perkotaan),
adalah sebagai konskwensi dari masyarakat dengan kepadatan tinggi, terbatasnya
akses-akses terhadap barang-barang konsumsi, layanan kesehatan dan sarana
pendidikan. Kebudayaan kemiskinan juga bisa terwujud dalam situasi ekonomi yang
terdeferensiasi, berkembamngnya system ekonomi uang, buruh upahan, dan
system
produksi
untuk
keuntungan.Demikian
juga
pada
masyarakat
yang
adalah
kelompok
masyarakat
yang
berstratarendah,
mengalami
Tingginya
(rasa)
tingkat
kesengsaraan,
karena
beratnya
penderitaan
ibu,lemahnya struktur pribadi, kurangnya kendali diri dan dorongan nafsu, kuatnya
orientasi masa kini, dan kekurang sabaran dalam hal menunda keinginan dan
rencana masa depan, perasaan pasrah/tidak berguna, tingginya anggapan terhadap
keunggulan lelaki, dan berbagai jenis penyakit kejiwaan lainnya;
6.
Kebudayaan
kemiskinan
juga
membentuk
orientasi
yang
sempit
dari
Kuntjoro
Jakti
yang
menghimpun
sejumlah
hasil
penelitian