PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu
BAB II
TINJUAN TEORI
FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU
suatu
kecintaan
terhadap
kebijaksanaan
(kecenderungan
untuk
menyenangi kebijaksanaan).
Hamersma (1981 : 10) mengatakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan
metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan. Jadi, dari definisi ini
nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang
dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju hakekat
kebenaran.
Titus et.al (dalam Muntasyir & Munir, 2002 : 3) memberikan klasifikasi
pengertian tentang filsafat, sebagai berikut :
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan
alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya
filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains
dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang
konsisten tentang alam (arti spekulatif).
4) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli
filsafat.
Adapun beberapa defenisi filsafat menurut ilmu filsafat dan filsuf barat
dan timur adalah:
1) Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid
Socrates
dan
guru
Aristoteles,
mengatakan:
Filsafat
adalah
( the mother of all the arts ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars
vitae (seni kehidupan )
6) Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu
Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup,
melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai,
menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat
hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru,
mencetak
manusia-manusia
yang
menjadikan
penggolongan-penggolongan
berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia
kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam
ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu
orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang
secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang,
asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang
usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah
harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan,
dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat
adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa
filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup
sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya
dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus
mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar
manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan
bahagia.
Filsafat dapat digambarkan sebagai disiplin akademik yang berhubungan
dengan beberapa bidang kehidupan seperti alam, agama, ketuhanan, etika,
priologi, ilmu dan pemhamahan tentang kebenaran dari dunia. Maka oleh sebab
itu terdapat cabang- cabang filsafat yang menjadi topic-topik yang dikaji di dalam
filsafat diantaranya:
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala
pengetahuan dan kesadaran manusia.
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari
kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa
Yunania dalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menuru
tmetode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang itu (KamusBahasaIndonesia, 1998)
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu
dalam menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu dalam
memproses pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu, definisi ilmu bisa
berlandaskan aktifitas yang dilakukan ilmu itu sendiri.
Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, yalamu yang berarti tahu atau
mengetahui. Pengertian ilmu
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
(Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized
knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi,
sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.
10
ilmu menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau
alam objek yang sama saling berkaitan secara logis.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu akan memuat
sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan.
Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis.Ilmu
memerlukan pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat
bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah.
Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hidup
manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah
kebutuhan untuk menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam
keadaan yang demikian, lahirlah apa yang disebut ilmu-ilmu pengetahuan khusus.
Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan khusus itu
bermula disekitar Abad Pertengahan, pada saat lahirnya Zaman Renaissance
(misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).
Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia
dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau untuk mensejahterakan
manusia. Disegi lain, dapat pula bertujuan menyusahkan atau menghancurkan
manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan untuk tujuan perang dengan
menciptakan senjata mutakhir
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar
ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat
empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai,
tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang
paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi
yang perlu diperhatikan yaitu asumsi pertama adalah suatu objek bisa
dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau
komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif artinya
ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat).
11
Asumsi ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak
terjadi secara kebetulan (Supriyanto, 2003).
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan
yang dimiliki.
Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi
perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru
mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan
Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung,
namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu
pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat
kemampuan manusia di bumi ini (Bakhtiar, 2005).
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan
umat manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi
manusia karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi
terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika
mengandung dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan merupakan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
12
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak perang dunia ke 2, yang telah
menghancurkan kehidupan manusia, para Ilmuwan makin menyadari bahwa
perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan
manusia , ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak
dilandasi oleh nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis pada nasib
manusia , padahal Albert Einstein pada tahun 1938 dalam pesannya pada
Mahasiswa California Institute of Technology mengatakan Perhatian kepada
manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah
besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda,
agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan
terhadap kemanusiaan (Jujun S Suriasumantri, 1999 : 249 ).
Akan tetapi penjatuhan bom di Hirosima dan Nagasaki tahun 1945
menunjukan bahwa perkembangan iptek telah mengakibatkan kesengsaraan
manusia , meski disadari tidak semua hasil pencapaian iptek demikian, namun
hal itu telah mencoreng
sehingga hal itu telah menimbulkan keprihatinan filosof tentang arah kemajuan
peradaban manusia sebagai akibat perkembangan ilmu (Iptek) .
Untuk itu nampaknya para filosof dan ilmuan perlu merenungi apa yang
dikemukakan Harold H Titus dalam bukunya Living Issues in Pilosophy (1959),
beliau mengutif
mengatakan it would seem that the more civilized we become , the more
incapable of maintaining civilization we are, demikian juga pernyataan Lewis
Mumford yang berbicara tentang the invisible breakdown in our civiliozation :
erosion of value, the dissipation of human purpose, the denial of any dictinction
between good and bad, right or wrong, the reversion to sub human conduct
(Harold H Titus, 1959 : 3)
Ungkapan tersebut di atas hanya untuk menunjukan bahwa memasuki
dasawarsa 1960-an kecenderungan mempertanyakan manfaat ilmu menjadi hal
yang penting, sehingga pada periode ini (1960-1970) dimensi aksiologis menjadi
perhatian para filosof, hal ini tak lain untuk meniupkan ruh etis dan agamis pada
ilmu, agar pemanfaatannya dapat menjadi berkah
13
dengan
modernisme seperti
beberapa
konsep/paradigma
yang
kontradiktif
dengan
14
memasuki
berbagai
belahan
dunia
yang
pada
gilirannya
akan
axiologi
atau
nilai-nilai
pemanfaatan
ilmu,
namun
dalam
perkembangannya keadaan tersebut telah juga mendorong para akhli untuk lebih
mencermati apa sebenarnya ilmu itu atau apa hakekat ilmu, mengingat dimensi
ontologis sebenarnya punya kaitan dengan dimensi-dimensi lainnya seperti
ontologi dan epistemologi, sehingga dua dimensi yang terakhir pun mendapat
evaluasi ulang dan pengkajian yang serius.
tonggak penting dalam bidang kajian ilmu dalam filsafat ilmu diantaranya
terbitnya Buku The Structure of Scientific Revolution yang ditulis oleh Thomas S
Kuhn, yang untuk pertama kalinya terbit tahun 1962, buku ini merupakan sebuah
karya yang monumental mengenai perkembangan sejarah dan filsafat sains,
dimana didalamnya paradigma menjadi konsep sentral, disamping konsep
sains/ilmu normal. Dalam pandangan Kuhn ilmu pengetahuan tidak hanya
pengumpulan fakta untuk membuktikan suatu teori, sebab selalu ada anomali
yang dapat mematahkan teori yang telah dominan.
Pencapaian-pencapaian manusia dalam bidang pemikiran ilmiah
menghasilkan teori-teori, kemudian teori-teori
karakteristik tertentu
telah
terspesifikasikan berdasarkan
dikembangkan , diuji sehingga menjadi mapan dan menjadi dasar bagi riset-riset
15
selanjutnya , maka Ilmu (sains) tersebut menjadi sains normal yaitu riset yang
dengan teguh berdasar atas suatu pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang
oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi
fundasi bagi praktek riset selanjutnya ( Thomas S Kuhn, 2000 :10 ) .
Pencapaian pemikiran ilmiah tersebut dan terbentuknya sains yang normal
kemudian menjadi paradigma, yang berarti apa yang dimiliki bersama oleh
anggota suatu masyarakat sains dan sebaliknya masyarakat sains terdiri atas orang
yang memiliki suatu paradigma tertentu (Thomas S Kuhn, 2000 : 171). Paradigma
dari sains yang normal kemudian mendorong riset normal yang cenderung sedikit
sekali ditujukan untuk menghasilkan penemuan baru yang konseptual atau yang
hebat (Thomas S Kuhn, 2000 : 134). Keadaan Ini berakibat pada sains yang
normal, kegunaannya
16
BAB III
PERAN FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU DALAM REVOLUSI ILMU
terwujudlah
berbagai
ilmu
pengetahuan
yang
mendasarkan
17
18
perilakunya.
Untuk
mengatasi
masalah-masalah,
manusia
membutuhkan
19
20
kebenaran suatu pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat dijawab dengan
argumentasi atau alasan-alasan yang masuk akal dan dapat dimengerti.
Dari berbagai penjelasan di atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu
mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan
menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha
menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan
langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka
terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai
kebenaran yang dicari.
Membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus
berpegang pada paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki
paradigma
ilmu
pengetahuan
nampaknya
sangat diperlukan
agar ilmu
21
22
23
berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah ilmu pengetahuan serta bagian
pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan yang terakhir. Geometri
merupakan suatu ilmu yang dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi
abstrak mengenai hal-hal yang abstrak. Begitu pentingnya geometri bagi filsafat
menurut Plato sehingga konon pintu gerbang akademi Plato tertulis janganlah
orang masuk ke sini jika ia tidak mengetahui geometri. Aristoteles (384-322 SM)
yang berpendapat bahwa filasafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan
rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran atau rasio manusia,
yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu: Praktike (pengetahuan praktis),
Poietike (pengetahuan produktif) dan theoretike (pengetahuan teoritis). Adapun
Theoritike dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: Mathematike (pengetahuan
matematika), Phisike (pengetahuan fisika) dan Prote philosophia (filsafat
pertama).
3. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (Middle Age : 616 M)
Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan
tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa.
Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah
terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain,
kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang
berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama).
Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat pada
zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka
berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan
besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di
lapangan ilmiah lainya.
Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu cara
pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum Galileo
24
Universalism
Tolerance
International Character of the market.
Respect for science and scintist.
The Islam nature of both the end and means of science.
Universalism
artinya
pengembangan
iptek
mengatasi
sekat-sekat
dalam arti setiap temuan dihargai secara layak sebagai hasil jerih payah atas usaha
seseorang atau sekelompok orang. The Islam nature of both the end and means of
science artinya, sarana dan tujuan iptek haruslah terkait dengan nilai-nilai agama
artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak boleh bebas nilai, apalagi nilai agama. Sebab
ilmuan yang melepaskan diri dari nilai-nilai agama akan terperangkap pada
arogansi intelektual, dan menjadikan perkembangan iptek yang depersonalisasi
dan dehumanisasi.
Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan pesat ilmu
dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi yang
mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus,
tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu
Syakir dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al
Hiyal yang menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al
Haytham (965-1039 M) yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan
hukum refraksi cahaya.
Bidang astronomi pada awalnya diterjemahkan pada zaman bani Umayyah
dan dilanjutkan pada zaman bani Abbasiyah awal. Ibnu Habib Al Farisi (777 M)
merupakan ilmuan muslim pertama yang menerjemahkan karya Ptolemy yang
berjudul Almagest. Bidang ilmu Kimia menampilkan Jabir Ibnu Hayyan Al Kufi
dari Kufah yang memiliki Laboratorium dekat Bawabah Damaskus yang
melakukan percobaan pada pancaindera, penggunaan metalik, dan lain-lain. Jabir
menggambarkan eksperimen yang dilakukan dalam kalimat berikut ini: Pertama
kali saya mengetahui sesuatu dengan tangan dan otak saya, dan saya menyelidiki
sesuatu itu sampai benar, dan mencari kesalahan-kesalahan yang ada di
dalamnya
Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam
sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk
rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis muslim
pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang
26
Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas Al
ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu Siena
juga mengarang buku teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang menjadi
buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena juga
meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology.
Di bidang Geografi, para ilmuan muslim mengembangkan jarum magnetic
untuk dipergunakan dalam navigasi dan penemuan kompas, sehingga mereka
berjasa dalam penemuan pulau-pulau baru dan rute laut lingkar Asia, Afrika dan
Eropa. Para petualang muslim menjelajahi cina, Jepang, India, Asia Tenggara, da
Samudra Hindia, Eropa termasuk Skandinavia, Irlandia, Jerman, Perancis dan
Rusia. Pada abad kesembilan ahli Geografi muslim Ahmad Ibnu Yakub
menggambarkan perjalanan dalam kitab Al Buldan dan Ubayd-Allah ibnu Abdallah ibnu Khurd Dhabah (825-912 M) yang mempublikasikan bukunya Al
Masalik wa Al Mamalik (garis Edar dan Kerajaan).
4. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran
yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika
kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.
Manusia pada zaman renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran
yang bebas seperti zaman Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut
sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas
dan berkembang. Manusia akan mencapai kemajuan (progress) atas hasil
usahanya sendiri, tidak didasarkan campur tangan ilahi.
Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada
zaman renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini
adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang terkenal seperti: Nicolus
copernicus
(1473-1543)
seorang
tokoh
gerejani
yang
ortodok
yang
mengemukakan bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi mempunyai dua
macam gerak yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan
27
bagian-bagian
terkecil
untuk
mempermudah permasalahan.
c. Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk
sampai ke hal yang paling rumit.
d. Perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan
supaya tidak ada yang terlupakan.
Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton.
Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah
mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam)
6. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer (Abad 20 dan
seterusnya)
Diantara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan para filsuf, maka bidang
fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Root Fisika dipandang
sebagai ilmu pengetauan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur
fundamentasil yang membentuk alam semesta.
keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia mengatakan bahwa alam itu tak terhingga
dan tak terbatas, tetapi juga bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya
akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta ini bersifat kekal, atau
dengan kata lain tidak mengakui adanya pencipata alam. Namun pada tahun 1929
seorang fisikawan lain Hubble yang mempergunakan teropong terbesar di dunia
melihat galaksi-galaksi di sekeliling kita dengan kelajuan yang sebanding dengan
jaraknya dari bumi. Observasi ini menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak
statis, melainkan dinamis, sehingga meruntuhkan pendapat Einstein tentang teori
kekekalan materi dan alam semesta yang statis. Dan jagad raya ternyata
berekspansi.
29
Disamping teori tentang fisika, teori alam semesta dan lain-lain, maka
zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih.
Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai satelit
komunikasi, internet dan lain sebagainya. Mobilitas manusia yang sangat tinggi
saat ini merupakan pengaruh teknologi komunikasi dan informasi. Dalam
pertengahan abad ini, dapat pula disaksikan lahirnya serangkaian ilmu antar
disiplin misalnya ilmu perilaku (behavioral science) yang menggabungkan ilmu
psikologi dengan berbagai cabang ilmu sosial seperti sosiologi , antropologi untuk
menelaah tingkah laku manusia. Contoh lain ilmu antar disiplin ialah Anatomi
Sosial manusiawi (Human Social anatomy) yang memadukan anatomi, ilmu fosil,
antropologi Ragawi, dan Etopologi studi tentang pola perilaku organisme)
Bidang ilmu lainnya juga mengalami perkembangan yang sangat pesat
sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan
kontemporer cenderung mengetahui hal yang sedikit tapi secara mendalam. Ilmu
kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan sub-spesialis atau superspesialis, demikian juga bidang-bidang lain. Di samping cenderung ke arah
spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan
lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru, seperti: Bioteknologi yang
dewasa ini dikenal dengan teknologi Kloning.
30
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1.
Kesimpulan
Filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of
science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang
tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah
keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang
melahirkan berbagai pencabangan ilmu.
Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang
lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan
untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat
untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat
pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang
yang disebut sebagai filsafat ilmu.
Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat,
manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikran,
realitas dan kejadian. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar
dan bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil
kesimpulan.
31
DAFTAR PUSTAKA
32