Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah suatu perubahan yang terjadi pada dinding arteri

yang ditandai dengan akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan akumulasi
leukosit, pembentukan sel busa, migrasi dan proliferasi miosit, deposit matrik
ekstra sel (misalnya: kolagen, kalsium), yang diakibatkan oleh multifaktor
berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus serta
memiliki manifestasi akut ataupun kronik yang menimbulkan penebalan dan
kekakuan pada pembuluh arteri.1 Penebalan dan kekakuan pembuluh darah yang
diakibatkan oleh aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia dan infark jantung,
stroke, hipertensi renovaskular, maupun penyakit oklusi tungkai bawah tergantung
pembuluh darah yang terkena.2
2.2

Patogenesis Aterosklerosis
Berbagai teori telah dilontarkan untuk menerangkan patogenesis

aterosklerosis. Aterosklerosis bukan merupakan suatu proses degeneratif,


melainkan merupakan proses inflamasi kronik yang diikuti oleh suatu proses
reparasi di dinding arteri terus menerus. Hal inilah yang mendasari hipotesis
response to injury yang dikemukan oleh Russel Ross pertama kali pada tahun
1976.3 Hipotesis ini menyatakan bahwa lesi aterosklerosis terjadi sebagai respons
platelet karena kerusakan endotel oleh hiperkolesterolemia. Hipotesis ini telah
mengalami banyak perubahan seiring dengan perkembangan zaman.4
Terdapat banyak penyebab yang mungkin memicu terjadinya kerusakan
endotel dimana mengarahkan pada aterosklerosis seperti peningkatan dan
perubahan LDL, radikal bebas, disebabkan oleh merokok, hipertensi, maupun
diabetes mellitus, perubahan genetik, peningkatan konsentrasi homosistein darah
serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut.5,6,7
Kerusakan endotel yang merupakan hasil dari cedera berujung pada respon
kompensasi dimana mengubah sifat homeostatis normal dari endotelium.8 Oleh
karena itu bentuk cedera yang berbeda meningkatkan sifat adesif endotelium

berkenaan dengan leukosit atau platelet, serta permeabilitasnya. Cedera juga


menginduksi sel endotel memiliki sifat prokoagulan daripada antikoagulan serta
membentuk molekul vasoaktif, sitokin, maupun berbagai faktor pertumbuhan.
Apabila respon inflamasi tidak secara efektif menetralkan atau menghilangkan
berbagai agen yang mengganggu, hal ini dapat berlanjut tanpa batas. Dalam
melakukan hal tersebut, respon inflamasi menstimulasi migrasi dan proliferasi selsel otot polos yang menjadi tercampur dengan daerah inflamasi untuk membentuk
lesi menengah.9 Namun apabila berbagai respon ini berlanjut tanpa henti, respon
inflamasi dapat menebalkan dinding arteri, yang mengompensasi dilatasi gradual,
sehingga pada suatu titik, lumen tetap tidak berubah (remodelling). Sebagai sel-sel
inflamasi, sel granulosit jarang hadir selama berbagai fase dari aterogenesis.
Sebagai gantinya, respon diperantarai oleh makrofag yang diturunkan-monosit
serta berbagai subtipe spesifik sel limfosit T pada setiap tahapan penyakit.
Inflamasi yang terus menerus menghasilkan peningkatan jumlah sel
makrofag dan limfosit, yang keduanya beremigrasi dari darah dan bertambah
banyak dalam lesi. Aktivasi sel-sel ini berujung pada pelepasan enzim hidrolisis,
sitokin, kemokin, dan berbagai faktor pertumbuhan yang dapat menginduksi
kerusakan lebih jauh dan pada akhirnya mengarahkan pada nekrosis fokal. 10
Dengan demikian, siklus akumulasi sel-sel mononuclear, migrasi dan proliferasi
sel-sel otot polos, serta pembentukan jaringan fibrosa berujung pada pembesaran
dan perubahan struktur lebih jauh pada lesi, sehingga lesi menjadi tertutup oleh
fibrous cap yang menyelimuti inti lemak dan jaringan nekrosis. Pada beberapa
keadaan, arteri tidak dapat mengompensasi lebih jauh lagi dengan dilatasi;
sehingga lesi kemungkinan memaksa masuk ke dalam lumen dan mengubah aliran
darah.
Dalam proses aterogenesis, monosit memiliki peran utama dalam
pembentukan plak.11 Keberadaan monosit yang dimana-mana, suatu prekursor
makrofag dalam seluruh jaringan, hadir dalam setiap fase aterogenesis. Makrofag
yang merupakan turunan-monosit adalah scavenging serta merupakan sel-sel yang
mempresentasikan antigen, dan mensekresikan sitokin (seperti TNF-a, IL-1, dan
TGF-b), kemokin, molekul yang meregulasi-pertumbuhan, dan metalloproteinase
maupun ensxim hidrolitik lainnya (Gambar 1). Makrofag menggunakan reseptor

scavenger yang berbeda seperti CD36 dan reseptor scavenger tipe A untuk
mengenali bentuk yang termodifikasi pada LDL; dampak dari pengambilan yang
diperantarai reseptor tidak teregulasi terhadap kelebihan lemak adalah
meningkatkan aterosklerosis itu sendiri.12 Berlanjutnya masuk, bertahan, dan
replikasi dari sel mononuklear dalam berbagai lesi bergantung sebagian pada
berbagai faktor seperti faktor menstimulasi-koloni makrofag dan faktor
menstimulasi-koloni granulosit-makrofag untuk monosit dan intereleukin-2 untuk
limfosit.13,14 Paparan terus menerus terhadap faktor menstimulasi-koloni makrofag
mengizinkan makrofag untuk bertahan secara in vitro dan kemungkinan berlipat
ganda dalam lesi. Sebaliknya, berbagai sitokin inflamasi seperti IFN-
mengaktifkan makrofaf dan dibawah keadaan-keadaan tertentu menginduksinya
untuk menjalani kematian sel yang terprogram (apoptosis). Apabila ini terjadi
secara in vivo, makrofag mungkin menjadi terlibat dalam sifat-sifat inti nekrotik
lebih jauh, dimana merupakan lesi yang membingungkan.4

Gambar 1. (a) peran inflamasi makrofag pada arteri; (b) efek aktivasi sel-T pada
Inflamasi Plak.

Inflamasi yang dicetuskan oleh sel makrofag merupakan langkah awal


terjadinya pembentukan plak seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Namun
secara umum langkah tersebut berdasarkan perjalanan waktunya dapat dibagi
menjadi 3 yakni: tahap pembentukan garis lemak (Fatty streak), plak fibrosa, dan
lesi komplikata.
Pada tahap awal, garis lemak (fatty streak) merupakan lesi arterosklerosis
yang awal dan pertama kali ditemukan pada saat terjadinya kerusakan sel
endotelial di daerah percabangan arterial karena stress regangan (shear stress).15,16
Fatty streak terdiri makrofag yang bermigrasi ke ruang subendotelial dan sel otot
polos yang mengandung lemak sehingga akan memberikan gambaran sel busa
(foam cells). 15,16 Fatty streak berkembang pada lokasi dimana biasanya terjadi sel
endotel yang luka, sehingga menyebabkan molekul molekul besar seperti LDL
(Low Density Lipoprotein) dapat masuk ke dalam jaringan subendotelium.
Sedangkan LDL sendiri adalah lemak aterogenik yang paling utama. LDL yang
bermodifikasi ini akan mengalami 3 proses yang penting yaitu mereka akan
dimakan oleh monosit menjadi makrofag, makrofag ini akan tetap di dalam
jaringan subendotelium, dan modifikasi LDL ini akan membantu sel mengambil
lipid dalam jumlah yang besar.15,16
Tahapan selanjutnya dari perkembangan lesi aterosklerotik adalah konversi
dari fatty streak ke lesi fibrotik yang ditandai dengan adanya tutup fibrotik
(fibrotic cap). Fibrotic cap ini berwarna agak keputih putihan , berkalsifikasi
dan dapat menonjol ke dalam lumen sehingga dapat menyebabkan sumbatan
parsial dari arteri.15,16 Fibrous cap ini merupakan suatu lesi patognomonik pertama
aterosklerosis. Pada tahapan ini sering dijumpai mulai umur 25 tahun di aorta dan
arteri koronaria di negara negara dimana insidens yang tinggi dari
aterosklerosis.15,16
Kemudian pada tahap ketiga ini bagian dari inti plak yang mengalami
komplikasi akan menyebabkan ukuran menjadi bertambah besar dan dapat
mengalami perkapuran.15,16 Faktor faktor yang menyebabkan plak tersebut pecah
oleh karena adanya suatu aliran yang turbulen atau mekanisme stres peregangan,
perdarahan intraplak yang dikarenakan oleh rupturnya vasa vasorum, peningkatan

stres yang terletak di dinding sirkumferensial dinding arteri pada penutup fibrotik
dikarenakan adanya suatu penimbunan lipid serta adanya pengeluaran enzim
enzim yang dikeluarkan oleh makrofag untuk memecah matrik.17
2.3

Faktor Resiko
Faktor risiko aterosklerosis adalah adanya keadaan, kebiasaan atau

abnormalitas yang dihubungkan dengan aterosklerosis. Berdasarkan definisi


tersebut maka faktor risiko aterosklerosis dapat dibedakan menjadi faktor risiko
mayor atau utama dan faktor risiko minor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Berbagai Faktor Resiko Aterosklerosis

2.3.1

Faktor Resiko Mayor

2.3.1.1 Faktor Resiko Mayor yang Tidak Dapat Dimodifikasi


Pada bagian ini diketahui terdapat 3 hal yang merupakan faktor resiko
mayor namun tidak dapat dimodifikasi dimana meliputi: umur, jenis kelamin, dan
keturunan (ras).
Dari segi umur, umur mempunyai hubungan yang kuat dikarenakan
aterosklerosis merupakan penyakit yang mengikuti pertambahan umur dan seluruh
faktor-faktor yang menyertainya.18 Fatty streak muncul di aorta pada akhir dekade
awal umur seseorang dan terdapat progresi pengerasan dari aterosklerosis pada
sebagian besar arteri dengan bertambahnya umur. Sehubungan dengan konsep

terkini patogenesis aterosklerosis, terdapat respon inflamasi fibroproliferatif


terhadap suatu cedera dalam proses degeneratif yang berhubungan dengan usia.18
Dari jenis kelamin diketahui bahwa Penyakit aterosklerotik secara umum
sedikit terjadi pada perempuan, namun perbedaan tersebut menjadi sedikit
menonjol pada dekade akhir terutama masa menopause. 18 Hal ini dimungkinkan
karena hormon esterogen bersifat sebagai pelindung. Terdapat beberapa teori yang
menerangkan perbedaan metabolisme lemak pada laki-laki dan perempuan seperti
tingginya kadar kolesterol HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada
perempuan, namun sejauh ini belum terdapat jawaban yang pasti.18
Kemudian dari sisi keturunan diketahui bahwa riwayat keluarga
merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk terjadinya penyakit
aterosklerosis. Alasan utama bahwa aterosklerosis merupakan penyakit komplek
dengan faktor genetik dan lingkungan terlibat sebagai etiologi itu sendiri.18 Selain
keturunan,

riwayat

keluarga

juga

menjadi

risiko

terjadinya

penyakit

aterosklerosis. Risiko meningkat jika bapak atau saudara laki-laki didiagnosis


sebelum usia 55 tahun, atau jika ibu atau saudara perempuan didiagnosis sebelum
usia 65 tahun. Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit aterosklerosis
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.19
2.3.1.2 Faktor Resiko Mayor yang Dapat Dimodifikasi
Beberapa faktor resiko mayor yang masih dapat dimodifikasi meliputi :
kebiasaan merokok, hiperkolesterolemia, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik,
hingga diabetes mellitus yang tidak terkontrol.
Aktivitas merokok diketahui sebagai salah satu penyebab tingginya
kejadian aterosklerosis dimana radikal bebas yang dihasilkannya (termasuk
karbon monoksida dan nikotin) dapat memicu terjadinya cedera pada permukaan
lumen endotel sehingga memicu terjadinya formasi mikrofili, lepasnya sel
endotel, perubahan trombosit, hingga meningkatnya kadar fibrinogen dan Creactive protein yang menginduksi sitokin proinflamasi.19 Disamping itu merokok
meningkatkan kadar produk oksidasi termasuk LDL-Oks serta menurunkan
kolesterol HDL.19 Tobacco glycoprotein juga menunjukkan sebagai bahan
mitogenik pada kultur pembuluh darah halus sel otot sapi dan terdapat perubahan

faktor hemostasis seperti meningkatnya faktor VIII RAG dan agregasi trombosit
terhadap adenosine diphosphate.19
Kemudian

Hiperlipidemia

adalah

suatu

keadaan

dimana

terjadi

peningkatan kadar satu atau lebih lipid atau lipoprotein plasma. Namun oleh
karena abnormalitas dapat juga disebabkan karena rendahnya kadar lipid tertentu,
maka istilah yang dianjurkan adalah dyslipidemia.20 Dislipidemia sendiri adalah
suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh adanya suatu kenaikan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, trigliserid, kolesterol LDL, dan penurunan
kadar kolesterol HDL. Hal ini memicu terjadinya oksidasi LDLberlebih dimana
akan di scavenging oleh makrofag sebagai awal mula terbentuknya sel busa (foam
cell) yang telah dijelaskan sebelumnya.21
Faktor lainnya yakni kurangnya aktivitas fisik secara langsung maupun
tidak langsung dapat memicu terjadinya aterosklerosis. Hal ini dikarenakan
kurangnya aktivitas fisik dapat memicu terjadinya keadaan obesitas. Obesitas
adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh
dimana menurut WHO didefinisikan sebagai seseorang memiliki Indeks Masa
Tubuh (IMT) 30 kg/m2 atau 25 kg/m2 apabila mempergunakan kriteria AsiaPasifik.22 Keadaan obesitas ini terutama obesitas sentral memicu terjadinya
inflamasi kronis dimana berujung pada cedera fungsi endotel yang merupakan
cikal bakal terbentuknya lesi aterosklerosis.19
Kemudian baik keadaan diabetes mellitus tipe-2 (DM-2) dengan hipertensi
merupakan kedua hal yang saling berhubungan dan meningkatkan satu sama lain
resiko terjadinya aterosklerosis. Berdasarkan JNC 7 seseorang dikatakan
hipertensi apabila memiliki tekanan darah 140 mmHg untuk sistolik dan 90
mmHg untuk diastolik.23 Hipertensi dapat memicu lesi aterosklerosis baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Efek fecara langsung dari turbulensi yang
diakibatkan oleh tingginya tekanan darah terutama pada bifurcation pembuluh
darah dapat memicu terjadinya cedera fisik pada endotel sehingga kehilangan
faktor prokoagulannya. Alhasil akan terjadi agregasi platelet pada lokasi cedera
endotel yang berujung pada penarikan sel-sel proinflamasi lainnya seperti
makrofag dan lainnya.19 Sedangkan secara tidak langsung diakibatkan oleh faktor

hormonal. Hormon angiotensin II (bagian RAS) yang diketahui memicu


peningkatan tekanan darah juga memacu ekspresi MCP-1 mRNA pada monosit
dan VSMC serta mengaktifkan NF-kB ( nuclear factor ) maupun menstimulasi
ekspresi VCAM dan mengeluarkan sitokin (IL-6 dan TNF- ) berujung pada
terjadinya vascular remodeling.24
Kemudian keadaan DM-2 juga diketahui dapat memicu terjadinya lesi
aterosklerotik maupun perburukannya. DM-2 merupakan suatu kelompok
penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi akibat kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya serta bukan disebabkan oleh autoimun
maupun idiopatik.25 Hiperglikemi dapat meningkatkan akumulasi sarbitol melalui
aldose reduktase, dimana kofaktor NADPH akan menurun dengan meningkatnya
jalur poliol. Hal ini akan mengganggu siklus redok glutation yang merupakan
proteksi seluler terhadap radikal bebas. Radikal bebas akan merusak endotel
vaskuler dan menetralkan kerja NO.25 Demikian juga AGE dapat dihasilkan lewat
jalur glikasi non enzimatik dimana AGE mempunyai sifat pembersih NO, oleh
karena itu NO akan sangat berkurang. Selain terjadi peningkatan AGE terjadi pula
peningkatan radikal bebas superokside yang dapat menghambat kerja NOS (nitrix
oxide syntease), sedangkan produksi superokside desmutasel (SOD) menurun
sehingga jumlah NO akan sangat berkurang dan fungsi endotel akan terganggu
yang berujung pada pembentukan lesi aterosklerosis.25
2.3.2

Faktor Resiko Minor

2.3.2.1 Stres
Sudah diketahui bahwa stres menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi
masih dipertanyakan apakah stres masih bersifat aterogenik atau hanya
mempercepat serangan. Teori bahwa aterogenesis disebabkan oleh stres dapat
merumuskan pengaruh neuroendokrin terhadap dinamika sirkulasi, lemak serum,
dan pembekuan darah.19
2.3.2.2 Diet dan Nutrisi
Diet yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko kejadian
aterosklerosis. Misalnya makanan yang tinggi lemak jenuh, lemak

trans, dan kolesterol yang akan meningkatkan kolesterol LDL.


Dengan demikian, maka harus membatasi makanan tersebut. 26
Tambahan gula akan memberi kalori tambahan tanpa
nutrisi seperti vitamin dan mineral. Hal ini dapat menyebabkan
peningkatan

berat

badan

yang

meningkatkan

risiko

aterosklerosis. Begitu pula dengan diet tinggi garam dimana


dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi yang berujung
pada pembentukan lesi aterosklerosis.26
2.3.2.3

Alkohol

Mengkonsumsi

alkohol

secara

berlebihan

dapat

menyebabkan obesitas, trigliserida tinggi, tekanan darah tinggi,


stroke dan kanker. Alkohol akan meningkatkan tekanan darah.
Hal ini juga akan menambah kalori yang dapat menyebabkan
kenaikan berat badan.26
2.4

Komplikasi
Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya

bahwa aterosklerosis merupakan keadaan awal yang mendasari


beberapa
dengan

penyakit
baik.

kardiovaskular

Oklusi

pada

apabila

pembuluh

tidak

darah

tertangani

arteri

yang

disebabkan oleh aterosklerosis baik parsial maupun total akan


berujung pada berbagai macam komplikasi dalam tubuh dimana
meliputi: penyakit jantung koroner (PJK), stroke iskemik, maupun
penyakit arteri perifer lainnya.
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan
pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri
koroner. Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses
aterosklerosis

atau

spasme

atau

kombinasi

keduanya.

Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol dan


jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahanlahan , hal ini sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada.27

Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda


klinik

yang

berkembang

oleh

sebab

vaskular.

Gejala

ini

berlangsung 24 jam atau lebih; pada umumnya terjadi akibat


berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat
atau

kematian.28

biasanya

Defisit

ditemukan

neurologis

beberapa

yang

gejala

bersifat

meliputi:

tiba-tiba

dysphasia,

dysarthria, hemianopsia, hemiparesis, ataxia, dan sensory loss.


Gejala dan tandanya biasanya satu sisi (unilateral).28
Kemudian komplikasi lainnya dapat meliputi penyakit arteri
perifer (PAP) dimana sesuai definisi merupakan semua penyakit
yang terjadi pada pembuluh darah non sindroma koroner akut
yang melibatkan keempat ekstremitas , arteri karotis, arteri
renalis, arteri mesenterika, aorta abdominalis, dan semua
percabangan
mengenai

setelah

arteri

tromboangitis

keluar

besar,

obliterans

dari

sedang

aortailiaka.29

maupun

(Buergers

kecil

disease),

PAP

dapat

antara

lain

fibromuscular

dysplasia, oklusi arteri akut, penyakit Reynaud, artritis Takayasu,


frosbite, dan lainnya.30
Daftar Pustaka
1. Sloop GD, Kevin JW, Tabas I, Peter LW , Martin RB. Atherosclerosis an
inflamatory disease. The New England Journal of Medicine; 1999: 340
(24):1928-29
2. Libby P. Prevention and treatment of atherosclerosis in Harrisons
Principles of Internal Medicine, 16th Ed, Vol. II editor by:Kasper DL, et
al, The McGraw-Hill Companies US ;2005: 1430 34
3. Ross R,Glomset JA. The pathogenesis of atherosclerosis (first of two
parts). The New England Journal of Medicine; 1976; 295: 369 77
4. Ross R. Atherosclerosis-an inflammatory disease. The New England
Journal of Medicine; 1999; 340:115 26
5. Fazio S, Major A, Swift L, Gleaves L, Accad M, Linton F, Farese R.
Increased atherosclerosis in LDL receptornull mice lacking ACAT1 in
macrophages. J Clin Invest. 2001;107(2):163171.
6. Rader D, Ellen P. Genetic Susceptibility to Atherosclerosis. Circulation
Research. 2000;86:1013
7. Choy P, Mymin D, Zhu Q, Dakhinamurti K, Karmin O. Atherosclerosis
risk factors: The possible role of homocysteine. Molecular dan Cellular
Biochemistry 2000;207,143-148

8. Poredos P. Endothelial Dysfunction in the Pathogenesis of Atherosclerosis.


Clin Appl Thromb Hemost 2001;7;276-280
9. Lee RT, Yamamoto C, Feng Y, et al. Mechanical strain induces specific
changes in the synthesis and organization of proteoglycans by vascular
smooth muscle cells. J Biol Chem. 2001;276:1384713851.
10. Springer TA, Cybulsky MI. Traffic signals on endothelium for leukocytes
in health, inflammation, and atherosclerosis. In: Fuster V, Ross R, Topol
EJ, eds. Atherosclerosis and coronary artery disease. Vol. 1. Philadelphia:
Lippincott-Raven, 2006:511-38.
11. Hansson GK. Immune mechanisms in atherosclerosis. Arterioscler Thromb
Vasc Biol 2001;21:1876-90.
12. Peiser L, Mukhopadhyay S, Gordon S. Scavenger receptors in innate
immunity. Curr Opin Immunol 2002;14:123-8.
13. Sugiyama S, Okada Y, Sukhova GK, et al. Macrophage myeloperoxidase
regulation by granulocyte macrophage colony- stimulating factor in human
atherosclerosis and implications in acute coronary syndromes. Am J
Pathol. 2001;158:879 891.
14. Janeway CA Jr, Medzhitov R. Innate immune recognition. Annu Rev
Immunol 2002; 20:197-216.
15. Falk E, Shah PK, Fuster V: Atherothrombosis and thrombosis-prone
plaques. In: Fuster V, Alexander RW, ORourke RA eds. The Heart 11 th ed.
New York: McGraw-Hill Med Publ Div. International Edition; 2004:
11231140
16. Baraas F, Kardiologi Molekuler: Radikal bebas, disfungsi endotel,
aterosklerosis, antioksidan, latihan fisik, dan rehabilitasi jantung.Yayasan
Kardia Iqratama, Jakarta; 2006: 232 264
17. Koenig W, Khuseyinov N. Biomarkers of atherosclerosis plaque instability
and rupture. Aterioscler Thromb Vasc Biol. 2007; 27: 15 26
18. Jawaharlal W.B. Senaratne and Green FR. Pathobiology of atherosclerosis.
In Peter J. Morris,William C. Wood Oxford eds. Textbook of Surgery, 2 nd
edition. US: Oxford press; 2000: Vol. 3.
19. Price SA. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam: Wijaya C editor.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC; 1994:528-556
20. Rader D J, Hobbs H H. Disorder of lipoprotein metabolism. In: Dennis
L.Kasper, et al eds. Harrisons Principles of Internal Medicine, 16th Ed.
US:The McGraw-Hill Companies; 2005 ;Vol. II: 2286-98
21. Adam JMF. Dislipidemia. Dalam: Sudyo AW, dkk editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2009: 1984 1992
22. BMI classification. World Health Organization. 2006. [cited November 7 th
2016].
Available
from:
http://apps.who.int/bmi/index.jsp?
introPage=intro_3.html
23. Watanabe T, Kanome T, Miyazaki A. Relationship betwen hypertension
and atherosclerosis: from a viewpoint of most potent vasoconstrictor
human urotensin II . Current Hypertension Review; 2006: 2 (3) :237-246
24. Dzau VJ. Tissue angiotensin and pathobiology of vascular disease; a
unifying hypothesis. Hipertension. 2001: 37: 1047- 52

25. Irawan B. Disfungsi endotel pada diabetes mellitus. Dalam:


Djokomoeljanto R. Dkk editor. Naskah lengkap Konggres Nasional V
PERSADIA dan PIT PERKENI. Semarang: Badan Penerbit UNDIP; 2002:
183 93
26. Libby P, Deanfield JE . Targeting global risk in the
management of aterosklerosis and vasculer disease. CME
Monograph, 2001.
27. Braunwald
E.
Acute
myocardial
Infarction.Heart
Disease.2001;35:1114-31
28. Worp VDB, Gijn VJ. Acute ischemic stroke. The New England
Journal of Medicine; 2007: 357: 572-9
29. Creager MA, Libby P. Peripheral arterial disease. In:
Braunwal, Zipes, Libby eds. Heart disease a text book of
cardiovascular medicine 6th ed. Phialdelphia: WB Saunders
Company; 2001: 1457 78
30. Hiat WR. Medical treatment of peripheral arterial disease
and claudication.The New England Journal of Medicine;
2001: 344: 1608 21

Anda mungkin juga menyukai