Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1.
TUJUAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi II dengan menjelaskan mengenai malaria.
Untuk lebih memahami mengenai mekanisme dan pemeriksaan malaria dan dapat
mengaplikasikan cara pemeriksaannya pada praktek kerja sehari hari.
1.2.
LATAR BELAKANG
Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah Indonesia Timur khususnya
Nusa Tenggara Barat. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesulitan mendiagnosis secara
cepat dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium
Kesehatan pada pemeriksaan mikroskopis malaria, yang dilakukan oleh Balai Laboratorium
Kesehatan Mataram, dari 19 laboratorium di NTB yang mengevaluasi menggunakan preparat
positif malaria, hanya 79% peteknik laboratorium yang dapat membaca preparat dengan benar.
Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis yang cepat pada penderita yang diduga menderita
malaria merupakan tantangan untuk mendapatkan uji/metode laboratorik yang tepat, cepat,
sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis. Peranan keendemikan (endemisitas) malaria, migrasi
penduduk yang cepat, serta berpindah-pindah (traveling) dari daerah endemis, secara tidak
langsung mempengaruhi masalah diagnostik laboratorikmaupun terapi malaria. Perubahan
gambaran morfologi parasit malaria, serta variasi galur (strain), yang kemungkinan disebabkan
oleh pemakaian obat antimalaria secara tidak tepat (irasional), membuat masalah semakin sulit
terpecahkan bila hanya mengandalkan teknik diagnosis mikroskopis. Ditambah lagi rendahnya
mutu mikroskop dan pereaksi (reagen) serta kurang terlatihnya tenaga pemeriksa, menimbulkan
kendala dalam memeriksa parasit malaria secara mikroskopis yang selama ini merupakan standar
emas (gold standard) pemeriksaan laboratoris malaria.
BAB II
ISI
A. Pengertian
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. penyakit menular ini
sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis atau kawasan tropika yang biasa namun apabila
diabaikan dapat menjadi penyakit yang serius. Parasit penyebab malaria seperti malaria jenis
Plasmodium falciparum merupakan malaria tropika yang sering menyebabkan kematian. Ia
adalah suatu protozoa yang dipindahkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina terutama pada waktu terbit dan terbenam matahari. Setidaknya 270 juta penduduk dunia
menderita malaria dan lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena
malaria. WHO mencatat setiap tahunnya tidak kurang dari 1 hingga 2 juta penduduk meninggal
karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria juga dapat
diakibatkan karena perubahan lingkungan sekitar seperti adanya Pemanasan global yang terjadi
saat ini mengakibatkan penyebaran penyakit parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan
serangga lainnya semakin mengganas. Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujan
yang ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vector sebagai penular
penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai penyakit, diantaranya demam
berdarah dan malaria.
B. Penyebab Penyakit Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia. Bibit
penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut Plasmodium.
Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan perantara nyamuk anopheles,
plasodium masuk ke dalam darah manusian dan berkembang biak dengan membelah diri. Ada
empat macam plasmodium yang menyebabkan malaria:
Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini bisa menimbulkan kematian.
Vivax, penyebab malaria tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan dan sulit kambuh.
Malaria, penyebab malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak banyak ditemukan.
Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di Indonesia.
Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu
a) Parasit
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu
siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia
Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri dari :
Gambar 1 : siklus hidup parasit malaria
Siklus di luar sel darah merah
Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit. Hipnosoit
merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang nantinya dapat menyebabkan kumat /
kambuh atau rekurensi (long term relapse). Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan
sampai jangka waktu 3 4 tahun. Sedangkan untuk Plasmodium ovale dapat kambuh sampai
bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah akan
keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer)
Fase dalam sel darah merah
Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :
a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam
b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi
nyamuk vektor malaria. Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term
relapse), karena siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat pengobatan
yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil siap untuk
diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami
siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk
ditularkan kepada manusia.
Gambar 2 : eritrosit yang terinfeksi parasit malaria
Nyamuk Anopheles
e) Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria.
Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim kemarau dengan sedikit hujan dibandingkan
pada musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan sedikit hujan, genangan air yang terbentuk
merupakan tempat yang ideal sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.
Dengan bertambahnya tempat perkembangbiakan nyamuk, populasi nyamuk vektor malaria juga
bertambah sehingga kemungkinan terjadinya transmisi meningkat.
C. Penularan dan Penyebaran
Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui
gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk,
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang
digigit nyamuk tersebut. Jenis-jenis vektor (perantara) malaria yaitu:
Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara malaria di daerah pantai.
Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan.
Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkebunan, kehutanan dan
pegunungan.
Penularan yang lain adalah melalu transfusi darah. Namun kemungkinannya sangat kecil.
Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Penularan secara alamiah (natural infection)
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis
dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vector penyebar malaria di
Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah
terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam
hari. Beberapa vector mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang
pajar. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium
seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang
kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana
ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat
menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah
manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
2. Penularan tidak alamiah (not natural infection)
a. Malaria bawaan
Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi melalui
tali pusat atau plasenta (transplasental)
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.
c. Secara oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung dara (P.relection)
dan monyet (P.knowlesi).
D. Tanda-tanda Terjadinya Penyakit Malaria
Tanda-tanda yang terjadi pada penyakit malaria dimulai dengan dingin dan sering sakit kepala.
Penderita menggigil atau gemetar selama 15 menit sampai satu jam. Dingin diikuti demam
dengan suhu 40 derajat atau lebih. Penderita lemah, kulitnya kemerahan dan menggigau. Demam
berakhir serelah beberapa jam. Penderita mulai berkeringat dan suhunya menurun. Setelah
serangan itu berakhir, penderita merasa lemah tetapi keadaannya tidak mengkhawatirkan
E. Gejala Klinis dan Masa Inkubasi Malaria
Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala
klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium imunitas tubuh dan jumlah parasit yang
menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai
waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam
darah disebut periode prepaten.9
1. Gejala klinis
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu:
a. Periode dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus
diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan
tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang
muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau
lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur
turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melaksanakan pekerjaan seperti biasa. Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi,
sering kali orang dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung
parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.
Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat/ setelah beberapa kali
serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka limpa akan
berangsur-berangsur mengecil. Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk penderita
tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut: gangguan kesadaran dalam
berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan di
hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-menerus, tidak dapat makan
minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta jumlah air seni kurang sampai tidak
ada.
2. Masa inkubasi
Masa inkubasi dapat terjadi pada :
a. Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi darah
lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum adalah
9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale adalah 16
sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae bisa 18 sampai 40 hari. Infeksi melalui
transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya bisa
sampai kira-kira 2 bulan.
b. Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik)
Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim
tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan
komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah akan
segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami proses pematangan dalam usus nyamuk
untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau lamanya stadium
sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-10 hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari,
Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium malariae 14-16 hari.
F. Diagnosa Malaria
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium) di dalam
darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi
lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis
malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan
pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara garis besar
pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan
mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibody
spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold standard) pemeriksaan
laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium di
dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis
dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana
pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini
adalah demam tifoid, demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya.
G. Bahaya Penyakit Malaria
1. Rasa sakit yang ditimbulkan sangat menyiksa si penderita
2. Tubuh yang sangat lemah, sehingga tidak dapat bekerja seperti biasa
3. Dapat menimbulkan kematian pada anak-anak dan bayi
4. Perkembangan otak bisa terganggu pada anak-anak dan bayi, sehingga menyebabkan
kebodohan.
H.
Pemeriksaan Laboratorium
tabung tersebut harus diisi penuh dengan darah penderita (sesuai dengan batasnya ). Hal tersebut
untuk menghindari ketidaktepatan rasio darah dan antikoagulan yang dapat mempengaruhi
morfologi parasit malaria.
Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah
pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit
sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera (< 1jam) membuat sediaan darah
tipis dan tebal dari darah dengan antikoagulan tersebut. Bahkan jika dilakukan setelah 6 jam
pengambilan darah jumlah parasit mulai berkurang.
Morfologi malaria terlihat optimal pada sediaan darah tipis yang diwarnaai giemsa, tetapi
sensitifitasnya rendah. Dengan menggunakan sediaan darah tebalsensitivitas sediaan darah
mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali disbanding sediaan darah tipis. Hal ini yang perlu
diperhatikan adalah lamanya pewarnaan yang optimal, yaitu 30 menit dengan giemsa 3 %.
Pewarnaan cepat dengan giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan, karena jika jumlah parasit
rendah dalam darah, sering kali parasit yang ada tidak terwarnai.
Prinsip : mewarnai apusan darah menggunakan pewarna giemsa agar sel eritrosit yang terinfeksi
parasit mlaria dapat terlihat kelainan morfologinya.
Cara kerja :
Gambaran mikroskopik :
Gambar 4 : gambar mikroskopik parasit malaria
Interpretasi hasil :
+ : 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
+++ : 1-10 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
++++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
Sedangkan perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tebal maupun
sediaan darah tipis. Jumlah parasit stadium aseksual (cincin, trofozoit, dan skizont) dan aseksual
(gametosit) biasanya dihitung secara terpisah.
Pada sediaan darah tebal parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per mikro liter darah; jika
tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah berjumlah 8000/Ul, dengan
rumus berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah leukosit /Ul
200
Sedangkan perhitungan parasit dalam sediaan darah tipis perlu diketahui jumlah eritrosit per Ul
darah. Jika nilai ini tidak diketahui, diasumsikan penderita mengandung eritrosit 5.000.000/Ul
(laki-laki) atau 4.500.000 / Ul (wanita). Jumlah parasit kemudian dihitung paling sedikit dalam
25 lapangan pandang mikroskopik atau total parasit/Ul dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual x
jumlah eritrosir/Ul
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang
Pada sediaan darah tipis dapat juga dihitung proporsi atau presentase eritrosit yang terinfeksi
bentuk garis.
Cara kerja:
Gambar 5 : Rapid test kit
Cara kerja :
1. Kit disimpan pada suhu ruang selama 30 menit.
2. 10 sampai 15 l darah EDTA diambil menggunakan mikropipet dan diletakkan dalam lubang
sampel.
3. Hasil akan dibaca setelah 10-15 menit (terbentuk garis merah muda)
Interpretasi hasil
Garis yang paling atas (garis pertama) merupakan garis kendali (kontrol).
Garis dibawahnya (garis kedua) merupakan garis uji untuk Plasmodium vivax.
Garis yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji untuk Plasmodium falciparum.
Bila hasil uji negative, maka hanya pada garis kendali ( control) saja yang terbentuk garis
merah muda.
Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji
terbawah akan berwarna merah muda, sedangkan garis tengah tidak terlihat.
Bila untuk Plasmodium vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji kedua saja
yang terlihat .
Metode Dip-Stick
Teknik dip-stick mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang spesifik
parasit (immuno enzymatic detection of the parasite spesific histidine rich protein II). Tes
spesifik untuk plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara, antara lain di
Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukand alam waktu 10 menit dan dapat
dilakukan secara massal. Selain itu, tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan
memerlukan sedikti latihan. Alatnya sederhana, kecil dan tidak memerlukanaliran listrik.
Kelemahan tes dip-stick ini adalah :
Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih dalam tahap
pengembangan)
Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan reaksi
positif.
Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat dideteksi.
dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan. Kuinidin adalah dekstrorotatori
stereoisomer dari kina.
Mekanisme kerja kina sebagai OAM belum sepenuhnya dipahami, diduga menghambat
detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan.
3. Proguanil
Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui enzim CYP2C19)
menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat pembentukan asam folat dan asam
nukleat, bersifat skizontosida darah yang bekera lambat, skizontosida jaringan terhadap
P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida.
4. Tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang bekerja lambat,
skizontosida jaringan untuk P.falcifarum.
5. Klindamisin
Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat skizontosida darah yang
bekerjalambat terhadap P.falciparum dan harus diberikan dalam kombinasi dengan OAM lain
seperti kina atau klorokuin.
F. Tindakan-tindakan Pencegahan:
1. Usahakan tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai obat nyamuk bakar,
menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
2. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
3. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
4. Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kelinci dengan menempatkan
mereka di luar rumah di dekat tempat nyamuk bertelur.
5. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
6. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
7. Menyemprot rumah dengan DDT.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Terdapat beberapa
parasit yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu plasmodium falciparum, vivax, malaria
dan ovale. Parasit ini menggunakan nyamuk sebagai hospes definitifnya, yaitu nyamuk
Anopheles. Gejala klinis penyakit ini terdiri dari 3 tahap, yaitu periode dingin, periode panas dan
periode berkeringat.
Penularan penyakit ini bias secara alami, yaitu melalui gigitan langsung nyamuk anopheles dan
secara tidak alami yaitu secara bawaan dan secra mekanik. Diagnosanya dapat dilihat dari
manifestasi klinis yaitu terjadinya demam, imunnoserologi yaitu ditemukannya antigen HRP-2,
pLDH dan aldolase dan lewat pemeriksaan mikroskopik yaitu melihat morfologi sel darah merah
yang terinfeksi dan melihat asam nukleat pada parasit. Malaria ini dapat menyebabkan rasa sakit,
gangguan otak hingga menyebabkan kematian.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan lima metode, yaitu yang pertama menggunakan
mikroskopik cahaya dengan melihat morfologi eritrosit yang terinfeksi, yang kedua
menggunakan mikroskop flouresensi dengan melihat asam nukleat yang terdapat diparasit, yang
ketiga dengan menggunakan metode rapid test yaitu identifikasi antigen yang terdapat pada
serum sampel, yang keempat menggunakan dip-stick yaitu identifikasi antigen parasit malaria
yang terdapat dalam serum sampel, yang kelima dengan menggunakan PCR yaitu dengan
menggandakan sekuens DNA/RNA yang spesifik dengan menggunakan primer oligonukleotida
yang spesifik pula lalu dibaca menggunakan elektroforesis.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal PPM-PL,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2001.
Day 1998. Nyamuk Penular Malaria, Dalam Jurnal Data dan Informasi Kesehatan, Pusdatin,
Depkes RI, Jakarta 2003.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Malaria
2.1.1 Pengertian
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali
(Mansjoer dkk., 2001).
Malaria adalah sejenis penyakit menular yang dalam manusia sekitar 350-500 juta
orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta kematian setiap tahun, terutama di daerah
tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara (Wikipedia, 2002).
2.1.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia
plasmodium terdiri dari empat spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium
vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. Plasmodium falciparum
merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat
spesies plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu plasmodium falciparum yang
meyebabkan malaria tropika, plasmodium vivax yang menyebabkan malaria
tertiana, plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan
Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang
menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya
menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan
siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah.
c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (plasmodium gallinasium),
burung dara (plasmodium relection) dan monyet (plasmodium knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain yang
sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.
2.1.4 Klasifikasi malaria
Menurut Harijanto (2000) klasifikasi malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya
antara lain sebagai berikut :
1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum).
Malaria tropika/ falciparum merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering
terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua
bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa
Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan
satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Malaria falciparum dikelompokkan atas dua kelompok yaitu Malaria falciparum
tanpa komplikasi yang digolongkan sebagai malaria ringan adalah penyakit malaria
yang disebabkan Plasmodium falciparum dengan tanda klinis ringan terutama sakit
kepala, demam, menggigil, dan mual tanpa disertai kelainan fungsi organ.
Sedangkan malaria falciparum dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai
malaria berat yang menurut WHO di definisikan sebagai infeksi Plasmodium
falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi.
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang
mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan
endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi
ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi
(Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
2. Malaria Kwartana (Plasmodium Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax,
lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai
granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai
membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang
tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan
Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala
dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang
jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap
ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria,
hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah.
Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang
terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale
merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh
Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walaupun periode laten sampai 4
tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walaupun
tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium
Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi
amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit
berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen
kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam
setiap 72 jam.
2.1.5 Patogenesis dan Patologi
Selama skizogoni, sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping
parasit, seperti membran dan isi-isi sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi
menyebabkan tubuh mengeluarkan produk-produk asing dan respon fagosit yang
intensif. Makrofag dalam sistem retikuloendotelitial dan dalam sirkulasi menangkap
pigmen dan menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan
organ tubuh. Pirogen dan racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga
bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah
(Soedarmo, dkk., 2008).
Mengenai patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan
eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan
parasitemia, menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung
parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi
eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit.
Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi
terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black
water fever, yaitu bentuk anemia hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat
nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang tinggi (Soedarmo, dkk., 2008).
Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan
pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam
makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai
peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limpa didaerah tropis atau
penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan
peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi malaria ini mungkin menimbulkan
respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis (Soedarmo, dkk., 2008).
2.1.6 Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala
yang palig mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen,
yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin
disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa
kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan
pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah
anemia karena falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang
berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time), dan
gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.
4. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan sklera mata akibat kelebihan
billirubin dalam darah. Billirubin adalah produk penguraian sel darah merah.
Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
a. Ikterus hemolitik, disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan
dan hati dapat mengkonjugasikan semua billirubin yang di hasilkan.
b. Ikterus hepatoseluler, penurunan penyerapan dan konjugasi billirubin oleh hati
terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
c. Ikterus Obstruktif, sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau
melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif.
Malaria laten adalah masa pasien diluar masa serangan demam. Periode ini terjadi
bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit
masih bertahan dalam jaringan hati.
Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat
bersifat :
a. Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu setelah serangan
pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak.
b. Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah
setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah
dan berkembang biak.
2.1.8 Komplikasi
Harijanto (2006), mengemukakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat dari
malaria yaitu :
1. Malaria serebral
2. Anemia berat
3. Gagal Ginjal Akut (urin <400>3mg%)
4. Edema paru atau ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
5. Hipoglikemia, kadar gula darah <40mg%
6. Gagal sirkulasi atau syok
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus digestivus, dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2x dalam 24 jam setelah pendinginan pada
hipertermia.
9. Makroskopik hemoglobinuria oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
anti malaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase (G6PD)
2.1.9 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes
b. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB atau sulfadoksin
20-30 mg/kgBB single dose (usia diatas 6 bulan). Obat ini tidak digunakan pada
malaria tersiana.
3. Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari IV masih demam atau pada hari VIII
masih dijumpai parasit maka diberikan :
a. Tetrasiklin HCl 50 mg/kgBB/kali, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila
sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a, atau:
b. Tetrasiklin HCl + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir
2b. Dosis kina dan fansidar/suldox sesuai butir 2a dan 2b (Tetrasiklin hanya
diberikan pada umur 8 tahu atau lebih)
Obat Anti Malaria yang Masih Sangat Terbatas di Indonesia
1. Meflokuin
Tablet 274 mg meflokuin hidroklorida mengandung 250 mg meflokuin basa. Dosis
untuk anak 15 mg meflokuin basa/kgBB, dosis tunggal, sebaiknya sesudah makan.
2. Halofantrin
Tablet 250 mg halofantrin hidroklorida mengandung 233 mg basa, sedangkan sirup
tiap ml mengandung 100 mg halofantrin hidroklorida setara 93,2 mg basa. Dosis 24
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis, yaitu 8 mg/kgBB tiap 8 jam dan diulang dengan
dosis yang sama 1 minggu kemudian. Absorpsinya baik bila dimakan bersama
makanan berlemak.
3. Artemisinin
Tablet/kapsul 250 mg. Dosis 10 mg/kgBB, sekali sehari selama 5 hari, untuk hari
pertama diberikan dua dosis.
Pada saat ini sudah lebih dari 25 % provinsi di Indonesia telah terjadi multiresistensi
terhadap obat standard yang cukup tinggi. Oleh karena itu Komisi Ahli Malaria
(KOMLI) menganjurkan strategi baru pengobatan malaria pada daerah-daerah
tersebut dan sesuai dengan rekomendasi WHO untuk secara global menggunakan
obat artemisinin yang dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan tersebut dikenal
sebagai Artemisinin based Combination Therapy (ACT) (Soedarmo, dkk., 2008).
Derivat artemisinin:
1. Artesunat:
a. Tablet/kapsul 50 mg/200 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 5 hari; untuk
hari pertama diberi 2 dosis.
b. Suntikan IM/IV; ampul 60 mg/ampul. Dosis 1,2 mg/kgBB sekali sehari selama 5
hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
2. Artemether:
a. Tablet/kapsul 40 mg/50mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari; untuk
hari pertama diberi 2 dosis.
b. Suntikan: ampul 80 mg/ampul. Dosis 1,6 mg/kgBB sekali selama 6 hari; untuk
hari pertama diberi 2 dosis.
3. Dehidroartemisinin:
Tablet/kapsul 20 mg/60 mg/ 80 mg. dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 4 hari;
untuk hari pertama diberi 2 dosis.
4. Arheether:
Suntikan 150 mg/ampul, dalam bentuk -artheether (artenotil). Dosis pertama 4,8
mg/kgBB, 6 jam kemudian 1,6 mg/kgBB, selanjutnya 1,6 mg/kgBB tiap hari- selama
4 hari.
Obat malaria kombinasi (ACT) yang tidak tetap saat ini misalnya :
1. Artesunat + Meflokuin
2. Artesunat + Amodiakuin
3. Artesunat + Klorokuin
4. Artesunat + Sulfadoksin-Pirimetamin
5. Artesunat + Pironoridin
6. Artesunat + Klorguanil-Dapson (CDA/Lapdap plus)
7. Dehidroartemisinin+ Piperakuin + Trimetoprim (Artecom)
8. Artecom + Primakuin (CVB)
9. Dehidroartemisinin + Naphtrokuin
Dari kombinasi tersebut diatas, yang tersedia di Indonesia saat ini adalah kombinasi
artesunat + amodiakuin dengan nama dagang artesdiaquin atau artesumoon. Obat
ini tersedia untuk program dan telah diedarkan di 10 provinsi yang terdapat
resistensi tinggi (>25%) terhadap obat klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin. Dosis
artesdiaquin merupakan gabungan artesunat 2 mg/kgBB sekali sehari selama 3
hari, untuk hari pertama diberi 2 dosis dan amodiakuin hari I dan II 10 mg/kgBB dan
hari III 5 mg/kgBB.
Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus dibuktikan malaria positif,
sedangkan bila hanya klinis malaria digunakan obat non-ACT.
Pemantauan Respon Pengobatan
Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk mendeteksi pengobatan
malaria secara dini berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan patologis. Dikatakan
gagal pengobatan bila dijumpai salah satu criteria berikut :
1. Kegagalan pengobatan dini, bila :
a. Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3.
b. Parasitemia hari ke 2 > hari 0.
c. Parasitemia hari ke 3 (>25 % dari hari 0)
d. Parasitemia hari ke 3 dengan suhu aksila > 37,5 C
2. Kegagalan pengobatan kasep, bila antara hari ke 4-28 dijumpai 1 atau lebih
keadaan berikut :
a. Secara klinis dan parasitologi :
a) Adanya malaria berat setelah hari ke 3 dan parasitemia, atau
b) Parasitemia dan suhu aksila > 37,5 C pada hari ke 4-28 tanpa ada kriteria gagal
pengobatan dini.
b. Secara parasitologi :
a) Adanya parasitemia pada hari ke 7, 14, 21, dan 28.
b) Suhu aksila < 37,5 C tanpa ada kriteria kegagalan pengobatan dini.
3. Respon klinis dan parasitologi memadai, apabila pasien sebelumnya tidak
berkembang menjadi kegagalan butir no.1 atau 2 dan tidak ada parasitemia.
B. Malaria Berat
Penatalaksanaan malaria berat harus dapat dilakukan diagnosis dan tindakan
secara cepat dan tepat sebagai berikut:
1. Tindakan umum/perawatan
2. Pemberian obat antimalaria/transfuse tukar
3. Pemberian cairan/nutrisi
4. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ
sumber :
1. Hidayat, Alimul Aziz. A. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
2. Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 2. Jakarta: EGC
3. Soedarmo, dkk. 2009. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Diposkan oleh Bidan Indrawati Umasangaji di 08.04
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
aBout Me
Arsip Blog
2010 (11)
o
Maret (11)
Langganan
Pos
Komentar
Pengikut
KONSTIPASI
ASFIKSIA NEONATORUM
TETANUS NEONATORUM
PREEKLAMPSIA RINGAN