Anda di halaman 1dari 9

Hubungan Pola Asuh Otoritarian dengan Perilaku Kenakalan Remaja

di SMK Nasional Malang


Husniyatur Rizqiyah Dhomiri*
ABSTRAK
Masa remaja adalah masa transisi yang dihadapkan dengan tugas tugas perkembangan yang penting untuk
dicapai. Dalam melakukan tugas perkembangannya remaja banyak dipengaruhi oleh peranan orang tua. Peranan orang tua
merupakan hal yang paling kuat pengaruhnya karena disitulah seorang remaja tumbuh dan berkembang. Orang tua yang
menekankan otoritas pada remaja yang sangat membutuhkan kebebasan emosional justru akan memicu ketegangan dan konflik
antara remaja dan orang tua, sehingga hal ini dapat menghambat tercapainya tugas perkembangan remaja, yang dapat
mengantarkan remaja pada perilaku kenakalan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pola asuh otoritarian
dengan perilaku kenakalan remaja di SMK Nasional Malang. Desain penelitian yang digunakan adalah analisis korelasi dengan
metode cross sectional. Sampel penelitian diambil dari remaja sekolah SMK Nasional Malang yang dipilih dengan proportionate
stratified random sampling. Variabel pola asuh otoritarian dan perilaku kenakalan remaja diukur dengan kuesioner. Hasil
penelitian untuk pola asuh otoritarian, termasuk kategori otoritarian (57.9%) dan perilaku kenakalan remaja termasuk dalam
kategori kenakalan khusus (48.7%). Berdasarkan hasil uji chi-square dengan selang kepercayaan 95% didapatkan hasil nilai
signifikansi 0.000 (p<0.005) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritarian
dengan perilaku kenakalan remaja di SMK Nasional Malang. Dengan demikian bagi peneliti selanjutnya harapannya
memepertimbangkan variabel variabel yang lebih mempengaruhi perilaku kenakalan remaja, serta menggunakan metode
pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara dan laporan dari teman sebaya sehingga dapat lebih menggali
permasalahan yang ada. Selain itu diharapkan juga untuk menggunakan desain penelitian, cara pengambilan sampel, dan uji
statistik yang berbeda sehingga dapat mengatasi kelemahan pada umumnya. Bagi remaja di lahan penelitian harapannya
mengisi angket pengumpulan data dengan sungguh sungguh dan sesuai dengan peristiwa yang dialami agar hasil penelitian
lebih valid, dan juga hendaknya subyek menyalurkan energi dan waktunya pada kegiatan positif dan tidak mengarah pada
perilaku kenakalan.
Kata kunci: Pola Asuh Otoritarian, Perilaku Kenakalan, Remaja.
Abstract
Adolescence is a period of transition that is faced with an important developmental task to achieve. In performing the
task of adolescent development is heavily influenced by the role of parents. The role of parents is the most powerful influence
because that's where a teenager to grow and thrive. Parents who emphasize the authority of the teens who desperately need
emotional freedom would trigger tensions and conflicts between adolescence and parents, so that it could hinder the
achievement of adolescent developmental tasks, which can deliver on the behavior of juvenile delinquency. The purpose of this
study was to determine the relationship between the authoritarian parenting with juvenile delinquency behavior in the SMK
Nasional Malang. The study design used was a correlation analysis with cross sectional method. The reaserch sample is SMK
Nasional Malang adolescence were selected by proportionate stratified random sampling. Variable of authoritarian parenting and
juvenile delinquency behavior was measured by a questionnaire. The results for the authoritarian parenting, authoritarian
category (57.9%) and juvenile delinquency behaviors are included in the category specific delinquency (48.7%). Based on the
chi-square test with 95% confidence interval obtained significance value 0.000 (p <0.005) suggesting that there is a significant
correlation between the authoritarian parenting with juvenile delinquency behaviour in the SMK Nasional Malang. Thus for the
next researcher expectations consider more variables affect the behavior of juvenile delinquency, as well as the data collection
method with direct observation, interviews and reports from peers so as to further explore the existing problems. In addition it is
expected also to use the research design, sampling method, and different statistical tests that can overcome the general
weakness. Adolescents in the research field of data collection completed questionnaires hope earnestly and accordance with
the events experienced so much valid research results, and the subject should also put our energy and time on positive activities
and does not lead to delinquency behavior.
Keywords: Authoritaritarian Parenting, Juvenile Delinquency Behavior, Adolescents
*Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa transisi, disebut
masa transisi karena masa remaja merupakan
tahapan tumbuh kembang dari anak menuju dewasa
(Kristo, 2010). Munculnya kemampuan bereproduksi
yang disebut dengan pubertas menjadi batas antara
dua tahap perkembangan ini. Pubertas yang terjadi
pada remaja selanjutnya mengarahkan remaja pada
pencarian identitas dirinya dan membuat remaja
merasa telah dewasa, sehingga harus mendapatkan
peran yang sama sebagaimana orang dewasa dalam
membuat keputusan dan tingkah laku (Djiwandono,
2008).
Remaja dihadapkan dengan dua tugas
perkembangan utama yang penting untuk dicapai.
Pertama mencapai kebebasan atau kemandirian,
dan yang kedua yaitu mampu membentuk identitas
untuk tercapainya kualitas diri dan kematangan
pribadi (Soetjingsih, 2004). Selain dua tugas
perkembangan tersebut menurut William Kay yang
dikutip Dahlan (2011) tugas perkembangan yang lain
adalah menerima fisiknya sendiri, kemampuan
mengendalikan diri, meninggalkan sikap kekanakkanakan, dan menemukan manusia model yang
dijadikan identitasnya.
Dalam melakukan tugas tugas
perkembangnnya, remaja banyak dipengaruhi oleh
peranan oran tua. Peranan orang tua memberikan
lingkungan yang memungkingkan remaja dapat
menyelesaikan tugas tugas perkembangannya.
Tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan
antisosial maupun asusila karena tugas tugas
perkembangan penting kurang berkembang dengan
baik (Ali dan Asrori, 2005). Oleh karena itu
diperlukan
pola asuh yang suportif untuk
mengantarkan remaja dalam perjuangannya
mencapai keberhasilan menyelesaikan tugas
perkembangan yang dilalui (Soetjiningsih, 2004).
Dalam kehidupan para remaja, terdapat
banyak faktor yang turut membentuk kepribadian dan
karakter mereka salah satunya pola asuh otoritarian
yang diterapkan dalam keluarga (Antawati, 2012).
Faktor keluarga merupakan hal paling kuat
pengaruhnya terhadap kepribadian seorang remaja,
karena keluarga adalah lingkungan pertama seorang
remaja tumbuh dan berkembang membentuk proses
kepribadian dengan mengikuti pola asuh yang
diterapkan keluarganya (Surbakti, 2009).
Gaya pengasuhan otoritarian adalah dimana
orang tua cenderung menuntut anak untuk
melakukan sesuatu yang disesuaikan dengan
standart orang tua, tanpa membuka kritik, alasan dan
pertanyaan (Nilam, 2009). Penerapan pola asuh
otoritarian yang diterapkan pada remaja yang masih
labil emosinya, hasilnya tentu saja akan membuat

remaja tertekan sehingga Keadaan ini akan


menimbulkan konflik batin, frustasi dan kegalauan
pada remaja sehingga untuk mengurangi beban
tekanan jiwa sendiri mereka secara spontan
menampilkan tingkah laku agresif , impulsif dan
primitif (Kartono, 2008).
Orang tua yang menekankan otoritas pada
remaja yang sangat membutuhkan kebebasan
emosional dari orang tua, dapat menimbulkan konflik
diantara mereka. Keadaan yang demikian dapat
menghambat kebebasan berpikir remaja dan
menghambat kebebasan remaja dalam mengatur
dirinya sendiri, sehingga pencapaian tugas
perkembangan remaja tidak akan berkembang
dengan baik. Karena hal ini akan menghilangkan
kesempatan remaja untuk mencapai kebebasan dan
kemandirian, serta menimbulkan tidak tercapainya
pembentukan identitas peran untuk kematanagan
pribadi. Sehingga remaja akan kehilangan arah yang
berdampak pada perilaku kenakalan (Dahlan, 2011).
Namun pola asuh otoritarian juga memberikan
dampak positif yaitu anak menjadi disiplin dan patuh.
Selain itu gaya pengasuhan otortitarian
menimbulkan ketidak nyamanan remaja berada
dirumah dan membuat remaja enggan untuk
menceritakan masalah mereka pada orang tua.
Mereka akan mencari pengganti orang tua yang
dianggap dapat memberi kebebasan emosional bagi
dirinya. Pada akhirnya remaja lebih suka bergaul dan
menceritakan masalahnya pada kelompok teman
sebaya (Kristo, 2010). Apabila remaja bergaul
dengan teman sebaya yang kurang baik, keadaan
ini justru akan merugikan perkembangan pribadinya,
karena remaja dapat terperangkap pada solusi
pemecahan masalah yang tidak jarang bertentangan
dengan norma-norma sosial (Kartono, 2008).
Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku kenakalan
yang sering muncul pada kelompok remaja
sebenarnya merupakan kompensasi dari segala
kekurangan dan kegagalan yang di alami (Poerwanti,
2005).
Kenakalan remaja merupakan suatu
penyimpangan perilaku atau perilaku antisosial oleh
remaja, adapun bentuknya adalah semua tingkah
laku yang menyimpang dari norma yang berlaku
dalam suatu masyarakat. Wahyuningsih dalam
Dep.Sos (2004) menjelaskan bahwa kasus
kenakalan remaja hampir setiap hari selalu kita
temukan dimedia massa dan insidensinya cenderung
meningkat setiap tahunnya. Di kota kota besar
seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, salah satu
dari wujud kenakalan remaja adalah tawuran yang
dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Jumlah
pekelahian dan korban cenderung meningkat dari
tahun ketahun. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari

1500 kasus narkoba selama dua tahun terkhir 46%


diantaranya dilakukan remaja. Tahun 1992,
didapatkan 54,4% remaja yang ditahan dilembaga
permasyarakatan anak Blitar (Soetjiningsih, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Balatbang Dep.Sos
(2004) pada remaja yang berperilaku nakal, pola
asuh yang dominan mereka terima adalah gaya
pengasuhan otoritarian sebesar 83,33%.
Fenomena kenakalan remaja yang
ditemukan di SMK Nasional Malang yaitu, dalam
tahun ajaran 2011/2012 tercatat sekitar 164 siswa
yang namanya ada dalam daftar siswa bermasalah.
Adapun masalah kenakalan yang dilakukan adalah
membolos 68% , perkelahian 16%, bicara kotor 2%,
menonton video porno melalui hand phone 10%,
miras 2%, merokok 5%, dan berjudi 3% (Data
Kesiswaan Tahun 2011/2012).
Remaja adalah generasi masa depan,
penerus generasi masa kini. Ditangan merekalah
masa depan bangsa ini berada. Kesalahan pola asuh
sekecil apapun yang dilakukan terhadap mereka
dapat berakibat fatal dan sulit diperbaiki. Betapa
mengerikan masa depan bangsa ini jika generasi
masa kini tidak mempersiapkan dengan sungguh
sungguh generasi penggantinya kelak (Surbakti,
2009).
Praktik pengasuhan orang tua dengan gaya
otoritarian memberi kontribusi negatif terhadap
keberhasilan remaja dalam mencapai tugas
perkembangannya, yang berpotensi menyebabkan
perilaku kenakalan. Namun pada kenyataan yang
tampak di masyarakat tidak semua remaja dengan
pola asuh otoritarian berperilaku nakal. Berdasarkan
uraian di atas maka peneliti tertarik untuk
menganalisis hubungan pola asuh otoritarian dengan
perilaku kenakalan remaja di SMK Nasional Malang.
Mengetahui adanya hubungan pola asuh
otoritarian dengan perilaku kenakalan remaja di SMK
Nasional Malang tahun 2013.
Memberikan masukan pengetahuan, data
tentang hubungan pola asuh otoritarian dengan
perilaku kenakalan remaja serta sebagai motivasi
pelaksanaan pengasuhan yang tepat oleh orang tua
untuk mencegah perilaku kenakalan remaja.
Dapat memberikan konstribusi di bidang
pelayanan kesehatan jiwa yakni dijadikan suatu
himbauan perawat untuk dapat meningkatkan peran
tenaga profesionalnya melalui konseling rutin dan
pembinaan kesehatan jiwa yang tidak hanya
diperuntukkan kepada para remaja, tetapi kepada
orang tua remaja. Sehingga remaja dapat lebih
meningkatkan relasi yang sehat.

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analisis
korelasi tentang hubungan pola asuh otoritarian
dengan perilaku kenakalan remaja dengan
menggunakan pendekatan cross sectional, dimana
data untuk variabel independen pola asuh otoritarian
dengan variabel dependen perilaku kenakalan
remaja dikumpulkan dalam waktu bersamaan
(Nursalam, 2008).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Februari
sampai dengan 9 Februari 2013 di SMK Nasional
Malang.
Besar Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel dengan
rumus sampel minimal dengan jumlah 76 responden.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan Proportionate Stratified Random
Sampling dimana populasi yang berjumlah 94 orang
diberikan kode responden pada masing masing
strata, kemudian dilakukan pengundian secara acak
sesuai keinginan yang diharapkan sampai
didapatkan sampel yang termasuk dalam kriteria
inklusi dan bebas dari kriteria ekslusi berjumlah 76
orang, proses pengambilan dilakukan dengan
mengambil 25 orang pada masing masing strata,
yaitu kelas X, kelas XI, dan 26 kelas XII. Peneliti
kemudian melakukan penelitian di SMK Nasional
Malang selama 3 hari. Pada hari pertama tanggal 7
februari 2013 didapatkan responden kelas X
berjumlah 25 orang, pada hari kedua tanggal 8
februari 2013 didapatkan responden kelas XI
berjumlah 25 orang, dan hari ketiga tanggal 9
februari 2013 didapatkan responden kelas XII
berjumlah 26 orang. Setelah mendapatkan
responden berjumlah 76 orang peneliti mengakhiri
sampel.
Analisa Data
Dalam analisis pola asuh otoritarian
nantinya akan dihasilkan data berupa distribusi
frekuensi dan persentase dari variabel yang
dianalisis. Data yang diambil untuk analisis univariat
adalah data rata rata, standart deviasi, minimum,
maximum.
Dalam analisis perilaku kenakalan
remaja nantinya akan dihasilkan data berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari variabel yang
dianalisis. Data yang diambil untuk analisis univariat
adalah data rata rata, standart deviasi, minimum,
maximum.
Untuk mengetahui hubungan antara pola
asuh otoritarian dengan perilaku kenakalan remaja
dapat dilakukan dengan pengujian statistik uji chi

square dengan bantuan program aplikasi SPSS for


windows versi 16. Dengan uji ini nanti dapat
diketahui kekuatan hubungan sangat lemah, lemah,
sedang, kuat, dan sangat kuat.
HASIL PENELITIAN
Pola Asuh Otoritarian

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh data bahwa


frekuensi responden berdasarkan pola asuh
otoritarian didapatkan frekuensi tertinggi pada
otoritarian, yaitu sebanyak 57.9% atau 44 orang dari
76 total responden dan frekuensi terendah adalah
tidak otoritarian, sebanyak 42.1% atau 32 orang dari
76 orang responden.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Otoritarian Pada Tanggal 7 9 Februari 2013.
Pola asuh otoritarian
Otoritarian
Tidak Otoritarian
Total

Jumlah
44
32
76

Perilaku Kenakalan Remaja


Berdasarkan tabel di atas diperoleh data
bahwa frekuensi perilaku kenakalan remaja
didapatkan frekuensi tertinggi pada kenakalan
khusus, yaitu sebanyak 48.7% atau 37 orang dari 76
total responden dan frekuensi terendah adalah
Tabel 5.3

Persentase
57.9
42.1
100
kenakalan biasa, sebanyak 7.9% atau 6 orang dari
76 total responden, 14 responden (18.4%) termasuk
dalam kategori kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan, dan 19 responden
(25%) termasuk dalam kategori tidak nakal.

Distribusi Frekuensi Perilaku Kenakalan Remaja Pada Tanggal 7 - 9 Februari 2013.

Kepatuhan
Tidak Nakal
Kenakalan biasa
Kenakalan menjurus pelanggaran
Kenakalan khusus
Total

Jumlah
19
6
14
37
76

Hubungan antara Pola Asuh Otoritarian dengan


Perilaku Kenakalan Remaja
Berdasarkan di atas diperoleh frekuensi
tertinggi pada perilaku tidak nakal dengan pola asuh
tidak otoritarian , sebanyak 25% dan tidak terdapat
perilaku tidak nakal dengan pola asuh otoritarian.
Kemudian frekuensi tertinggi pada perilaku
kenakalan biasa adalah responden dengan pola
asuh tidak otoritarian, terdapat sebanyak 6.6% dan
terdapat 1.3% responden dengan kenakalan biasa
yang mendapat pola asuh otoritarian. Frekuensi

Persentase
25
7.9
18.4
48.7
100

tertinggi pada perilaku kenakalan yang menjurus


pada pelanggaran dan kejahatan dengan pola asuh
tidak otoritarian, sebanyak 10.5% dan frekuensi
terendah perilaku kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan dengan pola asuh
otoritarian, sebanyak 7.9%. Frekuensi tertinggi pada
perilaku kenakalan khusus adalah responden
dengan pola asuh otoritarian, sebanyak 48.7% dan
tidak terdapat responden yang berperilaku kenakalan
khusus dengan pola asuh tidak otoritarian.

Tabel 5.4. Tabulasi Silang Antara Hubungan Antara Pola Asuh Otoritarian Dengan Perilaku Kenakalan
Remaja.
Pola asuh Otoritarian

Otoritarian

Tidak

Jumlah

Perilaku Kenakalan Remaja

Tidak nakal

19

25

19

25

Kenakalan biasa

1.3

6.6

7.9

58.517

Kenakalan menjurus pelanggaran dan


kejahatan

7.9

10.5

14

18.4

Kenakalan khusus
Jumlah

37
44

48.7
57.9

0
32

0
42.1

37
76

48.7
100

p-v

0.000

Keterangan:
n
= Banyaknya Responden
%
= Prosentase
Hasil Uji Chi-Square Untuk Pola Asuh Otoritarian
Dan Perilaku Kenakalan
Dari tabel di atas kemudian dicari apakah
terdapat hubungan (korelasi) antara pola asuh
otoritarian kenakalan remaja di SMK Nasional
Malang menggunakan uji Chi-Square. Diperoleh nilai
sebesar 58.517 dengan signifikansi sebesar
0.000 (signifikansi <0.05). Selain itu dapat diketahui
nilai 2tabel dengan = 0,05 adalah sebesar 7.815.
Kemudian dilakukan perbandingan, dimana dapat
diketahui bahwa 2hitung (58.517) lebih besar daripada
2tabel(7.815), selain itu juga signifikansi (0.000) lebih
kecil daripada (0.05) sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa pada selang kepercayaan 95%
didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara
pola asuh otoritarian dengan perilaku kenakalan
remaja di SMK Nasional Malang.
PEMBAHASAN
Pola Asuh Otoritarian Pada Remaja
Pada penelitian ini, dibahas mengenai pola
asuh otoritarian dan pola asuh tidak otoritarian.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa
frekuensi tertinggi pada kategori otoritarian, hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Tegganing dan Fortuna (2008) yang membahas
tentang hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku
agresif pada remaja. Pada hasil analisis disebutkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada

remaja, disebutkan juga pada hasil penelitian bahwa


penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua akan
membuat anak marah dan kesal kepada orang
tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan
kemarahannya itu dan melampiaskan kepada orang
lain dalam bentuk perilaku agresif.
Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan
bahwa esensi hubungan pola asuh orang tua dengan
anak sangat ditentukan oleh sikap orang tua dalam
mengasuh anak dengan kecenderungan cara cara
yang dipilih dan dilakukan orang tua dalam
mengasuh anak. Anak dengan pola asuh otoritarian
akan kehilangan momen yang menyenangkan dalam
hubungan dengan orang tua sehingga dampaknya
anak dapat berkembang menjadi pribadi yang penuh
tekanan oleh berbagai masalah dan berpotensi
menimbulkan penyimpangan perilaku.
Berdasarkan jawaban responden, para orang
tua mayoritas mengharuskan mereka untuk tunduk
dan patuh pada kehendak orang tua serta orang tua
cenderung memerintah. Menurut asumsi peneliti
ketika anak memasuki usia remaja mereka sangat
membutuhkan kebebasan sehingga pola asuh
otoritarian oleh orang tua justru akan menciptakan
perselisihan. Remaja butuh dukungan orang tua,
komunikasi yang terbuka dimana
masing masing anggota keluarga dapat
berbicara tanpa adanya perselisihan yang akan
memberikan kekompakan dalam keluarga, dengan
demikian hal tersebut sangat membantu anak remaja
dalam proses mencapai tugas perkembangannya

sehingga remaja mampu membuat keputusan


terhadap permasalahan permasalahan penting
melalui penyaluran yang berguna dan dianggap baik.
Kita ketahui bahwa pada perkembangan
emosi masa remaja terdapat emosi emosi yang
begitu kuat dan tidak stabil, sangat emosional, serta
pengendalian diripun belum sempurna, jika
perkembangan emosi masa remaja ini dihadapkan
dengan sikap orang tua yang cenderung memerintah
dan mengharuskan remaja untuk tunduk dan patuh,
maka akan menimbulkan tekanan dan ketegangan
antara remaja dan orang tua sehingga disini dapat
muncul berbagai macam konflik, frustasi dan
kegalauan pada remaja. Sebagai akibatnya anak
mereaksi dengan pola tingkah laku yang salah
berupa, pelarian diri, agresi, tindak kekerasan,
berkelahi dan lain sebagainya.
Hal ini dipertegas oleh adanya teori patologi
sosial; penerapan pola asuh otoritarian yang
diterapkan pada remaja yang masih labil emosinya,
hasilnya tentu saja akan membuat remaja tertekan
sehingga Keadaan ini akan menimbulkan konflik
batin, frustasi dan kegalauan pada remaja sehingga
untuk mengurangi beban tekanan jiwa sendiri
mereka secara spontan menampilkan tingkah laku
agresif , impulsif dan primitif (Kartono, 2008).
Dahlan (2011) menambahkan bahwa orang
tua yang menekankan otoritas pada remaja yang
sangat membutuhkan kebebasan emosional dari
orang tua, dapat menimbulkan konflik diantara
mereka. Keadaan yang demikian dapat menghambat
kebebasan berpikir remaja dan menghambat
kebebasan remaja dalam mengatur dirinya sendiri,
sehingga pencapaian tugas perkembangan remaja
tidak akan berkembang dengan baik. Karena hal ini
akan menghilangkan kesempatan remaja untuk
mencapai kebebasan dan kemandirian, serta
menimbulkan tidak tercapainya pembentukan
identitas peran untuk kematangan pribadi. Sehingga
remaja akan kehilangan arah yang berdampak pada
perilaku kenakalan. Karakteristik responden dalam
penelitian ini seluruhnya termasuk dalam kategori
usia remaja yang mayoritas berusia 17 tahun,
peneliti tidak menentukan batasan usia remaja yang
diambil, karena pengambilannya di tentukan secara
acak mulai dari kelas X, XI, XII.
Frekuensi terendah berdasarkan hasil
penelitian adalah pola asuh tidak otoritarian.
Terdapat beberapa pola asuh selain pola asuh
otoritarian diantaranya adalah pola asuh permisif,
dan autoritatif. Dalam penelitian ini peneliti tidak
meneliti lebih dalam mengenai pola asuh tidak
otoritarian karena hanya menyajikan pernyataan
mengenai pola asuh otoritarian orang tua saja, jika
responden tidak termasuk dalam pengasuhan

otoritarian peneliti menggolongkannya kedalam pola


asuh tidak otoritarian.
Perilaku Kenakalan Remaja Di SMK Nasional
Malang
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data
bahwa frekuensi responden berdasarkan kategori
kenakalan didapatkan frekuensi tertinggi pada
responden dengan kategori kenakalan khusus. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
Purwaningtyas (2010), pada hasil analisa data
penelitian diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
persepsi pola asuh otoriter orang tua dengan
perilaku kenakalan remaja. Hasil penelitian
Purwaningtyas dapat dikaitkan dengan teori yang
diungkapkan seorang psikolog Antawati (2012),
bahwa terdapat beberapa faktor penyebab
kenakalan remaja, yakni : faktor keluarga, teman
sebaya yang kurang baik, krisis identitas, dan
komunitas tempat tinggal yang kurang baik. Jadi
perilaku kenakalan remaja dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor selain pola asuh otoritarian.
Dalam kehidupan para remaja terdapat
banyak faktor yang turut membentuk kepribadian dan
karakter mereka, namun faktor keluarga merupakan
hal paling kuat pengaruhnya terhadap kepribadian
seorang remaja, karena keluarga adalah lingkungan
pertama seorang remaja tumbuh dan berkembang
memebentuk proses kepribadian dengan mengikuti
pola asuh yang diterapkan keluarganya (Surbakti,
2009). Hal ini dipertegas kembali dengan adanya
teori patologi sosial; adapun motif yang mendorong
tindak perilaku kenakalan remaja antara lain salahasuh dan salah didik orang tua (Kartono, 2008).
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kenakalan remaja turut ditentukan oleh
pengasuhan orang tua pada anak - anaknya.
Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk
mendewasakan dan didalamnya anak mendapatkan
pendidikan untuk yang pertama kali. Karena sejak
kecil anak dibesarkan oleh keluarga dan untuk
seterusnya, sebagian besar waktunya adalah
didalam keluarga maka sepantasnya kalau
kemungkinan timbulnya kenakalan remaja itu
sebagian besar juga berasal dari keluarga, adapun
keadaan keluarga yang menjadi sebab timbulnya
perilaku kenakalan dapat berupa keluarga dengan
gaya pengasuhan otoritarian. Hal ini dibuktikan
dengan hasil penelitian bahwa sebagian besar
responden yang mendapatkan pola asuh otoritarian
berperilaku nakal.
Pada penelitian perilaku kenakalan remaja
ini, peneliti membagi perilaku kenakalan dalam
empat kategori meliputi, tidak nakal, kenakalan

biasa, kenakalan yang menjurus pada pelanggaran


dan kejahatan, serta kelakalan khusus. Kenakalan
yang dilakukan mayoritas responden dalam
penelitian ini adalah kenakalan khusus berupa:
meminum minuman keras, mengkonsumsi pil koplo,
menonton film/melihat gambar porno/membaca buku
porno sebagai hiburan. Mereka yang berperilaku
kenalan khusus seluruhnya mendapatkan pola asuh
otoritarian. Sedangkan pada perilaku tidak nakal,
kenakalan biasa berupa: membolos sekolah, senang
keluar malam, kabur dari rumah, dan kenakalan
yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan
berupa: kebut kebutan di jalan, kebiasaan
merokok, didominasi oleh pola asuh yang tidak
otoritarian. Menurut asumsi, disinilah peran pola
asuh otoritarian orang tua dalam membentuk
perilaku kenakalan, pola asuh otoritarian tentu saja
akan membuat remaja tidak betah dirumah, lebih
suka bergaul dengan teman sebaya dari pada
keluarga, lebih berani menceritakan masalahnya
dengan kelompok teman sebayanya dari pada
dengan orang tua karena khawatir dihukum dan
dimarahi, lebih suka mendengarkan kata teman
sebayanya dari pada kata orang tua yang dianggap
tidak memahami dirinya dan apa yang dirasakannya.
Akhirnya remaja justru terperangkap pada solusi
solusi pemecahan masalah yang diputuskan
berdasarkan emosi, berdasarkan nilai kelompok
remajanya, berdasarkan pemikirannya yang tidak
jarang bertentangan dengan norma sosial. Sebagai
contoh kejadian pada remaja yang mengkonsumsi
minuman keras maupun pil koplo ini, seorang remaja
yang terjebak dalam kejadian pil koplo maupun
minuman keras dapat disebabkan oleh masalah
yang dihadapinya, karena tidak dapat menyelesaikan
masalahnya, takut bercerita kepada orang tua, pada
akhirnya remaja tersebut menceritakan masalahnya
kepada kelompok sebayanya dan kelompok
sebayanya memberikan solusi minuman keras
ataupun pil koplo.
Berdasarkan data demografi, seluruh
responden berjenis kelamin
laki laki, untuk mengetahui apakah remaja
laki laki lebih nakal dari remaja perempuan atau
probabilitasnya sama. Menurut penelitian Capuzzi
yang dikutip oleh Indraprasti (2008) menyatakan
bahwa wanita lebih mampu untuk melakukan coping
dari pada pria dalam menghadapi masalah. Remaja
laki laki biasanya impulsif, emosional, sensitif
terhadap kritik, kurang mampu menjaga hubungan
personal, terlalu menekankan aspek maskulinitasnya
dan suka menunjukkan keinginan bebas dan
berkuasa.
Sehingga
dibandingkan
remaja
perempuan, remaja laki laki kurang mampu
mengontrol dirinya untuk menyelesaikan masalah

yang menegangkan dengan cara yang lebih baik.


Sehingga jenis kelamin laki laki ini beresiko lebih
besar terhadap timbulnya perilaku kenakalan remaja.
Hal ini dapat dikaitkan dengan hasil penelitian,
diperoleh data bahwa frekuensi responden
berdasarkan kategori kenakalan didapatkan
frekuensi tertinggi pada responden dengan kategori
kenakalan khusus.
Hubungan Antara Pola Asuh Otoritarian Dengan
Perilaku Kenakalan Remaja
Hasil analisis data menyatakan ada hubungan
signifikan antara pola asuh otoritarian dengan
perilaku kenakalan remaja (p = 0.000), hal ini berarti
bahwa variabel pola asuh otoritarian dapat dijadikan
sebagai prediktor untuk memprediksi kenakalan
remaja. Selain itu hasil penelitian ini diperkuat
dengan hasil penelitian Sujoko (2012) yang
membahas tentang hubungan antara keluarga
berantakan, pola asuh orang tua dan interaksi teman
sebaya dengan kenakalan remaja. Sujoko
menyebutkan pada hasil penelitian bahwa kenakalan
remaja juga bisa terbentuk karena pola asuh orang
tua yang kurang tepat. Pada hasil analisis disebutkan
bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan
antara kenakalan remaja dan pola asuh orang tua,
hal ini berarti bahwa semakin baik pola asuh orang
tua maka remaja akan menjadi semakin baik namun
sebaliknya semakin buruk pola asuh yang diberikan
orang tua maka remaja akan menjadi semakin nakal.
Menurut Nilam (2009) Gaya pengasuhan
otoritarian adalah dimana orang tua cenderung
menuntut anak untuk melakukan sesuatu yang
disesuaikan dengan standart orang tua, tanpa
membuka kritik, alasan dan pertanyaan. Kartono
(2008) menambahkan bahwa penerapan pola asuh
otoritarian yang diterapkan pada remaja yang masih
labil emosinya, hasilnya tentu saja akan membuat
remaja tertekan sehingga Keadaan ini akan
menimbulkan konflik batin, frustasi dan kegalauan
pada remaja sehingga untuk mengurangi beban
tekanan jiwa sendiri mereka secara spontan
menampilkan tingkah laku agresif , impulsif dan
primitif.
Hal ini dipertegas kembali dengan adanya
teori psikologi perkembangan anak dan remaja;
Orang tua yang menekankan otoritas pada remaja
yang sangat membutuhkan kebebasan emosional
dari orang tua, dapat menimbulkan konflik diantara
mereka. Keadaan yang demikian dapat menghambat
kebebasan berpikir remaja dan menghambat
kebebasan remaja dalam mengatur dirinya sendiri,
sehingga pencapaian tugas perkembangan remaja
tidak akan berkembang dengan baik. Karena hal ini
akan menghilangkan kesempatan remaja untuk
mencapai kebebasan dan kemandirian, serta

menimbulkan tidak tercapainya pembentukan


identitas peran untuk kematangan pribadi. Sehingga
remaja akan kehilangan arah yang berdampak pada
perilaku kenakalan (Dahlan, 2011).
Dari uraian diatas dapat peneliti simpulkan
bahwa pada hakekatnya kenakalan remaja bukanlah
suatu masalah sosial yang hadir dengan sendirinya
di tengah tengah masyarakat, akan tetapi masalah
tersebut muncul karena beberapa keadaan yang
terkait, bahkan mendukung kenakalan tersebut,
faktor yang paling dominan dalam membentuk
kenakalan pada remaja adalah faktor lingkungan
keluarga. Praktik pengasuhan orang tua dalam
keluarga dengan gaya otoritarian yang dominan
menjadi salah satu jenis pola asuh negatif yang
memberi dorongan kuat sehingga anak menjadi
nakal.
Peneliti mengasumsikan bahwa hubungan
orang tua dan anak yang tidak menyenangkan dan
kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis
terutama pada masa remaja. Orang tua dengan gaya
otoritarian akan menjadi orang tua yang tidak
menyenangkan bagi remaja karena orang tua
dengan pola asuh ini cenderung memerintah, tidak
hangat, memarahi tanpa membuka ruang untuk
alasan, dan tidak menghargai pendapat anak.
Selanjutnya anak akan mempersepsikan rumah
mereka bukanlah tempat yang membahagiakan
karena semakin banyak masalah dengan orang tua,
dengan demikian anak akan terbebani dengan
masalah yang sedang dihadapi, sehingga mereka
tidak akan betah tinggal dirumah, banyak
menghabiskan waktu bersama teman teman,
menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri,
remajapun gagal dalam pemenuhan tugas
perkembangan, sehingga remaja tidak dapat
menahan diri dari perilaku perilaku menyimpang
karena kegagalan dalam pencapaian tugas
perkembangan ini akan menjadikan remaja kurang
peka terhadap aturan dan norma, pada akhirnya hal
ini akan sangat rentan dalam menumbuhkan perilaku
yang tidak wajar seperti kenakalan remaja.
KESIMPULAN
1. Pola asuh otoritarian di SMK Nasional Malang
Tahun 2013, sebagian besar responden
memperoleh pola asuh otoritarian yaitu
sebanyak 44 orang (57.9%).
2. Perilaku kenakalan remaja yang dilakukan
responden adalah termasuk dalam kategori
kenakalan khusus yaitu sebanyak 37 orang
(48.7%).
3. Hasil Uji Chi-Square, didapatkan hasil p-value
(0.000) lebih kecil daripada (0.05) sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa pada selang

kepercayaan 95% didapatkan adanya hubungan


(korelasi) yang signifikan antara hubungan pola
asuh otoritarian dengan perilaku kenakalan
remaja di SMK Nasional Malang.
SARAN
a. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk
menggali lebih lanjut mengenai perilaku
kenakalan remaja disarankan untuk lebih
memperluas tema dari sudut pandang yang
bebeda, dan diharapkan memepertimbangkan
variabel variabel yang lebih mempengaruhi
perilaku kenakalan remaja.
b. pola asuh otoritarian pada perilaku kenakalan
remaja bukan hanya bersifat subyektif dari
responden, sehingga disarankan untuk peneliti
selanjutnya menggunakan metode pengumpulan
data dengan observasi langsung, wawancara
dan laporan dari teman sebaya sehingga dapat
lebih menggali permasalahan yang ada.
c. Disarankan juga untuk penelitian selanjutnya
menggunakan
desain
penelitian,
cara
pengambilan sampel, dan uji statistik yang
berbeda sehingga dapat mengatasi kelemahan
pada umumnya.
d. Berdasarkan hasil penelitian, para subjek
penelitian
hendaknya
mengisi
angket
pengumpulan data dengan sengguh sungguh
dan sesuai dengan peristiwa yang dialami agar
hasil penelitian lebih valid, dengan hasil
penelitian yang telah disebutkan hendaknya
subyek lebih menyalurkan energi dan waktunya
pada kegiatan positif dan tidak mengarah pada
perilaku kenakalan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2007. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Jogjakarta : PT
Rineka Cipta
Antawati, D I. 2012. Memahami Anak Usia Pra
Remaja. http://www.ebookpp.
commamasa-kritis-pada-anak-ppt.html
Dahlan, D. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Indraprasti, D. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri
Dengan Perilaku Minum Minuman Keras
Pada
Remaja
Laki

Laki.
psychology.uii.ac.id/
images/stories/.../naskah-publikasi04320092.pdf

Kartono, K. 2008. Kenakalan Remaja. Jakarta : PT


Raja Grafindo Persada
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Nilam. 2009. Relasi Orang Tua dan Anak. Jakarta :
Elex Media Komputindo
Purwaningtyas, D. 2010. Hubungan Antara Persepsi
Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dengan
Perilaku Kenakalan (Delinquency) Pada
Remaja
Di
SMU X Surabaya.
http://www.alumni
unair.ac.id/kumpulan
file/1672827018.abs pdf
Sujoko. 2012. Hubungan Antara Keluarga Broken
Home, Pola Asuh Orang Tua Dan Interaksi
Teman Sebaya Dengan Kenakalan
Remaja. http://www. psikologi05.files
/2012/02/naskah-publikasi.pdf
Teganing, N M. dan Fortuna, F. 2008. Hubungan
Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif
pada Remaja. http://www.gunadarma.ac.id
/library/articles/graduate/psychology/2008/
artikel_10503078.pdf

Anda mungkin juga menyukai