Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,
termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,
kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif yang biasanya disertai dan kadang-kadang didahului oleh
penurunan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom
terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam
kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan
Barlow, 2006).
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia
seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang dari 60 tahun.
Demensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu Demensia Senilis
dan Demensia Pra Senilis. Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam
bentuk Demensia Alzeimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun,
16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini
diperkirakan kurang lebih 30 juta penduduk dunia mengalami demensia
dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.
Bahkan penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50
tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang
hanya diderita oleh lansia, tapi kenyataannya demensia dapat diderita oleh
siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al.,2003).
Usia lanjut (USILA) merupakan tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Setiap orang yang dikaruniai umur panjang akan
mengalami tahapan ini. Dengan berhasilnya pelayanan kesehatan yang
ditandai dengan bertambahnya usia harapan hidup maka kesempatan menjadi
usila semakin besar sehingga diperkirakan jumlah usila semakin bertambah.
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati

bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada


masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada
pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup
seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa
bantuan-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan
dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, maka kelompok usila perlu
mendapat perhatian dan pembinaan khusus baik oleh pemerintah atau swasta
maupun berbagai disiplin ilmu termasuk keperawatan, agar para usia lanjut
dapat mempertahankan kondisi kesehatannya sehingga tetap dapat produktif,
berperan aktif di masyarakat dan tetap bahagia di usia lanjut.
Bentuk pengembangan pelayanan keperawatan gerontologi adalah dengan
berperan aktif dalam pemberian asuhan keperawatan pada kelompok lansia
yang tinggal di panti-panti jompo. Layanan asuhan keperawatan yang
diberikan pada kelompok tersebut tidak hanya bersifat fisiologis, tetapi juga
menyangkut psikososial, perilaku terhadap kesehatan dan lingkungan.
Dengan demikian maka diharapkan akan membantu lansia tersebut dapat
hidup mandiri secara optimal.
Keberadaan UPT PSLU Blitar merupakan salah satu bentuk aktivitas
dalam

mendukung

pelayanan

kesehatan

kepada

lansia.

Pelayanan

keperawatan yang diberikan kepada klien di panti ini tentu saja dilaksanakan
dengan pendekatan proses keperawatan, yang dimulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi keperawatan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada kelompok lansia di
1.2.2

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar


Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian data kelompok khusus lansia di


UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar.
b. Mampu mengidentifikasi permasalahan pada kelompok khusus
lansia dengan demensia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Blitar.
c. Mampu

melakukan

analisa

data

dan

memprioritaskan

permasalahan berdasarkan pengorganisasian data pada kelompok


khusus lansia dengan demensia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Blitar.
d. Mampu membuat

perencanaan

asuhan

keperawatan

atas

permasalahan pada kelompok khusus lansia dengan demensia di


UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar.
e. Mampu memberikan implementasi atas permasalahan pada
kelompok khusus lansia dengan demensia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Blitar.
f.
Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan sesuai
permasalahan pada kelompok khusus lansia dengan demensia di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan/pengalaman bagi
mahasiswa untuk dapat melaksanakan proses asuhan keperawatan
1.3.2

pada kelompok lansia.


Bagi Lansia
Memberi kesempatan pada lansia yang ada di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Blitar untuk mendapatkan asuhan keperawatan
secara

1.3.3

holistik

demi

meningkatkan

kualitas

dan

kemandiriannya.
Bagi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pada kelompok lansia yang
menjadi binaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia


2.1.1

hidup

Definisi Lansia

Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari
(Azwar, 2006).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang
terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,
tetapi

dimulai

sejak

permulaan

kehidupan.

Menjadi

tua

merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui


tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap
ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik

yang

memutih,

ditandai dengan
gigi

mulai

kulit

yang

mengendur,

ompong, pendengaran

rambut

kurang

jelas,

pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh


yang tidak proporsional (Nugroho, 2006).
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan

lanjut

usia

pada

Bab

Pasal

Ayat

menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua.


Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses

menurunya

daya

tahan

tubuh

dalam

menghadapi

rangsangan dari dalam dan luar tubuh.


Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Wahyudi, 2000).
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia
60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia
akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap

infeksi

dan

memperbaiki

kerusakan

yang

terjadi

(Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk

makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit


degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan
episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999).
2.1.2

Klasifikasi Lanjut Usia


Menurut Nugroho (2004), lansia dikategorikan menjadi
beberapa kelompok , diantaranya :
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
b. Lansia (elderly) antara usia 60-74 tahun.
c. Lansia tua (old) antara usia 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) 90 tahun keatas
Menurut Maryam dkk (2008), lansia diklasifikasikan sebagai
berikut.
a. Pralansia: seseorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lanjut usia: seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lanjut usia resiko tinggi: seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
d. Lanjut usia potensial: lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lanjut usia tidak potensial: lanjut usia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.3

Perubahan perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada
diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
sosial dan sexual (Azizah, 2011).
a. Perubahan Fisik
1. Sistem Indra
Sistem
pendengaran)

pendengaran;

Prebiakusis

oleh

hilangnya

karena

(gangguan
kemampuan

pada
(daya)

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara


atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2. Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain
sebagai berikut: Jaringan penghubung (kolagen dan elastin).
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur.
4. Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

5. Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah
bagian dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis
lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
6. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan

penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek


negatif.
7. Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
8. Sistem kardiovaskuler
Massa

jantung

bertambah,

vertikel

kiri

mengalami

hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena


perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan
klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah menjadi
jaringan ikat.
9. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang
mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.

10. Pencernaan dan Metabolisme


Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun
(sensitifitas lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
11. Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.


Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
12. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
13. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada lakilaki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1. Memory (Daya ingat, Ingatan)
2. IQ (Intellegent Quotient)
3. Kemampuan Belajar (Learning)
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7. Kebijaksanaan (Wisdom)
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1. Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan (hereditas)
5. Lingkungan
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.


8. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970)
e. Kesehatan Psikososial
1. Kesepian.
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
2. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada
lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
3. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
4. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit

10

medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak


dari suatu obat.
5. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya
atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang
dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut
dapat terulang kembali.
2.1.4

Proses Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan
suatu fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi
di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem.
(Stanley, 2006).
Tahap

dewasa

merupakan

tahap

tubuh

mencapai

titik

perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut


dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh.
Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara
perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk,
2008).
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses
biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
(gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan
terhadap cedera, termasuk adanya infeksi.

11

Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai


dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot,
susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.
Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi
kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi
fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian
puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah
mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh
beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan
bertambahnya usia (Mubarak, 2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah,
baik secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia
seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga
dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher,
2009). Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia untuk
menjaga harkat dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan
kehilangan fisik, sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001).
2.1.5

Teori-Teori Proses Penuaan


Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan
dengan proses penuaan, yaitu : teori biologis, teori psikologi, teori sosial,
dan teori spiritual.

a. Teori biologis
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow
theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
1. Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat
dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

12

2. Immunology slow theory


Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi
efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam
tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
3. Teori stres
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya
sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
4. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Radikal

ini

menyebabkan

sel-sel

tidak

dapat

melakukan

regenerasi.
5. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia
sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas
kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.
b. Teori psikologi
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Adanya

penurunan

dan intelektualitas yang

meliputi

persepsi,

kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut


menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi.
Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.
Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi
pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan
merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang
berbeda dari stimulus yang ada.
c. Teori sosial

13

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses


penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori
penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory),
teori

kesinambungan

(continuity

theory),

teori

perkembangan

(development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification


theory).
1. Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang
sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang,
yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk
mengikuti perintah.
2. Teori penarikan diri
Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita
lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang
lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di
sekitarnya.
3. Teori aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses
bergantung bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih
penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.
4. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia.
Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
5. Teori perkembangan

14

Teori

perkembangan

menjelaskan

bagaimana

proses

menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban


lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai
positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan
bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya
diterapkan oleh lansia tersebut.
6. Teori stratifikasi usia
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan
yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan
untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat
makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang
demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya.
Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk
menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi
sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas
dan kelompok etnik.
7. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentang arti kehidupan.
2.2 Konsep Dimensia
2.2.1

Pengertian
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai
gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi
kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa,
pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi,
penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan
fungsi vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan
umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi
tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

15

Demensia

adalah

penurunan

fungsi

intelektual

yang

menyebabkan hilangnya independensi sosial. (William F. Ganong,


2010)
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya
fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga
menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari. Demensia merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya
pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari
hari (Nugroho, 2008).
Jadi, demensia adalah penurunan kemampuan mental yang
biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan
ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan
perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit yang
dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang
pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala
boleh dilakukan.
2.2.2

Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit
alzheimer, yang penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti,
namun diduga penyakit Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan
faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit
alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga
terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia
yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang
semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Penyebab kedua dari demensia yaitu, serangan stroke yang
berturut-turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan.
Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan
otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya

16

aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan


oleh

stroke

kecil

disebut demensia

multi-infark.

Sebagian

penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang


keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab

demensia

menurut

Nugroho

(2008)

dapat

digolongkan menjadi 3 golongan besar :


a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau
secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum
dapat diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1. Penyakit degenerasi spino-serebelar
2. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3. Khorea Huntington
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati,
dalam golongan ini diantaranya :
1. Penyakit cerebro kardiovaskuler
2. penyakit- penyakit metabolik
3. Gangguan nutrisi
4. Akibat intoksikasi menahun
2.2.3

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari penyakit demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.

17

11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.


12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita
demensia, lupa menjadi bagian keseharian yang tidak bisa
lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari,
minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi
kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk
sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkalikali
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat
melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan
kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak
beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik
diri dan gelisah

2.2.4

Klasifikasi Dimensia
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak
mengalami kematian sehingga membuat signal dari otak tidak
dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C.
2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,

18

kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses


berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan
karena penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan
progresif,
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia,
agnosia, gangguan fungsi eksekutif,
3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5. Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan
beratnya deteorisasi intelektual :
1. Stadium I (amnesia)
a. Berlangsung 2-4 tahun
b. Amnesia menonjol
c. Perubahan emosi ringan
d. Memori jangka panjang baik
e. Keluarga biasanya tidak terganggu
2. Stadium II (Bingung)
a. Berlangsung 2 10 tahun
b. Episode psikotik
c. Agresif
d. Salah mengenali keluarga
3. Stadium III (Akhir)
a. Setelah 6 - 12 tahun
b. Memori dan intelektual lebih terganggu
c. Membisu dan gangguan berjalan
d. Inkontinensia urin
b. Demensia Vascular

19

Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan


sirkulasi darah di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko
stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa
disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan
sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai
demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1. Peningkatan reflek tendon dalam
2. Kelainan gaya berjalan
3. Kelemahan anggota gerak
2. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)
3. Menurut perjalanan penyakit :
a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel

(Normal

pressure

hydrocephalus,

subdural

hematoma, vit.B, Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)


Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel
dengan

meningkatnya

cairan

serebrospinalis,

hal

ini

menyebabkan adanya :
1. Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2. Inkontinensia urin.
3. Demensia.
2.2.5

Patofisiologi
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun)
adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak
memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka
sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka
sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu

20

adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka
merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi,
namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan
perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah
masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi
pada lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif.
Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja
lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah
keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali
demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji
dan mengenali gejala demensia.
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat
dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan
pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan
untuk mengkompensasi defisit intelektual. Pasien dengan awitan demensia
yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit
daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan
depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia
dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan
gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan
depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya
akan menghilang.
2.2.6

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin

21

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis


demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium
normal,

pemeriksaan

Pemeriksaan

laboratorium

laboratorium

yang

rutin

rutin

sebaiknya

dikerjakan

dilakukan.
antara

lain:

pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,


ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan
demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik
dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium
lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks
periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia
akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan
meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus
normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon
4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya
frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif
APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental,
aktivitas sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi

22

Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting


untuk

sebagai

penambahan

pemeriksaan

demensia,

terutama

pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi,


memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada
kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau
proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu

mengukur

progresifitas

penyakit

yang

telah

diindentifikaskan demensia.
7. Sebagai suatu assesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini
(MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi
sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003).
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling
sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik
dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan
memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di
bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi
yang

signifikan pada

penderita

berpendidikan

tinggi.(Asosiasi

Alzheimer Indonesia,2003).
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE
paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini
mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median
skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk
yang > 80 tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya
>9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang
berpendidikan 0-4 tahun.Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan
suatu pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini
juga merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke

23

dalam beberapa tingkatan (Burns,2002) Penilaian fungsi kognitif pada


CDR berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori, orientasi,
pengambilan keputusan, aktivitas sosial atau masyarakat, pekerjaan
rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini
adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0,
untuk

orang

normal

tanpa

gangguan

kognitif.

Nilai

0,5,

untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat


demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia
sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia yang berat.
(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001)
2.2.7

Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,
Memantine
b. Demensia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet
seperti Aspirin , Ticlopidine ,Clopidogrel untuk melancarkan aliran
darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,
tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan
dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang
berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat
anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak,
yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan
obat

anti-psikotik

(misalnya

Haloperidol,

Quetiapine

dan

Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek


samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada
penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
2.2.8

Pencegahan Dan Perawatan Demensia

24

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya


demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
2.2.9

Asuhan Keperawatan
2.2.9.1 Pengkajian
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
a. Identitas/Data Biografis Klien
b. Riwayat Keluarga
c. Riwayat Pekerjaan
d. Riwayat Lingkungan Hidup
e. Riwayat Rekreasi
f. Sistem Pendukung
g. Kebiasaan Ritual
h. Status Kesehatan Saat Ini
i. Status Kesehatan Masa Lalu
j. Tinjauan Sistem
Kaji ada tidaknya tanda-tanda/setiap gejala berikut ini:
1. Keadaan Umum
Kelelahan, perubahan BB setahun lalu, perubahan
nafsu makan, demam, keringat malam, kesulitan tidur,
sering pilek dan infeksi, penilaian diri terhadap status

25

kesehatan, kemampuan melakukan ADL, tingkat kesadaran


(kualitatif, kuntitatif), TTV.
2. Integument
Lesi/luka, perubahan pigmentasi, perubahan tekstur,
perubahan

nevi,

sering

memar,

perubahan

rambut,

perubahan kuku, katimumul pada jari kaki dan kallus, pola


penyembuhan lesi dan memar, elastisitas/turgor.
3. Hemopoetik
Perdarahan atau memar abnormal, pembengkakan
kelenjar limfe, anemia, riwayat transfusi darah.
4. Kepala
Sakit kepala, trauma pada masa lalu, pusing, gatal
kulit kepala, lesi/luka.
5. Mata
Perubahan penglihatan, pemakaian kaca mata/lensa
kontak, nyeri, air mata berlebihan, pruritus, bengkak sekitar
mata, floater, diplopia, kabur, fotofobia, riwayat infeksi,
tanggal pemeriksaan paling akhir, dampak pada penampilan
ADL.
6. Telinga
Perubahan pendengaran, rabas, titinus, vertigo,
sensitivitas pendegaran, alat-alat protesa, riwayat infeksi,
tanggal pemeriksaan paling akhir, kebiasaan perawatan
telinga, dampak penampilan pada ADL.

7. Hidung dan Sinus


Rinorea, rabas, epistaksis, obstruksi, mendengkur,
nyeri pada sinus, alergi, riwayat infeksi, penilaian diri pada
kemampuan olfaktorius.
8. Mulut dan Tenggorok

26

Sakit tenggorakan, lesi/ulkus, serak, perubahan


suara, kesulitan menelan, perdarahan gusi, karies, alat-alat
protesa, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan akhir, pola
menggosok gigi, pola flossing, masalah dan kebiasaan
membersihkan gigi palsu.
9. Leher
Kekakuan,

nyeri/nyeri

tekan,

benjolan/massa,

keterbatasan gerak, pembesaran kelenjar thyroid.


10. Payudara
Benjolan/massa, nyeri/nyeri tekan, bengkak, keluar
cairan dari puting susu, perubahan pada puting susu, pola
pemeriksaan payudara, tanggal momografi paling akhir.
11. Pernapasan
Batuk, sesak napas, hemoptisis, sputum, mengi,
asma/alergi pernapasan, frekuensi, auskultasi, palpasi,
perkusi, wheezing.
12. Kardiovaskuler
Nyeri atau ketidaknyamanan dada, palpitasi, sesak
napas, dispnea pada aktivitas, ortopnea, murmur, edema,
varises, kaki timpang, parestesia, perubahan warna kaki.
13. Gastrointestinal
Disfagia, tak dapat mencerna, nyeri ulu hati,
pembesaran

hepar,

mual

atau

muntah,

hematesis,

perubahan nafsu makan, intoleransi makanan, ulkus, nyeri,


ikterik, benjolan atau massa, perubahan kebiasaan defekasi,
diare, kontipasi, melena, hemoroid, perdarahan rektum, pola
defekasi biasanya.
14. Perkemihan
Disuria, frekuensi, menetes, ragu-ragu, dorongan,
hematuria, poliuria, oliguria, nokturia, inkontinensia, nyeri
saat berkemih, batu, infeksi.

27

15. Reproduksi Pria


Lesi, rabas, neri tekstuler, masalah prostat, penyakit
kelamin, perubahan hasrat seksual, impotensi, masalah
aktivitas seksual.
16. Reproduksi Wanita
Lesi rabas, dispareunia, perubahan pasca senggama,
nyeri pelvik, penyakit kelamin, infeksi, maslah aktivitas
seksual, riwayat menstruasi, tanggal dan hasil papsmear
terakhir.
17. Muskuloskeletal
Nyeri persendian, kekakuan, pembengkakan sendi,
deformitas, spasme, kram, kelemahan otot, maslah cara
berjalan, nyeri punggung, protesa, pola kebiasaan latihan,
dampak pada penampilan ADL.
18. Sistem Saraf Pusat
Sakit kepala, kejang, sinkope, paralisis, paresis,
masalah koordinasi, tic atau tremor atau spasme, parestesia,
cedera kepala, masalah memori.
19. Sistem Endokrin
Intoleransi panas atau dingin, goiter, pigmentasi
kulit, perubahan rambut, polifagia, poliuria, polidpsia.
20. Psikososial
Cemas, depresi, insomnia, menangis, gugup, takut,
masalah

dalam

mengambil

keputusan,

kesulitan

berkonsentrasi, pernyataan perasaan umum mengenai


keputusan atau frustasi mekanisme koping yang biasa, stres
saat ini, masalah tentang kematian dan kehilangan, dampak
penampilan ADL.
2. Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif dan Sosial
a. Pengkajian Status Fungsional
Indeks kemandirian

pada aktivitas

kehidupan

sehari-hari berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau

28

tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi ke


kamar mandi, berpindah, kontinen dan makan.
SKORE
A

INDEKS KATZ
KRITERIA
Kemandirian dalam hal makan,

berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi.


Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-

hari, kecuali satu dari fungsi tersebut.


Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-

hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan.


Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-

kontinen,

hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi


E

tambahan.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup seharihari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil

dan satu fungsi tambahan.


Kemandirian dalam semua aktifitas hidup seharihari, kecuali mandi, berpakaian, berpindah dan

satu fungsi tambahan.


G
Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi
tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan
G.

b. Pengkajian Status Kognitif dan Afektif


1. Menggunakan

Short

Portable

Mental

Status

Questionnaire (SPMSQ) untuk mendeteksi adanya dan


tingkat kerusakan intelektual, terdiri dari 10 hal yang
mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan
kemampuan perawatan diri, memori jauh, kemampuan
matematis.
2. Menggunakan Mini Mental State Exam (MMSE) untuk
menguji aspek-aspek kognitif dari fungsi mental

29

meliputi orientasi, registrasi, perhatian, kalkulasi,


mengingat kembali dan bahasa.
3. Menggunakan

Inventaris

Depresi

Beck

untuk

membedakan jenis depresi serius yang mempengaruhi


fungsi-fungsi dari suasana hati rendah umum pada
banyak orang.
4. Mengguanakan Skala Depresi Geriatrik Yesavage untuk
menilai depresi lansia.
c. Pengkajian Status Sosial
Status

sosial

lansia

dapat

diukur

dengan

menggunakan APGAR Keluarga. Penilaian jika pertanyaanpertanyaan yang dijawab selalu (poin 2), kadang-kadang
(poin 1), hampir tidak pernah (poin 0).
No.
Fungsi
1. Adaptasi

APGAR Keluarga
Uraian
Skore
Saya puas bahwa saya dapat
kembali pada keluarga (temanteman) saya untuk membantu
pada

waktu

sesuatu

menyusahkan saya
2.

Hubungan

Saya

puas

dengan

cara

keluarga (teman-teman) saya


membicarakan sesuatu dengan
saya
3.

Pertumbuhan

dan

mengungkapakan

masalah dengan saya


Saya puas bahwa keluarga
(teman-teman) saya menerima
dan mendukung saya untuk
melakukan aktifitas atau arah

4.

Afeksi

baru
Saya puas dengan keluarga
(teman-teman)
mengekspresikan

saya
afek

dan

30

berespon

terhadap

emosi-

emosi saya, seperti marah,


5.

sedih atau mencintai


Saya puas dengan cara teman-

Pemecahan

teman

saya

dan

saya

menyediakan waktu bersamasama


2.2.9.2 Diagnosa Keperawatan
1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan,
keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah
laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan
tingkah laku agresif.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan
atau

memori,

hilang

konsentrsi,

tidak

mampu

menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.


3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis,
tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai
dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4. Perubahan

pola

tidur

berhubungan

dengan

perubahan

lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan


tidur,

terus-menerus

terjaga,

tidak

mampu

menentukan

kebutuhan/ waktu tidur.


5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas,
menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
6. Resiko

terhadap

cedera

berhubungan

dengan

kesulitan

keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas


kejang.

31

7. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn
sensori.
2.2.9.3 Intervensi Keperawatan
No

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

Dx
Hasil
1. Setelah
diberikan 1.Jalin

hubungan

tindakan

saling

keperawatan

dengan klien.

diharapkan
dapat

Rasional

mendukung

kepercayaan dan rasa


nyaman.

klien

beradaptasi 2.Orientasikan pada

dengan

1. Untuk membangun

perubahan lingkungan

dan

aktivitas sehari- hari rutinitas baru.

2. Menurunkan
kecemasan dan
perasaan terganggu.

dan lingkungan
KH :

3.

Kaji

tingkat

-mengidentifikasi

stressor

perubahan

(penyesuaian

persepsi klien tentang


diri,

a. -mampu beradaptasi perkembangan,


pada

perubahan peran

lingkungan

dan akibat

3. Untuk menentukan
kejadian dan tingkat
serangan.

keluarga,
perubahan

aktivitas kehidupan status kesehatan)


sehari-hari
b. -cemas

dan

takut 4. Tentukan jadwal

berkurang

aktivitas

-membuat
pernyataan
positif
lingkungan
baru.

yang

wajar dan masukkan


yang dalam kegiatan rutin.
tentang

4. Konsistensi
mengurangi
kebingungan dan
meningkatkan rasa
kebersamaan.

yang
5.Berikan penjelasan
dan informasi yang
menyenangkan
mengenai
peristiwa.

kegiatan/

5. Menurunkan
ketegangan,
mempertahankan rasa
saling percaya, dan

32

2.

Setelah

orientasi.
1. . Mengurangi

diberikan 1.Kembangkan

tindakan

lingkungan

yang

kecemasan

keperawatan

mendukung

dan

emosional.

diharapkan
mampu

klien hubungan

klien-

mengenali perawat

perubahan

dan

yang

dalam terapeutik.

berpikir
KH:

2.Pertahankan

a. -Mampu

lingkungan

memperlihatkan

2. Kebisingan
yang

merupakan

sensori

dan

berlebihan

yang

menyenangkan

kemampuan kognitif tenang.

meningkatkan

untuk

gangguan neuron.

menjalani

konsekuensi kejadian 3.Tatap wajah ketika 3. Menimbulkan


yang

menegangkan berbicara

dengan

perhatian,

terutama

terhadap emosi dan klien.

pada

klien

dengan

pikiran tentang diri.

gangguan perceptual.

b. -Mampu
mengembangkan
strategi

4.Panggil

klien 4. Nama adalah bentuk

untuk dengan namanya.

identitas

diri

mengatasi anggapan

menimbulkan

diri yang negative.

pengenalan

-Mampu

mengenali

realita dan klien.

tingkah

laku

faktor penyebab.

terhadap

dan
5.Gunakan
yang

suara 5. Meningkatkan

agak rendah

pemahaman. Ucapan

dan

berbicara

tinggi

dan

keras

dengan

perlahan

menimbulkan

stress

pada klien.

yg

mencetuskan

konfrontasi
3.

Setelah
tindakan

dan

respon marah.
1. Meningkatkan

diberikan 1.Kembangkan
lingkungan

dan

yang

kenyamanan

dan

33

keperawatan

suportif

diharapkan

hubungan

perubahan

dan
perawat-

persepsi klien

menurunkan
kecemasan pada klien.

yang

sensori klien dapat terapeutik.


berkurang

atau

2. Meningkatkan koping

terkontrol

2.Bantu klien untuk

dan

KH:

memahami

halusinasi.

a. -Mengalami

halusinasi.

penurunan

3. Keterlibatan

halusinasi.
b. -Mengembangkan
strategi
untuk

menurunkan

3.Kaji derajat sensori

memperlihatkan

atau

masalah yang bersifat

gangguan

psikososial persepsi

dan

asimetris

mengurangi bagaiman

hal

menyebabkan

stress.

tersebut

kehilangan

-Mendemonstrasikan

mempengaruhi klien

kemampuan

respons yang sesuai termasuk penurunan


stimulasi.

otak

penglihatan

klien
pada

salah satu sisi tubuh.

atau

pendengaran.
4. Untuk
4.Ajarkan
untuk

menurunkan

strategi

kebutuhan

mengurangi

halusinasi.

akan

stress.
5. Piknik

menunjukkan
dan

5.Ajak

piknik

realita

sederhana,

jalan-

memberikan stimulasi

jalan keliling rumah

sensori

sakit.

menurunkan perasaan

Pantau

aktivitas.

curiga dan halusinasi


yang

4.

Setelah

dilakukan 1.Jangan

yang

disebabkan

perasaan terkekang.
1. Irama
sirkadian

tindakan

menganjurkan klien

(irama tidur-bangun)

keperawatan

tidur siang apabila

yang

tersinkronisasi

34

diharapkan
terjadi

a.

tidak berakibat
gangguan negative

pola tidur pada klien

tidur

KH :

hari.

Memahami

efek
terhadap

pada

faktor

pola tidur.

klien

Mampu

(steroid,

diuretik)

menentukan
penyebab

yang

mengganggu tidur.
tidur

Melaporkan
beristirahat

psikis

terjadi bila terdapat


panggunaan
kortikosteroid,
perubahan

mood, insomnia.
dapat 3.Tentukan

3. Mengubah pola yang

yang kebiasaan

cukup.
d. Mampu
menciptakan

2. Deragement

termasuk

inadekuat.
c.

siang yang singkat.

malam

penyebab gangguan 2.Evaluasi efek obat


b.

disebabkan oleh tidur

dan

terbiasa

dari

rutinitas waktu tidur

asupan makan klien

malam

pada

dengan

pola kebiasaan

tidur yang adekuat.

sudah

malam

hari

terbukti mengganggu

klien(memberi susu

tidur.

hangat).
4.Memberikan
lingkungan

4. Hambatan
yang

nyaman

untuk

kortikal

pada formasi reticular


akan

berkurang

meningkatkan

selama

tidur(mematikan

meningkatkan respon

lampu,

otomatik,

ventilasi

tidur,
karenanya

ruang adekuat, suhu

respon kardiovakular

yang

terhadap

sesuai,

menghindari

meningkat

kebisingan)

tidur.

5.Buat jadwal tidur


secara

teratur.

suara
selama

5. Penguatan
saatnya

bahwa
tidur

dan

35

5.

Setelah

Katakan pada klien

mempertahankan

bahwa

ini

kesetabilan

adalah waktu untuk

lingkungan.

saat

tidur.
diberikan 1.Identifikasi

tindakan

kesulitan

keperawatan

berpakaian/

diharapkan
dapat

1. Memahami penyebab
dalam

mempengaruhi

intervensi.

klien perawatan

diri,

merawat seperti: keterbatasan

dirinya

yang

sesuai gerak fisik, apatis/

dengan

depresi,

penurunan

kemampuannya

kognitif

seperti

dapat

Masalah

diminimalkan

dengan menyesuaikan
atau

memerlukan

konsultasi dari ahli


lain.

apraksia.
KH :
a. -Mampu melakukan 2.Identifikasi
aktivitas

2. Seiring perkembangan

perawatan kebutuhan

penyakit,

kebutuhan

diri sesuai dengan kebersihan diri dan

kebersihan

tingkat kemampuan.

mungkin dilupakan.

b. -Mampu

berikan
sesuai

mengidentifikasi dan dengan


menggunakan
sumber
komunitas

bantuan
kebutuhan
perawatan

rambut/kuku/

kulit,

pribadi/ bersihkan kaca mata,


yang dan gosok gigi.

dapat memberikan b
antuan.

dasar

3. Kehilangan

sensori

3.Perhatikan adanya

dan penurunan fungsi

tanda-tanda

bahasa menyebabkan

nonverbal
fisiologis.

yang

klien mengungkapkan
kebutuhan perawatan
diri

dengan

nonverbal,

cara
seperti

terengah-engah, ingin
berkemih

dengan

memegang dirinya.

36

4. Pekerjaan

yang

4.Beri banyak waktu

tadinya

untuk

sekarang

menjadi

terhambat

karena

penurunan

motorik

melakukan

tugas.

mudah

dan

perubahan

kognitif.
5. Meningkatkan

6.

5.Bantu mengenakan

kepercayaan

pakaian yang rapi

hidup.

dan indah.
dilakukan. 1.Kaji

Setelah

derajat

untuk

1. Mengidentifikasi

tindakan

gangguan

risiko di lingkungan

keperawatan

kemampuan, tingkah

dan

diharapkan

Risiko laku impulsive dan

cedera tidak terjadi

penurunan

KH :

visual.

a. -Meningkatkan
tingkat aktivitas.
b. -Dapat

Bantu

dengan tingkah laku

keluarga

impulsi

mengidentifikasi

trauma karena kurang

beradaptasi risiko

terjadinya

untuk

mengurangi mungkin timbul.

yang

trauma/

cedera.
cedera.

perawat

akan bahaya. Klien

lingkungan bahaya

-Tidak

kesadaran

persepsi

dengan
risiko

mempertinggi

berisiko

mampu
mengendalikan
perilaku.

Penurunan

persepsi

visual

berisiko terjatuh.
mengalami 2. Hilangkan sumber

2. Klien

dengan

bahaya

gangguan

kognitif,

lingkungan.

gangguan

persepsi

adalah

awal

terjadi

trauma akibat tidak


bertanggung
terhadap

jawab

kebutuhan

37

keamanan dasar.
3. Alihkan perhatian
saat

perilaku

3. Mempertahankan
keamanan

dengan

teragitasi/

menghindari

berbahaya,

konfrontasi

memenjat

pagar

tempat tidur.
4. Kaji
samping

yang

meningkatkan

risiko

terjadinya trauma.
efek

4. Klien

obat,

dapat

yang

tidak

melaporkan

tanda keracunan

tanda/gejala

obat

(tanda

dapat

ekstrapiramidal,

kadar toksisitas pada

hipotensi

lansia. Ukuran dosis/

ortostatik,

penggantian

gangguan

diperlukan

penglihatan,

mengurangi

gangguan

gangguan.

menimbulkan

obat
untuk

gastrointestinal)
5. Hindari

5. Membahayakan klien,

penggunaan
restrain

Setelah

dilakukan 1.

terus-

dan

timbul

menerus. Berikan

fraktur

kesempatan

lansia

keluarga

tinggal

dengan

bersama

klien

selama
7.

meningkatkan agitasi
risiko

pada

klien

(berhubungan
penurunan

kalsium tulang).

periode

agitasi akut.
Beri dukungan 1. Motivasi terjadi saat

tindakan

untuk penurunan

klien mengidentifikasi

keperawatan

berat badan.

kebutuhan berarti.

diharapkan

klien 2. Awasi berat badan 2. Memberikan

umpan

38

mendapat

nutrisi

setiap minggu.

balik/ penghargaan.

yang seimbang
KH:

3. Kaji pengetahuan 3. Identifikasi kebutuhan

a. -Mengubah

pola

asuhan yang benar


b.

-Mendapat
nutrisi

keluarga/

klien

membantu

mengenai

perencanaan

diet

kebutuhan

pendidikan.

yang

makanan.

seimbang.
-Mendapat
berat
sesuai.

kembali 4. Usahakan/

badan

yang

bantuan

beri 4. Klien tidak mampu


dalam

memilih menu.

menentukan

pilihan

kebutuhan nutrisi

5. Beri Privasi saat 5. Ketidakmampuan


kebiasaan makan

menerima

dan

menjadi masalah.

hambatan sosial dari


kebiasaan

makan

berkembang

seiring

berkembangnya
penyakit.

39

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK
UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BLITAR
3.1 Pengkajian Kelompok Usia Lanjut
3.1.1 Data Umum
Identitas
Nama
: UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
Alamat
: Jl.Sudirman No.13 Kec. Wlingi Kab. Blitar
Telp 0342-692909, Kode Pos 66184
3.1.2

Data Inti
a. Sejarah Berdirinya
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur,
yang melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial Propinsi Jawa
Timur di bidang Pelayanan, Penyantunan dan Rehabilitasi Sosial
bagi lanjut usia terlantar. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
yang terletak di Jl. Panglima Sudirman No.13 Wlingi Kab. Blitar,
memiliki lahan seluas 3.589 m2, terdiri dari luas bangunan 1.474 m 2
dan luas tanah 2.105 m2.
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
berdiri sejak tahun 1978 yang difungsikan sebagai Kantor
Penghubung Sosial. Kemudian pada tahun 1982 berubah nama
menjadi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar Werdha Wlingi di

40

bawah naungan Dinas Sosial Kabupaten Blitar, dengan bentuk


bangunan yang sederhana.
Kemudian pada tahun 2000 dengan adanya Otonomi Daerah
sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 12
Tahun 2000 UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar Werdha Wlingi
berganti nama menjadi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
Sosial Tresna Werdha Blitar (setara dengan Eselon III) dan berada di
bawah naungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 2001 Berdasarkan Peraturan Daerah
Propinsi Jawa Timur Nomor 14 Tahun 2001 yang merupakan
perubahan dari Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 12
tahun 2000 dan di tindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur nomor
51 tahun 2003 tentang Fungsi dan Tugas Unit Pelaksana Teknis
Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, maka Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Blitar selaku UPTD membawahi Unit Pelayanan Sosial
(UPS) Tresna Werdha di Tulungagung.
Kemudian sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur
nomor 80 tahun 2008, tentang uraian tugas sekretariat, bidang,
sub.bagian dan seksi dan nomor 119 tahun 2008, tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa
Timur UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Blitar berganti nomenklatur menjadi Unit Pelaksana
Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar (UPT PSLU) Blitar yang
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Pemerintah Propinsi
Jawa Timur dibawah naungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur
dengan susunan organisasi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
sebagai berikut:
1. Kepala UPT
2. Sub. Bagian Tata Usaha
3. Seksi Pelayanan Sosial
4. Seksi Bimbingan dan Pembinaan Lanjut
b. Data Demografi (Distribusi Lansia)
Jumlah

41

Total klien lanjut usia yang dirawat di UPT


Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar pada saat pengkajian
yang dilakukan pada tanggal 20 September 2016 terdapat
sejumlah 54 orang klien. Pengkajian dilakukan pada 54
klien lanjut usia, yaitu klien yang ada di asrama Nusa
Indah, Anggrek, Flamboyan, Aglonema, dan Bougenville

dan Kamboja.
Distribusi lansia
Tabel 1
Distribusi Klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Blitar berdasarkan Jenis Kelamin
No

Jenis kelamin

Jumlah

Prosentase

1.

Laki-laki

13

24,08 %

2.

Perempuan

41

75,92 %

54

100 %

Jumlah

Sumber: Pengkajian Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan


Malang pada 19 September 2016 kelompok 11 A
Dari data pengkajian tabel 1 (distribusi lansia menurut jenis
kelamin), didapatkan sebanyak 41 klien penghuni UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Blitar berjenis kelamin perempuan dengan
prosentase terbanyak yaitu 75,92%.
Tabel 2
Distribusi Klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
berdasarkan Umur
No

Umur

Jumlah

Prosentase

1.

Middle (45-59 tahun)

0%

2.

Elderly (60-74 tahun)

27

50 %

3.

Old (75-90 tahun)

26

48,1 %

4.

Very old (90 tahun


keatas)

1.9 %

42

54

Jumlah

100 %

Sumber: Pengkajian Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan


Malang pada 19 September 2016 kelompok 11 A

Dari data pengkajian tabel 2 (distribusi lansia berdasarkan


umur) didapatkan penghuni UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Blitar termasuk dalam kategori Elderly (60-74 tahun) dengan
sprosentase terbanyak yaitu 48.1%.
Tabel 3
Distribusi Klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Blitar berdasarkan Agama
No.

Agama

Jumlah

Prosentase

Islam

49

90,7%

Kristen

3,7%

Katolik

5,6%

54

100%

Jumlah

Sumber: Pengkajian Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan


Malang pada 19 September 2016 kelompok 11 A
Dari data pengkajian tabel 3 (distribusi lansia berdasarkan
agama), didapatkan sejumlah 49 orang klien memeluk agama
islam dengan prosentase terbanyak yaitu 90,7%.dari keseluruhan
jumlah klien sebanyak 54 orang.
c. Vital Statistik
Data status kesehatan lansia usia lanjut yang didapat pada
pengkajian tanggal 19 September 2016 adalah sebagai berikut.
Masalah kesehatan saat ini
Tabel 4
Distribusi Klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Blitar Berdasarkan Masalah Kesehatan Saat Ini
No
1

Penyakit
Hipertensi

Jumlah

Porsentase

19

35,18%

43

Imobilisasi

5,55%

Gangguan Istirahat Tidur

13

24,07%

Gangguan Penglihatan

3,7%

5.

Demensia

16,6%

6.

Nyeri sendi

23

42,5%

7.

Gangguan pernafasan

5,55%

8.

Tidak terkaji

3,7A%

Sumber: Pengkajian Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan


Malang pada 19 September 2016 kelompok 11 A
Dari data pengkajian tabel 4 (daftar tabel masalah kesehatan saat
ini) didapatkan 23 klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar dengan
nyeri sendi, demensia dengan 9 klien.
Intelektual dan kognitif
a) Tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan
SPMSQ (Short Portable Mental Status Quisioner)
Tabel 5
Distribusi Klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
Berdasarkan Tingkat Kerusakan Intelektual
No.

Interpretasi

Jumlah

Prosentase

1.

Fungsi intelektual
utuh

0%

2.

Fungsi intelektual
kerusakan ringan

33,33%

3.

Fungi intelektual
kerusakan sedang

44,44%

4.

Fungsi intelektual
kerusakan berat

22,22%

100%

Jumlah

Sumber: Pengkajian Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan


Malang pada 19 September 2016 kelompok 11 A

44

Dari data pengkajian tabel 5 didapatkan 4 klien di UPT Pelayanan


Sosial Usia Lanjut Blitar dengan fungsi intelektual kerusakan sedang dari
9 klien yang dilakukan pengkajian dengan prosentase 44,44%
b) Identifikasi aspek kognitif dengan menggunakan MMSE
(Mini Mental Status Exam)
Tabel 6
Distribusi Klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
Berdasarkan Aspek Kognitif
No.

Interpretasi

Jumlah

Prosentase

1.

Tidak ada

11,11%

11,11%

77,78%

100%

gangguan kognitif
2.

Gangguan kognitif
sedang

3.

Gangguan kognitif
berat
Jumlah

Sumber: Pengkajian Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan


Malang pada 19 September 2016 kelompok 11 A
Dari data pengkajian tabel 6 didapatkan 7 klien di UPT Pelayanan
Sosial Usia Lanjut Blitar dengan gangguan kognitif berat dari 9 klien yang
dilakukan pengkajian dengan prosentase 77,78%
Kegiatan hidup sehari-hari
a) Nutrisi (Makan/Minum)
Pada lansia, sudah dijadwal jam makan yaitu 3x/hr dan
jika minum terdapat jam tambahan yaitu 2x/hr untuk
minum teh dan susu. Apabila penyediaan air putih
disediakan di beberapa tempat.
b) Kemandirian Aktifitas dan Latihan
Tabel 7
Distribusi Klien UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Blitar Berdasarkan Tingkat Kemandirian

45

No

Tingkat Kemandirian

Jumlah

Prosentase

Memerlukan Bantuan Penuh

10

18,52%

Memerlukan Bantuan Ringan

10

18,52%

Mandiri

34

62,96%

54

100%

Jumlah

Sumber: Pengkajian Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan


Malang pada 19 September 2016 kelompok 11 A
Dari data hasil pengkajian pada tabel 7 (tingkat kemandirian)
didapatkan klien di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
sebagian besar mandiri dengan prosentase 62,96%.
Nilai dan Kepercayaan terhadap Kesehatan
Pada beberapa lansia, berasumsi bahwa pemeriksaan
kesehatan 1 bulan sekali tidak diperlukan karena jika ada
keluhan dapat langsung menerima obat yang buka setiap hari
dan dapat langsung diobati. Untuk pencegahan penyakit dapat
dilakukan dengan menjaga kesehatan berupa rajin mengikuti
senam setiap pagi, rajin mandi, tidak telat makan, dan istirahat.
Dan untuk pemenuhan gizi pada lansia hanya mengikuti sesuai
3.1.3

yang diberikan oleh UPT PSLU Blitar.


Data Subsistem
a. Lingkungan Fisik
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar memiliki
konstruksi bangunan permanen dengan luas 3.589 m2 yang terdiri
dari ruang kantor, ruang aula, ruang gudang, ruang asrama klien,
ruang mushola, ruang makan, ruang dapur, ruang periksa
kesehatan,

dan

ruang

perawatan

khusus.

Setiap

ruang

menggunakan lantai keramik dengan ventilasi yang baik,


pencahayaan yang cukup dan kebersihan lingkungan yang bersih,
asri dan nyaman.
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar juga memiliki
halaman yang cukup luas dan biasa di manfaatkan untuk olahraga
klien dipagi hari. Sumber air bersih menggunakan air dari PDAM,
untuk pembuangan sampah di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

46

Blitar ini diambil petugas kebersihan dan sarana pembuangan


kotoran manusia dibuang ke septictank.
b. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Jumlah petugas: 24 orang
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan:
- Kegiatan kelompok:
Senin : senam dan bimbingan sosial
Selasa
: senam dan bimbingan ketrampilan
Rabu : senam dan bimbingan sosial
Kamis
: senam dan pengajian
Jumat
: jalan-jalan / rekreasi
c. Status pendidikan:
Tabel 8
Daftar Nama Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Berdasarkan Status Pendidikan Terakhir
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar yang Berlokasi di Blitar
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

NAMA/NIP
SUPRIANTO S.Sos., MM.
NIP 19611016 198603 1 010
FARIDA HIKMAWATI, Aks,
MAP.
NIP 19690302 199103 2 010
Drs. YANTOSA
NIP 19670519 199102 1 001
Dra. SIHAYEM
NIP 19640320 199103 2 009
SALIM
NIP 19621214 196303 1 009
ANIS EKOWATI
NIP 19721001 199401 2 002
DWI RAHAYUNINGTIYAS,
Amd. Keb.
NIP 19830109 200604 2 022
AGUS HERNAWAN
NIP 19700828 200701 1 020
HEPY ARIFIN HANDOYO
NIP 19710120 200701 1 008
ROFIQ QOMARUDIN
NIP 19840216 200801 1 008
SUGIYONO
NIP 19640912 200901 1 004
YOPPI RUSYANTO
NIP 19830102 201001 1 005

Pendidikan
S2
S2
S1
S1
SLTA
S1
S1
S1
S1
S1
SLTA
SLTA

47

SEPTIO CHABIBI
NIP 19870218 200701 1 010
PUJIANTO
14.
NIP 19660101 200701 1 052
SURIP FADIL
15.
NIP 19670218 200701 1 010
Dari data tabel 8, didapatkan status pendidikan
13.

SLTA
SLTA
SLTA
terakhir pegawai

(PNS) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar terbanyak adalah


berpendidikan S1 yaitu sejumlah 7 orang pegawai atau 46,66% dari
keseluruhan pegawai yang berada di lokasi Blitar sejumlah 15 orang.
Tabel 9
Daftar Nama Pegawai Non PNS
Berdasarkan Status Pendidikan Terakhir
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar yang Berlokasi di Blitar
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

NAMA
DWI MARDELI
TINUK KUNARWATI
SUPRIHATIN
BARIATI
RACHMA YUNAWAN S. Kep
SITI KHOIRIYAH
JOKO SETIONO
SUMARNI
WIDYA DEDI HARIANTO

PENDIDIKAN
SLTA
SMP
SLTA
SMPS
S1
SLTP
SLTA
SLTA
SLTA

Dari data tabel 9, didapatkan status pendidikan terakhir pegawai non


PNS di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Blitar terbanyak
adalah berpendidikan SLTA dengan jumlah 5 orang atau 55,5% dari 9
keseluruhan pegawai non PNS.
d. Transportasi, keamanan dan keselamatan
Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar sarana jalan di
lingkungan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar sangat baik
dan terdapat pegangan di pinggir jalan lingkungan UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Blitar untuk pegangan klien. Selain itu terdapat
sarana transportasi yang baik, berupa 2 mobil, satu mobil
digunakan untuk kepentingan kepala UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Blitar, dan satu mobil lainnya yaitu mobil ambulance untuk
keperluan pelayanan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar. Di
depan terdapat pos satpam, setiap malam satpam berkeliling untuk

48

menjaga keamanan lingkungan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia


Blitar. Pencegahan kebakaran tersedia beberapa tabung pemadam
api namun tidak ada alat pendeteksi asap kebakaran.

e. Politik dan pemerintahan


Struktur organisasi unit pelaksana teknis pelayanan sosial
lanjut usia Blitar diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur No
119 tahun 2008.

Sumber daya manusia:


a. Pegawai Negeri Sipil: 15 orang
b. Pegawai non PNS: 9 orang
Kegiatan Pelayanan:
a. Pendekatan awal
- Orientasi dan konsultasi
- Identifikasi
- Motivasi
- Seleksi
b. Tahap penerimaan
- Pemanggilan
- Penerimaan
- Registrasi

49

- Orientasi
- Pemahaman masalah
c. Kegiatan bimbingan
- Bimbingan fisik
- Bimbingan mental
- Bimbingan social
d. Kegiatan terminasi dan lanjut usia
- Resosialisasi
- Terminasi
- Bimbingan lanjut
Persyaratan untuk mendapatkan pelayanan di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Blitar:
Laki-laki atau perempuan usia min. 60 tahun
Dari keluarga bermasalah sosial (miskin, terlantar diasingkan

oleh keluarga dan masyarakat)


Sehat jasmani dan rohani (tidak berpenyakit/gila dan mendapat

surat keterangan sehat dari dokter setempat)


Bisa mengurus dirinya sendiri/mandiri
Mendapat persetujuan dari pihak keluarga/wali.
Mendapat surat pengantar dari kelurahan/desa dan dinas sosial

setempat yang menyatakan orang tersebut bermasalah sosial


Menyerahkan pas foto dan foto copy KTP masing-masing 2

lembar
Sanggup menaati seluruh peraturan dan tata tertib yang
diberlakukan didalam UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Blitar.
Lolos seleksi dari tim seleksi UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Blitar.

Tata tertib klien:


Klien wajib mentaati semua peraturan yang berlaku di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar


Klien/penghuni yang sehat wajib menjaga kebersihan dan

keindahan asrama dan lingkungan sekitar


Klien/penghuni yang sehat wajib mengikuti kegiatan yang
diselenggarakan oleh petugas antara lain: kegiatan bimbingan
fisik,

bimbingan

fisik,

bimbingan

psikososial dan bimbingan keterampilan.

mental,

bimbingan

50

Untuk menciptakan kenyamanan diasrama penghuni/klien

wajib menjaga kerukunan kebersamaan dan ketertiban.


Apabila terjadi permasalahan diantara penghuni/klien harap

melaporkan kepada petugas


Apabila klien ingin keluar

lingkungan

kantor,

harap

melapor/ijin kepada petugas/satpol pp UPT Pelayanan Sosial


Lanjut Usia Blitar
f. Komunikasi
Sarana komunikasi yang digunakan
Sarana yang digunakan untuk komunikasi bisa secara

langsung, menggunakan mikrofon, dan menggunakan bel.


Penyebaran informasi kegiatan kelompok
Penyebaran informasi dapat dilakukan secara langsung,
misalnya pada saat pengajian, bimbingan sosial, senam, atau
disaat kegiatan semua klien berkumpul, akan diumumkan
informasi secara langsung. Selain itu, pemberitahuan terkait
dengan kegiatan rutin seperti: waktu makan dan pembagian

snack, dikomunikasikan dengan bel.


g. Ekonomi
Klien yang terdapat di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Blitar saat ini seluruhnya tidak memiliki pekerjaan dan sumber
pendanaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
klien berasal dari APBD pemerintah Provinsi Jawa Timur.
h. Rekreasi
Untuk beberapa waktu tertentu anggota UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Blitar diajak untuk rekreasi misalnya pada
peringatan hari lansia.
Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar tersedia sarana
hiburan dan olahraga, yaitu :
9 buah televisi
Sebuah gedung aula untuk tempat penyuluhan maupun TAK
Peralatan olahraga
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK USIA LANJUT
UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BLITAR DENGAN
DEMENSIA
4.1 Pengkajian Fokus Keperawatan Kelompok

51

Nama kelompok
Nama masalah
Faktor yang
berhubungan
- Proses menua
- Gangguan memori

: 11 A
: Demensia
Korelasi dengan masalah
Usia Lanjut
Menurunnya respon sensori
Ketidakseimbangan
kecepatan regenerasi dan
respon otak
Menurunnya kerja otak
daya pikir berkurang
daya ingat menurun
perubahan proses pikir

Data Fokus
DS:
- Klien mengatakan tidak
mengenali teman sekamarnya
- Klien mengatakan kuncinya
dikalungkan karena sering lupa
- Klien mengatakan sering lupa
mengenakan sandal
DO:
- Klien sering mengulang
perkataan
- Klien tampak mencari barang
pribadinya
- Klien menuduh temannya
mengambil barang dari almari

- Proses demensia

Penurunan kerja otak


mengulang aktivitas

nya
DS:
- Klien mengatakan sering
terbangun di malam hari, dan

pola aktivitas berulang,


sering terbangun malam

tidak bisa tidur lagi sampai pagi


- Klien mengatakan sering

hari

berjalan-jalan saat malam hari

pola istirahat tidur


terganggu
Gangguan pola tidur

DO:
-

Ketika lansia lain tidur,


lansia demensia sering
terlihat berjalan-jalan

disekitar mushola
Klien terlihat mondar
mandir

Kesulitan

keseimbangan
Kelemahan otot

Proses penuaan

Penurunan fungsi tubuh

DS:
-

Klien

mengatakan

tidak

begitu kuat berjalan


Klien mengatakan

sulit

52

Berkurangnya masa otot


perubahan degeneratif

Kekuatan otot menurun,


ROM terbatas

Resiko cidera

berjalan karena sudah tua


Klien mengatakan tidak
seimbang saat berjalan jika
tidak ada pegangan

DO:
-

Klien menggunakan triport

untuk berjalan
Klien berjalan dengan alat
bantu yang ada dipinggir

tembok
Klien berjalan ke toilet
dengan

berpegangan

tembok

4.2 Daftar Diagnosa Keperawatan Kelompok


Masalah

Perhatian

Poin

Tingkat

Kemungkinan

Nilai

Masyarakat

Prevalensi

Bahaya

Diatasi

Total

96

64

Perubahan
proses pikir
berhubungan
dengan
perubahan
fisiologis
(degenerasi
neuron
ireversibel)
Perubahan pola
tidur
berhubungan
dengan

53

perubahan
lingkungan
Resiko jatuh
berhubungan
dengan
kesulitan

48

keseimbangan
dan kelemahan
otot
Daftar prioritas diagnosa:
1. Perubahan

proses

pikir

berhubungan

dengan

perubahan

fisiologis

(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori,


hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai
realitas dengan akurat.
2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
3. Resiko jatuh berhubungan dengan kesulitan keseimbangan dan kelemahan
otot ditandai dengan keluhan verbal klien yang lemah saat berjalan.
4.3 Rencana Asuhan Keperawatan Kelompok

No.
Dx
1.

Tujuan dan

Intervensi

Rasional

Kriteria Hasil
Setelah
diberikan 1.Kembangkan lingkungan. Mengurangi kecemasan dan
tindakan keperawatan yang
diharapkan
mampu
perubahan

mendukung

klien hubungan

dan emosional.

klien-perawat

mengenali yang terapeutik.


dalam

berpikir

2.Pertahankan

KH:

yang menyenangkan dan sensori

a. -Mampu

tenang.

lingkungan
b. Kebisingan

merupakan

berlebihan

meningkatkan

yang

gangguan

54

memperlihatkan
kemampuan
untuk

kognitif 3.Tatap

wajah

ketika Menimbulkan

menjalani berbicara dengan klien.

konsekuensi
yang

neuron.
terutama pada klien dengan

kejadian

gangguan perceptual.

menegangkan

terhadap

emosi

c.

dan 4.Panggil

pikiran tentang diri.

perhatian,

klien

dengan
d. Nama

namanya.

adalah

identitas

bentuk

diri

dan

-Mampu mengembangkan

menimbulkan

strategi untuk mengatasi

terhadap realita dan klien.

anggapan

diri

pengenalan

yang

negative.
mengenali 5.Gunakan suara yang agak Meningkatkan pemahaman.
tingkah laku dan faktor rendah
dan
berbicara Ucapan tinggi dan keras
-Mampu

penyebab.

2.

Setelah

dengan perlahan pada klien.

dilakukan 1.Jangan

menimbulkan

stress

mencetuskan

konfrontasi

dan respon marah.


menganjurkan Irama tidur-bangun

tindakan keperawatan klien tidur siang apabila tersinkronisasi


diharapkan

tidak berakibat

efek

negative oleh

tidur

yg

yang

disebabkan
siang

yang

terjadi gangguan pola terhadap tidur pada malam singkat.


tidur pada klien

hari.

KH :
a.

Memahami faktor 2.Evaluasi efek obat klien Efek

penyebab

gangguan (steroid,

pola tidur.
b.

diuretik)

mengganggu tidur.

Mampu

psikis

yang terdapat
kortikosteroid,

terjadi

bila

panggunaan
termasuk

perubahan mood, insomnia.

menentukan penyebab
tidur inadekuat.
c.

3.Tentukan kebiasaan danc. Mengubah pola yang sudah

Melaporkan dapat rutinitas waktu tidur malam terbiasa dari asupan makan

beristirahat

yang dengan

cukup.

klien(memberi

d. Mampu

hangat).

menciptakan pola tidur

kebiasaan klien

pada

malam

hari

susu terbukti mengganggu tidur.

55

yang adekuat.

4.Memberikan
yang

lingkungan Hambatan

nyaman

kortikal

untuk formasi

meningkatkan

reticular

akan

selama

tidur,

berkurang

tidur(mematikan
ventilasi

ruang

suhu

yang

pada

lampu, meningkatkan

respon

adekuat, otomatik, karenanya respon


sesuai, kardiovakular

menghindari kebisingan)

suara

meningkat

terhadap
selama

tidur.
5.Buat jadwal tidur secara
teratur. Katakan pada klien Penguatan bahwa saatnya
bahwa saat ini adalah waktu tidur dan mempertahankan
untuk tidur.

kesetabilan lingkungan.

6.Ajarkan

relaksasi

autogenik

Jika dilakukan secara rutin


akan

mengurangi

tingkat

7.Bicarakan dengan klien stres pada lansia


atau sharing tentang hal-hal Membantu

klien

yang bisa dilakukan agar menemukan cara agar tidak


tidak tidur siang
3.

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3 kali dalam

seminggu resiko jatuh


klien berkurang / tidak
mengalami jatuh.

tidur siang sehingga pada

malam hari klien bisa tidur.


1. Kaji pengetahuan klien Dengan
mengetahui
terhadap perubahan fisik perubahan fisik pada lanjut
pada lanjut usia dan usia,
akibatnya

penyebab jatuh
b. Mampu
menerapkan cara
pencegahan
c. Resiko jatuh klien

mampu

mengetahui apa yang terjadi


pada dirinya

KH:
a. Mampu mengetahui

klien

2. Berikan

pujian

atas

pengetahuan positif yang

Dengan pujian klien akan


merasa senang

Jika klien mengetahui upaya


disampaikan oleh klien
3. Gali pengetahuan klien bertanda jika klien paham
mengenai
upaya dengan kondisinya
pencegahan agar

tidak

56

berkurang

jatuh
Dengan mengetahui faktor
4. Kaji faktor pendukung
pendukung
akan
terjadinya jatuh ulangan;
mempermudah
kondisi rumah, kondisi
meengantisipasi
kejadian
penderita
jatuh berulang
5. Diskusikan dan ajarkan
cara-cara

pencegahan

jatuh pada klien


6. Beri
untuk

motivasi

Dengan mengajarkan cara


pencegahan
meminimalisir

akan
terjadinya

klien jatuh

mempraktekkan

cara pencegahan

Dengan memotivasi klien


akan

lebih

semangat

7. Evalusi setiap cara yang mempraktikkan apa yang


telah dilakukan klien

telah kita ajarkan


Mengetahui perkembangan
dari hari ke hari

4.4 Catatan Perkembangan


No.

Tanggal

Dx
1.

27 September 2016
14.45 WIB

Perkembangan (SOAPIE)
S:
Klien mengatakan susah dan
bingung
O:
- 7 dari 9 klien mengikuti
senam otak
- Belum ada klien yang
melakukan

gerakan

sampai dengan hitungan


selesai

Tanda tangan

57

A:
Masalah belum teratasi
P:
Ajarkan kembali senam otak
I:
Mengajarkan senam otak
E:
7 dari 9 klien masih belum
melakukan gerakan dengan
benar

sampai

hitungan

selesai
2.

27 September 2016
15.00 WIB

S:
Klien

mengatakan

akan

mencoba relaksasi autogenik


saat kesulitan tidur
O:
Klien dapat mencoba dan
mempraktekkan
autogenik,

relaksasi
konsentrasi

kurang
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Ajarkan kembali relaksasi
autogenik

58

I:
Mengajarkan

relaksasi

autogenik

E:
6 dari 9 klien masih belum
konsentrasi

saat

relaksasi

autogenik

3.

28 September 2016

S:
Klien

masih

bingung

dengan gerakan senam otak


O:
- 7 dari 9 klien mengikuti
senam otak
- Ada 2 klien yang belum
mau melakukan gerakan
- 2 dari 9 klien mampu
melakukan gerakan senam
otak

dengan

hitungan

sangat pelang
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Ajarkan kembali senam otak

59

I:
Mengajarkan senam otak
E:
2 dari 9 klien masih belum
mau melakukan gerakan

4.

28 September 2016

S:
Klien

mengatakan

belum

mencoba relaksasi autogenik


sebelum tidur
O:
- 7 dari 9 klien mengikuti
relaksasi autogenik
- 3 dari 9 klien mampu
melakukan

relaksasi

autogenik dengan benar


- 2 dari 9 klien belum mau
melakukan

relaksasi

autogenik
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Ajarkan kembali relaksasi
autogenik
I:
Mengajarkan

kembali

60

relaksasi autogenik
E:
2

dari 9 klien belum mau


melakukan

relaksasi

autogenik

5.

29 September 2016

S:
Klien

masih

bingung

dengan gerakan senam otak


O:
- 8 dari 9 klien mengikuti
senam otak
- 1 dari 9 klien belum mau
mengikuti gerakan senam
otak
- 3 dari 9 klien yang belum
mampu

melakukan

gerakan dengan hitungan


- 4 dari 9 klien mampu
melakukan

gerakan

dengan hitungan lambat


A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Ajarkan kembali senam otak
I:
Mengajarkan senam otak

61

E:
- 1 dari 9 klien masih belum
melakukan gerakan
- 3 dari 9 klien belum
mampumelakukan
gerakan dengan hitungan
6.

29 September 2016

S:
Klien

mengatakan

belum

mencoba relaksasi autogenik


sebelum tidur
O:
- 8 dari 9 klien mengikuti
senam otak
- 4 dari 9 klien mampu
mempraktikkan
relaksasi

autogenik

dengan benar
- 1 dari 9 klien belum
mau melkukan relaksasi
autogenik
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Ajarkan kembali relaksasi
autogenik
I:
Mengajarkan

kembali

62

relaksasi autogenik
E:
3 dari 9 klien masih belum
konsentrasi saat relaksasi
autogenik
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari
(Azwar, 2006).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi
didalam

kehidupan

manusia.

Proses

menua

merupakan

proses

sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah,

yang

berarti

seseorang

telah

melalui

tiga

tahap

kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Berdasarkan pengumpulan


data yang kita lakukan didapatkan permasalahan mengenai demensia.
Didapatkan hasil dari pengkajian dan tindakan keperawatan yang telah
kami lakukan terhadap pasien dengan demensia, didapatkan diagnosa :
1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel).
2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan.
3. Resiko jatuh berhubungan dengan kesulitan keseimbangan dan
kelemahan otot.
4.2 Saran
Ada beberapa saran yang kami sampaikan sebagai berikut:
1. Diharapkan kelompok lansia aktif mengikuti kegiatan kegiatan yang
dilaksanakan oleh pihak pengelola ataupun dari mahasiswa.
2. Diharapkan dari pihak pengelola dapat berpartisipasi dalam penyediaan
fasilitas-fasilitas yang belum ada seperti wastafel, akses jalan agar tidak
terkena hujan saat menuju Wisma Kamboja
3. Diharapkan dari pihak pengelola dapat tetap memelihara fasilitas-fasilitas
yang sudah ada seperti TV, tempat tidur klien, dan tempat ibadah.

63

DAFTAR PUSTAKA

Aini,

Fitriatul.

2013.

Konsep

Keperawatan

Gerontik.

Online

(http://fitriatulaini14.blogspot.co.id/2013/11/konsep-keperawatangerontik.html). Diakses pada tanggal 19 September 2016.


Anonim. 2012. Laporan Pendahuluan Demensia. Online (http://diagnosakeperawatan.kumpulan-askep.com/laporan-pendahuluan-demensia85297/). Diakses pada tanggal 19 September 2016.
Anonim.

2015.

Konsep

dan

Teori

Lanjut

Usia.

Online

(http://sharekeperawatan.blogspot.co.id/2015/10/konsep-dan-teorilanjut-usia.html). Diakses pada tanggal 19 Septermber 2016.


Kusuma, H., Huda, A. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Mendis dan NANDA. Yogyakarta: Mediaction.
Setiono,

Wiwin.

2013.

Lanjut

Usia

(Lansia).

Online

(http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/12/lanjut-usialansia.html#.V-4jMCH61H1). Diakses pada tanggal 19 September


2016.
Setiono,

Wiwin.

2014.

Laporan

Pendahuluan

Demensia.

Online

(http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/aporan-pendahuluandemensia.html#.V-4mJiH61H0). Diakses pada tanggal 19 September


2016.

Anda mungkin juga menyukai