Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Lingkungan yang sehat, bersih dan indah merupakan dambaan setiap orang, tetapi
seiring dengan perubahan jaman, lingkungan semakin tercemari oleh berbagai bahan
buangan (sampah/limbah), baik limbah rumah tangga maupun limbah industri.
Berbagai langkah telah diupayakan oleh pemerintah, tetapi tanpa dukungan secara
sadar oleh anggota masyarakat, lingkungan yang sehat tidak akan pernah dapat
terwujud; karena upaya ini harus dilakukan secara bersama-sama.
Derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh kondisi pejamu, agent
(penyebab penyakit), dan lingkungan. Faktor lingkungan merupakan unsur penentu
kesehatan masyarakat. Apabila terjadi perubahan lingkungan di sekitar manusia,
maka akan terjadi perubahan pada kondisi kesehatan lingkungan masyarakat tersebut.
Faktor lingkungan dan faktor perilaku sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan
masyarakat. Faktor perilaku sehat diharapkan dapat memelihara, meningkatkan
kesehatan dan melindungi diri dari ancaman penyakit, sedangkan lingkungan sehat
diharapkan menciptakan lingkungan yang kondusif, bebas polusi, pemukiman sehat
dan pengelolaan sampah yang sehat. Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) tahun 2006 sebanyak 24 % dari penyakit global disebabkan oleh
segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah serta lebih dari 13 juta kematian
tiap tahun disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Empat penyakit utama
yang disebabkan oleh lingkungan yang buruk, yaitu: diare, infeksi Saluran
Pernapasan Bawah, berbagai jenis luka yang tidak intens, malaria dan sebagainya.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih penyebab utama kematian di Indonesia.
Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan legitimasi seiring dengan munculnya
flu burung dan flu babi. Dua penyakit ini sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan

Dewasa ini, sampah merupakan salah satu masalah serius dalam lingkungan
hidup di seluruh dunia dan berhubungan sangat erat dengan kehidupan manusia
sehari-hari. Sebagai pihak yang menghasilkan sampah, tidak ada yang dapat terlepas
dengan masalah sampah. Dari segi jumlah dan jenis, sampah menjadi masalah yang
semakin hari semakin meningkat sejalan dengan jumlah penduduk, tingkat aktivitas,
pola kehidupan, tingkat sosial ekonomi, serta kemajuan teknologi yang semakin
bertambah. Sampai tahun 2012, baru sekitar 75% sampah yang terangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) dari seluruh produksi sampah total sebesar 2.725 m3 /hari.
Sampah yang mendominasi adalah sampah organik 1.750 m3 , dan sampah anorganik yang meliputi kertas 205 m3 , kaca 21 m3 , plastik 725 m3 , kaca/gelas 21
m3 , dan sampah lain 155 m3.
Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat dari aktivitas manusia yang
merupakan bahan yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Sumber sampah
sebagian besar berasal dari aktivitas industri, seperti konsumsi, pertambangan, dan
manufaktur. Seiring waktu berjalan, hampir semua produk industri akan menjadi
sampah. Jenis sampah yang banyak dijumpai dalam jumlah besar pun beragam.
Sampah berupa kemasan makanan atau minuman yang terbuat dari kertas aluminium,
atau pun plastik berlapis semakin mendominasi. Demikian pula sampah elektronik,
termasuk sampah jenis baru, semakin marak di tempat pembuangan sampah.
Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan
sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan
bahwa 80 % merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut
dapat digunakan kembali. Sampah organik di - bedakan menjadi sampah organik
yang mudah membusuk (misal: sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah) dan
sampah organik yang tidak mudah membusuk (misal : plastik dan kertas).
Volume tumpukan sampah memiliki nilai sebanding dengan tingkat konsumsi
masyarakat terhadap material yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Output
jenis sampah sendiri sangat tergantung pada jenis material yang dikonsumsi. Secara
umum bisa ditarik benang merah bahwa peningkatan jumlah penduduk dan gaya

hidup masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap volume sampah beserta


komposisinya. Untuk mengatasi sampah yang dihasilkan, baik dari masyarakat
maupun industri, maka diperlukan suatu sistem pengelolaan sampah yang baik agar
sampah tidak dapat menyebabkan penyakit kepada masyarakat dan merusak
keindahan lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Menurut definisi (WHO) dalam Budiman Chandra (2012:111), sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuat yang
dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Menurut
Keputusan Dirjen Cipta Karya, nomor 07/KPTS/CK/1999: Juknis Perencanaan,
Pembangunan dan Pengelolaan Bidang Ke-PLP-an Perkotaan dan Perdesaan, sampah
adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang
dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan
dan melindungi investasi pembangunan.

KLASIFIKASI
Sampah

dapat

diklasifikasikan

ke

dalam

berbagai

golongan;

dan

pengklasifikasian sampah dapat dilakukan berdasarkan beberapa tinjauan, yaitu :


A. Berdasarkan jenis
1. Sampah organik : Sampah yang sebagian besar tersusun oleh senyawasenyawa organik, dan berasal dari sisa-sisa tumbuhan (sayur, buah,
daun, kayu, dll.), hewan (bangkai, kotoran, bagian tubuh seperti
tulang, dll.). Sampah ini bersifat dapat terurai (degradable) sehingga
dalam waktu tertentu akan berubah bentuk dan dapat menyatu kembali
dengan alam
2. Sampah anorganik : Sampah yang sebagian besar tersusun oleh
senyawa-senyawa anorganik, dan berasal dari sisa industri, seperti
plastik, botol / kaca, kaleng, logam, dll.. Sampah anorganik umumnya

bersifat sukar terurai / sukar lapuk dan tidak lapuk (non-degradable)


sehingga akan selalu dalam bentuk aslinya di alam.
B. Berdasarkan tingkat kelapukan
1. Sampah lapuk (garbage) : Sampah yang merupakan bahan-bahan
organik; seperti sayuran, buah, makanan. Pelapukan jenis sampah ini
dapat terjadi dalam waktu tertentu, sehingga akan berubah bentuk dan
dapat menyatu kembali dengan alam.
2. Sampah susah lapuk dan tidak lapuk (rubbish) : Sampah yang
merupakan bahan organik maupun an-organik; seperti; kertas dan kayu
(susah lapuk; pelapukan dapat terjadi tetapi dalam waktu yang lama,
namun dapat dibakar); kaleng, kawat, kaca, mika (tidak lapuk dan
tidak dapat dibakar), serta plastik (tidak lapuk tetapi dapat dibakar).
C. Berdasarkan bentuk
1. Sampah padat : Sampah padat dapat berupa makhluk hidup
(tumbuhan, hewan) yang merupakan sampah organik, dan bendabenda tak hidup (besi, kaleng, plastik, dll.). Komposisi sampah padat
sebagian besar merupakan sampah organik yang berasal dari berbagai
sumber. Di Jakarta misalnya, sampah padat dapat melebihi 70 %
berupa sampah organik.
2. Sampah cair : Sampah cair dapat bersumber dari pabrik / industri,
pertanian / perikanan / peternakan / manusia, dan limbah rumah
tangga.
3. Gas : Sampah dalam bentuk gas dapat bersumber dari pabrik / industri,
alat transportasi, rumah tangga, pembakaran, dan efek lanjutan
terurainya sampah padat dan cair.

D. Berdasarkan sumber
1. Rumah tangga : Sampah rumah tangga dapat bersumber dari kamar
mandi dan dapur perumahan, rumah makan, dll. berupa limbah yang
merupakan cairan bekas mencuci dan membersihkan sesuatu bahan
keperluan sehari-hari.
5

2. Industri : Sampah industri dapat bersumber dari pabrik, hotel,


labratorium, rumah sakit, dll. berupa limbah yang dibuang yang
mengandung berbagai macam bahanbahan kimia.
3. Pertanian : Sampah pertanian bersumber kawasan pertanian berupa
sisa-sisa insektisida dan pupuk, sisa-sisa produk pertanian (sisa
sayuran, potongan daun / batang / akar, buah) atau sisa-sisa bekas
penanaman.

PERAN SAMPAH
1. Sebagai pencemar lingkungan
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi penyebab
gangguan dan ketidak seimbangan lingkungan. Sampah padat yang
menumpuk ataupun yang berserakan menimbulkan kesan kotor dan kumuh.
sehingga nilai estetika pemukiman dan kawasan di sekitar sampah terlihat
sangat rendah. Bila di musim hujan, sampah padat dapat memicu banjir; maka
di saat kemarau sampah akan mudah terbakar. Kebakaran sampah, selain
menyebabkan pencemaran udara juga menjadi ancaman bagi pemukiman.
a) Pencemaran udara: Sampah (organik dan padat) yang membusuk
umumnya mengeluarkan gas seperti methan (CH4) dan karbon
dioksida (CO2) serta senyawa lainnya. Secara global, gas-gas ini
merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas lingkungan
(udara) karena mempunyai efek rumah kaca (green house effect) yang
menyebabkan peningkatan suhu, dan menyebabkan hujan asam.
Sedangkan secara lokal, senyawa-senyawa ini, selain berbau tidak
sedap / bau busuk, juga dapat mengganggu kesehatan manusia.
Sampah yang dibuang di TPA pun masih tetap berisiko; karena bila
TPA ditutup atau ditimbun terutama dengan bangunan akan
mengakibatkan gas methan tidak dapat keluar ke udara. Gas methan
yang terkurung, lama kelamaan akan semakin banyak sehingga

berpotensi menimbulkan ledakan. Hal seperti ini telah terjadi di


sebuah TPA di Bandung, sehingga menimbulkan korban kematian.
b) Pencemaran air: Proses pencucian sampah padat oleh air terutama oleh
air hujan merupakan sumber timbulnya pencemaran air, baik air
permukaan maupun air tanah. Akibatnya, berbagai sumber air yang
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari (sumur) di daerah pemukiman
telah terkontaminasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat
kesehatan manusia / penduduk. Pencemaran air tidak hanya akibat
proses pencucian sampah padat, tetapi pencemar terbesar justru berasal
dari limbah cair yang masih mengandung zat-zat kimia dari berbagai
jenis pabrik dan jenis industri lainnya. Air yang tercemar tidak hanya
air permukaan saja, tetapi juga air tanah; sehingga sangat mengganggu
dan berbahaya bagi manusia.
c) Penyebab banjir: Fisik sampah (sampah padat), baik yang masih segar
maupun yang sudah membusuk; yang terbawa masuk ke got / selokan
dan sungai akan menghambat aliran air dan memperdangkal sungai.
Pendangkalan mengakibatkan kapasitas sungai akan berkurang,
sehingga air menjadi tergenang dan meluap menyebabkan banjir.
Banjir tentunya akan mengakibatkan kerugian secara fisik dan
mengancam kehidupan manusia (hanyut / tergenang air). Tetapi yang
paling meresahkan adalah akibat lanjutan dari banjir yang selalu
membawa penyakit.

2. Sebagai penyebab penyakit


Sampah merupakan sumber penyakit, baik secara langsung maupun
tak langsung. Secara langsung sampah merupakan tempat berkembangnya
berbagai parasit, bakteri dan patogen; sedangkan secara tak langsung sampah
merupakan sarang berbagai vektor (pembawa penyakit) seperti tikus, kecoa,
lalat dan nyamuk. Sampah yang membusuk; maupun kaleng, botol, plastik;
merupakan sarang patogen dan vektor penyakit. Berbagai penyakit yang dapat

muncul karena sampah yang tidak dikelola antara lain adalah, diare, disentri,
cacingan, malaria, kaki gajah (elephantiasis) dan demam berdarah. Pada
musim penghujan sampah plastik yang dibuang sembarangan di lingkungan
sekitar membentuk cekungan dan terisi air hujan, menyebabkan sumber
penyakit, akibat perkembangbiakan nyamuk vektor DBD dan malaria.
Penyakit-penyakit ini merupakan ancaman bagi manusia, yang dapat
menimbulkan kematian.
3. Sebagai bahan baku
Persepsi manusia terhadap sampah harus berubah; bahwa sampah
tidaklah merupakan suatu barang yang harus dibuang tetapi dapat
dimanfaatkan. Sampah nonorganik; seperti plastik, kertas / kardus, kaleng,
besi / logam telah banyak dimanfaatkan kembali (daur ulang). Sebagian
anggota masyarakat telah memanfaatkannya sebagai mata pencaharian dengan
mengumpulkannya, baik yang terserak di jalan, di tempat-tempat sampah
maupun di TPA. Akan tetapi masalah sampah tetap belum terpecahkan karena
sampah umumnya merupakan sampah organik; padahal justru jenis sampah
inilah yang paling rawan dalam menimbulkan penyakit bagi manusia. Sampah
organik, yang merupakan sisa-sisa rumahtangga dan pasar / pertanian, seperti
sayur dan buah dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik
(kompos), makanan ternak dan ikan (bokashi) ataupun bahan baku pembuatan
batako. Namun demikian, dalam pembuatan bokashi, bahan-bahan yang
digunakan dan hasil yang diperoleh, tetap harus dikontrol untuk menghindari
adanya bahan yang beracun bagi ternak. Bila masyarakat menjadikan sampah
sebagai bahan baku, maka sampah tidak lagi dibuang tetapi dikumpulkan dan
diolah. Pemanfaatan sampah tidak hanya akan berdampak positif terhadap
terpeliharanya estetika dan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia; tetapi
juga dapat menjadi sumber perekonomian bagi masyarakat.

PENGOLAHAN SAMPAH

Meningkatnya volume sampah dari kegiatan penduduk berimbas terhadap


lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah juga makin terbatas. Kondisi ini akan
semakin buruk apabila dalam pengelolaan sampah di masing - masing daerah masih
kurang efektif, efisien dan berwawasan lingkungan serta tidak terkoordinasi dengan
baik. Pengelolaan sampah sebenarnya telah diatur pemerintah melalui UU Nomor
18/2008. Di dalamnya termaktub bahwa pengelolaan sampah tidak hanya menjadi
kewajiban pemerintah saja. Masyarakat dan pelaku usaha sebagai penghasil sampah
juga bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah
melalui UU tersebut memberi ruang yang cukup banyak bagi pemerintah provinsi,
kotamadya/kabupaten

untuk

merencanakan

dan

mengelola

sampah

dalam

kawasannya
Kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat diperlukan untuk
membantu pemerintah dalam menangani permasalahan sampah. Kurangnya
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kendala terpenting
dalam menangani permasalahan sampah. Mengingat kondisi fisik perkotaan yang
lahannya semakin sempit dan kurangnya ruang terbuka untuk pengelolaan sampah
sehingga perlu di tingkatkan partisipasi masyarkat dalam pengelolaan sampah agar
masyarakat mampu secara mandiri peduli terhadap lingkungan. Untuk mewujudkan
kondisi lingkungan yang bersih dan sehat maka perlu adanya partisipasi dari berbagai
pihak baik dari pemerintah maupun masyarakat khususnya dalam pengelolaan
sampah perkotaan.
Pengetahuan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
sudah menjadi kebijakan secara nasional sejak disahkannya Undang-undang No. 18
tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dengan menerapkan prinsip ini, secara
umum diharapkan timbulan sampah akan berkurang dari sumbernya sehingga sampah
yang dibuang ke TPA juga berkurang. Di samping itu juga dapat menjadi alat dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sampah sehingga sampah memiliki nilai ekonomis dan
dapat membuka lapangan pekerjaan. Prinsip 3 R yang bisa ditetapkan dalam

pengelolaan sampah, baik rumah tangga maupun di tempat pembuagan akhir (TPA),
yaitu:

Reduce

(mengurangi),

meminimalisasi

digunakan/dikonsumsi.

Semakin

barang
banyak

atau

material

material

yang
yang

dikonsumsi/digunakan, semakin banyak sampah yang dihasilkan.


Reuse (memakai ulang), pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali.
Hindari barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat

memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah.


Recycle (mendaur ulang), tidak semua barang sisa didaur ulang, namun saat
ini sudah ada industri non-formal dan rumah tangga yang memanfaatkan
sampah menjadi barang lain.

Manado Green and Clean pada tahun 2011 merupakan program dengan tujuan
menciptakan kota Manado yang bersih dan hijau. Bersih berarti tidak ada sampah
yang merusak pemandangan kota sedangkan hijau berarti tidak ada kegersangan
dalam pemandangan mata, dimana sejauh mata memandang yang tampak adalah
taman. Program ini merupakan hasil kerjasama antara Unilever, Balai Lingkungan
Hidup (BLH) Kota Manado, dan Manado Post sebagai bagian dari program
lingkungan Unilever Indonesia Foundation, program berbasis masyarakat. Dampak
dari proyek ini adalah 8-10% pengurangan limbah di setiap kota di mana program ini
dijalankan. Kota-kota lain yang menjalankan program serupa adalah Surabaya,
Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Medan, Bandung, Banjarmasin, Balikpapan, dan
Denpasar. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam penanganan
limbah domestik melalui pemilahan sampah, pembuatan kompos, dan kegiatan
penghijauan. Secara nasional, program ini memiliki manfaat lebih dari 6 juta orang
Indonesia.
Penanganan sampah perkotaan mengalami kesulitan dalam hal pengumpulan
sampah dan upaya mendapatkan tempat atau lahan yang benar-benar aman. Maka
pengelolaan sampah dapat dilakukan secara preventive, yaitu memanfaatkan sampah
salah satunya seperti usaha pengomposan sampah. Kompos adalah pupuk alami

10

(organik) yang terbuat dari bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang
sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran
ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea.
Sampah kota bisa juga digunakan sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum
diproses menjadi kompos sampah kota harus terlebih dahulu dipilah-pilah, kompos
yang rubbish harus dipisahkan terlebih dahulu. Jadi yang nantinya dimanfaatkan
sebagi kompos hanyalah sampah-sampah jenis garbage saja. Berbeda dengan proses
pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan
baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan
dimanapun. Kompos dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman
buah-buahan maupun tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas
permukaan tanah, maka sifat-sifat tanah tersebut dapat diperta hankan atau dapat
ditingkatkan. Apalagi untuk kondisi tanah yang baru dibuka, biasanya tanah yang
baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun. Oleh karena itu, untuk
mengembalikan atau mempercepat kesuburannya maka tanah tersebut harus
ditambahkan kompos .

Sumber:
1. Tobing IS. Dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan dan manusia.
Fakultas Biologi Univeritas Nasional, Jakarta. 2005.
2. Setyowati R, Mulasari SA. Pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga dalam
pengelolaan sampah plastik. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
2013;7(12):562-6.

11

3. Johanto A. Pengaruh kondisi sosial dan pengetahuan lingkungan ibu-ibu


rumah tangga terhadap pengelolaan sampah rumah tangga di Kecamatan
Nganjuk, Kabupaten Nganjuk. Universitas Negeri Malang. 2012.
4. Anatolia L. Pengaruh pengelolaan sistem pembuangan akhir sampah dan
dampak tehadap kesehatan masyarakat di Desa Tibar, Kecamatan Bazartete,
Kabupaten Liquia, Timor-Leste. Jurnal Bumi Lestari. 2015;15(2):115-124.
5. Sumah FM, Umboh JM, Akili RH. Hubungan antara pengetahuan dan sikap
dengan tindakan ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah rumah tangga
di lingkungan II, Kelurahan Istiqlal, Kecamatan Wenang, Kota Manado tahun
2013. Bidang Minat Kesehatan Lingkungan. 2013.
6. Sulistyorini L. Pengelolaan sampah dengan cara menjadikannya kompos.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;2(1):77-84.

12

Anda mungkin juga menyukai