Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 53 TAHUN DENGAN


ODS MIOPIA RINGAN DAN PRESBIOPIA

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji Kasus
Pembimbing
Dibacakan Oleh
Tanggal

: Prof. Dr. dr. Winarto, Sp.MK, Sp.M(K)


: dr. Sisilya Maria Umboh
: Pratiwi Assandi
: Oktober 2014

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: Pratiwi Assandi

NIM

: 22010113210158

Judul Laporan

: Seorang Perempuan 53 Tahun dengan ODS Miopia Ringan


dan Presbiopia

Penguji

: Prof. Dr. dr. Winarto, Sp.MK, Sp.M(K)

Pembimbing

: dr. Sisilya Maria Umboh

Semarang,
Penguji,

Oktober 2014

Pembimbing,

Prof. Dr. dr. Winarto, Sp.MK, Sp.M(K)

dr. Sisilya Maria Umboh

LAPORAN KASUS
SEORANG PEREMPUAN 53 TAHUN DENGAN
ODS MIOPIA RINGAN DAN PRESBIOPIA
Kepada Yth.
Dibacakan oleh
Pembimbing
Dibacakan tanggal
I.

: Prof. Dr. dr. Winarto, Sp.MK, Sp.M(K)


: Pratiwi Assandi
: dr. Sisilya Maria Umboh
: Oktober 2014

PENDAHULUAN
Penglihatan yang baik dihasilkan dari kombinasi refraksi, kejernihan media refrakta

dan jaras visual neurologik. Penurunan visus atau tajam penglihatan disebabkan oleh
gangguan dari komponen tersebut.1 Interpretasi informasi penglihatan yang tepat bergantung

pada kemampuan mata memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina. Dalam keadaan
normal, cahaya sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat atau tidak berakomodasi
akan difokuskan cahaya ke retina. Kondisi ini disebut emetropia. Ketika mata dalam keadaan
tidak berakomodasi, mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke retina, keadaan ini disebut
ametropia. Ametropia dapat disebbakan oleh beberapa keadaan, yaitu: miopia, hipermetropia,
dan astigmatisma.2
Penyakit mata sampai saat ini merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Angka
kejadian low vision dan kebutaan di Indonesia adalah sebanyak 4,8% dan 0,9%. Berdasarkan
laporan Departemen Kesehatan, urutan pertama penyakit mata di Indonesia adalah kelainan
refraksi.3 Insidensi kelainan refraksi sebagai penyebab kebutaan di Indonesia adalah 0,06%.4
Data lain menunjukkan bahwa prevalensi kelainan refraksi tidak terkoreksi penuh yang
terbanyak adalah miopia dengan persentase 58,15%.5
Masalah kesehatan mata lain yang juga sering ditemukan pada masyarakat adalah
presbiopia. Prevalensinya terus meningkat sebanding dengan meningkatnya usia harapan
hidup. Walaupun insidensinya sulit diperkirakan karena onsetnya yang lambat, presbiopia
banyak dilaporkan oleh pasien dengan usia di atas 40 tahun.2

II. IDENTITAS PENDERITA


Nama
: Ny. SW
Umur
: 53 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Sumurboto, Semarang
Pekerjaan
: Dosen
Nomor CM
: C360023
III. ANAMNESIS
(Autoanamnesis tanggal 3 September 2014)
Keluhan Utama: Pandangan kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh kedua mata perlahan-lahan terasa kabur sejak 3 bulan yang lalu.
Mata kabur dirasakan terus-menerus saat melihat dekat. Keluhan berkurang bila pasien
melihat jauh atau melepaskan kacamata. Keluhan dirasakan mengganggu aktivitas dan tidak
nyaman dengan kacamata yang saat ini digunakan. Pasien telah menggunakan kacamata sejak
usia 15 tahun dengan ukuran OD: -1.00 D dan OS: -1.00 D, pasien hanya kontrol ketika
kacamata yang digunakan terasa tidak nyaman. Pasien memiliki kebiasaan sering membaca

dekat dan bekerja di depan laptop hingga berjam-jam. Pasien juga merasakan mata cepat
lelah dan pegal. Keluhan dirasakan membaik dengan istirahat dan melepaskan kacamata.
Mata merah (-), berair (-), terasa pedas (+), nyeri/cekot-cekot pada mata (-), silau (-), melihat
benda melayang (-), pandangan berkabut (-), dan saat berjalan sering menabrak (-). Keluhan
dirasakan semakin memberat lalu pasien memeriksakan diri ke Poliklinik Mata RSUP Dr.
Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya sejak usia 15 tahun dengan ukuran awal OD:
S-1.00 D; OS: S-1.00 D dan ukuran terakhir OD: S-2.50 D; OS: S-2.50 D
Riwayat pemakaian kontak lensa (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak pasien menggunakan kacamata dengan lensa minus
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang dosen
Biaya pengobatan menggunakan biaya sendiri
Kesan: sosial ekonomi cukup
IV. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik (4 Oktober 2014)
Status Praesens
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital

: baik
: compos mentis
: Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu badan
: afebris
Nadi
: 84x/ menit
Respirasi
: 20x/ menit
Pemeriksaan Fisik : Kepala
: mesosefal
Thoraks
: Cor : dalam batas normal
Pulmo: dalam batas normal
Abdomen
: dalam batas normal
Ekstremitas
: dalam batas normal
Status Ophthalmologi
pupil bulat, sentral, reguler, diameter 3 mm, RP (+) N

Oculus Dexter

Oculus Sinister

6/60
6/60 S -2.50 6/6
Add S +2.00
Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
Kripte (+)
Bulat, sentral, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
Jernih
(+) cemerlang
T.Dig (N)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

VISUS
KOREKSI
SENSUS COLORIS
PARASE/PARALYSE
SUPERCILIA
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
CONJUNGTIVA FORNICES
CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI
ANTERIOR
IRIS
PUPIL
LENSA
FUNDUS REFLEKS
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
TEST FLUORESCEIN

6/60
6/60 S -2.50 6/6
Add S +2.00
Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
Kripte (+)
Bulat, sentral, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
Jernih
(+) cemerlang
T.Dig (N)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Pemeriksaan Binokularitas : - Binokularitas OD: 6/60 S -2.50 6/6 add S +2.00


OS: 6/60 S -2.50 6/6 add S +2.00
- Alternating Cover Test
(-)
- Duke Elder Test

(-)

- Distorsi

(-)

Pupil distance : jarak dekat : 65 mm


jarak jauh : 67 mm
V. RESUME
ANAMNESIS
Pasien mengeluh penurunan visus saat melihat dekat pada kedua mata sejak 3 bulan
yang lalu. Keluhan berkurang bila pasien melihat jauh atau melepaskan kacamata. Keluhan
dirasakan mengganggu aktivitas jarak dekat. Pasien memiliki kebiasaan melakukan aktivitas
membaca dan bekerja di depan laptop. Selain itu, juga didapatkan keluhan lain seperti

astenopia. Keluhan dirasakan memberat, kemudian pasien memeriksakan diri ke Poliklinik


Mata RSUP Dr. Kariadi.
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya (+) sejak usia 15 tahun dengan ukuran terakhir
OD: -2.50 D OS: -2.50 D.
PEMERIKSAAN FISIK
Status praesens
Status ophtalmologis

: dalam batas normal


:

Oculus Dexter
6/60
6/60 S -2.50 6/6 add S +2.00
Pemeriksaan Binokularitas :

VISUS
KOREKSI

Oculus Sinister
6/60
6/60 S -2.50 6/6 add S+2.00

- Alternating Cover Test

(-)

- Duke elder test

(-)

- Distorsi

(-)

Pupil distance : jarak dekat : 65 mm


jarak jauh : 67 mm
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
ODS Miopia Ringan
ODS Presbiopia
VII.PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi
Kontrol 6 bulan
VIII.PROGNOSIS
Quo ad visam
Quo ad sanam
Quo ad vitam
Quo ad cosmeticam
IX. EDUKASI

OD
OS
ad bonam
ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
ad bonam
ad bonam

1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya yaitu rabun jauh dan rabun yang
disebabkan oleh proses penuaan.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit rabun jauhnya tidak mengalami
perburukan dari sebelumnya.
3. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat ditolong dengan mengganti
kacamata untuk jarak jauh dan jarak dekat.

4. Menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan


komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak memakai kacamata, seperti: keluhan yang
menetap, progresifitas makin cepat, hingga lepasnya lapisan retina.
5. Menjelaskan untuk tidak melakukan aktivitas jarak dekat, seperti membaca terlalu
dekat, membaca sambil tiduran, dan membaca ditempat remang-remang/cahaya
kurang, serta tidak terlalu lama berada di depan layar komputer/laptop.
6. Menjelaskan apabila membaca atau melakukan pekerjaan yang memerlukan
penglihatan jarak dekat dalam waktu lama, sebaiknya beristirahat setiap 30 menit.

X. USUL
Kontrol pemeriksaan visus setiap 6 bulan.
XI. DISKUSI
Media Refrakta
Media refrakta pada manusia terdiri dari empat struktur anatomis, yaitu kornea,
aquoeus humor, lensa, dan corpus vitreum2.
Kornea adalah selaput transparan mata yang tembus cahaya dan avaskular,
merupakan jaringan yang menutupi bola mata depan. Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu:
epitel, membrana Bowman, stroma, membrana Descemet, dan endotel. Selain sebagai
pelindung dan penyeimbang cairan, kornea merupakan pembias sinar terkuat, dimana 40
Dioptri pembiasan sinar dilakukan oleh kornea.6
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare lalu akan memasuki bilik mata
belakang melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju
sudut bilik mata depan.7
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris yang
menghubungannya dengan corpus ciliare. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel
yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Kekuatan refraksi lensa normal
adalah 20 D.
Corpus vitreous adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Vitreous mengisi ruangan yang dibatasi
oleh lensa, retina dan diskus optikus. Vitreous mengandung air sekitar 99% dan 1%
sisanya meliputi kolagen dan asam hialuronat.2
Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media refrakta dan panjang bola
mata. Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :8
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
7

2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)


3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)
4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)
Pada orang normal, susunan pembiasan demikian seimbang sehingga bayangan
benda setelah melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Sedangkan
pada kelainan refraksi, bayangan benda dapat dibiaskan di depan atau di belakang
makula lutea. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan sistem optik sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur.3
Mata dengan sifat emetropia mempunyai daya refraksi normal, dimana sinar jauh
difokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Pada mata
emetropia penglihatan normal atau visus 6/6.
Sedangkan pada mata ametropia, dalam keadaan mata tanpa akomodasi
memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak di makula lutea. Hal ini
terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media refrakta atau kelainan bentuk bola
mata.2
Terdapat beberapa bentuk ametropia:6
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat abnormalitas sumbu bola mata. Panjang normal bola
mata manusia dewasa adalah 23 24 mm. 6 Pada miopia aksial fokus akan terletak di
depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada hipermetropia aksial fokus
bayangan terletak di belakang retina.1
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat abnormalitas indeks refraksi sinar di dalam mata. Bila daya bias
kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias
kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia
refraktif).1
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal.
Pada

miopia,

kurvatura

kornea

bertambah

kelengkungannya

seperti

pada

keratokonus.6 Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea lebih kecil
dari kondisi normal.7
Kelainan refraksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan tajam penglihatan
atau visus.2

Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Pemeriksaan
refraksi secara subjektif meliputi pemeriksaan dengan optotype dan kipas astigmatisma.
Pemeriksaan refraksi secara subyektif adalah suatu tindakan untuk memperbaiki
penglihatan seseorang dengan bantuan lensa yang ditempatkan didepan bola mata. Alatalat yang digunakan: optotipe Snellen dan trial lens set. Pemeriksaan secara objektif
menggunakan streak retinoscopy dan keratometri.7
Miopia
Miopia atau rabun jauh dapat disebabkan oleh panjang bola mata anteroposterior
melebihi normal, kekuatan pembiasan media refraksi yaitu lensa dan kornea meningkat,
abnormalitas curvatura lensa dan kornea.6 Menurut derajatnya, miopia dibagi dalam tiga
derajat, yaitu miopia ringan: 1-3 D, miopia sedang: 3-6 D, dan miopia berat: > 6 D

Menurut perjalanannya miopia dikenal tiga bentuk yaitu miopia stasioner, miopia
progresif, dan miopia maligna.
Kelainan patologis pada mata tidak dijumpai pada miopia stasioner. Progresifitas
kelainan akan berkurang mulai pubertas, dan stabil sejak usia 20 tahun. Derajat miopia<
6D dan dengan koreksi, visus dapat mencapai normal 6/6.9
Pada miopia progresif terdapat gambaran kelainan yang menyertai yaitu tanda
degeneratif pada vitreous, makula, dan retina. Visus tidak dapat mencapai penuh 6/6
walaupun dengan koreksi. Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu perdarahan, robekan,
serta ablatio retina.7

Gambar 1. Ilustrasi bayangan yang terbentuk pada mata normal, miopia, dan
miopia terkoreksi.
Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna =
miopia degeneratif. Miopia degeneratif atau maligna biasanya bila miopia lebih dari 6
Dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan
atrofi korioretina. 2
Akomodasi
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan
akomodasi diatur oleh refleks akomodasi yang bangkit saat mata melihat kabur dan saat
melihat dekat.
Menurut Hemholtz, akomodasi terjadi akibat adanya kontraksi otot siliar sirkuler
yang menyebabkan zonula Zinii kendor sehingga lensa yang elastis menjadi cembung.
Dengan bertambahnya usia, elastisitas lensa berkurang sehingga lensa sukar
mencembung dan daya akomodasi berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia.2
Presbiopia

10

Presbiopia atau mata tua adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan
usia, dimana akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang.
Presbiopia umumnya muncul pada awal usia 40 tahun dan terus berkembang seiring
bertambahnya usia. Hal ini terjadi akibat elastisitas lensa dan daya kontraksi otot
akomodasi yang berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinii yang
sempurna.
Mata lelah, berair, dan sering terasa pedas sering dikeluhkan oleh penderita
presbiopia. Keluhan ini terutama muncul pada saat penderita melakukan pekerjaan
dengan jarak pandangan yang dekat seperti membaca dan menjahit atau melakukan
pekerjaan dengan sinar yang kurang, seperti pada malam hari.2
Diagnosis
Diagnosis kelainan refraksi dapat diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan visus sendiri dapat dilakukan dengan pemeriksaan visus subjektif dan
pemeriksaan visus objektif.

Penanganan
Tujuan penanganan adalah penglihatan binokular yang jelas, nyaman, efisien, dan
kesehatan mata yang baik bagi pasien.10 Pilihan cara yang dapat mengatasi kelainan
refraksi meliputi :
1. Kacamata koreksi
Pemilihan kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki
refraksi.2 Keuntungan penggunaan kacamata meliputi: lebih murah, lebih aman bagi
mata, dan membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada lensa kontak. 11
Kerugian penggunaan kacamata meliputi: menghalangi penglihatan perifer,
membatasi kegiatan tertentu, dan mengurangi kosmetik.3
2. Lensa kontak
Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang lebih luas,
tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian penggunaan lensa kontak:
sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan infeksi, tidak semua orang dapat
memakainya (mata alergi dan mata kering).3
3. Bedah refraktif
Pembedahan ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan akibat gangguan
pembiasan. Jenis pembedahan meliputi pembedahan di kornea (radial keratotomi,
keratektomi fotorefraktif/photorefractive keratectomy/PRK, automated lamellar
keratoplasti/ALK, LASIK)
11

4. Lensa intraokular
Implantasi lensa intra ocular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk koreksi
kelainan refraksi pada afakia.
Sedangkan untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada presbiopia, maka
diperlukan kacamata baca atau adisi dengan lensa positif. Adisi tersebut biasanya
disesuaikan dengan usia:
+1.00 D untuk usia 40 tahun
+1.50 D untuk usia 45 tahun
+2.00 D untuk usia 50 tahun
+2.50 D untuk usia 55 tahun
+3.00 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 Dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi saat
membaca dengan jarak 33 cm karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa
+3.00 Dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.2

XII.ANALISIS KASUS
Diagnosis ODS miopia ringan dan presbiopia pada kasus ini didapatkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan visus subjektif yang mengarah pada
diagnosis tersebut.
Anamnesis yang telah dilakukan didapatkan hasil seorang wanita 53 tahun dengan kedua
mata kabur dan cepat lelah saat melihat dekat. Keluhan mengenai mata merah, berair,
nyeri/cekot-cekot, melihat garis melayan, melihat titik-titi, dan saat berjalan sering terjatuh
disangkal.
Visus dasar mata kanan 6/60 dan mata kiri 6/60 didapatkan melalui pemeriksaan
ophtalmologis, lalu setelah dilakukan koreksi visus mata kanan 6/60 S -2.50 6/6 add S +2.00
visus mata kiri 6/60 S-2.50 6/6 add S +2.00.
Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan mengingat berbagai pertimbangan
termasuk sesuai keinginan pasien. Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan visus
setiap 6 bulan untuk memantau progresifitas keluhan yang dideritanya. Edukasi yang
diberikan kepada pasien bertujuan untuk mencegah progresifitas kelainan refraksi secara
cepat dan mempertahankan keadaan penglihatan sebaik mungkin.
Kasus miopia dan presbiopia merupakan kasus yang banyak ditemukan di masyarakat
sehingga sebagai dokter umum sebaiknya mampu untuk melakukan diagnosis dan koreksi
terhadap kelainan tersebut.
12

DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur C, John E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Irawati (editor). 11thed. Jakarta:
ECG. 2007
2. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Dalam : Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2004.
3. Abdul K. Hubungan Faktor Pekerjaan, Perilaku, Keturunan, Pencahayaan, dan Umur
terhadap Kejadian Miopi di Jawa Tengah. [Universitas Indonesia Eprints],1996.
[cited14Februari 2014]. Available from : http://eprints.ui.ac.id/32826/
4. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,1997.
5. Hartanto W, Inakawati S. Kelainan refraksi tak terkoreksi penuh di RSUP Dr.Kariadi
Semarang periode 1 Januari 2002-31 Desember 2003.Media Medika Muda 4: 25-30,
2010.
6. Norma D. Refraksi mata. [Universitas Diponegoro]. 2012. [cited 14 Februari 2014].
Available from http://kulon.undip.ac.id/32826/3827498324/wrdsrt345gder

13

7. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi Umum. Trans Suyono J (editor). 14th ed.
Jakarta : Widya Medika,2000
8. Siregar, NH. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. [referat Repository
USU].

2008.

[cited

Desember

2011].

Available

from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf
9. American Optometric Association. Miopia (Nearsightedness). 2010. [cited 14Februari
2014]. Available from : http://www.aoa.org/miopia.xml
10. American Academy of Ophthalmology. The Human Eye as an Optical System. In :
Optics, Refraction, and Contact Lenses. USA:LEO. 2003
11. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Miopia. [American Optometric Association].
2010. [cited 9 Desember 2011]. Available from :http://www.aoa.org/documents/CPG15.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai