Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BETON PRATEGANG
DISUSUN OLEH :
Dr. NAWIR RASIDI, ST, MT.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya, penyusunan Buku Ajar Beton Prategang dapat diselesaikan. Buku Ajar ini
disusun untuk menunjang proses belajar mengajar mata kuliah Beton Prategang
sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya
tujuan instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.
Buku ajar ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah ini,
terdapat banyak buku lain yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan
mahasiswa bisa mendapatkan materi dari sumber lain.
Penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih banyak kelemahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat
terutama yang mengasuh mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan
tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Definisi .....................................................................................................................1
1.2 Konsep Dasar Beton Prategang...............................................................................1
1.3 Perkembangan Penggunaan Prategang.....................................................................5
1.4 Metode Pemberian Pratekan dan Pengangkuran Ujung ...........................................6
1.5 Penjangkaran Ujung .................................................................................................8
1.6 Keuntungan dan Kerugian Beton Prategang.............................................................9
1.7 Material ....................................................................................................................11
BAB II ANALISA KEHILANGAN GAYA PRATEGANG...........................................14
2.1 Pendahuluan..............................................................................................................14
2.2 Kehilangan Prategang Jangka Pendek .....................................................................15
2.2.1 Kehilangan Akibat Deformasi Elastis Beton ........................................................15
2.2.2 Kehilangan Prategang akibat Gesekan antara Tendons
dan Dinding Saluran .............................................................................................19
2.2.3 Kehilangan Prategang akibat Penggelinciran pada Angker ..................................22
2.3 Kehilangan Prategang Jangka Waktu Panjang ........................................................22
2.3.1 Kehilangan Prategang Akibat Susut Beton ...........................................................22
2.3.2 Kehilangan Prategang Akibat Rangkak Beton ......................................................24
2.3.3 Kehilangan Prategang akibat Relaksasi Baja ........................................................25
2.3.4 Kehilangan Prategang Total Yang Diperhitungkan Untuk Perencanaan................26
BAB III DISAIN PENAMPANG...................................................................................28
3.1 Konsep Umum, Disain Dengan Teori Elastik...........................................................28
3.2 Disain Pendahuluan .................................................................................................30
3.3 Disain Akhir..............................................................................................................32
3.3.1 Disain Elastis, Tidak Diizinkan Tegangan Tarik Pada Beton, Baik Dalam
Keadaan Awal Maupun Akhir ...............................................................................33
3.3.2 Disain Elastis, Dengan Mengizinkan Tegangan Tarik Tetapi Kekuatannya
Tidak Diperhitungkan...........................................................................................36
3.3.3 Disain Elastis, Dengan Mengizinkan Tegangan Tarik Dan Kekuatannya
Diperhitungkan ....................................................................................................39
3.4 Disain Dengan Teori Elastik, Penampang Komposit ...............................................40
BAB IV GESERAN, BLOK AKHIR DAN TATA LETAK TENDON
(SHEAR, END BLOCK AND CABLE LAYOUTS) .........................................45
4.1 Geseran, Tegangan Tarik Utama...............................................................................45
4.2 Blok Akhir (End Block)............................................................................................48
4.2.1 Bantalan (Bearing) untuk Angkur .........................................................................49
4.2.2Tegangan Tarik Transversal Pada Block Akhir ......................................................51
4.2.3 Penyebaran dan Jalannya Tendon (Layout Tendon) .............................................52
Beton Prategang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Definisi beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut:
a. Menurut PBI 1971
Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangantegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga tegangantegangan akibat beton-beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan.
b. Menurut Draft Konsensus Pedoman Beton 1998
Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah diberikan tegangan dalam
untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat pemberian beban
yang bekerja.
c. Menurut ACI
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan
distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu
tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.
Dapat ditambahkan bahwa beton prategang, dalam arti seluas-luasnya, dapat
juga termasuk keadaan (kasus) dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh
regangan-regangan internal diimbangi sampai batas tertentu, seperti pada konstruksi
yang melengkung (busur). Tetapi dalam tulisan ini pembahasannya dibatasi dengan
beton prategang yang memakai tulangan baja yang ditarik dan dikenal sebagai tendon.
1.2 Konsep Dasar Beton Prategang
Ada tiga konsep yang berbeda-beda yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan
menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang:
a. Konsep pertama: Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang
elastis. Ini merupakan buah pemikiran Eugene Freyssinet yang memvisualisasikan
beton prategang pada dasarnya adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang
getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih
dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Dari konsep ini lahirlah kriteria tidak ada
tegangan tarik pada beton. Pada umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada
tegangan tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan
bahan yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang elastis.
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
Beton Prategang
Dalam bentuk yang paling sederhana, ambillah balok persegi panjang yang diberi
gaya prategang oleh sebuah tendon sentris (cgs berimpit cgc), lihat Gambar 1.1.
Akibat gaya prategang F, akan timbul tegangan tekan merata sebesar :
F
= A ..................................................................................................(1.1)
Jika M adalah momen eksternal pada penampang akibat beban dan berat sendiri
balok, maka tegangan pada setiap titik sepanjang penampang akibat M adalah :
M v
= I ................................................................................................(1.2)
dimana y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen
inersia penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah:
F
M v
= A I ......................................................................................(1.3)
Beton Prategang
Gambar 1.3 Momen penahan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
Beton Prategang
Beton Prategang
Uraian secara lebih mendetail tentang ketiga konsep diatas akan dibahas pada babbab selanjutnya.
1.3 Perkembangan Penggunaan Prategang
Prinsip dasar sistem prategang mungkin telah dipakai pada konstruksi berabadabad yang lalu, pada waktu tali atau pita logam diikatkan mengelilingi papan kayu yang
melengkung, yang membentuk sebuah tong (Gambar 1.7). pada penerapan disini, pita
dan kayu dalam keadaan tertegang sebelum dibebani tekanan cairan dari dalam.
buku-buku
gaya tekan
Beton Prategang
Kemudian tingkat pengembangan saat ini dalam bidang beton prategang adalah
hasil penelitian yang terus-menerus yang dilakukan oleh para insinyur dan ilmuwan
dalam bidang ini selama 90 tahun terakhir.
Dalam 1886, Jackson dari San Francisco mengajukan patent untuk konstruksi
batu buatan dan perkerasan beton, dimana telah diperkenalkan pratekanan dengan
menarik batang-batang tulangan yang disusun dalam pipa-pipa. Dohring dari Jerman
membuat pelat-pelat dan balok-balok kecil dalam 1888, dengan memakai kabel-kabel
tarik yang tertanam dalam beton untuk menghindari retak-retak.
Gagasan dari prategang untuk melawan tegangan-tegangan yang disebabkan
oleh beban-beban pertama-tama telah dikemukakan insinyur Austria bernama Mandl
dalam 1896 M. Koenen dari Jerman, mengembangkan lebih lanjut hal ini dengan
melaporkan kehilangan-kehilangan pratekanan yang disebabkan oleh perpendekan
elastis beton dalam 1907. Hal yang penting dari kehilangan pratekanan yang disebabkan
oleh penyusutan beton pertama-tama telah dikenali oleh Steiner di Amerika Serikat
sekitar tahun 1908.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang melelahkan dan dilakukan terus menerus
terhadap sifat-sifat beton dan baja, maka banyak kesulitan demi kesulitan yang
ditemukan dan dapat diatasi oleh para pakar terdahulu seperti, Engene Freyssinet,
mengenai cara mengatasi terhadap kesulitan terhadap hilangnya prategang, dan buah
pikiran dari Yues Guyon dalam mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh kerumitan
struktur, seperti struktur hiperstatis dimana akan timbul tegangan-tegangan sekunder
akibat gaya tambahan yang secara tepat untuk menganalisanya, serta buah pikiran dari
T.Y. Lin mengenai beban bermbang (load balancing).
Demikian penggunaan beton prategang menyebar secara cepatnya pada tahun 1935
dan seterusnya, yang dipakai secara luas untuk konstruksi jembatan, atap kulit kerang
dan lain sebagainya.
1.4 Metode Pemberian Pratekan dan Pengangkuran Ujung
Berbagai metoda dengan mana pratekanan diberikan kepada beton. Dalam
tulisan ini hanya membahas metoda yang paling luas dipakai untuk memberikan
pratekanan pada unsur-unsur beton struktural adalah dengan menarik baja ke arah
longitudinal dengan alat penarik. Menegangkan tendon tidak mudah, sebab mengingat
gaya yang cukup besar (sampai ratusan ton).
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
Beton Prategang
Langkah 2.
Langkah 3.
Beton Prategang
Beton Prategang
prategang
memberikan
keuntungan-keuntungan
teknis
besar
Terhindarnya retak terbuka di daerah beton tarik, jadi lebih tahan terhadap korosif.
Pada beton bertulang,
Beton Prategang
Terlihat bahwa kekuatan penampang beton pratekan enam kali lebih besar jika
dibandingkan dengan beton bertulang.
Ketahanan geser balok bertambah, yang disebabkan oleh pengaruh pratekan yang
mengurangi tegangan tarik utama (akan di bahas lebih lanjut pada tegangan geser
beton prategang). Pemakaian kabel yang melengkung, khususnya dalam untuk
bentang panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang
tempat tumpuan.
Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan dengan berat baja
tulangan biasa (1/5 1/3), sehingga berkurangnya beban mati yang diterima
pondasi.
10
Beton Prategang
Biaya pemeliharaan beton prategang lebih kecil, karena tidak adanya retak-retak
pada kondisi beban kerja (terhindar dari bahaya korosi).
b. Kerugian
Dituntut kwalitas bahan yang lebih tinggi (pemakaian beton dan baja mutu yang
lebih tinggi), yang harganya lebih mahal.
1.7 Material
a. Beton
Beton berkekuatan tinggi adalah perlu di dalam beton prategang oleh karena
materialnya memberikan tahanan yang tinggi dalam tegangan tarik, geser, pengikatan
dan dukungan.
Dalam daerah angker, yang tegangan-tegangan dukungnya menjadi lebih tinggi,
beton berkekuatan tinggi selalu lebih disukai untuk menghindarkan pengangkuran yang
khusus, sehingga dapat memperkecil biaya.
Pada beton prategang penting untuk mengetahui diagram tegangan-regangan
untuk memperkirakan kehilangan gaya prategang dan juga untuk analisis penampang.
Untuk lebih memahami sifat-sifat dan karakteristik dari beton mutu tinggi, pembaca
hendaknya mempelajari dari peraturan-peraturan tentang beton yang berlaku.
11
Beton Prategang
regangan baja prategang (mutu tinggi) berbeda dengan baja beton biasa (lihat Gambar
1.13).
Pada baja prategang diagram tegangan regangannya tidak tetap, tergantung dari
diameter baja dan bentuknya.
12
Beton Prategang
BAB II
ANALISA KEHILANGAN GAYA PRATEGANG
2.1 Pendahuluan
Analisa kehilangan prategang (loss of prestress) merupakan bagian penting dari
perencanaan konstruksi beton prategang. Sampai saat ini analisa kehilangan prategang
selalu berpedoman pada peraturan beton prategang negara-negara yang sudah
memilikinya.
Diantara peraturan-peraturan tersebut ada yang dengan mudah dapat disesuaikan
dengan keadaan di Indonesia dan ada pula yang sulit dilaksanakan karena peraturan
tersebut khusus dibuat untuk negara yang bersangkutan. Kehilangan prategang jangka
waktu panjang harus dianalisa lebih berhati-hati karena kehilangan ini erat sekali
hubungannya dengan keadaan lingkungan bangunan tersebut berada. Pada umumnya
sumber kehilangan prategang dapat dibedakan 2 (dua) bagian besar, tergantung dari
waktu terjadinya, yaitu kehilangan jangka waktu pendek (immediate losses of prestress)
dan kehilangan jangka waktu panjang (deferred losses of prestres).
Berbagai jenis kehilangan prategang yang dijumpai dalam sistem-sistem pre
tensioning dan post tensioning dikumpulkan dalam tabel berikut :
A. Dalam Jangka Waktu Pendek
No.
1.
Pre tensioning
Deformasi elastis beton
karena
akan
prategang
terdapat
karena
13
Beton Prategang
No.
1.
2.
3.
Pre tensioning
Susut beton
Rangkak beton
Relaxasi baja
Kehilangan jangka
waktu
No.
1.
2.
3.
pendek
Post tensioning
Susut beton
Rangkak beton
Relaxasi baja
telah terjadi
segera
setelah
gaya
b
= Eb
a = b . Ea
b
= Eb . Ea
= n . b
dimana : b = regangan beton
b = tegangan tekan beton pada titik berat baja
Eb = modulus elastis beton
a. Deformasi Elastis Beton Akibat Gaya Prategang
a.1. Sistem pre tensioning
Bila tendons di titik berat beton
b
P
= Ab
ae . A
Ab
=
= ae .
ae = at n b
= at n ae
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
14
Beton Prategang
at
= 1 n
Kehilangan prategang :
a = at - ae
at
= at - 1 n
Jadi :
a = at
n
1 n
= P . ea
= ( ae . A ) . ea
Maka :
b
ae . A
= Ab +
ae . A
Ab
ae A e a e a
Ib
ea2
ib2
a 1 ei . ea / ib2
1 n 1 ei . ea / ib2
a = at
15
Beton Prategang
ae
ae A1 .e1 A2 .e2 ... An .en ei
Ib
bi = Ab (A1 + A2 + .... + An) +
Dan kemudian akan didapat :
n 1 ei . ea / ib2
1 n 1 ei . ea / ib2
ai = at
Ab
at .
m
=
Untuk tendons :
Ke 1
Ke 2
Ke (m 1)
a1
n at
m
=
(m 1)
a2
n at
m
=
(m 2)
a (m 1)
n at
m
=
(1)
16
Beton Prategang
Ke (m)
a (m)
Jumlah
n at
m
=
m 1
= at n 2
n at
m
=
(0)
m
2
m
a rata-rata =
=
17
Beton Prategang
diperhatikan.
Gesekan dalam saluran tendons disebabkan oleh :
a. Gesekan fisis yang normal terjadi antara dua benda yang bergeser satu terhadap
lainnya, dalam hal ini tendons yang bergerak terhadap dinding saluran yang diam,
terutama pada tracee tendons berbentuk lengkung.
b. Melendut-lendutnya letak saluran tendons (tidak tepatnya tracee saluran) disebut
biasanya dengan Wobble effect.
c. Karatan-karatan yang terdapat pada tendons dan dinding saluran tendons yang
terbuat dari baja.
d. Kemungkinan adanya specie beton yang masuk (bocor) dalam saluran tendons.
e. Kebersihan saluran.
Perhitungan berkurangnya pratekanan sampai sekarang merupakan cara
pendekatan. Dalam garis besarnya hanya menghitung 2 (dua) macam gesekan yaitu :
gesekan pada tendons ( ) yang melengkung dan wobble effect ( k1 ).
18
Beton Prategang
Pratekanan dalam penampang sejauh x dari jack dihitung dengan rumus EULER
COOLEY MONTAGNON :
Fx = Fa . e ( + k1x)
dimana : = Coef. gesekan tendon terhadap salurannya.
= Perubahan sudut lengkungan (radial)
k1 = Coef. Wobble Effect
x
Rumus ini bisa mendekati keadaan sebenarnya bila dibarengi ketelitian pelaksanaan
sedemikian sehingga sebab-sebab yang membesarkan gesekan diatas diperkecil,
misalnya Wobble effect, karatan, kebersihan dalam saluran.
Coeffisien gesekan dan wobble effect ini dalam literatur bernilai sebagai berikut :
Type tendon
Tendon pada selubung logam fleksibel
Tendon kawat
Strand (7 kawat)
Batang baja mutu tinggi
Tendon pada selubung logam
kaku
Strand (7 kawat)
Tendon yang diminyaki terlebih dahulu
Tendon kawat dan strand
(7 kawat)
Tendon yang diberi lapisan
Koefisien
Koefisien
Wobble
Kelengkungan
k1 tiap meter
0,0033 0,0049
0,0016 0,0066
0,0003 0,0020
0,15 0,25
0,15 0,25
0,08 0,30
0,0007
0,15 0,25
0,0010 0,0066
0,03 0,15
0,0033 0,0066
0,05 0,15
mastik
Tendon kawat dan strand
(7 kawat)
19
Beton Prategang
dF
= -
. F dx
R
= - . F . d atau
dF
F
= - d
ln . F
F
F
Fa
= -
= Fa . e -
= Fa . e - . L / R
k1 . L
Jumlahnya menjadi :
20
Beton Prategang
ln F
F
Fa
= - - k1 L
= Fa . e
k1 L
= Fa . e
k1 x
Untuk keperluan perencanaan dalam praktek perlu diketahui nilai coeffisien dan k1
lebih teliti agar perhitungan dapat dilakukan seteliti mungkin.
2.2.3
dongkrak dilepaskan untuk memindahkan pratekan kepada beton, tentu tidak bisa terjadi
100% tanpa adanya suatu perubahan bentuk sama sekali pada peralatan angker. Tentu
ada slip sedikit antara angker dan tendons. Besarnya slip untuk berbagai jenis sistem
angker berbeda. Bila slip setiap angker sebesar a ; maka kehilangan prategangan
dalam tendons setiap angker adalah :
a . Ea
L
a =
Perubahan temperatur
Bila menderita tekanan, maka beton akan menyusut dan memendek / meregang
akibat adanya sifat-sifat diatas, yaitu sebesar bs.
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
21
Beton Prategang
bs
bs
= Eb
bs
Ab
Eb
as
Eb
ba = bs - bs
as
Ea
= bs -
ba =
as
Ea
as
Eb
Akan didapat :
E a . bs
as = 1 n
b. Bila tendons exentris (sebesar ea)
22
Beton Prategang
E a . bs
2
2
as = 1 n 1 e a / i b
2.3.2
pertambahan tegangan.
Apabila tidak dihitung dengan cara lain, menurut PBI 1971, maka rangkak dari
beton (bp) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
bp
b
= Eb
= 1 . 2 . 3 . 4 . 5
bp = be + br
r = rangkak
e = elastis
br = bp - be
b
b
= Eb - Eb
b
= ( - 1 ) Eb
23
Beton Prategang
ar = at
1 n
1 1 n
e2
n 1 2a
ib
e2
1 1 n 1 2a
ib
ar = at
dimana : b
Eb
= koef. yang bergantung pada tebal fiktif (hf), yaitu luas penampang
dibagi dengan setengah penampang yang berhubungan dengan udara.
= koef. yang bergantung pada jumlah pemakaian semen dan nilai faktor
air semen.
= koef. yang bergantung umur beton pada saat dibebani dan pada suhu
rata-rata udara sekelilingnya selama pengerasan.
2.3.3
terhadap bahan tersebut. Karena reaksi intern tersebut atom-atom bahan tersebut
menyesuaikan diri, dengan akibat berkurangnya tegangan intern.
Terhadap baja prapenegangan, relaxasi merupakan kehilangan tegangan tarik
pada tendons yang dibebani gaya tarik pada panjang tendons tetap dan suhu tertentu.
Besarnya relaxasi tergantung dari nilai banding atara gaya tarik awal dan kuat tarik
karakteristik baja serta suhu dan waktu. Kehilangan prategang relaxasi jangka waktu
panjang dihitung berdasarkan kehilangan relaxasi jangka waktu yang relatif pendek.
Umumnya pengamatan dilakukan selama 1000 jam pada suhu tertentu dan beban awal
tertentu.
24
Beton Prategang
:8%
:8%
Type kehilangan
1.
Perpendekan elastis
2.
3.
4.
5
6
8
20
25
Beton Prategang
bangunan tersebut berada. Oleh karena itu penggunaan peraturan beton prategang
negara lain, belum tentu sesuai untuk Indonesia, sehingga perlu dicarikan formulasi
yang lebih sesuai dan mudah dipergunakan di Indonesia.
26
Beton Prategang
BAB III
DISAIN PENAMPANG
3.1 Konsep Umum, Disain Dengan Teori Elastik
Di sini perlu diuraikan terlebih dahulu tentang konsep dasar dari kopel penahan
pada penampang balok prategang. Dari hukum statistika, momen penahan pada balok
prategang, seperti pada beton bertulang, harus sama dengan momen eksternal. Momen
internal tersebut dapat diwakili oleh sebuah kopel C T baik untuk penampang balok
beton prategang maupun untuk beton bertulang (Gambar 3.1 dan Gambar 3.2). T adalah
titik pusat gaya prategang atau gaya tarik pada baja; dan C adalah pusat tekanan atau
pusat desakan pada beton.
Akan tetapi, ada perbedaan pokok antara sifat penampang balok beton prategang
dan beton bertulang. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pada penampang balok beton bertulang, bila momen lentur bertambah, besarnya
gaya-gaya T dan C dianggap bertambang sebanding, sedangkan lengan momen jd
antara ketua gaya tersebut praktis tetap, tidak berubah (Gambar 3.2).
b. Pada penampang balok beton prategang akibat beban kerja, bila momen lentur
bertambah, besarnya C dan T praktis tetap konstan sementara lengan momen ( )
bertambah besar hampir sebanding (Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Lengan momen (), yang bervariasi pada balok beton prategang
27
Beton Prategang
Gambar 3.2 Lengan momen (jd) yang tetap pada balok beton bertulang
Pada penampang prategang, karena letak T tetap, letak C akan berubah-ubah
sesuai dengan perubahan pada momen lentur. Untuk momen M yang diketahui, letak C
dapat ditentukan karena :
C = T = M ................................................................................(3.1)
= M/C = M/T...............................................................................(3.2)
Jadi bila M = 0, maka = 0 dan C harus berimpit dengan T, (Gambar 3.1 a).
Bila M kecil, maka juga kecil, (Gambar 3.1 b). Bila M besar, akan besar (Gambar
3.1 c).
Selanjutnya dapat dijelaskan hubungan dasar antara distribusi tegangan dan letak
C, sesuai dengan teori elastik, (Gambar 3.3). Bila C berimpit dengan titik inti (kern)
atas atau bawah, distribusi merupakan segitiga, dengan nol masing-masing pada serat
bawah atau serat atas. Bila C terletak di dalam kern, seluruh penampang akan
mengalami tekanan; bila di luar kern, sebagian penampang akan mengalami tarikan.
Bila C berimpit dengan c.g.c, tegangan akan merata di seluruh penampang beton.
28
Beton Prategang
Gambar 3.3 Distribusi tegangan pada beton prategang berdasarkan teori elastik
3.2 Disain Pendahuluan
Disain pendahuluan penampang beton prategang untuk menahan lenturan dapat
dibenutk dengan prosedur yang sangat sederhana, berdasarkan pengetahuan mengenai
kopel gaya dalam C T yang bekerja pada penampang.
Langkah-langkah disain pendahuluan :
a. Memperkirakan tinggi balok ( h )
Untuk memperkirakan tinggi balok ( h ), dapat dihitung dengan rumus empiris :
h = k
Mt
dimana : h
k
= tinggi balok ( cm ).
= koefisien yang bervariasi antara 10 14
29
Beton Prategang
dengan,
Mbh = momen akibat beban hidup yang dapat dihitung berdasarkan
peraturan beban yang ada.
Mbs = 0,15 Mbh 1,30 Mbh (ditaksir)
Sehingga,
Mt
30
Beton Prategang
0,5 h ..............................................................(3.6)
T = 0,5 h
Sehingga,
T
31
Beton Prategang
3.3.1
Disain Elastis, Tidak Diizinkan Tegangan Tarik Pada Beton, Baik Dalam
Keadaan Awal Maupun Akhir
Pada bagian akan dibahas disain akhir untuk penampang akibat lenturan
berdasarkan teori elastik tanpa terjadi tegangan tarik pada penampang beton baik pada
saat awal (peralihan) maupun saat akhir (beban kerja).
Ta
= Ab -
Ta
Ta
= Ab - Ab
Ta
= Ab
Ib
Ab
Ab
t1 . y 2
2
ib
1 t 1 . 2y 2
ib
........................................................................(3.9)
maka,
1 t 1 . 2y 2
ib
..............................................................................(3.10)
32
Beton Prategang
t1 =
ib 2
y 2 .............................................................................................(3.11)
t2 =
ib 2
y1 .............................................................................................(3.12)
= T . z2 atau
Mt
T = z 2 ...................................................................................................(3.16)
Dimana, z2 = ea + t2
T
Ta = 1 T ..........................................................................................(3.16)
b awal . y 2
h
r =
33
Beton Prategang
sehingga,
Ta . h
Ta
Ab = r = y 2 . b awal ....................................................................(3.17)
b akhir . y1
h
r =
sehingga,
T
T.h
Ab = r = y1 . b akhir .....................................................................(3.18)
Diambil harga Ab yang terbesar dari kedua persamaan diatas (pers. 3.17 dan
3.18), kemudian dibandingkan dengan Ab yang didapat dari disain pendahuluan :
Bila cocok,
Bila tidak cocok, penampang beton harus di revisi (dibesarkan atau diperkecil).
4. Menghitung luas tendon ( Aa )
Bila luas penampang beton sudah memenuhi, maka langkah selanjutnya adalah
menghitung luas tendon yang diperlukan sebagai berikut :
a.
b.
Dari kedua harga Aa perlu yang dihitung berdasarkan persamaan (3.19) dan
(3.20), pilihlah yang terbesar kemudian tentukan jumlah tendon yang diperlukan.
5. Pemeriksaan penampang
Pada langkah yang kelima ini menyangkut 2 (dua) perhitungan sebagai berikut :
a.
34
Beton Prategang
35
Beton Prategang
Gambar 3.6 Distribusi tegangan, diizinkan tegangan tarik tetapi tidak diperhitungkan
kekuatannya
h1 dan h2 dapat dihitung sebagai berikut :
Kondisi awal,
h h1
h1
b
= b awal ...............................................................................(3.25)
h1 =
h . b awal
b b awal ...............................................................................(3.26)
h2 =
h . b akhir
b b akhir ..............................................................................(3.27)
atau
36
Beton Prategang
selanjutnya dicari sifat-sifat penampang, baik dalam keadaan awal maupun keadaan
akhir.
1. Menghitung letak tendon ( ea )
Dalam kondisi awal,
M bs
Eai = t1 + Ta ....................................................................................(3.28)
z2 = t22 + ea2
Mt
T = t 22 e a2 ...........................................................................................(3.30)
dan,
T
Ta = 1 T ..........................................................................................(3.31)
Ta
Ab = b awal
e ai M bs /Ta
t z1
(3.32)
(3.33)
37
Beton Prategang
tidak tepat bila tegangan tarik melampaui tegangan retak beton. Kondisi tegangan yang
diinginkan adalah sama seperti terlihat pada Gambar 3.5. dengan memperhitungkan
kekuatan tarik betonnya. Karena kekuatan tarik beton diperhitungkan, maka penampang
dihitung secara penuh.
1. Menghitung letak tendon ( ea )
38
Beton Prategang
Ta . z11 y 2
b z1 =
z11
Ib
, sehingga :
b z1 . I b
= Ta . y 2
z12
M bs
= Ta
39
Beton Prategang
Ta . z11 y 2
Ib
Sehingga :
b z1
b z1 . I b
Ta . y 2
z12
M bs
= Ta
dimana :
t1 = teras bawah bagian pre-cast.
40
Beton Prategang
T
Ta = 1 T
T
T . e a . y1
e
T
1 a
A
Ib
Ab
t2
b = - b
.........................................(3.51)
b. Beban waktu bagian cast-in-place sedang di cor (berat sendiri bagian pre-cast +
berat sendiri beton muda + berat cetakan + orang bekerja dan peralatan). Momen
yang ditimbulkannya sebesar Mp.
M p . y1
b = +
Ib
Mp
A b . t 2 ...............................................................(3.52)
I
/
y
Ab . t 2
b
1
1 =
(3.53)
Ib
1 M q
Ab . t2
(3.54)
total
b 12
T
Ab
ea
t2
Mp
Ab . t 2
1 M q
Ab . t 2
M p 1 M q b 12 . A b . t 2
T =
ea t 2
....................................................(3.55)
41
Beton Prategang
T
dan Ta = 1 T .............................................................................(3.56)
Ab = b.
Ta
e M bs / Ta
1 a
b 11
t2
......................................................(3.57)
Ab = -
- ea M p 2 Mq / T
Ta
1
b 11
t2
.....................................(3.58)
Ib y2
Dengan 2 = I b y 2
4. Menghitung luas tendon
Untuk menghitung luas tendon yang diperlukan, dapat digunakan kembali
persamaan (3.19) dan (3.20) di atas.
5. Pemeriksaan penampang
a. Akibat gaya prategang awal (Ta)
Ta
T .e .y
a a 1
Ib
b = - A b
Ib
b = - A b
d. Akibat ( Mp)
M p . y1
b =
Ib
Catatan :
42
Beton Prategang
Tegangan-tegangan yang diperoleh dari (a) sampai dengan (d) di atas adalah bekerja
pada penampang pre-cast, dengan y1 adalah jarak serat beton yang ditinjau ke cgc.
e. Akibat beban hidup (Mq), pada penampang gabungan.
M q . y1
b =
Ib
Superposisi diagram tegangan adalah seperti pada Gambar 3.12 berikut ini.
43
Beton Prategang
44
Beton Prategang
BAB IV
GESERAN, BLOK AKHIR DAN TATA LETAK TENDON
(SHEAR, END BLOCK AND CABLE LAYOUTS)
4.1 Geseran, Tegangan Tarik Utama
Disain konvensional untuk retak akibat geseran pada balok beton prategang di
dasarkan pada perhitungan tegangan tarik utama pada badan balok dan batas tegangan
itu sampai pada nilai yang ditentukan. Bagian pertama dari metoda ini, yaitu
perhitungan tegangan tarik utama berdasarkan pendekatan klasik, merupakan prosedur
yang benar sepanjang beton tidak retak. Bagian kedua dari metoda ini, yaitu pembatasan
tegangan tarik utama pada nilai tertentu.
Keruntuhan geser, sebenarnya bukanlah akibat (tegangan geser), tetapi adalah
akibat tegangan tarik induk yang ditimbulkan (tegangan geser), yaitu sebesar .
Secara sederhana, terjadinya tegangan tarik induk () akibat tegangan geser () dapat
digambarkan :
a. Tegangan tarik induk () dalam lingkaran Mohr secara umum adalah sebagai berikut
:
45
Beton Prategang
persamaan (4.1), menghasilkan 2 harga yang berarti 2 tegangan utama. Salah satu
tegangan utama tersebut adalah tegangan tarik induk ().
b. Lingkaran Mohr pada elemen balok beton bertulang biasa. (elemen diambil pada
garis netral).
Elemen diambil pada garis netral, sehingga x = y = 0 dan besarnya teg. Geser
:
V
= 7 / 8 bh
y = 0
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
46
Beton Prategang
F . e a . y1 M . y 1
F
Ib
Ib
x = - A b
V.s
= I.b
47
Beton Prategang
Vp =
V =
dimana :
B = lebar balok.
3. Hitung distribusi tegangan serat untuk penampang tersebut akibat momen eksternal
M, gaya prategang F, dan eksentrisitas (ea) sebagai berikut :
F . e a . y1 M . y1
F
A
I
I ..................................................................(4.4)
b
b =
2 ........................................................................(4.5)
Secara grafis, ini dapat diselesaikan dengan Lingkaran Mohr (seperti pada Gambar
4.3).
Apabila tegangan tarik induk () lebih besar dari pada tegangan tarik beton yang
diizinkan maka diperlukan penulangan geser (biasanya dipakai tulangan sengkang dari
48
Beton Prategang
baja lunak). Proses perhitungan sengkang sama seperti [ada beton bertulang biasa
(sesuaikan dengan peraturan yang berlaku).
Kesimpulan :
Jadi terlihat dari gambar lingkaran Mohr, bahwa beton pratekan lebih aman dari
beton bertulang biasa terhadap tegangan tarik induk (). Hal ini disebabkan oleh :
1. Karena umumnya seluruh penampang tertekan, maka tegangan geser yang timbul
pada beton pratekan relatif lebih kecil.
2. Karena umumnya kabel prategang miring, maka komponen vertical gaya tendon
memperkecil gaya lintang.
4.2 Blok Akhir (End Block)
Bagian dari komponen struktur prategang yang mengelilingi angkur tendon
seringkali disebut blok akhir (end block). Pada seluruh panjang blok akhir, gaya
prategang dialihkan dari luas yang kurang lebih terpusat dan didistribusikan melalui
seluruh penampang beton. Panjang blok akhir (l) tergantung dari penyebaran kabel di
ujung dan sistem penjangkarannya. Namun berdasarkan pengamatan secara teoritis dan
eksperimen bahwa panjang blok akhir ini tidak lebih besar dari tinggi balok dan
seringkali lebih kecil.
beton dengan bantalan langsung, ada bermacam-macam cara disain yang mungkin
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
49
Beton Prategang
dipakai untuk memindahkan gaya prategang tersebut, satu diantaranya dengan pelat
baja.
Disain pengangkuran terdiri dari dua bagian yaitu : menentukan luas bantalan yang
dibutuhkan beton, dan mendisain kekuatan dari angkur itu sendiri. Karena angkurangkur umumnya dihasilkan oleh perusahaan prategang yang mampunyai standar
sendiri untuk setiap tendon berbeda, maka kita tidak perlu merancangnya.
Kadang-kadang hanya diperlukan untuk memeriksa luas plat bantalan angkur
ujung, sebagaimana ditentukan oleh tegangan izin beton pada daerah plat bantalan
tersebut.
Untuk menghitung tegangan rata-rata di beton akibat penjangkaran ini dapat
dipergunakan persamaan :
1. Pada beban peralihan :
bp 0,6 pb
/ Ab
..........................................................................(4.6)
bp 0,8 bip
/ Ab 0,2
.................................................................(4.7)
bip
bp
bp
bip
Ab
Ab
50
Beton Prategang
N
x
x
A
x
D
51
Beton Prategang
Dengan idealisasi seperti pada gambar, ternyata pada block akhir terjadi momen
yang menimbulkan tegangan (gaya) tarik melintang (T).
Gaya tarik tersebut bisa berbahaya dan perlu mendapat perhatian khusus
(diberikan tulangan). Momen sebesar M, harus diimbangi oleh kopel yang terjadi tegak
lurus oleh sepasang gaya T dan D dengan berlengan kopel = z.
Menurut percobaan :
z = 0,42 h ............................................................................................(4.9)
sehingga :
T =
M
M
z = 0,42 h .........................................................................(4.10)
dimana :
M = Mx (momen terhadap serat x-x)
2
a
M = (b . b) (h1)2 (p . a) z ..............................................(4.11)
Kemudian :
N = p . a2 = b . b . h
atau
b ' . b . h
a2
p =
dengan :
b
= lebar balok
axa
Gaya tarik melintang (T) menimbulkan tegangan tarik melintang. Karena beton
lemah terhadap tarik maka harus diberikan tulangan sebesar :
T
A = a
Tulangan ini harus disebar melintang (seperti sengkang geser) sepanjang block
akhir, dengan a adalah tegangan izin baja (umumnya dipakai baja lunak).
52
Beton Prategang
4.2.3
Maksudnya, menentukan daerah aman kabel sepanjang balok sehingga tegangantegangan yang terjadi tidak melampaui yang tegangan yang diizinkan.
b. Di ujung bentang ( M = 0)
53
Beton Prategang
Gambar 4.10 Letak daerah batas untuk cgs tanpa diizinkan tegangan tarik
2. Bila diizinkan tegangan tarik lebih kecil dari pada tanpa mengizinkan tegangan
tarik.
Untuk mencapai tegangan tarik yang diizinkan ( bz ) di serat atas pada keadaan
awal D harus di geser ke bawah sebesar :
a1
M tr b2 . I b b2 . A b . t 1
T
T
.
y
Ta
a
a
2
=
.......................................................(4.17)
54
Beton Prategang
Sedangkan untuk mencapai tegangan tarik b1 di serat bawah pada keadana akhir, D
harus di geser ke atas sebesar :
b1 . A b . t 2
T
A2 =
dimana :
t1
t2
Ta
55
Beton Prategang
Jika batas bawah memotong batas atas (pada c), hal itu berarti bahwa tidak ada daerah
yang tersedia untuk letak cgs. dan baik gaya prategang ataupun tinggi balok harus
ditambah.
Batas atas
TA
TB
Batas bawah
(a) Batas atas terlalu dekat dasar
Batas atas
TA
TB
Batas bawah
(b) Batas atas terlalu jauh di atas dasar
Batas atas
TA
TB
Batas bawah
(c) Batas atas dan serta bawah berpotongan
Gambar 4.12 Posisi yang tidak dikehendaki untuk daerah batas cgs
56
Beton Prategang
BAB V
DISAIN ELASTIS METODA BEBAN BERIMBANG
(LOAD BALANCING METHOD)
5.1 Pengertian Gaya Imbang
Gaya imbang adalah gaya yang timbul akibat dari melengkungnya tendon setelah di
beri suatu gaya prategang F. Berikut ini kita tinjau suatu kabel lengkung yang diberi
gaya prategang P dengan radius r, sehingga menimbulkan gaya terbagi rata arah ke
pusat (Gambar 5.1).
= r d
dPr
= P d
dPr
d
P
ds = P ds = r = Wr
= Wr Sin
Wb
= Wr Cos
P
= r dan WH = 0
P
Dimana Wb = r disebut dengan Gaya Imbang
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
57
Beton Prategang
Gambar 5.2,
d2y
dy
dy
2
1 = dx , 2 = dx + dx x
Substitusi pada persamaan (5.2) diperoleh :
d2y
2
P dx = - Wb ..................................................................................................(5.3)
Jika beban imbang Wb = constant, maka hasil integrasi persamaan (5.3) akan
memberikan :
58
Beton Prategang
x2
P . y = - Wb 2 + c1 + c2 ................................................................................(5.4)
dimana c1 dan c2 adalah konstanta integrasi yang dapat dihitung dari syarat batas
(boundary conditions) dari tendon.
1. Gaya imbang balok sederhana tendon parabola
Sebagai contoh untuk balok sederhana (atas dua perletakan) momen pada kedua
tumpuan = 0 dan eksentrisitas kabel pada kedua tumpuan = 0, maka syarat batasnya
menjadi :
y = 0 pada x = 0
dan x = L
substitusi syarat batas pada persamaan (5.4), diperoleh :
y = 0 dan x = 0
c2 = 0
y = 0 dan x = 0
L
c1 = Wb . 2
y = h
Substitusi pada persamaan (5.5) diperoleh :
Wb . L2
8
P.h =
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
59
Beton Prategang
Atau :
8P.h
2
Wb = L ......................................................................................(5.6)
Wb . L2
2
P.h =
Atau :
2P.h
L2 .......................................................................................(5.7)
Wb =
dengan cara membengkokkan cgs. dengan tajam di bawah beban, yang dengan
demikian menimbulkan komponen yang mengarah ke atas (tendon dibengkokkan tajam
di tengah-tengah bentang) sebesar :
V = 2 P Sin .....................................................................................(5.8)
V
p sin
c.g.c
V = 2 F sin
c.g.s
p
p cos
Komponen
melintang
60
Beton Prategang
Dalam kedudukan seimbang ini pada struktur tidak terjadi lendutan (deflection = 0) dan
momen lentur tidak bekerja (M = 0).
Tegangan pada beton di semua penampang struktur akan bekerja merata, yaitu sebesar :
P
Tegangan beton = A b ..................................................................................(5.8)
dengan : P
Ab
= gaya prategang.
= luas penampang beton
Kondisi ini terjadi pada konstruksi statis tertentu, maupun statis tak tentu.
Untuk balok beton prategang dengan sistem Pre-tensioning, cara ini tidak dapat
diterapkan karena draf (sag) = 0.
61
Beton Prategang
BAB VI
ANALISIS PENAMPANG TERLENTUR
6.1 Asumsi dasar
Adapun asumsi-asumsi dasar yang berlaku dalam analisis struktur beton
prategang untuk menahan lentur adalah :
1. Bidang rata akan tetap rata sebelum dan sesudah pembebanan (konservasi bidang
rata Navier), sehingga deformasi berbanding lurus terhadap garis netralnya.
2. Terjadi lekatan sempurna antara baja dan beton.
3. Kekuatan tarik beton diabaikan.
6.2 Tegangan Beton Sebelum Retak
Tegangan yang diderita oleh beton akibat gaya praekan, eksetrisitas kabel dan
gaya berat sendiri serta beban luar dalam kondisi sebelum retak dapat dihitung dengan
cara elastis. Sebelum terjadi retak pada serat terluar beton, tegangannya dapat ditulis :
F
f = - A
(1)
F.e.y
I
(2)
M.y
I .............................................................(6.1)
(3)
62
Beton Prategang
F . e . yb
I
M cr . y b
I
....................................................(6.2)
fr
y b ........................................................................(6.3)
Mcr = + F . e + A . y b
63
Beton Prategang
Mn
Mu = .......................................................................................................(6.6)
dengan = faktor reduksi kekuatan
64
Beton Prategang
2 x
x
0
0
Cc =
fc b dx b fc' p
2 x
2 x2
2
o
0
dx
Cc = b fcp
x Cc
2
c
c 1
0
3 0
fc b dx
c
susun kembali suku-sukunya, jarak dari garis netral ke garis kerja resultante gaya
tekan adalah :
65
Beton Prategang
8 0 3 c
12 0 4 c
x c
5. Momen batas untuk elemen terlentur tercapai apabila regangan pada beton tertekan
mencapai 0,003 mm/mm atau regangan baja tarik mencapai 5%.
6. Kehancuran yang dianalisis adalah akibat lenturan, dan diasumsikan bahwa
komponen struktur akan memiliki kekuatan geser yang cukup untuk mencegah
kehancuran.
Prosedur analisis dilakukan dengan mengasumsikan dua tahap perilaku;
pertama, balok adalah elastik dan tidak rekak, kedua, balok dalam keadaan retak dan
sifat-sifat bahan yang sesungguhnya digunakan untuk menganalisis respon penampang
retak.
66
Beton Prategang
BAB VII
BALOK MENERUS (CONTINOUS BEAM)
7.1 Kesinambungan Balok Menerus
Suatu perbandingan yang sederhana antara kekuatan dari balok yang ditumpu
atas dua perletakan sederhana (Gambar 7.1) dan balok menerus (Gambar 7.2) akan
menunjukkan penghematan dasar di dalam konstruksi beton prategang menerus.
L2
8
= T . a
8 T' . a
L2
..........................................................(7.1)
c L2
8
= 2 T . a
c =
8 T' . a
L2
...................................................(7.2)
Dengan membandingkan Gambar 7.1 dnegan Gambar 7.2 atau persamaan (7.1)
dengan (7.2) terlihat bahwa c = 2 . Ini berarti bahwa dua kali beban pada balok
sederhana dapat dipikul oleh bentang menerus dengan jumlah beton dan baja yang
sama. Ini menyatakan suatu penghematan sangat besar yang harus disadari dalam
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
67
Beton Prategang
mendisain struktur beton prategang. Karena kekuatan yang dipunyai oleh konstruksi
menerus ini, kita dapat menggunakan penampang-penampang beton yang lebih kecil
untuk beban dan bentang yang sama, yang mengurangi beban mati dari struktur tersebut
dan memperoleh semua penghematan yang diakibatkannya.
7.2 Pengaruh Prapenegangan Balok Menerus
Pada balok prategang, gaya prategang ternyata juga mempunyai effect
sampingan akibat balok yang menerus.
Bila berat balok dan beban tidak ditinjau, maka gaya prategang menyebabkan lenturan
sebagai berikut :
a. Balok sederhana :
68
Beton Prategang
69
Beton Prategang
70
Beton Prategang
M
T ....................................................................................................(7.3)
71
Beton Prategang
72
Beton Prategang
Gambarkan diagram momen primer (Mp) untuk seluruh balok menerus tanpa
tumpuan akibat eksentrisitas gaya prategang. Diagram momen ini dapat dengan
mudah dihasilkan dengan menggambarkan kurva eksentrimitas namun dengan
skala yang sesuai (Gambar 7.9 b).
Mr = T . e1 ..........................................................................................(7.4)
dengan T = gaya prategang effektif (konstan).
2.
T sin 2
L2
..............................................................(7.5 b)
Sekarang, dengan beban yang diperoleh di atas untuk balok menerus dengan
tumpuan sebenarnya, dan masukkan setiap momen yang mungkin terjadi pada
ujung-ujung balok akibat eksentrisitas cgs, hitunglah momen resultante (momen
akhir = momen resultante = MR) dengan metode cross atau metoda yang lain, lihat
Gambar 7.8 e.
73
Beton Prategang
5.
Atau garis-c yang secara liner menyimpang dari garis cgs akan mempunyai bentuk
intrinsik seperti garis cgs, sehingga dapat digambarkan dengan mudah. Momen
sekunder diberikan oleh deviasi antara garis-c dan garis cgs. Jika diinginkan
momen sekunder ini dapat dihitung dengan hubungan sederhana :
Momen sekunder Ms = MR - MP
dan deviasi a dari garis-c terhadap garis cgs. dapat diberikan oleh :
lihat Gambar 7.9 a
a =
MR MP
T
....................................................................(7.7)
74
Beton Prategang
akibat lengkungan kabel dan juga patahan kabel. Apabila menggeser kabel tanpa
merubah sudut patahan atau sudut lengkungan, maka beban pengaruhnya tetap,
sehingga garis-c akan tetap pula.
Teori dari GUYON
Di dalam struktur-struktur beton prategang statis tak tentu, dimungkinkan untuk
membuat modifikasi-modifikasi sederhana pada suatu profil tendon yang ditentukan
lebih dahulu tanpa merubah garis tekanan dalam batang. Ini adalah suatu sifat penting
dari balok-balok kontinu prategang, pertama kali di ucapkan oleh GUYON sebagai
berikut :
Dalam suatu balok prategang kontinu, kalau profil tendon dipindahkan vertical
pada salah satu dari tumpuan-tumpuan pertengahan dengan suatu nilai, tetapi tanpa
merubah bentuk hakikinya di antara tumpuan-tumpuan, resultante garis tekanan tidak
berubah.
Kegunaan transpormasi linier dalam disain balok menerus, dimana kita
menginginkan suatu garis-c tertentu. Garis-c tersebut dapat dihasilkan dari bermacammacam posisi tendon, dan diambil yang terbaik posisinya. Bila garis-c berimpit dengan
posisi cgs-line, maka posisi tendon yang demikian disebut CONCORDANCY OF
CABLE (tendon yang konkordan).
7.8 Penentuan Profil Tendon Konkordan
Karena pada balok sederhana atas dua tumpuan garis-c dan garis cgs selalu
berimpit, maka selalu terjadi concordancy of cable. Di dalam disain batang-batang
beton prategang kontinu, seringkali perlu untuk menentukan suatu profil tendon yang
terletak di dalam batas daerah desakan dan juga memenuhi syarat-syarat untuk
konkordan.
Suatu metoda umum berdasarkan atas prinsip-prinsip kerja virtuil diuraikan
untuk menentukan profil tendon konkordan.
Defleksi pada suatu titik dalam balok karena pembebanan dinyatakan sebagai :
a=
M m dx
EI
............................................................................................(7.8)
75
Beton Prategang
KMm
E
............................................................................................(7.9)
dx
I
dengan : K =
P e m k
E
Kme
P
a= E
K m e = 0
7.9 Disain Balok Beton Prategang Kontinu
Disain dari struktur beton prategang statis tak tentu melibatkan perhitungan
momen-momen maksimum dan minimum pada berbagai potongan melintang batang
sedemikian sehingga memperoleh batas-batas momen yang umumnya menentukan
dimensi-dimensi potongan melintang dari batang.
Berikut adalah langkah-langkah yang minimal harus ditempuh dalam disain balok
menerus/kontinu :
1. Hitung momen-momen positif dan negatif maksimum akibat beban hidup dan beban
mati pada berbagai potongan.
Mr = M max M min ............................................................................(7.13)
2. Dimensi-dimensi potongan melintang dapat dihitung :
Z =
b h2
6
Mr
fc' ................................................................................(7.14)
76
Beton Prategang
M min
Ta
M max
Ta
(dari serat atas) .................................................(7.16 b)
5. Profil suatu tendon yang terletak didalam daerah batas dan sesuai dengan suatu
profil konkordan ditentukan.
6. Tegangan yang timbul pada penampang beton diperiksa juga total kehilangan
prategangan diperiksa.
7. Profil kabel, kalau perlu dapat ditranspormasikan linier.
77
Beton Prategang
BAB VIII
PRATEGANG SEBAGIAN DAN TULANGAN NON PRATEGANG
8.1 Prategang Sebagian
Ketika beton prategang diperkenalkan pada tahun 1930-an. Filosofi disainnya
adalah menemukan suatu jenis bahan baru dengan membuat beton berada dalam
keadaan tekan sedemikian rupa sehingga tidak ada bagian beton tersebut yang tertarik,
setidaknya pada tahap beban kerja. Pada akhir tahun 1940-an, pengamatan atas strukturstruktur sebelumnya menunjukkan adanya kekuatan ekstra pada struktur. Oleh karena
itu, sebagian para ahli percaya bahwa tegangan tarik dengan jumlah tertentu dapat
diizinkan dalam disain.
Berbeda sekali dengan kriteria sebelumnya yang tidak memperkenankan adanya
tegangan tarik, yang disebut prategang penuh (full prestessing), metode disain yang
mengizinkan adanya sejumlah tegangan tarik sering dinamakan prategang sebagian
(partial prestressing).
Untuk menyediakan keamanan tambahan untuk beton prategang sebagian,
tulangan non-prategang (tulangan biasa) sering ditambahkan untuk memberikan
kekuatan batas yang lebih tinggi, pada balok dan untuk memikul tegangan tarik pada
beton. Untuk balok ini, sebagian tulangan diprategangkan dan sebagian lagi tidak.
Keadaan ini juga merupakan metoda prategang sebagian, sehingga prategang
sebagian berarti salah satu atau kedua dari kondisi-kondisi berikut ini :
1. Di bawah kondisi beban kerja, adanya tegangan tarik pada beton diizinkan.
2. Tulangan non-prategang (tulangan biasa) digunakan pada komponen struktur.
Suatu keuntungan penting dari prategang sebagian adalah berkurangnya
lendutan ke atas (camber). Pengurangan lendutan ke atas menjadi minimum adalah
penting, khususnya bila beban gelegar atau beban mati relatif kecil dibandingkan
dengan beban rencana total.
Prategang sebagian dapat diperoleh dengan salah satu dari beberapa berikut :
1. Dengan menggunakan baja yang lebih sedikit untuk prategang: ini akan menghemat
baja, tetapi juga mengurangi kekuatan batas yang besarnya hampir berbanding lurus
terhadap jumlah baja.
2. Dengan menggunakan baja tegangan tarik tinggi yang sama jumlahnya, tetapi
sebagian tetap merupakan tulangan biasa (non-prategang); ini akan menghemat
D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
78
Beton Prategang
79
Beton Prategang
8.2.1
Konsep Perhitungan
Berhubung didalam penampang ada dua macam tulangan yang dalam tahap
pembebanan kerja mempunyai konsep perhitungan yang berbeda, maka kita perlu
mencari dasar perhitungan yang berlaku untuk keduanya.
Dalam tahap pembebanan kerja (tahap elastis), perhitungan beton bertulang
didasarkan pada keadaan retak dari penampang, karena tulangan itu berfungsi untuk
mengambil alih gaya tarik yang tidak dapat lagi dipikul oleh beton, sedangkan dalam
hal beton prategang, perhitungan didasarkan pada keadaan penampang utuh (tidak
retak). Namun demikian dalam keadaan batas, antara beton bertulang dan beton
prategang ini mempunyai pola yang tidak begitu berbeda seperti terlihat dalam gambar
berikut :
80
Beton Prategang
batas (M1) yang diimbangi oleh tulangan prategang dibagi dengan momen batas total
yang diimbangi oleh tulangan prategang dan non-prategang.
Lihat gambar 8.3 atau :
81
Beton Prategang
(Mc)s
PPR = (Mc) s p ....................................................................................(8.1)
dengan
(Mc)s
(Mc)s + p : momen batas total yang diimbangi oleh tulangan prategang dan nonprategang.
Kedudukan garis netral (tinggi x ) dicari sedemikian rupa sehingga keseimbangan
penampang tercapai, artinya bahwa Nbu = Na + N (lihat Gambar 8.3). Pencarian harga
x yang memenuhi keseimbangan ini dilakukan dengan jalan memutar-mutar bidang
deformasi dengan sumbu putar sbu atau s du yang mana tercapai terlebih dahulu.
Keseimbangan gaya-gaya horisontal.
Nbu = Na - N = 0...........................................................................................(8.2)
dengan : N1bu
= x
Na
= Na . au
= N . pu
82
Beton Prategang
DAFTAR PUSTAKA
1. Nawy, G.N. (2001). Beton Prategang (Suatu Pendekatan Dasar). Diterjemahkan
oleh: Suryoatmono. Penerbit ; Erlangga. Jakarta.
2. Budiadi. (2008). Desain Praktis Beton Prategang. Penerbit : Andi Yogyakarta.
3. SNI 03-2847-2002, Tata cara perencanaan struktur beton bertulang untuk
bangunan gedung, oleh Badan Standar Indonesia (BSN) 2002
4. Hadipratomo, W., Struktur Beton Prategang, Nova Bandung, 1984.
83
Beton Prategang
Latihan Soal :
tendon
P
F
grs netral
A
L
Balok beton prategang terjepit sebelah (over hang). Gaya yang bekerja pada tendon
sebesar F. Balok memikul gaya terpusat sebesar P. Lebar balok sebesar b dan tinggi
balok sebesar h.
1. Tentukan tegangan pada penampang balok pada potongan A dengan metode
elastis
2. Gambarkan diagram tegangannya.
84
Beton Prategang
Contoh:
Balok prategang dengan ukuran penampang 500 mm x 750 mm terletak diatas dua
tumpuan dengan bentang 7,3 m dibebani dengan beban merata 45 kN/m (termasuk berat
sendiri) gaya prategang efektif = 1620 kN. Hitung tegangan di serat pada penampang
ditengah bentang.
750 mm
145 mm
500 mm
Penyelesaian:
1
1
M=
ql2 =
45.7,32= 299,76 kNm
8
8
Kopel internal C =T = 1620 kN yang harus bekerja dengan lengan momen sebesar
M
299,76
a=
=
= 0,185 m = 185 mm
T
1620
C
145 mm
185 mm
T
85
Beton Prategang
Contoh:
Sama dengan soal sebelumnya. Hitung tegangan di serat pada penampang ditengah
bentang dengan cara Load Balancing
Penyelesaian
8 Fh
8.1620.0,145
=
= 35,3 kN/m (arah keatas)
2
l
7,32
Besar beban kebawah pada balok adalah 45-35,3 = 9,7 kN/m
Momen di tengah bentang akibat beban 9,7 kN/m sebesar:
1
1
M=
w l2 =
9,7.7,32 = 64,6 kNm
8
8
Tegangan serat akibat momen (64,6 kNm)
M.y
64,6. 106 .375
f=
=
= 1,38 MPa
I
1,758.10 10
Tegangan akibat gaya prategang:
F
1620. 103
f=
=
= 4,32 MPa
A
500.750
Tegangan serat atas : f = - 4,32 1,38 = - 5,7 MPa
Tegangan serat bawah : f = - 4,32 + 1,38 = - 2,94 MPa
Wb =
1,38
4,32
5,7
+
1,38
4,32
2,94
86