Anda di halaman 1dari 4

Jelaskan Nekrosis dan Apoptosis!

Nekrosis
Nekrosis merupakan jenis kematian sel yang dihubungkan dengan hilangnya integritas
membran dan bocornya isi sel sehingga terjadi kerusakan sel, terutama akibat pengaruh enzim
yang merusak sel yang mengalami jejas fatal. Isi sel yang bocor keluar akan mengakibatkan
reaksi lokal pejamu yang disebut radang yang merupakan upaya untuk menghilangkan sel yang
mati dan memulai proses perbaikan. Enzim yang mengakibatkan pencernaan sel berasal dari
lisosom sel mati dan dari lisosom leukosit yang dikerahkan sebagai bagian dari reaksi radang
karena adanya sel yang mati.
Nekrosis ditandai dengan adanya perubahan pada sitoplasma dan inti sel yang
mengalami jejas

Perubahan sitoplasma. Sel nekrotik akan menunjukkan peningkatan warna eosin


(contoh warna merah jambu dari zat warna eosin-E pada pulasan hematoksilin dan
eosin [H&E]), terjadi sebagian oleh karena peningkatan ikatan eosin dengan protein
sitoplasma yang mengalami denaturasi dan akibat hilangnya warna basofil yang
biasanya dijumpai pada asam ribonukleat (RNA) pada sitoplasma (basofil adalah warna
biru pada pewarnaan hematoksilin H pada "H&E"). Dibandingkan dengan sel viabel
maka sel ini memberikan gambaran jernih, homogen terutama akibat hilangnya partikel
glikogen. Gambaran mielin lebih mencolok pada sel nekrotik dibandingkan saat jejas
reversibel. Apabila enzim telah mencerna organel sitoplasmik, sitoplasma bervakuol dan
mirip gambaran seperti "digigit rayap". Dengan elektron mikroskop sel nekrotik ditandai
dengan diskontinuitas pada plasma dan membran organel, dilatasi mencolok pada
mitokondria dengan gambaran benda amorf, kerusakan lisosom dan gambaran mielin
dalam sitoplasma.

Perubahan inti. Perubahan inti berbentuk satu dari tiga buah pola yang semua
disebabkan oleh kerusakan DNA dan kromatin. Warna basofil dari kromatin akan
memudar (kariolisis), kemungkinan terjadi sekunder akibat aktivitas deoksiribonuklease
(DNase). Gambaran kedua adalah piknosis, berupa inti yang mengecil dan warna basofil
meningkat; DNA berubah menjadi suatu massa padat melisut. Gambaran ketiga adalah
kario reksis, inti piknotik mengalami fragmentasi. Dalam satu atau dua hari inti sel yang
mati akan menghilang. Gambaran mikroskop elektron menunjukkan perubahan inti yang
berakhir dengan disolusi inti.

Nasib sel nekrotik. Sel nekrotik dapat bertahan beberapa saat atau kemudian dicerna
oleh enzim dan menghilang. Sel mati akan diganti oleh benda mielin yang akan
difagositosis oleh sel lain atau mengalami degradasi menjadi asam lemak. Asam lemak
ini akan mengikat garam kalsium, mengakibatkan sel mati mengalami proses klasifikasi.

Aptosis
Apoptosis merupakan jalur kematian sel dengan mengaktifkan enzim yang merusak
DNA inti sel itu sendiri dan protein pada inti dan sitoplasma. Fragmen sel yang mengalami
apoptosis akan terlepas, memberikan gambaran yang sesuai dengan namanya (apoptosis,
"lepas"). Membran plasma sel apoptotik tetap utuh, tetapi berubah sehingga sel dan fragmen
yang terlepas akan menjadi target fagosit. Sel yang mati dan fragmennya akan segera
dibersihkan sebelum isi sel bocor keluar, sehingga tidak menimbulkan reaksi radang pada
pejamu. Apoptosis dalam hal ini berbeda dengan nekrosis, yang memberikan gambaran
kerusakan integritas membran, pencernaan enzimatik sel, bocornya isi sel, dan sering terjadi
reaksi pejamu. Namun, apoptosis dan nekrosis kadang-kadang dijumpai bersamaan, dan
apoptosis yang diinduksi oleh stimulus patologis dapat berkembang menjadi nekrosis.
Apoptosis terjadi pada keadaan normal dan berperan untuk menghilangkan sel yang
potensial berbahaya dan sel yang telah selesai masa fungsinya. juga timbul pada kejadian
patologis, di mana sel rusak tidak dapat diperbaiki lagi, khususnya apabila kerusakan mengenai
DNA sel atau protein sel; dalam keadaan ini, sel yang tidak dapat diperbaiki tersebut akan
dieliminasi.
Apoptosis pada Situasi Fisiologis
Kematian melalui apoptosis merupakan fenomerta normal yang berfungsi menghilangkan
sel yang tidak diperlukan lagi dan untuk mempertahankan jumlah sel yang tetap pada berbagai
jaringan. Hal tersebut penting untuk situasi fisiologis berikut:
Destruksi sel terprogram saat embriogenesis. Pertumbuhan normal dikaitkan dengan
kematian sejumlah sel dan munculnya sel serta jaringan baru. Istilah kematian sel yang
terprogram tadinya dihubungkan dengan kematian sel tertentu pada saat tertentu pada
perkembangan organ. Apoptosis merupakan istilah generik untuk pola kematian sel,
tidak tergantung pada konteks yang dimaksud, tetapi sering disebut sebagai kematian
sel.
Involusi jaringan yang bergantung hormon pada saat terjadi kekurangan hormon,
misalnya luruhnya sel endomtrium saat siklus haid, dan regresi payudara laktasi setelah
masa sapih.

Hilangnya sel pada populasi sel yang sedang proliferatij misalnya epitel kripta pada
usus, agar jumlah sel tetap sama.
Eliminasi sel yang telah selesai melakukan tugasnya, misal neutrofil pada reaksi radang
akut dan limfosit pada akhir respons imunologi. Pada situasi ini, sel mengalami
apoptosis karena kehilangan sinyal yang dibutuhkan untuk hidup, misalnya faktor
pertumbuhan.
Eliminasi limfosit reaktif yang berpotensi merugikan diri pada saat sebelum atau
sesudah masa maturasi, untuk mencegah reaksi terhadap jaringan tubuh sendiri.
Kematian sel oleh limfosit T sitotoksik, merupakan mekanisme pertahanan terhadap
virus dan tumor untuk membinasakan sel yang terkena infeksi virus dan sel neoplasma.

Apoptosis pada kondisi Patologis


Apoptosis mengeliminasi sel yang telah mengalami gangguan genetik atau kerusakan yang
tidak dapat diperbaiki, tanpa menimbulkan reaksi tubuh berlebihan, sehingga kerusakan
jaringan yang terjadi dibatasi serendah mungkin. Kematian akibat apoptosis menyebabkan
hilangnya sel pada beberapa keadaan patologis:
Kerusakan DNA. Radiasi, obat sitotoksik anti kanker, temperatur yang ekstrem, dan
bahkan hipoksia dapat merusak DNA, secara langsung atau melalui pembentukan
radikal bebas. Apabila proses perbaikan tidak dapat mengatasi jejas, sel akan memicu
mekanisme intrinsik yang menyebabkan apoptosis. Pada situasi ini, eliminasi sel
merupakan alternatif yang lebih baik, daripada mengambil risiko terjadinya mutasi di
dalam DNA rusak yang dapat berubah mengalami transformasi keganasan. Stimulus
yang merugikan ini bisa menyebabkan apoptosis apabila kerusakan ringan, tetapi
apabila jumlah dosis stimulus yang sama lebih besar akan berakhir dengan kematian sel
nekrotik. Induksi apoptosis pada sel kanker merupakan efek yang diinginkan pada
pemakaian obat kemoterapi, yang sebagian besar terjadi dengan merusak DNA.
Akumulasi dari protein yang salah bentuk. Protein salah bentuk dapat terjadi akibat
mutasi gen yang menyandi protein tersebut atau karena pengaruh faktor ekstrinsik,
misalnya kerusakan karena radikal bebas. Akumulasi berlebihan protein ini di ER akan
menyebabkan stres ER, yang berakhir dengan kematian sel apoptotik.
Jejas sel pada beberapa infeksi, khususnya infeksi virus, yang kematian sel terutama
akibat apoptosis yang diinduksi oleh virus(misal: adenovirus dan infeksi virus
imunodefisiensi manusia) atau sebagai reaksi imun tubuh (misal: pada virus hepatitis).
Atrofia patologis di organ parenkim setelah obstruksi duktus, seperti yang terjadi pada
pankreas, kelenjar parotis, dan ginjal.

Anda mungkin juga menyukai