Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Disusun Oleh :
Husain Abdul Halim
201520401011172

SMF ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI RSUD-JOMBANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Mual (nausea) dan muntah (vomiting) adalah gejala yang wajar dan sering
didapatkan pada trimester pertama kehamilan. Mual biasanya terjadi pada pagi
hari atau sering disebut sebagai morning sickness, tetapi dapat pula timbul setiap
saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari
pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan
muntah terjadi pada 60 80 % primigravida dan 40 60 % multigravida. Satu
diantara seribu kehamilan, gejala-gejala ini menjadi lebih berat.
Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon
estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormon ini belum
jelas, mungkin karena sistem syaraf pusat atau pengosongan lambung yang
berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini,
namun pada keadaan tertentu dapat menyebabkan keluhan yang berarti sehingga
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menimbulkan suatu komplikasi.
Topik ini dirasa perlu diangkatkan karena angka kejadiannya yang tinggi sehingga
diperlukan wawasan untuk melakukan tata laksana yang benar dan dapat
melakukan pencegahan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Mual dan muntah dikeluhkan oleh sekitar 50-90% ibu hamil, umumnya
terjadi selama trimester pertama. Biasanya mual dan muntah disertai dengan
keluhan banyak meludah (hipersalivasi), pening, perut kembung, dan badan terasa
lemah. Keluhan ini secara umum dikenal sebagai morning sickness karena
terasa lebih berat pada pagi hari. Namun, mual dan muntah dapat berlangsung
sepanjang hari. Rasa dan intensitasnya seringkali dideskripsikan menyerupai mual
muntah karena kemoterapi untuk kanker.
Keluhan mual dan muntah pada ibu hamil jarang yang dapat dihilangkan
seluruhnya. Untungnya gejala dapat diringankan, misalnya dengan membatasi
makan tidak sampai kenyang, makan sedikit tapi sering, menghindari makanan
tertentu, atau pemberian antiemetik. Namun, pada sejumlah kasus mual muntah
cukup berat sehingga langkah-langkah di atas tidak berhasil dan terjadi masalahmasalah seperti penurunan berat badan, dehidrasi, kelainan keseimbangan asambasa, dan ketosis. Kondisi ini disebut hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi tiga
tingkat, yaitu:

Tingkat I
Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terus
menerus disertai dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan
adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan kalau

sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai 100
kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit menurun, dan urin
sedikit berkurang.

Tingkat II
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan
segala yang dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada
rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan
darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah
kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.

Tingkat III
Kondisi

tingkat

III

ini

sangat

jarang,

ditandai

dengan

berkurangnya muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun


(delirium sampai koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus,
gangguan jantung, dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.

2. EPIDEMIOLOGI
Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya
dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir
pada minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 2022 minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2%
kehamilan.
Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan
kematian, tapi masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.

Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang
bekerja.

Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan depresi. Sekitar seperempat


pasien hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit
lebih dari sekali.

Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan


dalam kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk melahirkan neonatus dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk
masa kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang dari 7.

3. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko untuk hiperemesis gravidarum adalah:


o Kehamilan sebelumnya dengan hiperemesis gravidarum
o Berat badan tinggi
o Kehamilan multipel
o Penyakit trofoblastik
o Nuliparitas

Merokok berhubungan dengan risiko yang lebih rendah untuk hiperemesis


gravidarum.

4. PATOFISIOLOGI
Etiologi mual dan muntah yang terjadi selama kehamilan masih belum
diketahui, namun terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya
hiperemesis gravidarum. Faktor sosial, psikologis dan organo biologik, yang

berupa perubahan kadar hormon-hormon selama kehamilan, memegang peranan


dalam terjadinya hiperemesis gravidarum. Disfungsi pada traktus gastrointestinal
yang disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron diduga menjadi salah satu
penyebab terjadinya mual dan muntah pada kehamilan. Peningkatan kadar
progesteron memperlambat motilitas lambung dan mengganggu ritme kontraksi
otot-otot polos di lambung (disritmia gaster). Selain progesteron, peningkatan
kadar hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dan estrogen serta penurunan
kadar thyrotropin-stimulating hormone (TSH), terutama pada awal kehamilan,
memiliki hubungan terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum walaupun
mekanismenya belum diketahui. Pada studi lain ditemukan adanya hubungan
antara infeksi kronik Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis
gravidarum. Sebanyak 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum
yang diteliti pada studi tersebut menunjukkan hasil tes deteksi genom H. pylori
yang positif.

5. GEJALA KLINIS
Hiperemesis gravidarum dijumpai pada trimester pertama kehamilan, di
mana pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Sesuai dengan beratnya
penyakit yang dialami, dapat pula dijumpai penurunan berat badan, hipersalivasi,
tanda-tanda dehidrasi (hipotensi postural dan takikardi).

6. DIAGNOSIS
Secara klinis penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dilakukan
dengan menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu (amenore yang disertai

dengan tanda-tanda kehamilan). Lebih lanjut pada anamnesis didapatkan adanya


keluhan mual dan muntah hebat yang dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Pada pemeriksaan fisis diijumpai tanda-tanda vital abnormal, yakni peningkatan
frekuensi nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan darah, dan dengan
semakin beratnya penyakit dapat dijumpai kondisi sub-febris dan penurunan
kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik lengkap dapat dijumpai tanda-tanda dehidrasi,
kulit tampak pucat dan sianosis, penurunan berat badan, uterus yang besarnya
sesuai dengan usia kehamilan dengan konsistensi lunak, dan serviks yang livide
saat dilakukan inspeksi dengan spekulum. Pada pemeriksaan laboratorium dapat
diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan
hipokalema, benda keton dalam darah, dan proteinuria.
7. DIAGNOSIS BANDING
Selain hiperemesis gravidarum, ada beberapa penyakit yang harus
dipikirkan jika terjadi mual dan muntah yang berat dan persisten pada ibu hamil,
yaitu:

Ulkus peptikum
Ulkus peptikum pada ibu hamil biasanya adalah penyakit ulkus peptikum
kronik yang mengalami eksaserbasi. Gejalanya adalah nyeri epigastrik
yang berkurang dengan makanan atau antasid dan memberat dengan
alkohol, kopi, atau OAINS. Nyeri tekan epigastrik, hematemesis, dan
melena dapat ditemukan.

Kolestasis obstetrik

Gejala yang khas untuk kolestasis adalah pruritus pada seluruh tubuh tanpa
adanya ruam. Ikterus, warna urin gelap, dan tinja terkadang pucat juga
dapat ditemui walaupun jarang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
peningkatan kadar enzim hati atau peningkatan bilirubin.

Acute fatty liver


Pada penyakit ini ditemukan perburukan fungsi hati yang terjadi cepat
disertai dengan gejala kegagalan hati seperti hipoglikemia, ganguan
pembekuan darah, dan perubahan kesadaran sekunder akibat ensefalopati
hepatik. Penyebab kegagalan hati akut yang lain harus disingkirkan,
misalnya keracunan parasetamol dan hepatitis virus akut.

Apendiksitis akut
Pasien dengan apendiksitis akut mengalami demam dan nyeri perut kanan
bawah. Uniknya, lokasi nyeri dapat berpindah ke atas sesuai usia
kehamilan karena uterus yang semakin membesar. Nyeri dapat berupa
nyeri tekan dan nyeri lepas. Dapat ditemukan tanda Bryan (timbul nyeri
bila uterus digeser ke kanan) dan tanda Alder (pasien berbaring miring ke
kiri dan letak nyeri tidak berubah).

Diare akut
Gejal diare akut adalah mual dan muntah disertai dengan peningkatan
frekuensi buang air besar di atas 3 kali per hari dengan konsistensi cair.

8. TATA LAKSANA DAN PENCEGAHAN


Penatalaksanaan awal mual dan muntah pada kehamilan dapat mencegah
hiperemesis gravidarum. Penatalaksanaan utama sering melibatkan istirahat dan

penghindaran dari rangsangan yang berperan sebagai pemicu. Di bawah ini adalah
penatalaksanaan dalam kondisi kegawatdaruratan:

Untuk keluhan hiperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di


rumah sakit dan membatasi pegunjung.

Penghentian pemberian makanan per oral 24 48 jam.

Penggantian cairan dan pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Larutan


normal saline atau ringer laktat dapat digunakan dalam kondisi itu.

Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, dan atau


tiamin dapat dipertimbangkan. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin,
tiamin 100 mg dapat diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.

Lanjutkan penatalaksanaan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per


oral dan sampai hasil uji menunjukkan jumlah keton urin hilang atau
sedikit.
Penatalaksanaan mual dan muntah pada kehamilan dengan vitamin B6

atau vitamin B6 ditambah doxylamine sangat aman dan efektif serta dapat
digunakan sebagai terapi farmakologis lini pertama (American College of
Obstetricians and Gynecologists, 2004). Pemberian multivitamin pada saat
terjadinya konsepsi juga menurunkan derajat keparahan gejala.

8.1 Penatalaksanaan Konvensional


Sampai saat ini belum ada penatalaksanaan farmakologi yang terbukti.
Pasien yang mengalami mual dan muntah yang berat pada kehamilan sebelumnya
dapat mengkonsumsi antiemetik sebagai profilaksis atau segera setelah

mengalami gejala pada kehamilan berikutnya, yang dikenal sebagai pre-emptive


therapy.
Farmakoterapi dengan antiemetik dan piridoksin telah terbukti efektif.
Piridoksin dijual dalam bentuk formulasi kombinasi dengan doxylamine.
Walaupun dalam bentuk kombinasi, Benedektin dihetikan dari pasaran di USA
pada tahun 1980 karena isu ketidakpastian, ACOG 2004 merekomendasikan 10
mg piridoksin ditambah setengah dari 25 mg doxylamine (antihistamin) yang
dikonsumsi per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama. Piridoksin
merupakan obat kelas A dan aman diberikan pada kehamilan.
Antiemetik konvensional, seperti penyekat reseptor H1, fenotiazin dan
benzamin, telah terbukti efektif dan aman. Antiemetik seperti proklorperazin,
prometazin, klorpromazin dapat menyembuhkan mual dan muntah dengan
menghambat postsynaptic mesolimbic dopamine receptors

melalui efek

antikolinergik dan penekanan reticular activating system. Terdapat obat-obat keas


C dengan keamanan yang belum dipastikan untuk digunakan pada kehamilan.
Namun, hanya didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik
terhadap outcome fetus dari randomized controlled trial, walaupun tidak
didapatkan hubungan antara metoklopramid dan efek sampingnya, seperti
malformasi, berat lahir rendah, dan persalinan preterm. Terapi kombinasi dengan
pyridoxine dan metoklopramid terbuti lebih baik dibandingkan monoterapi lain.
Jika terapi itu gagal, cairan kristaloid dapat diberikan untuk memperbaiki
dehidrasi, ketonemia, defisit elektrolit, dan gangguan asam basa. Tiamin 100 mg
dapat ditambahkan dalam 1 liter pertama dan pemberian cairan dilakukan sampai
muntah terkontrol.

Profilaksis Wernickes encephalopathy dengan suplementasi tiamin dapat


dilakukan sebagai upaya pencegahan komplikasi hiperemsis. Komplikasi itu
jarang terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika terdapat gejala muntah berat disertai
dengan gejala okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan
ekstraokular.

8.2 Penatalaksanaan Diet


Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan yang
diberikan berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1 2 jam setelah makan. Diet itu kurang mengandung zat gizi,
kecuali vitamin C, sehingga diberikan hanya selama beberapa hari.
Diet hiperemesis II diberikan jika rasa mual dan muntah berkurang.
Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet itu rendah dalam semua zat gizi,
kecuali vitamin A dan D.
Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup
dalam semua zat gizi, kecuali kalsium.

9. KOMPLIKASI
Hiperemesis gravidarum yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan
dehidrasi pada penderita. Dehidrasi muncul pada keadaan ini akibat kekurangan
cairan yang dikonsumsi dan kehilangan cairan karena muntah. Keadaan ini
menyebabkan cairan ekstraseluler dan plasma berkurang sehingga volume cairan

dalam pembuluh darah berkurang dan aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan (nutrisi) dan oksigen yang akan diantarkan ke
jaringan mengurang pula.
Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah menurunnya
keadaan umum, munculnya tanda-tanda dehidrasi (dalam berbagai tingkatan
tergantung beratnya hiperemesis gravidum), dan berat badan ibu berkurang.
Risiko dari keadaan ini terhadap ibu adalah kesehatan yang menurun dan bisa
terjadi syok serta terganggunya aktivitas sehari-hari ibu. Dampak dari keadaan ini
terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen yang
diterima janin. Risiko dari keadaan ini adalah tumbuh kembang janin akan
terpengaruh.
Selain

dehidrasi,

hiperemesis

gravidarum

dapat

menyebabkan

ketidakseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan elektrolit muncul akibat cairan


ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah akan turun.
Kalium juga berkurang sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bertambah
buruknya keadaan umum dan akan muncul keadaan alkalosis metabolik
hipokloremik (tingkat klorida yang rendah bersama dengan tingginya kadar
HCO3 & CO2 dan meningkatnya pH darah). Risiko dari keadaan ini terhadap
kesehatan ibu adalah bisa munculnya gejala-gejala dari hiponatremi, hipokalemi,
dan hipokloremik yang akan memperberat keadaan umum ibu. Dampak keadaan
ini terhadap kesehatan janin adalah juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin.

Hiperemesis gravidum juga dapat mengakibatkan berkurangnya asupan


energi (nutrisi) ke dalam tubuh ibu. Hal ini dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak dalam tubuh ibu habis terpakai untuk keperluan
pemenuhan kebutuhan energi jaringan. Perubahan metabolisme mulai terjadi
dalam tahap ini. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton
dalam darah. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan ke jaringan berkurang dan
tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Dampak dari keadaan ini terhadap
kesehatan ibu adalah kekurangan sumber energi, terjadinya metabolisme baru
yang memecah sumber energi dalam jaringan, berkurangnya berat badan ibu, dan
terciumnya bau aseton pada pernafasan. Risikonya bagi ibu adalah kesehatan dan
asupan nutrisi ibu terganggu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah
berkurangnya asupan nutrisi bagi janin. Risiko bagi janin adalah pertumbuhan dan
perkembangan akan terganggu.
Frekuensi muntah yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya
robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung. Keadaan ini dapat
menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan yang terjadi
berupa robekan kecil dan ringan. Perdarahan yang muncul akibat robekan ini
dapat berhenti sendiri. Keadaan ini jarang menyebabkan tindakan operatif dan
tidak diperlukan transfusi.

BAB III KESIMPULAN


Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan yang
tepat dapat mencegah komplikasi hiperemesis gravidarum yang membahayakan
ibu dan janin. Ketepatan diagnosis sangat penting, karena terdapat sejumlah
kondisi lain yang dapat menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan. Tata
laksana komprehensif dimulai dari istirahat, modifikasi diet dan menjaga asupan
cairan. Jika terjadi komplikasi hiperemesis gravidarum, penata-laksanaan utama
adalah pemberian rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Terapi farmakologi dapat
diberikan jika dibutuhkan, seperti piridoksin, doxylamine, prometazin, dan metoklopramin dengan memperhatikan kontraindikasi dan efek sampingnya. Beberapa
terapi alternatif sudah mulai diteliti untuk penatalaksanaan hiperemesis
gravidarum, seperti ekstrak jahe dan akupuntur, dengan hasil yang bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA
ACOG (American College of Obstetrics and Gynecology): Practice Bulletin No.
52: Nausea and Vomiting of Pregnancy. Obstet Gynecol. 2004;103:80314.
Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed. 22. McGraw-Hill; 2007.
Miller AWF, Hanretty KP. Vomiting in pregnancy. Dalam: Miller AWF, Hanretty
KP, eds. Obstetrics Illustrated, 5th ed. London: Churchill Livingstone;
1998: 102-3.
Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum [halaman di Internet]. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview.
Quinlan JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am Fam Physician.
Diunduh dar:: http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p121.html.
Siddik D. Kelainan gastrointestinal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,`ed. 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-828.

Anda mungkin juga menyukai