Anda di halaman 1dari 11

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberian ASI saja yang diberikan kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan sejak awal
sangat penting. ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman terbaik untuk bayi.
Komposisinya sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Melindungi dari berbagai
penyakit, infeksi, mempererat hubungan batin ibu dan bayi sehingga bayi akan lebih sehat dan
cerdas. Proses pemberian air susu ibu (ASI) bisa saja mengalami hambatan dengan alasan
produksi ASI berhenti. Persoalan ini dialami oleh banyak ibu menyusui, tidak semua ibu
menyusui melakukan dengan benar, ada yang memberi makanan padat atau susu formula
sebelum bayi berusia empat atau enam bulan (Utami, 2005: 10). Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi penggunaan ASI Esklusif yaitu Faktor pengetahuan, faktor sosial budaya, faktor
psikologis, faktor fisik ibu, faktor perilaku, faktor tenaga kesehatan (Soetjiningsih, 2003: 17).
Sejak tahun 2006 Departemen Kesehatan bersama UNICEF melatih tenaga kesehatan dan kader
masyarakat tentang konseling menyusui dengan tujuan meningkatkan pemberian ASI Esklusif
yang dapat mengurangi masalah kurang gizi serta kematian balita di Indonesia. Data UNICEF
menyebutkan pemberian ASI Esklusif selama enam bulan pertama kelahiran dapat mencegah
kematian sekitar 1,3 juta bayi di seluruh dunia tiap tahun. Namun menurut survei demografi
kesehatan di Indonesi tahun 2003 2004 hanya 8 % bayi Indonesia yang mendapat ASI Esklusif
enam bulan, dan hanya 4% bayi yang mendapat ASI dalam satu jam kelahiran dan cakupan ASI
di Jawa Timur sendiri sekitar 13% sedangkan pemberian susu formula terus meningkat hingga
tiga kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (Rutigliano, G: 2006). Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Kecamatan
Randuagung Kabupaten Lumajang, didapatkan data bahwa dari 39 ibu yang menyusui yang
memberikan ASI Ekksklusif (10%) 4 orang dan yang (90%) 35 orang diberi MP-ASI sebelum
usia 6 bulan, dengan berbagai alasan antara lain pengeluaran ASI yang tidak lancar, susu formula
lebih bagus, dan ada juga yang beranggapan bayinya tidak kenyang jika diberi ASI saja. Air
Susu Ibu (ASI) merupakan makanan paling ideal bagi bayi, namun tidak semua ibu dapat
memberikan Air Susu Ibu (ASI). Dampak dari mengganti Air Susu Ibu (ASI) pada bayi usia
kurang dari 6 bulan dengan susu formula dapat menimbulkan insiden penyakit, hal ini karena
fungsi organ tubuh masih belum mampu untuk menerima makanan yang memiliki kadar protein
dengan tingkat osmolaritas tinggi (Sunarno, 2007: 71). Kenyataan di lapangan justru jauh dari
yang diharapkan, banyak sekali masyarakat yang memberikan MP-ASI pada bayi sebelum usia
6 bulan (Depkes RI, 2002). Kurangnya pengertian tentang keunggulan Air Susu Ibu (ASI) dan
manfaat menyusui menyebabkan ibu mudah terpengaruh oleh pemberian susu botol/susu formula
karena tidak adanya dukungan keluarga untuk menyusui bayinya serta adanya perubahan sosial
budaya yang terjadi dalam masyarakat khususnya ibu menyusui karena adanya kemajuan
teknologi dan meningkatnya daya beli masyarakat merupakan faktor penghambat tercapainya
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Esklusif (Rulina, 2004: 19). Produksi ASI sangat
dipengaruhi kondisi psikis ibu. Bila hati ibu tenang dan bahagia, maka produksi ASInya akan

berlimpah. ASI diproduksi sesuai dengan permintaan, bila bayi butuh 100 cc maka ASI yang
akan diproduksi juga 100 cc jadi tidak perlu takut ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi.
Kemungkinan hanya 1 dari 1000 wanita yang tidak dapat menyusui. Oleh karena itu setiap ibu
harus yakin dapat menyusui bayinya. WHO dan UNICEF merekomendasikan langkah untuk
memulai dan mencapai ASI Eksklusif yaitu dengan cara menyusui dalam satu jam setelah
kelahiran, tidak ditambah makanan atau minuman lain, bahkan air putih sekalipun, menyusui
kapanpun bayi meminta sesering yang bayi mau siang dan malam, tidak menggunakan botol susu
maupun empeng, mengeluarkan ASI dengan memompa atau memerah dengan tangan, disaat
tidak bersama anak dan mengendalikan emosi dan pikiran agar tenang (Handajani, 2008: 47).
Mengingat rendahnya cakupan dan pentingnya pemberian ASI Eksklusif maka perlu dilakukan
penelitian tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan pemberian ASI
Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Kecamatan
Randuagung Kabupaten Lumajang.
1.2 Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif pada
bayi usia 0-6 bulan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Kecamatan Randuagung
Kabupaten Lumajang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif
pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Kecamatan Randuagung
Kabupaten Lumajang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Responden Sebagai bahan dalam meningkatkan pemberian ASI Eksklusif pada
bayi usia 0-6 bulan dengan memberikan informasi kepada ibu sehingga bayi tidak sampai
mengalami masalah pertumbuhan dan perkembangan.
1.4.2 Bagi Peneliti Sebagai wawasan tersendiri dan bertambahnya pengetahuan, kemampuan
serta keterampilan khususnya dalam meningkatkan pemberian ASI.
1.4.3 Bagi Profesi Kebidanan Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dan masukan bagi upaya-upaya promotif
terhadap pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan.
1.4.4 Bagi penelitian selanjutnya Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan dalam penelitian selanjutmya, khususnya tentang ASI Eksklusif.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Kecamatan
Randuagung Kabupaten Lumajang dengan batas wilayah sebelah Utara Desa Randuagung ,
Selatan Desa Sukosari, Barat Desa Banyuputih, Timur Desa Jatiroto. BPS melayani pemeriksaan
kehamilan, KB, Imunisasi, Pengobatan, Persalinan dan Nifas. Jadwal pelayanan pemeriksaan
dilakukan setiap sore hari atau diluar jam kerja pada jam 15.30 WIB sampai 21.00 WIB. Fasilitas
pelayanan kesehatan BPS RIKA Amd. Keb yaitu ruang pemeriksaan terdiri dari satu tempat
tidur, meja dan kursi konsultasi, tempat tidur bersalin 2 buah, tempat tidur nifas 2 buah.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Data Umum Hasil penelitian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi meliputi:
sosial budaya, tenaga kesehatan, perilaku, pengetahuan, psikologis, fisik ibu.
4.2.1.1 Sosial Budaya
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan Sosial Budaya pemberian ASI Eksklusif di BPS
Rika Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No Sosial Budaya pemberian ASI Eksklusif
1

Mendukung

Tidak mendukung
Jumlah

frekuensi
(f)
5
34
39

persentase
(%)
12,8
87,2
100,0

Sumber : data primer, 2010


Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh hasil sebagian besar sosial budaya (87,2%) tidak
mendukung pemberian ASI Eksklusif, dan sebagian kecil sosial budaya (12,8%) mendukung
pemberian ASI Eksklusif.
4.2.1.2 Tenaga Kesehatan
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan tenaga kesehatan tentang pemberian ASI
Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Rika Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung
Lumajang Tahun 2010

No
1

Tenaga Kesehatan
Baik

frekuensi
(f)
6

persentase
(%)
15,4

2
3

Cukup
Kurang
Jumlah

2
31
39

5,1
79,5
100,0

Sumber : data primer, 2010


Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh hasil sebagian besar tenaga kesehatan (79,5%) kurang dalam
memberikan motivasi ibu menyusui dalam memberikan ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan,
dan sebagian kecil tenaga kesehatan (5,1%) cukup dalam memberikan motivasi ibu menyusui
dalam memberikan ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan.
4.2.1.3
Perilaku Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku pemberian ASI Eksklusif di BPS
Rika Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No
1
2
3

perilaku pemberian ASI Eksklusif


Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

frekuensi
(f)
1
8
30
39

persentase
(%)
2,6
20,5
76,9
100,0

Sumber : data primer, 2010


Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh hasil perilaku ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan sebagian
besar (76,9%) perilaku ibu kurang, dan sebagian kecil perilaku ibu yang menyusui bayi usia 0-6
bulan (20,5%) perilaku ibu cukup.
4.2.1.4 Pengetahuan tentang ASI Eksklusif
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang ASI Eksklusif
di BPS Rika Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010

No

Pengetahuan tentang ASI Eksklusif

frekuensi
(f)

persentase
(%)

1
2
3

Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

5
9
25
39

12,8
23,1
64,1
100,0

Sumber : data primer, 2010 Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa pengetahuan tentang ASI
Eksklusif Sebagian besar responden (64,1%) pengetahuan kurang, dan sebagian kecil responden
(12,8%) pengetahuan baik.
4.2.1.5 Psikologis
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan psikologis pemberian ASI Eksklusif di BPS Rika
Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No
1
2
3

Psikologis pemberian ASI Eksklusif


Baik
Cukup
Kurang

Jumlah
Sumber : data primer, 2010

frekuensi
(f)
6
13
20
39

persentase
(%)
15,4
33,3
51,3
100,0

Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil psikologis ibu tentang pemberian ASI Eksklusif sebagian
besar (51,3%) psikologis ibu kurang, dan sebagian kecil psikologis ibu tentang pemberian ASI
Eksklusif (15,4,8%) psikologis ibu baik.
4.2.1.6 Fisik
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi berdasarkan fisik pemberian ASI Eksklusif di BPS Rika Amd. Keb
Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No
1
2
3

Fisik pemberian ASI Eksklusif


Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

frekuensi
(f)
5
18
16
39

persentase
(%)
12,8
46,2
41,0
100,0

Sumber : data primer, 2010


Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh hasil fisik ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan sebagian besar
(46,2%) fisik ibu cukup, dan sebagian kecil fisik ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan (12,8%)
fisik ibu baik.
4.3

Pembahasan

4.3.1 Sosial Budaya


Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 diketahui sosial budaya pemberian ASI Eksklusif
sebanyak (87,2%) tidak mendukung. Kebudayaan yang diartikan sebagai manisfestasi kehidupan
setiap individu dan kelompok orang yang meliputi segala perbuatan manusia (Nurdjono, 2001:
128). Budaya dan tradisi yang berlaku seringkali menyukarkan ibu untuk memberikan makanan
yang cukup untuk bayinya, karena dipengaruhi oleh kepercayaan atau aturan-aturan dan normanorma sosial yang ada dalam lingkungan, Faktor sosial budaya juga meliputi ibu bekerja, wanita
karir, dan kesibukan sosial lainnya, meniru teman, tetangga, orang terkemuka yang memberikan
susu botol, mereka merasa ketinggalan jaman jika menyusui bayinya. Adapun pandangan
sebagian masyarakat bahwa menyusui dapat merusak payudara sehingga mengganggu
kecantikan ibu tersebut dan sebagian lain beranggapan menyusui merupakan perilaku yang kuno,
bila ingin disebut ibu modern, ibu harus menggunakan susu formula. Pengetahuan tentang ASI
Eksklusif akan membentuk suatu pandangan dan akan merubah sosial budaya tentang ASI
Eksklusif . Dengan perubahan sosial budaya tentang ASI Eksklusif akan merubah minat, hal ini
karena budaya adalah tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan tentang ASI Eksklusif.
Jika sosial budaya tentang ASI Eksklusif tidak ada yang mendukung maka akan terbentuk
perilaku ibu berhenti menyusui bayinya secara eksklusif sampai usia 6 bulan, hal ini karena
kurang dipahaminya tentang ASI secara tepat dan benar oleh ibu, keluarga, dan lingkungannya.
Merubah dari suatu sosial budaya tentang ASI Eksklusif dimasyarakat khususnya ibu menyusui
untuk tetap menyusui bayi secara eksklusif dengan memberikan pendidikan non formal seperti
penyuluhan tenaga kesehatan pada ibu hamil dan ibu melahirkan tentang manfaat ASI Eksklusif,
secara bertahap akan merubah kepercayaan ibu hamil dan ibu menyusui tentang manfaat ASI
Eksklusif. Sosial budaya yang mendukung pemberian ASI dapat dipengaruhi oleh pengetahuan,
karena kebiasaan dalam konteks ini adalah kebiasaan ibu menyusui bayi secara eksklusif
dipengaruhi oleh pengetahuan. Kebiasaan-kebiasaan atau sosial budaya yang tidak mendukung
pemberian ASI diubah dengan adanya pengetahuan, karena sosial budaya yang ada di
masyarakat tentang pemberian ASI seperti menyusui dapat mengendorkan payudara, dengan
adanya pengetahuan maka persepsi tersebut dapat berubah bahwa menyusui tidak mengendorkan
payudara, namun yang dapat mengendorkan payudara adalah apabila ibu tidak melakukan
perawatan payudara.
4.3.2 Tenaga kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2 diketahui tenaga kesehatan (79,5%) dalam
memberikan motivasi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif kurang. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa sikap petugas kesehatan sangat mempengaruhi pemilihan makanan bayi
oleh ibunya. Pengaruh ini dapat berupa sikap negatif secara pasif, sikap yang indifferent yang
dinyatakan dengan tidak menganjurkan dan tidak membantu bila ada kesulitan laktasi. Sikap ini
dapat pula secara aktif, misalnya bila ada kesulitan laktasi, malah menasehatkan ibu untuk segera
beralih saja ke susu botol. Kemudian sikap ragu-ragu dan ketidakpastian mengenai indikasi dan
kontraindikasi menyusui juga dapat mempengaruhi keberhasilan laktasi. Sikap ini sangat mudah

mempengaruhi ibu-ibu menyusui, membuat para ibu menjadi cemas sehingga mengganggu
refleks pembentukan ASI (refleks prolaktin) dan refleks pengeluaran ASI. Bahkan sering terjadi
sikap indifferent petugas kesehatan diartikan ibu bahwa mereka dianjurkan untuk tidak
menyusui bayinya (Soetjiningsih, 2003: 163). Pengetahuan yang diberikan oleh petugas
kesehatan sangat berperan dalam menambah pengetahuan. Penyuluhan dari petugas kesehatan
adalah pendidikan informal yang memberikan masukan benar dalam peningkatan pengetahuan.
Kurang memberikan penyuluhan dan penerangan tentang manfaat pemberian ASI, justru petugas
kesehatan menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng Faktor tenaga kesehatan
mempengaruhi pengetahuan ibu jika petugas kesehatan sendiri menganjurkan ibu menyusui
menggunakan susu formula maka ibu tidak akan pernah memberikan ASI Eksklusif kepada
bayinya malah ibu menyusui akan lebih percaya bahwa susu formula-lah yang paling baik untuk
bayinya, oleh sebab itu diharapkan petugas kesehatan lebih bijaksana lagi dalam memberikan
penyuluhan dan pengarahan tentang ASI Eksklusif jangan malah petugas kesehatan sendiri yang
memotivasi ibu untuk memberikan susu formula.
4.3.3 Perilaku
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.3 diketahui Perilaku ibu dalam pemberian ASI
Eksklusif sebanyak (76,9%) perilaku ibu kurang. Perilaku ibu dalam pemberian ASI Eksklusif
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sosial budaya. Pengetahuan berfungsi sebagai pembentuk
perilaku ibu menyusui bayinya, hal ini karena pemberian ASI Eksklusif merupakan perilaku ibu
untuk menyusui bayinya sampai usia 6 bulan, dengan pengetahuan yang cukup juga akan
mempengaruhi pola berpikir ibu, mampu berpikir secara holistik. Kemampuan berfikir secara
holistik ini sangat berkompeten dalam menentukan ibu untuk menyusui bayinya sampai usia 6
bulan. Faktor perilaku yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI Eksklusif yaitu karena
meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI. Penerapan yang salah justru datang
dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng
sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan tentang manfaat pemberian ASI
(Soetjiningsih, 2003: 35). Karena perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan dan sosial budaya maka
sangat diperlukan informasi dan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif dari petugas
kesehatan agar pengetahuan ibu menyusui bertambah, seiring dengan bertambahnya pengetahuan
maka perilaku ibu akan berubah dari yang tidak memberikan ASI Eksklusif maka dengan adanya
penambahan pengetahuan akan memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.

4.3.4 Pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil pada Tabel 4.4 pengetahuan responden tentang ASI
Eksklusif sebagian besar responden (64,1%) pengetahuan kurang. Pengetahuan didapat dari
pendidikan dan pengalaman yang diperoleh, semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak
pengalaman akan menghasilkan kemampuan yang lebih baik dan cepat menerima informasi.

Dalam hal ini meliputi pengetahuan pelaksana pemberian ASI Eksklusif yang dimaksud
pengertian ASI Eksklusif, cara memerah ASI yang benar. Informasi didapat dari media massa,
tenaga kesehatan, dan kader PKK setempat, paritas atau jumlah anak merupakan pengetahuan
ibu dalam menyusui bayi (Siregar, 2006: 65). Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif
dapat menimbulkan salah persepsi pada saat menerima informasi (Soetjiningsih, 2003: 53). Ibu
tidak menyusui bayinya disebabkan kurangnya pengetahuan dan kurangnya penerangan. Di
samping itu, adanya publikasi yang sangat berlebihan tentang susu botol (formula) yang
dipromosikan di kota-kota besar dan bahkan dengan majunya arus komunikasi maka sampai ke
pedesaan. Pengetahuan tentang ASI Eksklusif merupakan aspek penting bagi ibu untuk tetap
menyusui bayinya secara eksklusif. Kemampuan menyusui bayinya secara eksklusif modal dasar
seorang ibu untuk tetap menyusui, karena dari pengetahuan tentang ASI Eksklusif yang cukup
terbentuk kesadaran dalam dirinya untuk menyusui bayinya sampai usia 6 bulan. Kesadaran ini
selanjutnya timbul suatu dorongan dari dalam dirinya untuk berperilaku memberikan ASI secara
eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa didasari dengan
pengetahuan yang cukup, maka perilaku ibu dalam memberikan ASI hanya sementara tidak
dapat terus sampai bayi berusia 6 bulan. Pengertian tentang keunggulan ASI dan manfaat
menyusui secara eksklusif yang baik membentuk suatu perilaku ibu tidak terpengaruh dan
beralih kepada pemberian susu botol atau susu formula. Pemberian ASI Eksklusif diperlukan
suatu pengetahuan yang akan mendasari segala tindakan ibu dalam menyusui bayinya secara
eksklusif, karena dari pengetahuan terbentuk suatu motif ibu untuk menyusui. Motif ini
merupakan dorongan kuat yang tidak dapat dihalangi dari faktor manapun, karena motif
membentuk kepercayaan pada ibu menyusui dengan memberikan ASI secara eksklusif
memberikan manfaat baik bagi bayinya maupun untuk kesehatan ibu sendiri. Pengetahuan
tentang ASI yang baik mendukung ibu dalam pemberian ASI, hal ini karena pemberian ASI jika
didasari oleh pengetahuan, maka ibu menyusui dalam pemberian ASI bersifat langgeng, artinya
dalam pemberian ASI ibu terus menyusui bayinya sampai 6 bulan, dan tidak beralih ke makanan
lain selain ASI.
4.3.5 Psikologis
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.5 diketahui Psikologis ibu dalam pemberian ASI
Eksklusif sebanyak (51,3%) psikologis ibu kurang. psikologis ibu sangat menentukan
keberhasilan menyusui, ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI
umumnya produksi ASI nya berkurang. Pemberian ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan
ibu. Ibu yang selalu dengan keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan, dan berbagai
bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya (Siregar, 2004: 10).
Pada dasarnya, keberhasilan menyusui bayi ditentukan oleh dua hal, yaitu refleks prolaktin dan
let down reflex. Refleks prolaktin didasarkan pada kondisi kejiwaan ibu yang mempengaruhi
rangsangan hormonal untuk memproduksi ASI. Semakin tinggi tingkat gangguan emosional,
semakin sedikit rangsangan hormon proklatin yang diberikan untuk memproduksi ASI. Jika ibu
mengalami gangguan emosi, maka kondisi itu bisa mengganggu proses let down reflex yang

berakibat ASI tidak keluar, sehingga bayi tidak mendapatkan ASI dalam jumlah yang cukup, dan
ia pun akan terus-menerus menangis. Tangisan bayi membuat ibu semakin gelisah dan
mengganggu proses let down reflex. Semakin tertekan perasaan ibu lantaran tangisan bayi,
semakin sedikit ASI yang dikeluarkan. Untuk menghasilkan ASI yang banyak, seorang ibu
membutuhkan ketenangan. Perasaan tenang dapat membuat ibu lebih rileks dalam menyusui
bayi. Dengan demikian, ASI yang dihasilkan bisa lebih maksimal. Oleh karena itu, ibu harus
berupaya menenangkan diri, meskipun menghadapi masalah (Sunar, Dwi, 2009: 107). Seorang
ibu akan merasa takut kehilangan daya tarik sebagai wanita dan merasa tekanan batin jika
memberi ASI pada bayinya (Soetjiningsih, 2003). Tekanan batin atau gangguan emosional,
kecemasan, stres fisik dan psikologis akan mempengaruhi produksi ASI, sehingga menyebabkan
ASI tidak keluar dan digantikan oleh susu formula (Suradi, 2004: 91). Diharapkan ibu diberikan
informasi dan penyuluhan agar ibu mengerti jika ibu pikirannya dalam keadaan gelisah, takut,
dan tertekan akan menyebabkan produksi ASI nya tidak lancar, maka diharapkan ibu pada saat
menyusui dalam keadaan pikiran tenang, hati bahagia dan nyaman agar produksi ASI nya lancer.
4.3.6 Fisik
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.6 diketahui sebanyak (46,2%) fisik ibu cukup dalam
pemberian ASI Eksklusif. Faktor fisik ibu seperti ibu sakit, lelah, ibu menggunakan pil
kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang mengandung hormon, ibu menyusui hamil lagi, dan
peminum alkohol. Payudara dapat mengurangi produksi ASI (Pratiwi, 2008: 138). Pada
dasarnya, ada beberapa hal yang menjadikan ibu sulit menyusui bayinya seperti Puting susu rata
atau masuk ke dalam, ada sekitar 2% ibu memiliki puting susu yang masuk kedalam ketika
aerolanya ditekan, sedangkan 5-8% ibu mempunyai puting susu rata yang tidak mencuat keluar
saat dingin atau distimulasi. Bukanlah hal yang menyenangkan bila sakit, padahal ia harus
menyusui bayinya. Jika ibu menderita penyakit yang cukup serius, ibu mungkin enggan
menyusui atau meyakini bahwa menyusui tidaklah aman bagi bayi, sehingga untuk menghindari
hal itu ibu diajarkan oleh petugas kesehatan untuk melakukan perawatan payudara agar produksi
ASI lancar.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia
0-6 bulan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Randuagung Lumajang diperoleh hasil :
1.
Sebagian besar sosial budaya (87,2%) tidak mendukung pemberian ASI Eksklusif.
2. Tenaga kesehatan (79,5%) kurang memberikan motivasi ibu menyusui dalam memberikan
ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan.
3.
Perilaku ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan sebagian besar (76,9%) perilaku ibu
kurang.
4.
Sebagian besar responden (64,1%) pengetahuan kurang tentang pemberian ASI Eksklusif.
5.
Psikologis ibu tentang pemberian ASI Eksklusif sebagian besar (51,3%) psikologis ibu
kurang.
6.

Fisik ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan sebagian besar (46,2%) fisik ibu cukup.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden Sebagai bahan dalam meningkatkan pemberian ASI Eksklusif pada bayi
usia 0-6 bulan dengan memberikan informasi kepada ibu sehingga bayi tidak sampai mengalami
masalah pertumbuhan dan perkembangan.
5.2.2 Bagi Peneliti Sebagai wawasan tersendiri dan bertambahnya pengetahuan, kemampuan
serta keterampilan khususnya dalam meningkatkan pemberian ASI.
5.2.3 Bagi Profesi Kebidanan Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dan masukan bagi upaya-upaya promotif
terhadap pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan.
5.2.4 Bagi penelitian selanjutnya Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan dalam penelitian selanjutmya, khususnya tentang ASI Eksklusif.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan
pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem
Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Responden Sebagai bahan dalam meningkatkan pemberian ASI Eksklusif pada bayi
usia 0-6 bulan dengan memberikan informasi kepada ibu sehingga bayi tidak sampai mengalami
masalah pertumbuhan dan perkembangan.
1.4.2 Bagi Peneliti Sebagai wawasan tersendiri dan bertambahnya pengetahuan, kemampuan
serta keterampilan khususnya dalam meningkatkan pemberian ASI.

1.4.3 Bagi Profesi Kebidanan Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dan masukan bagi upaya-upaya promotif
terhadap pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan.
1.4.4 Bagi penelitian selanjutnya Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan dalam penelitian selanjutmya, khususnya tentang ASI Eksklusif.
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Anda mungkin juga menyukai