Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS RELIABILITY DAN AVAILABILITY

PADA BELT CONVEYOR EP 250 BW 1000


DI PT ADARO INDONESIA

1.
1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Pemeliharaan (maintenance) merupakan suatu hal yang sangat penting
pada setiap perusahaan. Kegiatan merawat fasilitas peralatan untuk menjaga
sistem peralatan dan mesin selalu tetap konsisten dalam proses produksi. Sebuah
mesin dianggap handal apabila pada saat diperlukan mesin tersebut dalam kondisi
baik atau tidak rusak. Tujuan dari sistem pemeliharaan yang teratur, berkala, dan
terencana yaitu mencegah terjadinya kerusakan saat mesin sedang beroperasi dan
berproduksi.
PT Adaro Indonesia adalah perusahaan yang memproduksi batu bara dari
proses penambangan sampai dengan proses penjualan dengan bekerja sama
dengan berbagai jenis perusahaan. PT Adaro ini sendiri terbagi beberapa site,
salah satunya adalah site Kelanis. Site Kelanis merupakan hilir dari PT Adaro
Indonesia artinya merupakan tempat proses penjualan dari batu bara yang dimiliki
perusahaan ini, serta merupakan tempat proses produksi batu bara tersebut.
Conveyor merupakan alat pembawa batu bara dari proses In Loading
sampai dengan Out Loading yang bekerja secara continue dan berperan penting
untuk produksi batu bara di PT Adaro Indonesia. Perusahaan ini khususnya site
Kelanis memiliki conveyor sebanyak 53 unit dengan berbagai jenis conveyor. Belt
1

conveyor type 1000mm x EP250X4P x 6.0mm x 2.0mm pada K3-CV-S5


merupakan salah satu komponen pada conveyor yang sering mengalami Break
Down. Pada conveyor K3-CV-S5 dalam periode April 2015 sampai dengan Juni
2016 mengalami Break Down atau pemberhentian mesin khususnya pada Belt
conveyor sebanyak 11 kali breakdown sehingga membuat proses produksi tidak
dapat dilakukan mengakibatkan target produksi tidak terpenuhi.
Perawatan yang dilakukan jika terjadi masalah pada Belt conveyor seperti
Belt conveyor yang putus atau terkelupas atau sudah umurnya yaitu
penyambungan. Penyambungan pada Belt conveyor terbagi menjadi 2 jenis, yaitu
Cold Splacing (Penyambungan Dingin) dan Hot Splacing (Penyambungan Panas)
sesuai dengan kerusakan yang diperoleh.

Gambar 1. Belt Conveyor EP 250 BW 1000


Oleh karena itu perlu dilakukan analisis performansi perawatan pada Belt
Conveyor

EP

250

mempertimbangkan

BW
faktor

1000.

Analisis

kehandalan

tersebut

(reliability),

dilakukan

laju

dengan

kerusakan,

dan

ketersediaan (availability) untuk mengetahui perawatan pada mesin kompresor


tersebut. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan
untuk melakukan perawatan.

1.2

Perumusan Masalah
Perumusan masalah antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kehandalan (reliability) pada Belt Conveyor EP 250
BW 1000?
2. Bagaimana ketersediaan (availability) pada Belt Conveyor EP 250 BW
1000?
3. Bagaimana waktu perawatan yang dibutuhkan Belt Conveyor EP 250 BW
1000 berdasarkan MTTR (Mean Time To Repair) dan MTTF (Mean Time
To Failure) untuk mengurangi kerusakan?

1.3

Tujuan Penelitian
Pemecahan masalah tersebut bertujuan untuk :
1. Menganalisa tingkat kehandalan (reliability) pada Belt Conveyor EP 250
BW 1000.
2. Menganalisa ketersediaan (availability) pada Belt Conveyor EP 250 BW
1000.
3. Mengidentifikasi waktu perawatan yang dibutuhkan Belt Conveyor EP 250
BW 1000 berdasarkan MTTR (Mean Time To Repair) dan MTTF (Mean
Time To Failure) untuk mengurangi kerusakan.

1.4

Batasan Masalah dan Asumsi

1.4.1

Batasan Masalah
a. Data yang digunakan adalah data failure hasil laporan belt conveyor ep
250 bw 1000 mulai 22 April 2015 sampai dengan 4 Juni 2016.
b. Jenis perawatan yang dilakukan adalah perawatan pencegahan.
c. Faktor-faktor penyebab kerusakan, biaya tenaga kerja tidak dibahas.

1.4.2

Asumsi Masalah
Diasumsikan bahwa peralatan perawatan dan operator tersedia saat
dibutuhkan.

1.5

Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari kerja praktek ini antara lain, yaitu:
1. Bagi Perusahaan
Dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam perawatan
pencegahan kerusakan belt conveyor untuk meminimalkan terjadinya
kerusakan yang mengakibatkan kerugian besar pada perusahaan.
2. Bagi Mahasiswa
a. Dapat mengaplikasikan teori yang diterima selama di bangku
perkuliahan.
b. Melatih penulis untuk membuat solusi permasalahan yang nyata
pada perusahaan.
2.

LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Perawatan (Maintenance)
Perawatan mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara

bagian pemeliharaan dan bagian produksi. karena bagian pemeliharaan dianggap


yang memboroskan biaya, sedang bagian produksi merasa yang merusakkan tetapi
juga yang membuat uang (Soemarno, 2008). Perawatan adalah aktivitas
pemeliharaan, perbaikan, penggantian, pembersihan, penyetelan, dan pemeriksaan
terhadap objek yang dirawat dalam hal ini adalah menjaga atau mempertahankan
kualitas fasilitas/mesin agar dapat berfungsi dengan baik seperti kondisi awalnya.
Kegiatan perawatan memerlukan adanya sumber daya yang meliputi man,

machine, material, dan money (4M). Namun tersedianya 4 M belum menjamin


efisiensi dan efektifitas perawatan, untuk itu diperlukan adanya manajemen
perawatan, sehingga sumber daya yang diperlukan dan kegiatan-kegiatan
perawatan berlangsung dengan tingkat efektifitas yang tinggi dalam mencapai
sasaran yang dikehendaki.
Kegiatan perawatan merupakan seluruh rangkaian aktivitas yang dilakukan
untuk mempertahankan unit-unit pada kondisi operasional dan aman, dan apabila
terjadi kerusakan maka dapat dikendalikan pada kondisi operasional yang handal
dan aman. Tindakan pada problematika perawatan tersebut dapat berupa:
Pemeriksaan

(inspection),

yaitu

tindakan

yang

ditujukan

untuk

sistem/mesin agar dapat mengetahui apakah sistem berada pada kondisi


yang diinginkan.
Service, yaitu tindakan yang bertujuan untuk menjaga suatu sistem/mesin
yang biasanya telah diatur dalm buku petunjuk pemakaian mesin.
Penggantian komponen (replacement), yaitu tindakan penggantian
komponen-komponen

yang

rusak/tidak

memenuhi

kondisi

yang

diinginkan. Tindakan ini mungkin dilakukan secara mendadak atau dengan


perencanaan pencegahan terlebih dahulu.
Perbaikan (repairment), yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan pada saat
terjadi kerusakan kecil.
Overhoul, tindakan besar-besaran yang dilakukan pada akhir periode
tertentu
Berdasarkan tujuan bentuk perawatan dapat digolongkan menjadi tiga bagian,
yaitu:

1. Perawatan Pencegahan (preventif)


Merupakan perawatan yang dilakukan secara terencana untuk mencegah
terjadinya kerusakan mesin dan agar umur pemakaian pada mesin tersebut
dapat bertahan dengan lama dan mencegah masalah yang tidak terduga dan
menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi
menjadi kerusakan pada saat digunakan dalam berproduksi. Perawatan
preventif masuk ke dalam kategori perawatan terprogram.
2. Perawatan Perbaikan
Merupakan perawatan yang dilakukan setelah terjadi kerusakan atau
sistem tidak dapat berfungsi dengan baik.Perawatan ini biasanya terjadi karena
perawatan pencegahan tidak dilakukan atau perawatan pencegahan telah
dilakukan, namun pada suatu waktu tertentu sistem tersebut tetap saja rusak.
Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan untuk mengembalikan kondisi
mesin atau peralatan agar kembali pada kondisi semula.Kegiatan perawatan
ini lebih cendrung merupakan kegiatan perawatan tidak terjadwal. Jenis dari
kegiatan dari perawatan perbaikan ini adalah sebagai berikut:
a. Pembetulan (correcting)
b. Perbaikan kecil (repair)
c. Perbaikan besar (overhead)

3. Pengawasan (survilance)

Pengawasan atau pengamatan yang dimaksud sebagai tindakan perawatan


yang dilakukan untuk meneruskan proses dari kegiatan perbaikan. Kegiatan
ini dilaksanakan untuk memastikan kondisi dari peralatan tersebut berfungsi
sesuai dengan standar atau parameter yang telah ditentukan.
Disamping kegiatan perawatan diatas, masih ada kegiatan perawatan yang
lain yaitu kegiatan administrasi. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang
terbentuk laporan-laporan mengenai suatu peralatan secara lengkap dan
akurat, karena dengan adanya catatan ini dapat membantu bagian maintenance
untuk mengambil keputusan lebih baik. Secara umum tujuan pemeliharaan
industri adalah sebagai berikut :
a. Mengatasi segala permasalahan, yang berkenaan dengan kontinuitas
aktivitas produksi.
b. Memperpanjang umur pengoperasian peralatan dan fasilitas industry
c. Meminimasi downtime, yaitu waktu selama proses produksi terhenti
(waktu menunggu) yang dapat mengganggu kontinuitas proses.
d. Meningkatkan efisiensi sumber daya produksi.
e. Peningkatan profesionalisme personil departemen perawatan industri
f. Meningkatkan nilai tambah produk, sehingga perusahaan dapat
bersaing di pasar global.
g. Membantu para pengambil keputusan, sehingga dapat memilih solusi
optimal terhadap kebijakan perawatan fasilitas industry.
h. Melakukan perencanaan terhadap perawatan preventif, sehingga
memudahkan dalam proses pengontrolan aktivitas perawatan.

i. Mereduksi biaya perbaikan dan biaya yang timbul dari terhentinya


proses karena permasalahan keandalan mesin.
2.2 Perawatan pada Belt Conveyor
Nama sebuah alat angkut ini berasal dari bahasa Inggris Conveyor
berasal dari kata convey (kata kerja transitip) yang berarti membawa. Di lihat dari
nama sebuah unit alat angkut ini sangat jelas fungsinya adalah untuk
membawa/memindahkan suatu benda dari suatu lokasi ke tempat lokasi lainya.
Beberapa tipe jenis konveyor seperti: modular konveyor, roller konveyor,
wiremesh konveyor, chain konveyor dan belt konveyor. Belt konveyor adalah
salah satu komponen dari peralatan produksi yang berfungsi untuk membawa
material dan meneruskan gaya putar. Konveyor tipe sabuk (belt) mempunyai
kapasitas 500 - 4000 ton per jam atau lebih, pemeliharaan dan operasi yang
mudah menjadikan belt conveyor dipergunakan secara luas di dunia industri.
Penyambungan belt konveyor adalah proses menyatukan dua sisi belt,
sehingga belt dapat dipergunakan sebagai alat transportasi produk. Pada
penyambungan terdapat dua jenis (metode) yaitu:
2.2.1 Penyambungan mekanis (Mechanical joint)
Penyambungan mekanis adalah penyambungan yang terdiri dari bahan
baja berbentuk engsel untuk menghubungkan kedua bagian belt. Penyambungan
ini dilakukan jika terjadi kerusakan mendadak pada belt saat sedang beroperasi
(penyambungan darurat) dan metode ini bersifat sementara.

Gambar 2. Metode penyambungan mekanik


(sumber : PT Adaro Indonesia, 2015)
2.2.2 Penyambungan tak berujung (Endles joint splicing)
Penyambungan tak berujung mempunyai dua cara penyambungan, yaitu:
Pertama, cara penyambungan panas atau hot splicing. Penyambungan
panas adalah proses yang dilakukan dengan cara vulkanisasi panas, menggunakan
splice machine elemen yang disebut heating solution. Persyaratan pada
penyambungan panas antara lain:
a. Kimia, harus terdapat didalam karet dan lem
b. Temperatur harus 140 - 170
c. Tekanan 5 15 kg/cm2
Kedua, cara penyambungan dingin atau cold splicing. Peyambungan
dingin adalah proses yang dilakukan dengan cara pengeleman sehingga karet
dapat menyatu, namun tidak cukup kuat ketimbang cara panas. Persyaratan pada
penyambungan dingin antara lain:
a. Kimia, sulfur, accelelator terpisah
b. Sulfur terdapat didalam lem dan bonding layer
c. Temperatur hanya cukup temperatur ruang
d. Tekanan cukup tenaga manusia
Teknik penyambungan tak berujung (Endles joint splicing) seperti gambar
berikut:

Gambar 4. Persiapan pengeleman

Gambar 3. Teknik penyambungan panas

Gambar 5. Hasil sambungan

Gambar 6. proses penyambungan

2.3 Konsep Dasar


2.3.1

Kehandalan (reliability)
Menurut Fikri (2013), Keandalan adalah probabilitas suatu komponen atau

sistem akan bekerja sesuai dengan fungsinya ketika dioperasikan selama periode
waktu tertentu. Keandalan menyatakan konsep kesuksesan operasi atau kinerja
dan ketiadaan kerusakan. Menurut MIL-STD-721C pada tesis Rahmat, M. B.,
mendefinisikan kehandalan sebagai peluang sebuah item untuk mampu melakukan
fungsi yang ditujukan dalam suatu interval waktu tertentu dalam kondisi tertentu.
Item yang dimaksud dalam definisi tersebut dapat berupa komponen atau
kumpulan dari banyak komponen. Kemudian yang dimaksud dengan fungsi
adalah sebuah fungsi yang mandiri atau gabungan dari berbagai fungsi yang
diperlukan untuk melayani suatu kebutuhan.
2.3.2

Ketersediaan (availability)
Availability didefinisikan sebagai konsep yang berhubungan dengan

probabilitas suatu peralatan bahwa sistem atau komponen melakukan fungsi


sesuai yang diperlukan pada saat tertentu atau dalam periode tertentu ketika
dioperasikan, dan dipelihara dengan cara yang sudah ditentukan (Ebeling, 1997).

10

Dimana, availability (A) akan meningkat melalui kombinasi dari


meningkatnya MTTF, dan menurunnya downtime for repair (MTTR). Pengukuran
lain yang lebih akurat dari availability adalah sebagai berikut :
Availaibility

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

Alur pengukuran Availability Ratio ini adalah mengurangkan available


time dengan planned downtime, sehingga diperoleh loading time. Selanjutnya
loading time dikurangkan dengan downtime sehingga diperoleh operating time.
Terakhir dengan membandingkan operating time terhadap loading time dan
memprosentasikannya maka nilai Availability Ratio diperoleh (Ansori, 2013, 118).
2.4 Pola Distribusi Data Kerusakan
Untuk melakukan analisa terhadap masalah yang terkait dengan perawatan
mesin, dapat digunakan beberapa jenis distribusi kerusakan dan perbaikan untuck
mendekati pola kerusakan dan perbaikan mesin yang terjadi. Terdapat 4 macam
distribusi yang umum digunakan untuk mengidentifikasi pola data kerusakan yang
terbentuk, antara lain distibusi eksponensial,distribusi weibull, distribusi normal
dan distribusi lognormal (Ebeling, 1997, p362).
2.4.1

Distribusi Eksponensial
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas
f(t)
= et
b. Fungsi Distribusi Kegagalan
F(t)
= 1e t
c. Fungsi Keandalan
R(t)
= et
d. Mean Time To Failure

MTTF

dan =

11

2.4.2

Distribusi Weibull
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

f(t) =

{ }( )

t
{

} exp [

( )

b. Fungsi Distribusi Kegagalan


t

F(t) = 1-exp [

c. Fungsi Keandalan
t

R(t) = exp [

d. Mean Time To Failure


1
1+
to

+
Distribusi Normal
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas
1
t
exp
f(t)
=
2
2 2
b. Fungsi Distribusi Kegagalan
F(t)
= p (T t )
T
F(t)
= p z=

c. Fungsi Keandalan

1F
(
t
)
=
f ( ) d
R(t)
=

( )

( )

2.4.3

[ ( )]

d. Mean Time To Failure


n

MTTF

2.4.4

1
ti
n i=1

Distribusi Lognormal
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas
1
t
exp
f(t)
=
2
2 2
b. Fungsi Distribusi Kegagalan
F(t)
= p (T t )
T
F(t)
= p z=

[ ( )]

12

c. Fungsi Keandalan

1F
(
t
)
=
f ( ) d
R(t)
=
t

d. Mean Time To Failure


MTTF

= exp( + (0,5.s2))

2.5 Uji Anderson-Darling


Dalam menganalisis kesesuian data dapat digunakan dengan Uji Goodness
of Fit antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang diharapkan.
Metode Anderson-Darling digunakan untuk menguji apakah sampel data berasal
dari populasi dengan distribusi tertentu Anderson-Darling merupakan modifikasi
dari uji Kolmogorv-Smirnov (KS).
Nilai-nilai kritis dalam uji KS tidak tergantung pada distribusi tertentu
yang sedang diuji sedangkan uji Anderson-Darling memanfaatkan distribusi
tertentu dalam menghitung nilai kritis. Ini memiliki keuntungan yang
memungkinkan tes yang lebih sensitif, tetapi kelemahannya adalah nilai-nilai
kritis harus dihitung untuk setiap distribusi.

3.

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Obyek penelitian
Obyek yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Belt conveyor EP

250 BW 1000 pada conveyor S5 PT Adaro Indonesia site Kelanis.


3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

13

Kegiatan kerja praktek dilaksanakan pada perusahaan industri proses yang


bergerak di industri batu bara. Penelitian ini dilakukan di PT Adaro Indonesia site
Kelanis pada tanggal 22 Juni 2016 sampai dengan 22 Juli 2016.

14

3.3 Metode Pengumpulan Data


Data-data yang diperoleh antara lain, yaitu:
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan
pembimbing lapangan dan para pekerja PT Adaro Indonesia site Kelanis.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari dokumen perusahaan yang diperoleh
dari Sub Departemen Planning di Departemen Maintenance. Data-data yang
diperoleh adalah data down time laporan hasil run time Belt Conveyor EP 250
BW 1000 mulai dari 22 April 2015 sampai dengan 9 Juni 2016.

3.4 Pengolahan Data


Pada pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Menghitung Interval Time To Failure (TTF) dan Time To Repair (TTR)
2. Melakukan Uji Distribusi
3. Menghitung fungsi Reliability (R(t)), Laju kegagalan ((t)).
4. Menghitung Mean Time To Failure (MTFF) dan Mean Time To Repair
(MMTR)
5. Menghitung Avaliability

15

3.5 Kerangka Penelitian


Mulai
Perumusan Masalah

y) pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000?

da Belt Conveyor EP 250 BW 1000?

dibutuhkan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 berdasarkan MTTR (Mean Time To Repair) dan MTTF (Mea
Tujuan Penelitian

ity) pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000.

pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000.

dibutuhkan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 berdasarkan MTTR (Mean Time To Repair) dan MTTF (Me

Landasan Teori

Buku, jurnal, dan laporan penelitian tentang kehandalan (Reliability) dan ketersediaan (availab
Pengumpulan Data
Data primer (observasi dan interview) dan Data sekunder (dokumen perusahan)
Pengolahan Data

Menghitung Interval Time To Failure (TTF) dan Time To Repair (TTR)


Melakukan Uji Distribusi
Menghitung fungsi Reliability (R(t)).
Menghitung Mean Time To Failure (MTTF) dan Mean Time To Repair (MTTR)
Menghitung Avaliability

Analisis Hasil
Tingkat kehandalan (reliability) dan ketersediaan (availability)
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang dilakukan
Saran untuk perbaikan sistem perawatan di perusahaan
Selesai
Gambar 7. Kerangka Penelitian

16

4.
4.1

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS HASIL

Pengumpulan Data
Dalam penelitian yang telah dilakukan diperoleh data-data sebagai berikut:
1. Data failure Belt Conveyor EP 250 BW 1000 pada Conveyor S5
Tabel 1. Data failure Belt Conveyor EP 250 BW 1000 pada Conveyor S5
Failure Number Failure Date Start Failure
Run Date
Start Run
1
22-Apr-15

14:00

23-Apr-15

3:00

22-Sep-15

22:20

22-Sep-15

23:15

11-Feb-16

06:00

11-Feb-16

18:00

13-Mar-16

21:34

13-Mar-16

21:47

18-Mar-16

02:08

18-Mar-16

04:00

28-Mar-16

19:25

28-Mar-16

21:55

29-Mar-16

19:16

29-Mar-16

23:25

30-Mar-16

13:18

30-Mar-16

15:50

30-Apr-16

08:33

30-Apr-16

8:42

27-May-16

21:04

27-May-16

21:28

4-Jun-16

21:46

4-Jun-16

22:05

10

11

(Sumber: SubDep. Planning PT Adaro Indonesia, 2015-2016)


2. Data Waktu Operasi Mesin

17

Belt Conveyor EP
250 BW 1000

Tabel 2. Data rekapitulasi waktu operasi


Bulan (Tahun)
Apr
Sep
Feb
Mar
Apr
(2015) (2015) (2016) (2016) (2016)
35220

35945

33960

36524

35991

Mei
(2016)

Jun
(2016)

37157

35981

(Sumber: SubDep. Planning PT Adaro Indonesia, 2015-2016)


4.2

Pengolahan Data
1. Menghitung Time To Failure (TTF) dan Time To Repair (TTR)
a. TTF pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000 no.1
TTF

= Date time start failure Date time start failure before


= 14.00 (22 April 2015) 0
=0

18

b. TTR pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000 no.1


TTR

= Date time start run Date time start failure


= 14.00 (22 April 2015) - 03.00 (23 April 2015)
= 13 jam

No

1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 3. Interval lama waktu failure Belt Conveyor EP 250 BW 1000


Waktu Jam
selesa mulai
i
kerja
Jam
Start
Start TTR
rusak
TTF
Tanggal
Kerja
Failure
Run (Jam)
jam wakt
(Jam)
(Jam)
kerja
u
selesa mulai
i
rusak
22-Apr-15
22-Sep-15
11-Feb-16
13-Mar-16
18-Mar-16
28-Mar-16
29-Mar-16
30-Mar-16

30-Apr-16

10

27-May-16

11

4-Jun-16

14:00

3:00

13

22:20

23:1
5

0,92

08:00
21:34
02:08
19:25
19:16
13:18
08:33
21:04
21:46

22:0
0
21:4
7
04:0
0
21:5
5
23:2
5
15:5
0
8:42
21:2
8
22:0
5

2,00

3,33

3648

3653,33

7,95

1,00

3124

3132,95

8,87

2,57

682

693,44

7,22

7,13

110

124,35

3,02

0,42

220

223,43

7,08

0,27

22

29,35

5,58

6,30

22

33,88

1,17

1,55

682

684,72

8,30

2,07

220

223,43

7,53

2,77

22

29,35

14
0,22
1,87
2,50
4,15
2,53
0,15
0,40
0,32

2. Melakukan uji kelayakan data menggunakan Easy Fit dan nilai terkecil
pada hasil goodness of fit berdasarkan uji Anderson darling. Maka
diperoleh hasil data sebagai berikut:

19

a. Distribusi kerusakan (TTF)


Pada data hasil distribusi kerusakan maka didapatkan distribusi
Normal dengan nilai parameter = 5,809 dan = 1,5736.

Gambar 8. Printscreen distribusi menggunakan Easy Fit

Gambar 9. Printscreen grafik distribusi terpilih TTF


b. Distribusi Perawatan (TTR)

20

Gambar 10. Printscreen distribusi menggunakan Easy Fit

Gambar 11. Printscreen grafik distribusi terpilih TTR


Pada data hasil distribusi perawatan maka didapatkan distribusi Lognormal
dengan nilai parameter = 0,32247 dan = 1,4941
3. Menghitung fungsi reliability.
Fungsi reliability Belt Conveyor EP 250 BW 1000 untuk t = 1 hari (24
jam)
F(t) =
F(t) =
F(t) =

p (T t )
lnT
p z=

ln 245,809
p z=
1,5736

(
(

)
21

p ( z =1,67 )

F(t) =

F ( t )= 0,0475

R ( t ) =1F ( t )= f ( ) d
t

= 1- 0,0475
= 0,9525
= 95,25 %
Tabel 4. Hasil Perhitungan Fungsi Kehandalan
Hari

R(t)

95,25%

89,07%

83,40%

78,52%

74,22%

10

54,38%

20

37,07%

30

31,21%

4. Menghitung Mean Time To Failure (MTTF) dan Mean Time To Repair


(MTTR)
a. Rata-rata waktu antar kegagalan (MTTF)
MTTF=exp( +(0,5. s 2))

MTTF = 1149,53 jam 1150 jam


b. Rata-rata waktu antar perawatan (MTTR)
MTTR exp( + (0,5.s2))

22

MTTR 4,22 jam 4 jam


5. Menghitung Availability
Availability Belt Conveyor EP 250 BW 1000
Availability

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

23

a. Periode bulan April 2015


Variabel
Available Time
Planned Downtime
Loading Time
Downtime
Operating Time

Tabel 5. Perhitungan Availability bulan April 2015


Perhitungan
Perhitungan Data
12 jam kerja x 2 shift x 30 hari kerja 720 menit x 2 x 30 hari
2 jam x 2 shift x 30 hari
120 menit x 2 x 30 hari
Available Time - Planned Downtime 43200-7200
13 jam x 60 menit
780 menit
Loading Time Downtime
36000 menit 780 menit

Availability

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

35220
x 100
36000

Hasil
43200 menit
7200 menit
36000 menit
780 menit
35220 menit

= 97,83 %
b. Periode bulan September 2015
Variabel
Available Time
Planned Downtime
Loading Time
Downtime
Operating Time

Tabel 6. Perhitungan Availability bulan September 2015


Perhitungan
Perhitungan Data
12 jam kerja x 2 shift x 30 hari kerja 720 menit x 2 x 30 hari
2 jam x 2 shift x 30 hari
120 menit x 2 x 30 hari
Available Time - Planned Downtime 43200-7200
0,92 jam x 60 menit
55 menit
Loading Time Downtime
36000 menit 55 menit

Availability

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

35945
x 100
36000

Hasil
43200 menit
7200 menit
36000 menit
55 menit
35945 menit

= 99,84 %
c. Periode bulan Februari 2016
Variabel
Available Time
Planned Downtime
Loading Time

Tabel 7. Perhitungan Availability bulan Februari 2015


Perhitungan
Perhitungan Data
12 jam kerja x 2 shift x 29 hari kerja 720 menit x 2 x 29 hari
2 jam x 2 shift x 29 hari
120 menit x 2 x 29 hari
Available Time - Planned Downtime 41760-6960

Hasil
41760 menit
6960 menit
34800 menit

24

Downtime
Operating Time

14 jam x 60 menit
Loading Time Downtime

Availability

840 menit
34800 menit 840 menit

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

33960
x 100
34800

840 menit
33960 menit

= 97,59 %
d. Periode bulan Maret 2016
Variabel
Available Time
Planned Downtime
Loading Time
Downtime
Operating Time

Tabel 8. Perhitungan Availability bulan Maret 2015


Perhitungan
Perhitungan Data
12 jam kerja x 2 shift x 31 hari kerja 720 menit x 2 x 31 hari
2 jam x 2 shift x 31 hari
120 menit x 2 x 31 hari
Available Time - Planned Downtime 44640-7440
11,27 jam x 60 menit
676 menit
Loading Time Downtime
37200 menit 676 menit

Availaibility

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

36508
x 100
37200

Hasil
44640 menit
7440 menit
37200 menit
676 menit
36524 menit

= 98,18 %
e. Periode bulan April 2016
Variabel
Available Time
Planned Downtime
Loading Time
Downtime
Operating Time

Tabel 9. Perhitungan Availability bulan April 2016


Perhitungan
Perhitungan Data
12 jam kerja x 2 shift x 30 hari kerja 720 menit x 2 x 30 hari
2 jam x 2 shift x 30 hari
120 menit x 2 x 30 hari
Available Time - Planned Downtime 43200-7200
0,15 jam x 60 menit
9 menit
Loading Time Downtime
36000 menit 9 menit

Availaibility

Hasil
43200 menit
7200 menit
36000 menit
9 menit
35991 menit

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

25

35991
x 100
36000

= 99,98 %
f. Periode bulan Mei 2016
Variabel
Available Time
Planned Downtime
Loading Time
Downtime
Operating Time

Tabel 10. Perhitungan Availability bulan Mei 2016


Perhitungan
Perhitungan Data
12 jam kerja x 2 shift x 31 hari kerja 720 menit x 2 x 31 hari
2 jam x 2 shift x 31 hari
120 menit x 2 x 31 hari
Available Time - Planned Downtime 44640-7440
0,72 jam x 60 menit
43 menit
Loading Time Downtime
37200 menit 43 menit

Availaibility

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

37157
x 100
37200

Hasil
44640 menit
7440 menit
37200 menit
43 menit
37157 menit

= 99,88 %
g. Periode bulan Juni 2016
Variabel
Available Time
Planned Downtime
Loading Time
Downtime
Operating Time

Tabel 11. Perhitungan Availability bulan Juni


Perhitungan
Perhitungan Data
12 jam kerja x 2 shift x 30 hari kerja 720 menit x 2 x 30 hari
2 jam x 2 shift x 30 hari
120 menit x 2 x 30 hari
Available Time - Planned Downtime 43200-7200
0,32 jam x 60 menit
19 menit
Loading Time Downtime
36000 menit 19 menit

Availaibility

Loading TimeDowntime
X 100
Loading Time

35981
x 100
36000

Hasil
43200 menit
7200 menit
36000 menit
19 menit
35981 menit

= 99,95 %

26

4.3

Analisis Hasil
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan analisis
kehandalan mesin, laju kerusakan dan ketersediaan mesin. Reliability adalah
kehandalan mesin dalam beroperasi, analisis dilakukan pada interval waktu 1 hari
sampai 30 hari. Pada t = 1 hari diperoleh reliability sebesar 95,25%, tingkat
kehandalan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 selama beroperasi 1 hari. Pada t = 2
hari diperoleh reliability sebesar 89,07%, tingkat kehandalan Belt Conveyor EP
250 BW 1000 selama beroperasi 2 hari. Pada t = 3 hari diperoleh reliability
sebesar 69,85%, tingkat kehandalan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 selama
beroperasi 3 hari. Pada t = 4 hari diperoleh reliability sebesar 78,52%, tingkat
kehandalan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 selama beroperasi 4 hari. Pada t = 5
hari diperoleh reliability sebesar 74,22%, tingkat kehandalan Belt Conveyor EP
250 BW 1000 selama beroperasi 5 hari. Pada t = 10 hari diperoleh reliability
sebesar 54,38%, tingkat kehandalan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 selama
beroperasi 10 hari. Pada t = 30 hari diperoleh reliability sebesar 31,21%, tingkat
kehandalan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 selama beroperasi 30 hari.
Availability pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000 memiliki nilai yang
berbeda pada masing-masing periode. Dimulai dari periode bulan April 2015 yang
memiliki nilai sebesar 97,83 % dengan total downtime 780 menit atau 13 jam.
Pada periode bulan September 2015 nilai Availability yang diperoleh sebesar
99,84 % dengan total downtime 55 menit atau 0,92 jam. Pada periode bulan
Februari 2015 nilai Availability yang diperoleh sebesar 97,59 % dengan total
downtime 840 menit atau 14 jam. Pada periode bulan Maret 2015 nilai

27

Availability yang diperoleh sebesar 98,18 % dengan total downtime 676 menit
atau 11,27 jam. Pada periode bulan April 2016 nilai Availability yang diperoleh
sebesar 99,98 % dengan total downtime 9 menit atau 0,15 jam. Pada periode
bulan Mei 2016 nilai Availability yang diperoleh sebesar 99,88 % dengan total
downtime 43 menit atau 0,72 jam. Pada periode bulan Juni 2016 nilai Availability
yang diperoleh sebesar 99,95 % dengan total downtime 19 menit atau 0,32 jam.
Nilai Availability merupakan nilai yang menggambarkan pemanfaatan waktu
yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan, dalam permasalahan ini
adalah ketersediaan belt conveyor. Hal yang mempengaruhi nilai dari Availability
adalah besar atau kecilnya total downtime pada satu periode tertentu. Semakin
besar downtime maka ketersediaan mesin untuk melakukan kegiatan operasi akan
semakin kecil.
Hasil perhitungan MTTF dan MTTR Belt Conveyor EP 250 BW 1000
diketahui mesin akan mengalami kerusakan setelah beroperasi selama 1150 jam,
sehingga perlu dilakukan perawatan sebelum Mesin beroperasi maksimal yaitu
1150 jam. MTTF menunjukkan rata rata suatu mesin dapat dioperasikan
sebelum terjadinya kegagalan akibat kerusakan. Semakin tinggi MTTF maka
menunjukkan mesin beroperasi dengan baik/ sesuai target dengan jumlah
breakdown yang minimum. Semakin lama suatu mesin dapat beroperasi dengan
baik tanpa adanya kerusakan maka keandalan atau Reliability mesin tersebut
semakin baik. Hasil MTTR digunakan sebagai rata-rata lama waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan perawatan pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000
selama 4 jam.

28

29

5.
5.1

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data serta analisa dan interpretasi
maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan
yang ingin dicapai :
1. Dari hasil pengamatan data operasi dan pengolahan data serta analisis pada
Belt Conveyor EP 250 BW 1000 mulai bulan April tahun 2015 sampai dengan
Juni 2016 didapatkan hasil kehandalan pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000
selama 1 hari sampai dengan 5 hari, serta dilanjut dengan 10 hari dan 30 hari
masing-masing didapatkan tingkat kehandalan (realibility) adalah 95,25%;
89,07%; 69,85%; 78,52%; 74,22%; 54,38%; 31,21%. Tingkat kehandalan
mesin Belt Conveyor EP 250 BW 1000 dipengaruhi oleh interval waktu
operasi mesin dan tingkat kerusakan mesin. Belt Conveyor EP 250 BW 1000
beroperasi dalam interval waktu yang panjang mengakibatkan tingkat
kerusakan semakin tinggi dan tingkat kehandalan mesin semakin menurun.
Sesuai dengan konsep reliability dengan melibatkan preventive maintenance.
2. Ketersediaan Belt Conveyor EP 250 BW 1000 dapat dilihat bahwa downtime
Belt Conveyor EP 250 BW 1000 mempengaruhi besarnya ketersediaan mesin
dalam melakukan kegiatan operasi. Perhitungan availability Belt Conveyor EP
250 BW 1000 mulai bulan April tahun 2015 sampai dengan Juni 2016
didapatkan hasil ketersediaan (availability) adalah 97,83%; 99,84%; 97,59%;
98,18%; 99,98%; 99,88%; dan 99,95%. Nilai availability Belt Conveyor EP
250 BW 1000 dipengaruhi oleh total downtime pada masing-masing periode.

30

Selama tujuh periode pemakaian mesin Belt Conveyor EP 250 BW 1000


terlihat bahwa periode bulan Agustus memiliki availability yang baik yaitu
99,95% karena memiliki nilai downtime kecil yaitu 0,32 jam atau 19 menit.
Untuk emnghasilkan ketersediaan yang baik maka di butuhkan perawatan
mesin untuk mencegah sering terjadinya downtime.
3. Dari hasil pengolahan, perhitungan MTTR dan MTTF PT Japfa Comfeed
Indonesia Tbk. unit Sragen Periode Maret-Agustus 2015, bahwa sesuai MTTF
Belt Conveyor EP 250 BW 1000 beroperasi maksimal 1150 jam sehingga
sebelum waktu maksimal dilakukan perawatan mesin dan sesuai MTTR untuk
mengurangi kerusakan pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000 dilakukan
tindakan perawatan pada Belt Conveyor EP 250 BW 1000 dengan waktu 4
jam.

5.2

Saran
Saran yang diberikan sehubungan dengan hasil penelitian adalah untuk
mempertahankan suatu kehandalan belt conveyor diperlukan tindakan perawatan
berkala dan pembersihan seacara teratur agar mesin berjalan dengan baik saat
dibutuhkan,

seperti

dilakukan

penyiraman

terhadapa

conveyor

untuk

menghilangkan sisa-sisa batu bara yang dapat merusak belt conveyor.

31

Anda mungkin juga menyukai