Anda di halaman 1dari 13

Landasan Hukum Pembangunan Berkelenjutan Di Indonesia

Sebagai tindak lanjut dari seminar pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan
nasional (1972) untuk tingkat nasional dan UN conference on the human and environment
(1972) untuk tingkat global pemerintah tidak hanya memasukkan aspek lingkungan hidup
dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) tetapi juga membentuk institusi atau
lembaga yang membidangi lingkungan hidup, sejak tahun 1973), aspek lingkungan hidup
masuk dalam GBHN. Kemudian pengelolaan lingkungan hidup dimasukkan ke Repelita II
dan berlangsung terus dalam GBHN 1978 dengan penjabarannya dalam Repelita III.
Pada tahun 1998 dibentuk Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup (PPLH) yang kemudian pada tahun 2002 di ubah menjadi Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian pada 2003 dirubah menjadi
Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH). Kelembagaan ini mempunyai peranan penting
dalam memberi landasan lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di negara kita. Pada
tahun 1982 telah di Undangkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1982 (LN 1982 No. 12)
tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan hidup secara terpadu dengan
mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan pelaksanaan pembangunan dengan
pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang dinamakan pembangunan berwawasan
lingkungan Undang-Undang ini mempunyai arti penting tersendiri, menurut Sundari
Rangkuti UU LH mengadung berbagai konsepsi dari pemikiran inovatif dibidang hukum
lingkungan baik nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi terhadap
pembinaan hukum lingkungan Indonesia, sehingga perlu dikaji penyelesaiannya perundangundangan lingkungan modern sebagai sistem keterpaduan.
Dalam pasal 4 huruf d UU ini disebutkan bahwa salah satu tujuan pengelolaan
lingkungan hidup adalah terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk
kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Mengenai pengertian pembangunan
bewawasan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 13 yang menyatakan bahwa
pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan
mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu hidup. Penjelasan (TLN.3215) menyatakan bahwa penggunaan dan
pengelolaan sumber daya secara bijaksana berarti senantiasa memperhitungkan dampak
kegiatan tersebut terhadap lingkungan serta kemampuan sumber daya untuk menopang
pembangunan secara berkesinambungan. Ketentuan tersebut selain menggunakan istilah
pembangunan berwawasan lingkungan juga menggunakan istilah pembangunan
berkesinabungan istilah yang disebutkan terakhir dapat juga dijadikan pedoman istilah
sustainable development karena kata berkesinabungan dan berkelanjutan dalam
bahasa Indonesia mempunyai makna yang sama.
Hal yang ditegaskan kembali dalam pasal 3 tentang asas pengelolaan lingkungan
hidup. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa pengelolaan Lingkungan Hidup Berazaskan
Pelestarian Kemampuan Lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Sedangkan
penjelasannya mengataakan bahwa pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya

kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut.
Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, UU ini mengandung pengertian bahwa
pembangunan yang berwawasan lingkungan hanyalah satu bagian dari pembangunan yang
berkesinambungan (lihat pasal 1 angka 13) atau sebagai penunjang dari pembangunan yang
berkesinambungan (lihat pasal 3). Dalam perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982
dicabut dan digantikan dengan UU No. 23 Tahun 1997 (LN 1997:68) tentang pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam UU ini tidak lagi diadakan pembedaan antara pembangunan yang
berwawasan lingkungan dengan pembangunan yang berkesinambungan seperti dikemukakan
di atas akan tetapi UU inimenggunakan istilah baru lagi yatu Pembangunan Berkelanjutan
Yang Berwawasan Lingkungan Hidup. Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara lain
menjelaskan tentang mengapa kita harus melaksanakan Pembangunan Berkelanjutan
Yangberwawasan Lingkungan Hidup seperti pada pertimbangan huruf b, bahwa dalam
rangka mendaya-gunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti
diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.
Penegasan tersebut diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berkaitan erat dengan pendayagunaan atau
pelestarian SDA sebagai suatu asset mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam pertimbangan
berikutnya (huruf c) ditegaskan bawa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi
selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam pertimbangan ini pengelolaan lingkungan hidup
dianggap
sebagai
penunjang
terhadap
pelaksanaan
pembangunan berwawasan
lingkungan. Dalam UU ini diperkenalkan suatu rumusan tentang pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup (pasal 1 butir 3). Disebutkan dalam ketentuan tersebut
bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar
dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa
kini dan masa depan. Selanjutnya dalam UU ini dibedakan antara asas keberlanjutan
sebagai asas pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berwawasan lingkungan
hidup sebagai suatu sistem pembangunan.
PENERAPAN HUKUM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA
Seperti halnya di tingkat internasional dimana perjanjian internasional merupakan
produk hukum tertulis, demikian juga dalam hukum nasional dimana Undang-undang adalah
produk hukum tertulis . Selain undang-undang juga terdapat produk turunan dari undangundang seperti peraturan pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Premen), Perauran daerah dll.
Kesemuanya ini disebut peraturan perundang-undangan yang dapat dikategorikan sebagai

sumber hukum formal. Beberapa undang-undang yang menerapkan prinsip-prinsip


pembangunan berkelanjutan diantaranya :
a. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
b. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pengelolaan kawasan Pesisir
c. Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Berkaitan dengan hukum adat, umumnya negara-negara berkembang yang baru
berdiri sejak tahun 40-an, mengalami suatu masalah dibidang hukum terkait hubungan antara
hukum adat dengan hukum barat. Sejak era kolonial, sistem hukum adat di Indonesia telah
berhadapan dengan sistem hukum barat, yang hal ini kadang-kadang hukum barat sering
tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat. Hukum yang harus
dikembangkan sebaiknya tidak boleh meninggalkan hukum adat karena hukum adat tidak
dapat dipisahkan dari sistem nilai yang dianut masyarakat. Berkaitan dengan ini
Kusumaatmadja (1976) menyatakan :
masyarakat negara berkembang dengan suatu sistem yang pluralistik dimana
sistem dan lembaga-lembaga hukum adat berlaku berdampingan dengan sistem dan
lembaga-lembaga hukum Barat atau mungkin dengan sistem dan lembaga-lembaga
hukum asing lainnya menghadapi suatu masalah yang khusus. Oleh karena hukum itu
tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat.
Dalam sistem hukum adat, umumnya hanya ditemukan hukum yang tidak tertulis.
Namun beberapa praktek-praktek hukum adat, ternyata telah menerapkan hukum
pembangunan berkelanjutan. Sebagai contoh Hukum adat sasi yang dikenal di Maluku
menerapkan suatu larangan untuk menangkap ikan pada waktu-waktu tertentu. Hal ini
ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada alam dalam mengembangbiakan secara
alami demi keberlanjutan persediaannya. Agar sasi dapat ditegakan seperti halnya dalam
konsep hukum maka Korps Kewang (semacam polisi) yang diangkat oleh Dewan Adat
mengawasi pelaksanaan dan menegakkan aturan ini demi kepentingan keutuhan sumberdaya
hayati perikanan. Dengan demikian keberlanjutan dari kegiatan sasi dengan sistem penegakan
hukumnya telah menggambarkan salah satu contoh aplikasi dari hukum pembangunan
berkelanjutan.
Asas-asas hukum nasional juga berkembang di Indonesia sebagai salah satu sumber
hukum terpenting. Asas-asas pemerintahan yang baik, asas-asas good governance, asas-asas
hukum perdata, hukum islam, dll merupakan asas-asas hukum nasional yang berkembang

saat ini. Asas-asas ini dapat juga berasal dari nasional maupun dari dunia internasional. Asasasas hukum nasional yang terkait dengan hukum pembangunan berkelanjutan diantaranya :
a. Asas-asas hukum Pidana
b. Asas-asas hukum perdata
c. Asas-asas hukum administrasi negara
d. Asas-asas hukum internasional
e. Asas-asas hukum tata negara
f. Asas-asas hukum islam
Di Indonesia putusan pengadilan yang dapat dikaitkan dengan hukum pembangunan
berkelanjutan diantaranya adalah :
a.1. Perkara Pengujian UU No. 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan
Perkara ini dipustuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 7 Juli 2005. Gugatan
diajukan oleh Koalisi LSM terhadap Pemerintah RI. Inti dari perkara ini adalah apakah UU
no. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan melanggar Undang-undang dasar 1945 ?
Salah satu gugatannya adalah UU ini telah bertentangan dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan, terutama pada Bagian III 3.5. yang nyata-nyata bertentangan dengan Asas-asas
Pembangunan Berkelanjutan yaitu :
1. Prinsip Keadilan antargenerasi
2. Prinsip Keadilan satu generasi
3. Prinsip Pencegahan Dini
4. Prinsip Perlindungan Keanekaragaman hayati
5. Prinsip Internalisasi Biaya Lingkungan
Pada bagian pertimbangan Hukum bagian 3 pokok permohonan bagian B mengenai
pengujian materiil menyatakan :
Bahwa konsideran menimbang UU no. 19 tahun 2004 beserta penjelasan
umumdan isi pasal Perpu No. 1 /2004 yang menjadi lampiran UU a quo
bertentangan dengan asas-asas pembangunan berkelanjutansebagaimana yang
tercantum dalam dokumen yang dihasilkan UNCED tahun 1992 yaitu Prinsip
Keadilan antargenerasi, Prinsip Keadilan satu generasi, Prinsip Pencegahan Dini,
Prinsip Perlindungan Keanekaragaman hayati, prinsip Internalisasi Biaya
Lingkungan. Dengan demikian juga bertentangan dengan ketentuan pasal 33 (4)
UUD 1945 yang berbunyi Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi, berkeadilan.
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga
keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

b.2. Perkara Pengujian UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air


Putusan ini diajukan oleh LSM terhadap pemerintah dengan pokok perkara apakah UU No.
7/2004 bertentangan dengan UUD 1945. Bab IV Fakta Hukum tentang Hak Rakyat atas air
dalam standard dan norma hukum internasional tentang Hak Asassi Manusia :
7.......pernyataan semacam ini terus diulangi seperti dinyatakan dalam Commmission on the
Human Right 2003/71 dimana disebutkan bahwa Hak asasi manusia dan lingkungan hidup
sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan (Human right and the environment as a
part of sustainable development).

Peran Penduduk Dalam Pembangunan Berkelanjutan


Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan
berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari
pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat,
namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal
antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan yang semakin terbatas.
Penduduk Berkualitas merupakan Modal Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan
komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah
memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik,
tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga
harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas
dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

Peran Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan


Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut paradigma
pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya merupakan suatu kota yang
nyaman bagi penghuninya, dimana akses ekonomi dan sosial budaya terbuka luas bagi setiap
warganya untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi sosial warganya
serta

kedekatan

dengan

lingkungannya.

Menurut

Budimanta

(2005),

bila

kita

membandingkan wajah kota Jakarta dengan beberapa kota di Asia maka akan terlihat kontras
pembangunan yang dicapai. Singapura telah menjadi kota taman, Tokyo memiliki modal
transportasi paling baik di dunia, serta Bangkok sudah berhasil menata diri menuju
keseimbangan baru ke arah kota dengan menyediakan ruang yang lebih nyaman bagi
warganya melalui perbaikan moda transportasinya. Perbedaan terjadi karena Jakarta

menerapkan cara pandang pembangunan konvensional yang melihat pembangunan dalam


konteks arsitektural, partikulatif dalam konteks lebih menekankan pada aspek fisik dan
ekonomi semata. Sedangkan ketiga kota lainnya menerapkan cara pandang pembangunan
berkelanjutan dalam berbagai variasinya, sehingga didapatkan kondisi ruang kota yang lebih
nyaman sebagai ruang hidup manusia di dalamnya. Menurut Budihardjo (2005), rencana tata
ruang adalah suatu bentuk kebijakan publik yang dapat mempengaruhi keberlangsungan
proses pembangunan berkelanjutan. Namun masih banyak masalah dan kendala dalam
implementasinya dan menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Konflik yang paling sering
terjadi di Indonesia adalah konflik antar pelaku pembangunan yang terdiri dari pemerintah
(public sector), pengusaha atau pengembang (private sector), profesional (expert), ilmuwan
(perguruan tinggi), lembaga swadaya masyarakat, wakil masyarakat, dan segenap lapisan
masyarakat. Konflik yang terjadi antara lain: antara sektor formal dan informal atau sektor
modern dan tradisional di perkotaan terjadi konfl ik yang sangat tajam; proyek urban
renewal sering diplesetkan sebagai urban removal; fasilitas publik seperti taman kota
harus bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang akan dibangun; serta
bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti dengan bangunan modern dan
minimalis karena alasan ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, maka kota bukanlah menjadi
tempat yang nyaman bagi warganya. Kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan cenderung
dikibarkan sebagai slogan yang terdengar sangat indah, namun kenyataan yang terjadi malah
bertolak belakang. Terkait dengan berbagai konfl ik tersebut, maka beberapa usulan yang
diajukan Budihardjo (2005) untuk meningkatkan kualitas perencanaan ruang, antara lain:
1. Orientasi jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan pemecahan masalah
jangkapendek yang bersifat inkremental, dengan wawasan pada pelaksanaan atau
action oriented plan.
2. Penegakan mekanisme development control lengkap dengan sanksi (disinsentif) bagi
berbagai jenis pelanggaran dan insentif untuk ketaatan pada peraturan.
3. Penataan ruang secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model advocacy,
participatory planning dan over-the-board planning atau perencanaan lintas sektoral,
sudah saatnya dilakukan secara konsekuendan konsisten.

4. Perlu peningkatan kepekaan sosio kultural dari para penentu kebijakan dan para
professional (khususnya di bidang lingkungan binaan) melalui berbagai forum
pertemuan/diskusi/ceramah/publikasi, baik secara formal maupun informal.
5. Perlu adanya perhatian yang lebih terhadap kekayaan khasanah lingkungan alam
dalam memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efi sien.
Keunikan setempat dan kearifan lokal perlu diserap sebagai landasan dalam merencanakan
dan membangun kota, agar kaidah a city as a social workof art dapat terejawantahkan dalam
wujud kota yang memiliki jati diri. Fenomena globalization withlocal fl avour harus
dikembangkan untuk menangkal penyeragaman wajah kota dan tata ruang. Disamping enam
usulan tersebut tentunya implementasi indikator-indikator pembangunan berkelanjutan yang
berpijak pada keseimbangan pembangunan dalam sedikitnya 3 (tiga) pilar utama, yaitu
ekonomi, lingkungan dan sosial harus menjadi dasar pertimbangan sejak awal disusunnya
suatu produk rencana.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA DALAM
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Uraian di atas menunjukkan kita bahwa secara umum kita sudah mempunyai landasan
formal yang cukup untuk melaksanakan prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam
pelakanaan pembangunan nasional di negeri kita. mengenai pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup Tap IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004 menentukan :
konsep pembangunan berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijakan, namun dalam
pengalaman praktek selama ini, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak
terkendali dengan akibat perusakan lingkungan yang mengganggu pelestarian alam;
ungkapan ini menunjukkan adanya pengakuan dari lembaga tertinggi negara kita tentang
masih belum terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan dalam pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian Hal senada dapat juga dilihat dalam konsideran Tap
IX/MPR/2001 yang menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya agraria/ sumber daya alam
yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan
strukutur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan
berbagai konflik. Kemudian disebutkan pula bahwa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria atau sumber daya alam saling tumpang
tindih dan bertentangan.

Persoalan ini bukan hanya dihadapi di Indonesia akan tetapi juga berlaku secara
global dan proses globalisasi itu sendirilah sebenarnya yang memperlemah pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan, seperti yang dikatakan oleh Martin Khor bahwa dalam
penjelasanya, proses globalisasi telah semakin mendapat kekuatan, dan proses tersebut telah
dan akan semakin menenggelamkan agenda pembangunan yang berkelanjutan (Khor, 2002 :
56).
Dalam tulisannya, Sonny keraf menyebutkan ada dua penyebab kegagalan penerapan
konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menurut pendapatnya : salah satu sebab dari
kegagalan mengimplementasikan paradigma tersebut adalah, paradigma tersebut kurang
dipahami sebagai memuat prinsip-prinsip kerja yang menentukan dan menjiwai seluruh
proses pembangunan. Paradigma ini tidak dipahami sebagai bentuk prinsip pokok politik
pembangunan itu sendiri. Pada akhir cita-cita yang dituju dan ingin diwujudkan dibalik
paradigma tersebut tidak tercapai. Karena, prinsip politik pembangunan yang seharusnya
menuntut pemerintah dan semua pihak lainnya dalam rancang dan mengimplementasikan
pembangunan tidak dipatuhi, dengan kata lain paradigma pembangunan berkelanjutan harus
dipahami sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah komitmen moral tentang
bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan.
Dalam kaitan dengan itu, paradigma pembangunan berkelanjutan bukti sebuah konsep
tentang pembangunan lingkungan hidup. Paradigma pembangunan berkelanjutan juga bukan
tentang pembangunan ekonomi. Ini sebuah etika politik pembangunan mengenai
pembangunan secara keseluruhan dan bagaimana pembangunan itu seharusnya dijalankan.
Dalam arti ini, selama paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut tidak dipahami, atau
dipahami secara luas, cita-cita moral yang terkandung di dalamnya tidak akan terwujud
(Keraf, 2002 : 176).
Alasan kedua, menurut Sonny Keraf mengapa paradigma itu tidak jalan, khususnya
mengapa krisis ekologi tetap saja terjadi, karena paradigma tersebut kembali menegaskan
ideologi developmentalisme. Apa yang dicapai di KTT Bumi di Rio de Janeiro sepuluh tahun
lalu, tidak lain adalah sebuah kompromi mengusulkan kembali pembangunan, dengan fokus
utama berupa pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, selama sepuluh tahun terakhir ini, tidak
banyak perubahan yang dialami semua negara di dunia dalam rangka mengoreksi
pembangunan ekonominya yang tetap saja sama, yaitu penguasaan dan eksploitasi sumber
daya alam dengan segala dampak negatifnya bagi lingkungan hidup, baik kerusakan sumber
daya alam maupun pencemaran lingkungan hidup (Keraf, 2002 :167-168).

Sekalipun pembangunan berkelanjutan berada pada suatu titik terendah, menurut


Martin Khor, namun muncul juga tanda kebangkitannya kembali sebagai suatu paradigma.
Keterbatasan dan kegagalan globalisasi telah menyebabkan munculnya reaksi negatif dari
sebagian masyarakat yang pada akhirnya mungkin akan berdampak pada terjadinya
perubahan sejumlah kebijakan. Dengan munculnya kekuatan pro pembangunan berkelanjutan
dalam pemerintahan di negara-negara sedang berkembang (NSB) mereka menjadi lebih sadar
akan hak-hak dan tanggungjawab untuk meralat berbagai persoalan yang ada pada saat ini
termasuk mengubah sejumlah peraturan dalam WTO. World Summit On Sustainable
Development - WSSD (Konferensi Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan) memberikan
kesempatan yang bagus untuk memusatkan kembali perhatian masyarakat maupun upayaupaya pemantapan, bukan semata-mata mengenai persoalan itu, melainkan juga kebutuhan
untuk menggeser paradigma-paradigma (Khor, 2003 : 6). Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Indonesia patut di catat penilaian dari D. Pearce
& G Atkinson dalam tulisanya A Measure of Sustainable Development (Ecodecision, 1993 :
65) sebagaimana dikutip oleh Soerjani,. Dua penulis ini menilai pembangunan Indonesia
dinilai masih belum sustainable. Hal ini dengan alasan bahwa depresiasi sumber daya alam
Indonesia besarnya adalah 17% dari GDB, sedangkan invesmennya hanya 15 %.
Pembangunan itu baru dinilai sustainable dalam memanfaatkan sumber daya alam itu melalui
rekayasa teknologi dan seni, sehingga kalau yang kita konsumsi nilai tambahnya, sangat
mungkin dapat ditabung untuk invesment senilai 17% atau bahkan lebih. Jadi jelas bahwa
kemampuan sumber daya manusia untuk memberi nilai tambah sumber daya pendukung
pembangunan melalui penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni merupakan kunci
apakah pembangunan yang dilaksanakan itu sustainable berkelanjutan, berkesinambungan
atau tidak (Soerjani,1997 :66-67).
Cara-cara pengelolaan SDA :
a) Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingungan
Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan adalah usaha sadar untuk mengelola
sumber daya alam sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian suatu lokasi dengan potensi
produktivitas lingkungannya. Pengelolaan SDA berwawasan lingkungan bertujuan untuk
melestarikan sumber daya alam agar lingkungan tidak cepat rusak. Selain itu bertujuan untuk
menghindarkan manusia dari bencana lingkungan seperti banjir, longsor, pencemaran
lingkungan dan berkurangnya keragaman flora dan fauna. Pelestarian lingkungan harus
senantiasa dijaga agar terjadi keseimbangan lingkungan, keselarasan , keseimbangan
lingkungandsan mempertahankan daya dukung lingkungan serta memberikan manfaat secara

tetap dari waktu ke waktu. Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berwawasan
lingkungan :
1.
2.
3.
4.
5.

Menggunakan pupuk alami atau organik


Penggunaan pestisida sesuai kebutuhan
Penggunaan peralatan yang tepat dalam pembukaan tanah agar top soil tidak hilang
Tidak membuang zat pencemar dan beracun kedalam air, sungai dan laut
Setiap pabrik industri harus membuat cerobong asap yang tinggi dan melakukan

penyaringan asap.
6. Tidak membangun perumahan atau industri diwilayah resapan air.
b) Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
pengelolaan sumber daya lama berkelanjtan adalah uaya sadar dan berencana
mennggunakan dan mengelola sumber daya alamsecara bijaksana untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia dimasa sekarang dan dimasa depan. Pengelolaan sumber daya alam
berkelanjutan didasarkan pada dua prinsip yaitu SDA terutama SDA yang tidak dapat
diperbaharui memiliki persediaan yang terbatas sehingga harus dijaga ketersediaanya dan
digunakan secara bertanggung jawab. Kedua pertambahan penduduk setiap tahun meningkat
maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh karena itu potenis sumber daya alam harus
mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan.
Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
1.
2.
3.
4.

Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam


Menggunakan SDA secara efisien
Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor aga memiliki nilai jual yang tinggi dan

5.

mengurangi pengunana barang tambang


Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang menggunakan SDA
dengan biaya yang murah dan meminimalkan dapak negatif terhadap lingkungan.
Ekofiensi mempunyai 2 prinsip yaitu prinsip mengoptimalkan daya dukung lingkungan
dan prinsip meningkatkan efiensi bahan baku. Contohnya , menghemat penggunaan air,
menghemat penggunaan listrik dll.

Pelestarian SDA
Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan yang harus dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dalam memanfaatkan sumber daya alam tersebut tidak boleh dengan
seenaknya. Jika saat ini kita dengan seenaknya menggunakan, maka suatu saat kita akan
menemui masalah. Manusia akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sumber daya alam yang dapat diperbarui pun, jika pemanfaatannya dengan seenaknya, lama

kelamaan juga akan punah. Untuk itu usaha pelestarian sumber daya alam harus senantiasa
dilakukan. Cara pelestarian sumber daya alam antara lain sebagai berikut:
1. Sumber daya alam biologis (hewan liar)
Sumber daya alam hewan dapat berupa hewan liar maupun hewan yang sudah
dibudidayakan. Termasuk sumber daya alam satwa liar adalah penghuni hutan. Penhuni
padang rumput, penhuni padang ilalang, penghuni padang stepa, dan penghuni sayana
misalnya harimau, gajah, kera, ular, babi hutan, bermacam-macam burung, serangga dan
lainnya.
Untuk menjaga kelestarian hewan langka maka penagkapan hewan-hewan dan juga
perburuan
1.Para

haruslah
pemburu

menaati
harus

pertaturan
mempunyai

tertentu
lisensi

seperti
(surat

berikut
izin

berburu)

2. Senjata untuk berburu harus tertentu macamnya


3. Membayar pajak dan mematuhi undang-undang perburuan
2. Sumber daya alam (lahan)
Lahan sebagai suatu kesatuan dari sejumlah SDA yang tetap dan terbatas dapat
mengalami kerusakan dan atau penurunan produktivitas sumber daya alam tersebut
(jamulya,1991;1). Upaya pelestarian Pemanfaatan lahan potensial perlu diimbangi dengan
pembangunan lingkungan hidupnya berupa pemeliharaan dan perlindungan terhadap tanah,
tumbuhan,hewan,air dan lain-lain agar memiliki daya guna. Pemeliharaan dan perlindungan
itu antara lain sebagai berikut :
1) penanaman kembali lahan-lahan yang gundul. Upaya ini bertuuan untuk memelihara
kesuburan tanah dari ancaman adanya erosi dan longsor
2) peremaian hutan pembuatan terasering bertujuan untuk pencegahan erosi
3) pembatasan lahan untuk pertanian yaitu hanya pada lereng-lereng yang memiliki
kecuraman dari 45 derajat. Lereng yg berkecuraman lebih dari 45 derajat apalagi bila
4)
5)
6)
7)

vegetasinya kurang maka potensi untuk timbulnya erosi sangat besar.


Pembuatan saluran pembuangan air menurut konturnya
Penanaman pohin-pohon pelindung
Teknis penanaman dengan sistem kontur
Penanaman lahan dengan sistem tupang sari

3. Usaha Pelestarian Sumber Daya Air


Sumber daya air merupakan kebutuhan mutlak setiap manusia. Setiap manusia
membutuhkan air yang bersih. Air yang bersih dan bebas polusi juga dibutuhkan oleh hewan

dan tumbuhan. Pelestarian sumber daya air dapat dilakukan antara lain dengan cara tidak
membuang sampah di sembarang tempat, menanam banyak pohon dan hemat air.
4. Usaha Pelestarian Sumber Daya Tanah
Tanah yang subur bermanfaat bagi makhluk hidup. Manusia makan berbagai jenis
hewan. Hewan memakan tumbuhan. Tumbuhan bisa tumbuh dengan baik pada tanah yang
subur. Berarti secara langsung maupun tidak semua makhluk membutuhkan tanah yang subur.
Tanah yang subur memiliki lapisan yang disebut humus. Humus terletak pada lapisan tanah
yang paling atas. Humus akan hilang bila terkikis oleh air. Penanaman pohon-pohon dapat
mencegah terkikisnya humus. Tanah juga bisa menjadi tidak subur jika terkena polusi.
Penyebab polusi tanah adalah bahan-bahan beracun seperti sabun dan limbah pabrik.
5. Usaha Pelestarian Hutan
Pelestarian hutan dapat kita lakukan dengan berbagai cara. Cara atau usaha
melestarikan sumber daya alam dapat kita lakukan dengan langkah -langkah berikut :
1) Reboisasi,penghijauan dan rehabilitasi hutan. Reboisasi merupakan cara pelestarian
sumber daya alam dengan cara melakukan penanaman kembali hutan-hutan yang
sudah gundul. Reboisasi ini merupakan cara yang berskala besar. Penghijauan adalah
pelestarian sumber daya alam berselaka kecil yaitu usaha penanaman tanah milik
penduduk dengan tanaman budi daya. Sedangkan Rehabilitasi hutan adalah cara atau
usaha perbaikan hutan dengan cara mengganti tanaman yang sudah rusak ,mati, dan
tua.
2) Pengawetan tanah guna mempertahankan kesuburan. Kesuburan tanah dapat
dipertahankan dengan cara memberi pupuk untuk menambah unsur hara di dalam
tanah sesuai petunjuk yang benar agar tidak menimbulkan pencemaran.Cara
berikutnya dapat kita lakukan dengan cara membuat pematang,parit atau terasering
pada tanah yang letaknya miring gunanya untuk mencegah erosi.
Pengawetan tanah juga perfungsi untuk menyimpan air. Hal ini dilakukan untuk
mencegah atau menghilangnya air dari dalam tanah akibat penguapan atau mengalir
jauh ke bawah tanah dan mengalir ke tempat lain atau terbuang percuma. Cara ini
dilakukan dengan mengusahakan agar permukaan tanah selalu tertutup oleh tanaman
penutup , untuk mengurangi kerusakan tanah. selain itu dapat dilakukan dengan cara
menanam pohon-pohon besar agar pohon -pohon ini dapat menahan air, sehingga
tidak meresap jauh ke dalam tanah atau mengalir ke tempat lain.
3) Pengolah Daerah Aliran sungai ( DAS).

DAS merupakan langkah pengaturan air sungai untuk keperluan pertanian. Kalau
langkah ini tidak dilakukan jelas air sungai mengalir percuma dan tidak dimanfaat.
Pengaturan Daerah aliran sungai sejak dahulu telah dilakukan oleh Masyarakat
Propinsi Bali dengan istilah SUBAK. Langkah ini juga merupakan usaha pelestarian
sumber daya alam.
4) Penertiban pembuangan sampah. Penertiban pembuangan sampah dilakukan untuk
mencegah agar penduduk tidak membuang sampah sembarang. Jika sampah dibuang
ke sungai jelas akan menimbulkan pencemaran air belum lagi bau busuk menyengat
jika sampahnya tertimbun di muara sungai. Maka pemerintah menghimbau agar
penduduk jika mempunyai sampah keluarga hendak disortir dulu mana patut dibakar
agar hasil pembakaran dapat digunakan sebagai pupuk dan mana yang bisa diolah
kembali.Sehingga produk sampah ada dua yaitu sampah organik dan non organik.
5) Penertiban pembuangan limbah industri. Semua pabrik yang aktif memproduksi suatu
produk jelas menghasilkan hasil sampingan berupa limbah. Nah limbah ini
seyogyanya diolah kembali agar bisa bermanfaat. Jika limbah tersebut banyak
mengandung racun maka langkah yang harus dilakukan dengan cara menetralisir
racunnya dahulu baru dibuang. Penetralisiran racun tersebut untuk menghindari
pencemaran.
6. Usaha Pelestarian Mineral Logam
Mineral logam banyak dimanfaatkan untuk membuat perhiasan, kabel, kaleng, alatalat otomotif, sepeda dan lain sebagainya. Logam merupakan bahan yang sulit diuraikan
tanah. Sehingga barang-barang yang berasal dari logam jika dibuang dapat menjadi polusi
tanah dan air. Mineral logam juga merupakan bahan yang tidak dapat diperbarui. Sehingga
pelestarian logam dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang barang-barang bekas.
Mendaur ulang barang bekas bisa dengan meleburnya kembali. Atau membuat kreasi baru
dari barang bekas menjadi barang lain yang bermanfaat.
7. Usaha Pelestarian Sumber Daya Energi
Sumber daya energi merupakan sumber daya yang menghasilkan tenaga. Sumber daya
energi seperti minyak bumi, gas alam dan batubara merupakan sumber daya penting bagi kita.
Sumber daya energi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan listrik. Sumber
daya energi termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Artinya suatu saat bisa
habis. Pelestarian sumber daya energi dapat dilakukan dengan cara berhemat.

Anda mungkin juga menyukai