Anda di halaman 1dari 3

c c c


    


Boven Digul menjadi terkenal bagi masyarakat Indonesia karena tempat


tersebut menjadi kamp bagi para interniran Pemerintah Hindia Belanda
sekitar akhir tahun 1920an hingga kamp tersebut ditutup tahun 1941
(Vlekke, 2008). Cukup banyak tokoh kemerdekaan nasional yang pernah
merasakan pahitnya hidup di Tanah Merah Boven Digul seperti Bung Hatta,
Bung Sjahrir dan lainnya.

Kamp interniran Tanah Merah Boven Digul terletak pedalaman Papua


bagian selatan, sedangkan Pulau Papua sendiri merupakan pulau terbesar
kedua setelah Greendland di Antartika yang memang sudah lama dikenal
oleh para pelaut Eropa. Bangsa Portugis sekitar tahun 1512 menemukan
pulau ini dan memasukkannya ke dalam peta, tetapi mereka tid ak
mendarat. Diantara para pelaut Portugis yang tercatat menemukan pulau
ini diantaranya Jorge de Menzenez dan Antonio DAbreu.

Pada tahun 1528, Papua kembali dicatat oleh pelaut Spanyol Alvaro de
Saveedra, disusul pelaut Spanyol yang lain, Inigo Ortis de Retes di tahun
1945 yang melayari pantai Papua dengan kapalnya Saint Juan, ketika ia
datang dari Pulau Tidore dalam pelayarannya ke Mexico. Kemudian disusul
oleh Louis Vaez de Torres berlayar lewat pantai Selatan dan ia mendarat di
Papua sebagai representasi simbolik bahwa Papua milik Kerajaan Spanyol.
Di kemudian hari nama de Torres diabadikan menjadi nama selat yang
memisahkan antara Papua dan Australia.

Pelaut-pelaut Belanda baru menapaki Papua sekitar awal abad 17 dalam


usahanya mencari sumber kekayaan alam seperti emas dan kulit pohon
Massoi yang diperlukan untuk membuat wewangian. Beberapa nama
seperti Jan Cartensz dan Abel Janszoon Tasman tercatat sebagai
penjelajah Belanda yang menginjak bumi Papua. Namun demikian VOC
sendiri tidak mengutamakan ekspedisi ke Papua karena lebih
berkonsentrasi mengeksplorasi pulau-pulau lain di nusantara terutama di
Pulau Jawa.
Pihak penjelajah Inggris pun baru mulai menjelajahi Papua sekitar akhir
akhir abad 18, dimana sekitar tahun 1770, seorang pelaut Inggris yan g
terkenal, James Cook, menuntut hak Inggris atas pulau tersebut. Namun
demikian, Perang Eropa yang dipicu oleh Napoleon, mengembalikan hak
Inggris atas pulau tersebut tersebut kepada Belanda yang pada waktu itu
di bawah kekuasaan Perancis.

Kekuasaan nyata Belanda terhadap Papua baru dimulai pada tahun 1828,
ketika Belanda mendirikan Benteng Du Bus di Teluk Triton (Papua Barat
Daya) dengan Merkusoord sebagai tempat pemukiman. Tetapi berkali -kali
benteng tersebut mengalami bencana, yakni penyakit, wabah d an
serangan orang-orang Papua, sehingga pada tahun 1836 benteng tersebut
ditinggalkan.

Tahun 1898, Belanda mulai serius menggarap Papua (terutama di bagian


barat) dengan mendirikan beberapa benteng, pos dan pemukiman
terutama di Papua bagian Utara seperti Hollandia, Manokwari, Fakfak
(Babo) dan sebagainya. Tahun 1902 dibangun pos bagian selatan yaitu
Merauke yang pada waktu itu menjadi terkenal sebagai pusat pemburuan
burung Cendrawasih yang kemudian dilarang.

Sejalan dengan itu di Papua bagian Timur dija dikan daerah prokterorat
oleh Jerman ( Deutsch Neuguinea). Pengukuhan proktetorat ini terjadi
pada tahun 1884. Menariknya adalah, yang melakukan penguasaan atas
Papua Timur adalah orang-orang Jerman yang bekerja untuk kapal dagang
VOC. Penguasaan Jerman atas Papua Timur berakhir ketika mereka kalah
dalam perang dunia pertama. Jerman menyerahkan Papua Timur ke
tangan Australia.

Pada tahun 1907 dilakukan ekspedisi militer Belanda ke Boven Digul


pertama kali. Sebuah kapal yang bernama Valk melayari Sungai Digul
hingga maju sampai 540 km ke arah hulu dan tempat yang dicapai kira -
kira letaknya 40 km dari Tanah Tinggi. Ekspedisi berikutnya dilakukan pada
tahun 1909. Kapal Zwaluw tidak hanya memasuki Sungai Digul saja,
tetapi juga anak-anak sungai dan semuanya dimasukkan ke dalam peta.
Begitu pula ekspedisi yang dilakukan pada tahun 1912 -1913 dimana Pos
Assike didirikan di tepi kiri Sungai Digul, kira -kira 335 km dari muara
sungai.

Setelah terjadi pemberontakan tahun 1926 di Banten terhadap


pemerintahan Kolonial Belanda, pada tanggal 10 Desember 1926 Gubernur
Jenderal A.C.D. de Graeff mengeluarkan keputusan membentuk
pemerintahan administratif Onder-Afdeling (Distrik) Boven Digul.
Pemerintah kolonial berniat meng-internir para pemberontak Banten dan
Sumatera Barat kesana.

De Graeff menugaskan Kapten L.Th. Becking untuk membangun Kamp


Tanah Merah dan sekaligus menjadi Kepala Daerah untuk Distrik Boven
Digul. Pada tanggal 27 Januari 1927, kapal Fomalhout memasuki Sungai
Digul dan membuang sauhnya pada jarak 455 km km dari pantai. Becking
membawa persedian berbagai macam bahan makanan yang dimasukkan
ke dalam kaleng minyak tanah untuk akomodasi 120 orang tentara dan 60
orang kuli, total bahan makanan disiapkan untuk persediaan selama tiga
bulan. Keesokan harinya Letnan Drejer memasuki hutan dan membukanya
menjadi kamp interniran yang kemudian dikenal sebagi Tanah Merah.

Sumber :

1. Lima Belas Tahun Digul. I.F.M.Chalid Salim*. Bulan Bintang. 1977


2. Nusantara. Bernard H.M.Vlekke. Kepustakaan Populer Gramedia. 2008

Semoga Bermanfaat

* I.F.M. Chalid Salim adalah salah seorang Digoelis, adik kandung dari Haji
Agoes Salim.

Anda mungkin juga menyukai