Isi
Isi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk
hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup
(enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.
Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui
aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis
suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa
gen pada organisme tersebut. Selain itu bioteknologi juga memanfaatkan sel
tumbuhan atau sel hewan yang dibiakkan sebagai bahan dasar sebagai proses
industri.
Bioteknologi adalah semua aplikasi teknologi yang menggunakan sistem
biologi, organisme hidup untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses
untuk kegunaan khusus (FAO, 2000). Menurut Habibi- Najafi (2006),
bioteknologi pangan didefinisikan sebagai aplikasi teknik biologis untuk hasil
tanaman pangan, hewan, dan mikroorganisme dengan tujuan meningkatkan sifat,
kualitas, keamanan, dan kemudahan dalam pemrosesan dan produksi makanan.
Hal ini termasuk proses produksi makanan tradisional seperti roti, asinan/ acar,
dan keju yang memanfaatkan teknologi fermentasi.
Bioteknologi tanaman pangan melibatkan penggunaan mikroba atau bahan
biologi untuk melakukan proses spesifik pada tanaman untuk kepentingan
manusia. Hal ini dilakukan dengan menciptakan spesies tanaman yang
metabolismenya disesuaikan untuk menyediakan bahan baku sesuai dengan
kualitas, fungsionalitas dan ketersediaannya. Akibatnya, banyak tanaman pangan
yang secara genetik termodifikasi untuk berbagai tujuan. Banyak tanaman penting
yang tumbuh dari benih hasil rekayasa genetik dengan kekebalan terhadap
herbisida, virus, serangga dan penyakit.
Proses fermentasi adalah proses tradisional untuk meningkatkan daya
simpan hasil pertanian seperti susu, sayuran, dan daging. Banyak sekali jenis
Peran, Proses dan Produk Bioteknologi dalam Pembuatan Bahan Makanan
manis
keasam-asaman
dan
berbau
alkohol.
Hal
inilah
yang
BAB II
ISI
2.1 Bioteknologi
Peristiwa
Orang Mesir mengembangkan penggilingan gabah,
baking, membuat bir.
Orang Mesir dan Sumeria pengawetkan susu, sayur
dengan fermentasi asam.
Freeze-drying udara terbuka kentang oleh Andean
Amerindians.
Aristotle mengklasifikasikan tenaman dan hewan.
Theophrastus menulis History of Plant
Abad ke-18
Abad ke-19
Abad ke-20
(7) Keterbatasan akses terhadap benih dengan adanya paten dari tanaman hasil
rekayasa genetik,
(8) Ancaman terhadap keragaman genetik tanaman,
(9) Kekhawatiran agama/budaya/etika,
(10) Kekhawatiran karena tidak ada pelabelan pada makanan rekayasa
genetik.
2.2 Ubi Kayu
Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah
pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya
dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai
sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan
mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per
kilogram umbi akar yang masih segar. Ubi kayu (Manihot utilissima)
menghasilkan umbi setelah tanaman berumur 6 bulan. Setelah tanaman berumur
12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton/ha. Kerusakan yang biasa
timbul pada ubi kayu adalah warna hitam yang disebabkan oleh aktivitas enzim
polyphenolase atau biasa disebut dengan kepoyoan.
Akar-akaran
dan
umbi-umbian
kandungan
patinya
tinggi
dan
kita adalah nasi. Di samping bahan makanan pokok beras, di Indonesia dikenal
bahan makanan pokok lain, yaitu jagung, singkong, ubi, pisang dan sagu
(Marwanti, 2000).
Ketela pohon atau lebih dikenal dengan nama ubi kayu banyak ditanam di
Indonesia. Pada daerah tertentu ubi kayu merupakan makanan pokok. Pada
dasarnya ketela pohon yang banyak ditanam dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu jenis ubi pahit dan manis. Jenis yang pahit biasanya digunakan untuk
membuat pati (aci). Umur pohon untuk dipanen berkisar antara 7 12 bulan
(Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).
Beberapa varietas tanaman ubi kayu yang banyak memberikan hasil dari
pertanamannya dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Jenis Mangi : hasil umbi yang diberikan dalam pertanaman seluas 1 hektar
adalah 200 kuintal, umbi-umbinya panjang bertangkai, kadar zat tepung sekitar
37%, bila direbus rasanya manis.
b. Jenis Valenca : memberikan hasil untuk pertanamannya seluas 1 hektar sekitar
200 kuintal umbi, keadaan umbi dari sedang sampai gemuk dan bertangkai, kadar
zat tepung sekitar 33,1%, bila direbus rasanya manis.
c. Jenis Betawi : hasil umbi dari pertanaman seluas 1 hektar adalah sekitar 300
kuintal, umbi-umbinya gemuk tidak bertangkai, kadar zat tepung 34,4%, bila
direbus rasanya manis.
d. Jenis Bogor : hendaknya diperhatikan agar umbinya tidak perlu dimakan karena
rasanya pahit dan beracun, hanya baik dibuat untuk tepung kanji. Umbinya
memang gemuk-gemuk, bertangkai dengan kadar zat tepung yang dikandungnya
sekitar 30,9%. Hasil pertanaman 1 hektar sekitar 400 kuintal.
e. Jenis Basiorao : juga umbinya beracun, rasanya pahit, keadaan umbi agak
gemuk dan bertangkai pendek, kadar zat tepung sekitar 31,2%. Hasil umbi yang
diperoleh untuk penanaman seluas 1 hektar adalah sekitar 300 kuintal, sebagai
bahan untuk industri tepung kanji.
f. Jenis Sao Pedro Petro : keadaan umbi seperti jenis Basiorao dengan kadar zat
tepung 35,4%, hasil umbi 1 hektar sekitar 400 kuintal.
g. Jenis Muara : hasil umbinya gemuk-gemuk, tetapi sangat beracun, kadar zat
tepung 26,9%, hasil 1 hektar sekitar 400 kuintal.
(Kartasapoetra, 1994).
Ubi kayu (Manihot utilissima) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak
atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari
bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan
yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1 4 meter. Daun ubi kayu
memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan dan
tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna
kuning, hijau atau merah (Iptek, 2009).
Adapun komposisi kimia ubi kayu atau singkong dapat dilihat dari tabel berikut
ini :
yang terdiri dari 2 monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida yaitu
sukrosa. Bahan monosakarida yang terdapat diperdagangan umumnya dibuat
melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan
dan obat-obatan seperti glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung, ketela
pohon, ubi jalar dan lainnya.
2.3 Tape
Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Tape dibuat dari bahan makanan yang mengandung
karbohidrat seperti singkong, ketan dan bahan-bahan lain yang mengandung
tepung/karbohidrat. Tape mempunyai rasa manis, beraroma alkohol dan
mempunyai tekstur yang lunak seperti pasta.
Winarno (1984:59) mengungkapkan suatu bahan disebut tape apabila bahan yang
telah diragikan berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasam-asaman dan
berbau alkohol. Hal ini disebabkan oleh kegiatan mikroba-mikroba tertentu yang
dapat menghasilkan enzim yang mampu merombak subtrat menjadi gula dan
alkohol.
2.3.1 Ragi Tape
Starter yang digunakan untuk produksi tape disebut ragi, yang umumnya
berbentuk bulat pipih dengan diameter 4 6 cm dan ketebalan 0,5 cm. Ragi tape atau
ragi
pasar
adalah
inokulum
campuran
kapang,
khamir
dan
bakteri.
Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape antara lain adalah kapang
Amylomyces rouxii, Mucor sp dan Rhizopus sp. Khamir Saccharomycopsis
fibuligera,
Saccharomycopsis
malanga,
Pichia
burtonii,
Saccharomyces
cereviceae dan Candida utilis serta bakteri Pediococcus sp, dan Bacillus sp.
Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam menghasilkan
tape.
Ragi tape dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan yang terdiri dari tepung
ketan putih, bawang putih, merica, lengkuas, cabai untuk jamu dan air perasan
Tidak
ada
faktor-faktor
lingkungan
yang
dikendalikan.
Mikroorganisme yang diharapkan maupun kontaminan dapat tumbuh bersamasama. Pada lingkungan pabrik ragi, mikroflora yang ada telah didominasi mikroba
ragi. Namun demikian, ragi yang dibuat pada musim hujan akan dijumpai Mucor
sp dan Rhizopus sp dalam jumlah yang lebih banyak dan dibutuhkan waktu
pengeringan yang lebih lama (Laboratorium Bioindustri TIP, 2008). Berikut
merupakan informasi kandungan gizi yang terkandung dalam 100 gram ragi.
Tabel 3. Kandungan Gizi Ragi Setiap 100 gram
ragi
2C2H5OH + 2CO2
1. Hidrolisis
Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air
untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan
proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang
lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa. Reaksi
hidrolisis dapat terjadi pada semua ikatan yang menghubungkan monomer yang
Peran, Proses dan Produk Bioteknologi dalam Pembuatan Bahan Makanan
satu dengan yang lainnya sehingga diperoleh produk berupa glukosa. Proses
hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam atau
gabungan keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar
dengan hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara asam memutus rantai pati secara
acak, sedangkan hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik
pada percabangan tertentu. Hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan
dibandingkan hidrolisis asam, karena prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya
dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dan kerusakan warna dapat
diminimalkan. Secara garis besar, tahap hidrolisis pati adalah gelatinisasi,
liquifikasi dan sakarifikasi.
Menurut Purba (2009) proses hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu: Enzim, ukuran partikel, suhu, pH, waktu hidrolisis,
perbandingan cairan terhadap bahan baku (volume substrat), dan pengadukan.
Enzim yang dapat digunakan adalah -amilase, -amilase, amiloglukosidase,
glukosa isomerase, pullulanase, dan isoamilase. Enzim yang biasa digunakan
untuk proses pembuatan sirup glukosa secara sinergis adalah enzim -amylase dan
enzim glukoamilase. Enzim -amylase akan memotong ikatan amilosa dengan
cepat pada pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Kemudian enzim
glukoamilase akan menguraikan pati secara sempurna menjadi glukosa pada tahap
sakarifikasi. Secara umum proses hidrolisis terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
a. Gelatinisasi
Gelatinisasi, yaitu memecah pati yang berbentuk granular menjadi
suspensi yang viscous. Gelatinisasi, yaitu memecah pati yang berbentuk granular
menjadi suspensi yang viscous. Granular pati dibuat membengkak akibat
peningkatan volume oleh air dan tidak dapat kembali lagi ke kondisi semula.
Perubahan inilah yang disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granular pecah disebut
suhu gelatiniasi yang dapat dilakukan dengan adanya panas.
b. Liquifikasi
Tahap liquifikasi secara enzimatik merupakan proses hidrolisa pati
menjadi dekstrin oleh enzim pada suhu diatas suhu gelatinisasi dan pH optimum
aktivitas enzim, selama waktu yang telah ditentukan untuk setiap jenis enzim.
Peran, Proses dan Produk Bioteknologi dalam Pembuatan Bahan Makanan
Proses liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana larutan menjadi lebih
encer seperti sup.
c. Sakarifikasi
Tahap sakarifikasi adalah tahap pemecahan gula kompleks menjadi gula
sederhana dengan penambahan enzim glukoamilase. Pada tahap ini dekstrin
diubah menjadi glukosa. Untuk memurnikan sirup glukosa yang dihasilkan dapat
dengan proses absorbsi oleh arang aktif.
2. Fermentasi Gula Menjadi Alkohol
Enzim yang mampu memecah glukosa menjadi alkohol dan CO 2 adalah
enzim komplek yang disebut Zimase yang dihasilkan oleh genus Saccharomyces.
Proses ini terus berlangsung dan akan terhenti jika kadar etanol sudah meningkat
sampai tidak dapat diterima lagi oleh sel-sel khamir. Tingginya kandungan
alkohol akan menghambat pertumbuhan khamir dan hanya mikroba yang toleran
terhadap alkohol yang dapat tumbuh.
3. Pembentukan Asam
Apabila proses fermentasi tape terus berlanjut maka terbentuk asam asetat
karena adanya bakteri Acetobacter yang sering terdapat pada ragi yang bersifat
oksidatif. Metanol yang dihasilkan dari penguraian glukosa akan dipecah oleh
Acetobacter menjadi asam asetat, asam piruvat, dan asam laktat. Asam piruvat
adalah produk antara yang terbentuk pada hidrolisis gula menjadi etanol. Asam
piruvat dapat diubah menjadi etanol dan asam laktat.
4. Pembentukan Ester
Alkohol yang dihasilkan dari penguraian glukosa oleh khamir akandipecah
menjadi asam asetat pada kondisi aerobik. Pada proses fermentasi lanjut, asamasam organik yang terbentuk seperti asam asetat akan bereaksi dengan etanol
membentuk suatu ester aromatik sehingga tape memiliki rasa yang khas.
2.4 Fermentasi
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab
fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Menurut Winarno (1984) terjadinya
proses fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat pangan sebagai akibat
Peran, Proses dan Produk Bioteknologi dalam Pembuatan Bahan Makanan
sederhana, heksosa, pentosa, pati, pektin, selulosa dan lignin. Pada umumnya
karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida dan
polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat tediri dari lima
atau enam atom karbon (C), oligosakarida merupakan polimer dari 210
monosakarida, dan polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10
monomer monosakarida. Salah satu jenis polisakarida adalah pati yang banyak
terdapat dalam serealia dan umbiumbian. Selama proses pematangan, kandungan
pati berubah menjadi gula-gula pereduksi yang akan menimbulkan rasa manis
(Winarno, 2002).
Fermentasi gula oleh ragi dapat menghasilkan etil alkohol dan karbon dioksida
menjadi dasar dari pembuatan tape.
C6H12O6
ragi
Sifat fisik dan sifat kimia alkohol dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Sifat kimia dan fisika Alkohol
BAB III
KESIMPULAN
1. Bioteknologi adalah semua aplikasi teknologi yang menggunakan sistem
biologi, organisme hidup untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses
untuk kegunaan khusus. Bioteknologi pangan didefinisikan sebagai aplikasi
teknik biologis untuk hasil tanaman pangan, hewan, dan mikroorganisme dengan
tujuan meningkatkan sifat, kualitas, keamanan, dan kemudahan dalam pemrosesan
dan produksi makanan.
2. Sejarah produksi bioteknologi pangan dimulai dengan produksi makanan
fermentasi seperti wine, roti atau keju.
Tabel Kronologi Bioteknologi Pangan (Hulse, 2004) :
Tahun
Milenium ke-4
Milenium ke-3
Milenium pertama
Peristiwa
Orang Mesir mengembangkan penggilingan
gabah, baking, membuat bir.
Orang Mesir dan Sumeria pengawetkan
susu, sayur dengan fermentasi asam.
Freeze-drying udara terbuka kentang oleh
Abad ke-4
Abad ke-18
Abad ke-19
Andean Amerindians.
Aristotle mengklasifikasikan tenaman dan
hewan. Theophrastus menulis History of
Plant
Linnaeus (Swedia) membuat formula
taksonomi klasifikasi tanaman dan hewan.
Spallanzani (Italia) mensterilisasi makanan
dan bahan organik dengan memanaskan
dalam tangki kedap udara.
Spallanzani mendemonstrasikan fertilisasi
telur dengan spermatozoa.
1820. Bracconot (Prancis) menghidrolisa
gelatin untuk memproduksi glycine, daging,
dan wool-leucine.
1840-50s. J. von Liebig mengenali protein,
lemak, karbohidrat, dan berbagai
Mineral penting untuk nutrisi manusia dan
hewan.
1854.
Lawes
&
Gilbert
(UK)
mendemonstrasikan perbedaan nilai nutrisi
antara tanaman berprotein yang diumpakan
ke babi.
1825. F. B. Raspall menggunakan iodine
sebagai pewarna untuk menampilkan
distribusi
pati dalam sel tanaman, dikenal sebagai
bapak histo-chemistry.
1827.K.E.von
Baer
(Estonian)
mendeskripsikan telur mamalia.
1830.
Robert
Brown
(Scotland)
mendeskripsikan nukleus sel tanaman.
1860s. Louis Pasteur (French) membuktikan
bahwa mikroba adalah penyebab bukan hasil
dari fermentasi dari barang yang telah
busuk.
1866. Gregor Mendel mengidentifikasikan
sifat yang diwariskan dari varietas kacang
polong yang berbeda. Hasil penemuan
Mendel ditolak sampai ditemukan lagi oleh
peneliti Amerika pada 1900.
1883. Johann Kjeldahl (Netherland),
menemukan metode analisa nitrogen dalam
protein. Pengakuan teori Mendel tentang
penurunan sifat pada semua tanaman dan
hewan.
1980/90s. Rockafella Foundation dan
International Rice Research Institute
menemukan
cara
transgenik
untuk
mentransfer sifat anti hama antara Oryza
spp. liar dan hasil panen,
dikembangkan pangan transgenik lain.
Abad ke-20
ragi
2C2H5OH + 2CO2
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. (1981). Daftar Komposisi Bahan
Makanan: Jakarta.
Depkes, RI. 1992. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta : Depkes
RI.
Food and Agriculture Organization of the United Nations. FAO Statement on
Biotechnology. Rome, Italy: Food and Agriculture Organization; March
2000.
Habibi-Najafi MB. 2006. Food biotechnology and its impact on our food supply.
Global Journal of Biotechnology &Biochemistry.
Hulse, J.H. 2004. Biotechnologies: past history, present state and future prospects.
Trends in Food Science & Technology.
Kartasapoetra, G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bina Aksara. Jakarta.
Muchtadi, T. R. & Sugiyono. (1992). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Phillips SC. 1994. Genetically engineered foods: do they pose health and
environmental hazards? CQ Researcher.
Soewarno, T. (1985). Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan Dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Winarno, F. G. (1986). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
LAMPIRAN
( DOKUMENTASI )
Miniriset ini dilakukan di salah satu tempat pembuatan tape ubi dalam skala
indusri rumahan, beralamatkan di Jl.
Proses Pembuatan Tape Ubi
1. Ubi yang telah dikupas dicuci hingga bersih
Setelah selesai peragian, ubi langsung disimpan dalam wadah tertutup dan
gelap. Pada hasil pengamatan kali ini, hasil peragian ubi langsung disimpan dalam
kemasan plastik. Setelah dua atau tiga hari kemudian, tape ubi lalu siap untuk
dipasarkan.
Foto Bersama dengan Pemilik Usaha Rumahan Pembuatan Tape Ubi