Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH BIOKIMIA II

METABOLISME SENYAWA XENOBIOTIK &


DAMPAKNYA (PESTISIDA & INSEKTISIDA)

DOSEN PENGAMPU:

Dra. M. Dwi Wiwik Ernawati, M.Kes


Drs. Haryanto, M. Kes

KELOMPOK 19

NAHRUL HAYAT

( A1C110007 )

LISA ANWAR FARNANDA

( A1C110008 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2012/2013
1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah Biokimia II tentang Metabolisme Senyawa Xenobiotik dan
Dampaknya (Pestisida & Insektisida) dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Biokimia II. Selain itu
pembuatan makalah ini adalah sebagai bukti hasil dari metode belajar selama kuliah. Penulisan
makalah ini didasarkan pada hasil literatur-literatur yang ada, baik dari buku maupun sumber
lainnya.
Dengan ini, mahasiswa juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
2. Dosen yang mengajar mata kuliah Biokimia II , Ibu Dra. M. Dwi Wiwik Ernawati, M.
Kes dan Bapak Drs. Haryanto, M. Kes
3. Rekan-rekan mahasiswa yang membantu dalam pengerjaan makalah dan dalam penulisan
makalah ini.
Makalah ini merupakan tulisan yang dibuat berdasarkan hasil yang telah di cari. Tentu
ada kelemahan dalam teknik pelaksanaan maupun dalam tata penulisan makalah ini. Maka saransaran dari pembaca dibutuhkan dalam tujuan menemukan refleksi untuk peningkatan mutu dari
makalah serupa di masa mendatang. Akhir kata, selamat membaca dan terima kasih.

Jambi, Desember 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ....................................................................................4

1.2

Rumusan Masalah........................................................................

1.3

Tujuan Penulisan.....................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Senyawa Xenobiotik.................................................................

2.2 Metabolisme Senyawa Xenobiotik...........................................

2.3 Dampak Metabolisme Senyawa Xenobiotik............................

12

2.3.1
2.3.2

Pestisida ..........................................................................
Insektisida........................................................................

12
29

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...............................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

42

LAMPIRAN.....................................................................................................

43

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini makin banyak makanan mengandung zat kimia yang asing (=xenos ) untuk
tubuh; semua zat kimia ini disebut xenobiotik. Ia dapat dengan sengaja dipakai dalam proses
membuat makanan, tetapi juga mungkin berada dalam makanan tanpa dikehendaki. Xenobiotik
yang sering terdapat dalam makanan antara lain zat tambahan makanan (pengawet, zat warna,
penyedap rasa, dsb.), pestisida, logam berat, obat, atau zat kimia lain, yang tidak dapat
dipisahkan lagi dari kehidupan kita. Strategi diversifikasi makanan juga mendorong adanya
berbagai jenis xenobiotik baru karena berkembangnya berbagai teknologi pembuatan makanan.
Jenis zat kimia tersebut berjumlah puluhan ribu. Karena zat kimia sudah demikian erat
hubungannya dengan hidup kita sehari-hari, perlu kita mengetahui bagaimana hidup
berdampingan dengannya secara aman. Dalam kehidupan sehari-hari tubuh manusia dapat
terpapar oleh ribuan xenobiotik yang setiap xenobiotik dapat menimbulkan efek toksik. Paparan
bahan xenobiotik menentukan efek bahan xenobiotik tersebut terhadap sistem biologi tubuh.
Paparan dapat bersifat akut dan biasanya dengan waktu singkat dan dalam dosis besar, sedangkan
paparan yang bersifat kronis biasanya waktunya lama dan paparannya dalam dosis kecil.
Bahan xenobitik akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan
(inhalasi), melalui saluran pencernaan makanan (ingestion), dan kontak dengan kulit. Pengaruh
bahan xenobiotik terhadap sistem biologi tubuh manusia tergantung kepada bioavailability bahan
xenobiotik, struktur luas permukaan penyerapan dalam saluran pernapasan, saluran pencernaan
makanan, dan kulit. Kemampuan bahan xenobiotik untuk mempengaruhi sistem biologi tubuh
manusia dipengaruhi oleh permeabilitas membran sel, aliran darah lokal, dan permeabilitas
kapiler darah. Bahan xenobiotik yang bersifat lipofilik akan sangat berpengaruh terhadap
jaringan tubuh yang mengandung banyak lemak, misalnya jaringan saraf dan otak.

1.2 Rumusan Masalah


Apa itu senyawa xenobiotik ?
Bagaimana metabolisme senyawa xenobiotik ?
Bagaimana dampak dari metabolisme senyawa xenobiotik (pestisida&insektisida) ?

1.3 Tujuan
Mengetahui apa itu senyawa xenobiotik.
Mengetahui dan memahami metabolisme senyawa xenobiotik.
Mengetahui dan memahami dampak dari metabolisme senyawa xenobiotik
(pestisida&insektisida).

BAB II PEMBAHASAN

2.1 SENYAWA XENOBIOTIK


Xenobiotik adalah semua senyawa kimia yang dalam keadaan normal tidak dibutuhkan
oleh tubuh makhluk hidup, meliputi obat-obatan, pestisida, pencemar lingkungan, bahan kimia
industry dan bahan pengawet, pewarna dan penyedap rasa pada produk makanan. Dalam
keseharian tubuh manusia dapat terpapar beribu-ribu xenobiotik mengingat senyawa asing yang
diketahui manusia jumlahnya lebih dari 100.00 macam, dimana setiap xenobiotik dapat
menimbulkan efek toksik. Adakalanya kita secara sengaja mengkonsumsi xenobiotik seperti
bahan pengawet, pewarna dan penyedap rasa dalam makanan, obat-obatan dan asap rokok,
walaupun tidak disertai kesadaran dan pengetahuan yang memadai akan akibat buruk yang
mungkin timbul. Sedang secara terus menerus tanpa bermaksud untuk mengkonsumsi tubuh
manusia dapat terpapar xenobiotik yang ada di lingkungan baik di udara, air maupun daratn
seperti gas karbon monoksida, benzo(a)piren, logam-logam berat dari asap gas buang kendaraan
bermotor dan bahan-bahan pencemar lingkungan lainnya. Senyawa xenobiotik tersebut masuk ke
dalam tubuh dapat melalui mulut (per oral) seperti makanan dan obat-obatan, atau karena
terhirup atau dihirup pernafasan (per inhalasi) seperti asap rokok dan asap kendaraan atau lewat
kontak dengan kulit (per cutan/transdermal) seperti dijumpai dalam beberapa kasus keracunan
pestisida pada petani.
Secara umum xenobiotik yang bersifat lipofilik akan masuk kedalam tubuh melalui kulit,
paru-paru maupun gastro intestinal. Xenobiotik yang masuk kedalam tubuh umumnya melalui
proses absorpsi yang sampai ke aliran darah, didistribusi ke seluruh tubuh dan kemudian
dieliminasi. Proses eliminasi adalah proses untuk menghilangkan aktifitas dan keberadaan
xenobiotik didalam tubuh. Eliminasi meliputi metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi.
Metabolisme atau biotransformasi adalah perubahan kimiawi oleh pengaruh tubuh organisme
sedangkan ekskresi adalah proses pembuangan xenobiotik dari dalam tubuh.
Xenobiotik yang bersifat lipofilik tersebut akan terakumulasi didalam organ dan
diekskresi melalui urin, empedu, feses dan udara pernapasan. Dengan demikian maka xenobiotik
yang lipofilik tersebut akan mudah diadsorpsi akan tetapi sulit diekskresi. Xenobiotik umumnya
6

tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi
xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ yang
paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi xenobiotik melalui empedu
dan urine.

2.2 METABOLISME SENYAWA XENOBIOTIK


Metabolisme xenobiotik dibagi 2 fase, yaitu Fase Hidroksilasi dan Fase Konjugasi.

Fase Hidroksilasi fase mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif

Fase konjugasi fase mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat kimia tertentu dalam
tubuh menjadi zat yang larut, sehingga mudah dieksresi baik lewat empedu maupun urine

1. Fase Hidroksilasi
Fase Hidroksilasi adalah fase mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif, oleh enzim
Mono oksidase atau Sitokrom P450. Enzim Sitokrom P450 terdapat banyak di Retikulum
Endoplasma. Fungsi enzim ini adalah sebagai katalisator perubahan Hidrogen (H) pada
xenobiotik menjadi gugus Hidroksil (OH).
Reaksi Hidroksilasi oleh enzim Sitokrom P450 adalah sbb:
RH + O2 + NADPH + H+

ROH + H2O + NADP

Sistem oksidasi dapat dikatakan sebagai sistem monooksigenase karena molekul oksigen
dipecah dan atom oksigen berakhir pada substrat yang berbeda. Kofaktor enzim dapat
mengoksidasi atau memetabolisme berbagai jenis senyawa.
Sitokrom P450 merupakan hemoprotein seperti Hemoglobin, banyak terdapat pada
membran retikulum endoplasma sel hati. Pada beberapa keadaan produk hidroksilasi bersifat
mutagenik atau karsinogenik
2. Fase Konjugasi
Fase konjugasi adalah fase mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat kimia tertentu
dalam tubuh menjadi zat yang larut, sehingga mudah diekskresi baik lewat empedu maupun
urine. Zat dalam tubuh yang biasa dipergunakan untuk proses konjugasi adalah: asam
glukoronat, sulfat, acetat, glutation atau asam amino tertentu. Fase konjugasi ini terdiri dari
beberapa tahap, yaitu:
8

a) Konjugasi Glukuronidasi (glucuronidation conjugation)


Glukuronidasi: proses menkonjugasi xenobiotik dengan asam glukorunat, dengan enzim
glukuronil transferase
Glukuronil Transferase
UDP-Asam Glukuronat

Glukuronil

Xenobiotik yang mengalami glukorunidasi adalah: asetilaminofluoren (karsinogenik), anilin,


asam benzoat, meprobamat, fenol dan senyawa steroid
b) Konjugasi Sulfasi (sulfation conjugation)
Sulfasi: proses konjugasi xenobiotik dengan asam sulfat, dengan enzim sulfotransferase
dan cosubstrat 3-phosphoadenosine-5-phosphosulphate (PAPS) sebagai sumber group sulfate.
Xenobiotik yang mengalami sulfasi adalah: alkohol, arilamina, fenol.
c) Konjugasi Gluthation (gluthation conjugation)
Konjugasi dengan Glutation, yang terdiri dari tripeptida (glutamat, sistein, glisin) dan
biasa disingkat GSH, menggunakan enzim glutation S-transferase atau epoksida hidrolase.
Glutation S-Transferase
R + GSHO

Asetil-KoA

RSG (Dalam Liver)

KoA

RSG

SG

+ As. MerkapturatR

Xenobiotik yang berkonjugasi dengan GSH adalah xenobiotik elektrofilik (karsinogenik)

(urine)

d) Konjugasi Acetylasi ( acetylation conjugation)


Konjugasi Asetilasi tranformasi ini tidak menghasilkan racun-racun yang larut air.
Alkohol dan amines dapat diasetilasi dengan asetil CoA, dibawah pengaruh enzim asetil
transferase.
Asetil Transferase
X + Asetil-KoA

Asetil X

KoA

Sifat Polimorfisme enzim TOKSIK (Contoh: INH)


e) Konjugasi metilasi (methylation conjugation)
Konjugasi Metilasi transformasi ini kurang penting diantara transformasi tahap II ini,
pada umumnya hanya dipakai untuk mentranformasi beberapa jenis thiols, phenol dan amines
yang dihasilkan dalam tubuh saja, dengan perantara oleh S-Adenosyl methionine (SAM) , dan
dikatalisasi oleh beberapa jenis enzim Methyl transferase . Contoh :Metabolisme epineprin oleh
SAM dan catechol O-methyl transferase (COMT).
H2O
L- Metionin

X + Metil

Pi + PPi

+ ATP

S Adenosil L Metionin (Metionin aktif)

X Metil

Enzim: Metil Transferase

Metabolisme xenobiotik kadang disebut proses detoksifikasi, tetapi istilah ini tidak
semuanya benar, sebab tidak semua xenobiotik bersifat toksik. Respon metabolisme xenobiotik
mencakup efek farmakologik, toksik, imunologik dan karsinogenik
10

RESPON METABOLISME XENOBIOTIK

Respon metabolisme xenobiotik dapat menguntungkan karena metabolit yang dihasilkan menjadi
zat yang polar sehingga dapat diekskresi keluar tubuh.
Respon metabolisme xenobiotik dapat merugikan karena:

Berikatan dengan makromolekul dan menyebabkan cidera sel

Berikatan dengan makromolekul menjadi hapten merangsang pembentukan antibodi


dan menyebakan reaksi hipersensitivitas yang berakibat cidera sel

Berikatan dengan makromolekul menjadi zat mutan yang menyebakan timbulnya sel
kanker

11

12

2.3 DAMPAK METABOLISME SENYAWA XENOBIOTIK


2.3.1

PESTISIDA

PENGERTIAN
Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,
menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama")
yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus,
gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya,
tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun".
Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa

insektisida (serangga)

fungisida (fungi/jamur)

rodensida (hewan pengerat/Rodentia)

herbisida (gulma)

akarisida (tungau)

bakterisida (bakteri)

larvasida (larva)
http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida
Menurut peraturan pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat kimia atau bahan

lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:


1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman,
bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
13

2. Mengendalikan rerumputan;
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan;
4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau
ternak;
5. Mengendalikan hama-hama air;
6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan penggunaan
pada tanaman , tanah dan air.
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai
berikut:
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang mengerat, nermatoda,
gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau
jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman.
(Panut Djojosumarto,2000:21-22)
PENGGOLONGAN PESTISIDA
Berdasarkan organisme pengganggu tananam (OPT) sasarannya
Ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang beredar di pasaran dan senantiasa
digunakan baik yang ditujukan kepada hewan, tumbuhan maupun jazad renik, yang
mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai organisme pengganggu
tananam (OPT) adalah insektisida, rodentisida, molusisida, avisida, dan mitisida. Sedangkan
yang mengendalikan jazad renik antara lain bakterisida, fungisida, algisida. Selain dari pada itu
terdapat senyawa kimia yang sifatnya hanya sebagai pengusir serangga (insect repellent), dan
sebaliknya ada pula yang justru menarik serangga untuk datang (insect attractant).

14

http://abunajmu.wordpress.com/2011/07/27/mengenal-pestisida/

Berdasarkan bahan pembentuknya


a. Hidrokarbon terhalogenasi (organoklorin)
Satu halogen (klorin atau bromin) dengan satu cincin benzena atau rantai karbon.
Contoh : Aldrin, Dieldrin, Andrin, Chlordane, DDT, Kepone. Sifat umum : Kelarutan rendah
dalam air, lipofilitas tinggi, persisten dalam lingkungan alamiah, terbioakumulasi dalam makhluk
hidup dan terbiomagnifikasi melalui rantai makanan. Cara kerja: Depresant sistem syaraf pusat,
kerusakan jaringan liver dan ginjal
Endrin

Aldrin

15

Dieldrin

DDT

Chlordane

Kepone

b. Organofosfat
Satu fosfat radikal dengan satu cincin benzena atau rantai karbon. Contoh : Parathion,
Malathion, Methylparathion, Leptophos, Diazinon, dll. Sifat umum : Persistensi terbatas dalam
lingkungan alamiah, larut dalam air, tidak terbioakumulasi dlm makhluk hidup dan tidak
terbiomagnifikasi melalui rantai makanan. Cara kerja : Inhibisi enzim kholinesterase pada sistem
syaraf pusat
Parathion

Malation

Methylparathion

Lepthopus

diazinon

16

c. Karbamat
Satu karbon radikal, ikatan ganda dengan oksigen, terikat pd nitrogen, satu karbon
dgn satu cincin benzena atau rantai karbon. Contoh : Baygon, Carbaryl, Molom, Temil, Zectron,
dll. Cara kerja : Inhibisi enzim kholinesterase pada sistem syaraf pusat
d. Logam
Mengkombinasikan satu logam (timah hitam / mangan/sulfur/merkuri/ arsen) dengan
satu cincin benzene atau rantai karbon. Contoh : Maneb, Systox, Lead arsenate, arsenik trioksida,
dll
e. Pestisida Lain
Komposisi kimianya sangat bervariasi, toksisitasnya sangat spesifik.

Berdasarkan susunan unsur kimia


Pestisida tersusun dan unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105 unsur. Namun
yang sering digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur. Unsur atau atom yang lebih
sering dipakai adalah carbon, hydrogen, oxigen, nitrogen, phosphor, chlorine dan sulfur.
Sedangkan yang berasal dari logam atau semi logam adalah ferum, cuprum, mercury, zinc dan
arsenic.
Berdasarkan cara kerja pestisida

Pestisida kontak, berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.

Pestisida fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap
atau gas

Pestisida sistemik, berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui


jaringan. Hama akan mati kalau mengisap cairan tanaman.
17

Pestisida lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan
pestisida.

CARA PENGGUNAAN PESTISIDA


Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun jenis obatnya manjur, namun karena
penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu udara,
kelembapan dan curah hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi pelayangan partikel
pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan naik bergerak ke
atas. Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah terjadinya hidrolisis partikel
pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun. Sedang curah hujan dapat menyebabkan
pencucian pestisida, selanjutnya daya kerja pestisida berkurang.
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah ketepatan
penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di samping
merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di
samping berakibat mempercepat timbulnya resistensi.
1

Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk

mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali
aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah pestisida yang telah
dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan satuan
luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk
keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya
tercantum dalam label pestisida.
2

Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida

18

Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam larutan yang
sudah dicampur dengan air.

Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air.

Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan pestisida


dalam suatu larutan jadi.
3

Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack sprayer

(high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500 liter. Mist blower (low
volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low
volume) biasanya kurang dari 5 liter.
4

Ukuran droplet
Ada bermacam-macam ukuran droplet: Veri coarse spray lebih 300 m Coarse spray

400-500 m Medium spray 250-400 m Fine spray 100-250 m Mist 50-100 m Aerosol 0,1-50
m Fog 5-15 m
5

Ukuran partikel
Ada bermacam-macam ukuran partikel: Macrogranules lebih 300 m Microgranules

100-300 m Coarse dusts 44-100 m Fine dusts kurang 44 m Smoke 0,001-0,1 m


6

Ukuran molekul hanya ada satu macam, yatu kurang 0,001 m


Karena pestisida pada umumnya adalah biosida bersifat racun terhadap OPT tetapi

juga bersifat racun terhadap manusia ternak, ikan dan organisme bukan sasaran lainnya,
maka untuk

menilai

potensi

bahaya

pestisida

terhadap

manusia

digunakan

hewan

mamalia umumnya tikus, kelinci dan anjing sebagai hewan percobaan dalam mengukur
kemampuan daya racun pestidida, daya racun (toksisitas) yang dinilai adalah racun akut, sub
akut (jangka pendek) dan kronik ( jangka panjang). Biasanyan untuk daya racun akut dinyatakan
19

dalam LD 50 oral ( mulut) dan dermal (kulit). Lethal Dose 50 (LD50), dosis tunggal bahan kimia
atau bahan lain yang diturunkan secara statistik yang dapat diduga menyebabkan kematian 50%
dari populasi organisme dalam serangkaian kondisi percobaan yang telah ditentukan.

Kategori toksisitas
Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar yang
berfungsi sebagi informasi

Kategori I
Katakata kuncinya ialah Berbahaya Racun dengan symbol tengkorak dengan gambar

tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangat beracun. Semua jenis
pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD50 yang aktif dengan kisaran antara 0-50
mg per kg berat badan.

Kategori II
Kata-kata kuncinya adalah Awas Beracun digunakan untuk senyawa pestisida yang

mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD50 oral yang akut mempunyai
kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.

Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah Hati-Hati yang termasuk dalam kategori ini ialah semua

pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD50 akut melalui mulut berkisar antara 500-5000
mg per kg berat badan (Goretti, 2009)
Dengan mempertimbangkan daya racun inilah diantaranya batas waktu aplikasi
pestisida terakhir pada pertanaman ditetapkan. Secara umum batas akhir penggunaan pestisida
pada pertanaman adalah 2 (dua) minggu sebelum panen, dan ini hanya berlaku untuk
insektisida cair yang diaplikasikan dari atas pertanaman. Sedangkan untuk insektisida butiran,
20

apalagi yang cara kerjanya sistematik, batas waktu pemakaian haruslah lebih panjang/lama
dari masa panen karena pertimbangan daya racun yang tinggi dan masa terurainya didalan
tanah yang relative lama. Lethal Time 50 (LT50), waktu dalam hari yang diperlukan untuk
mematikan 50% hewan percobaan dalam kondisi tertentu.

Sementara Nilai Ambang Batas Pestisida dalam Ruang Kerja sesuai Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja Nomor SE.01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Tempat
Kerja, sebagai berikut :

N
o

Nama Bahan Kimia

Satuan
ppm

mg/m3

0,25

0,5

0,5

2,5

0,05

0,3

0,001

0,1

0,1

0,1

0,1

0,2

0,4

20

145

0,25

0,1

15

Aldrin
1
Baygon
2
Butil Merkaptan
3
DDT
4
Dekaboran
5
Demeton (Sytox)
6
Diaboran
7
Diazinon
8
Diazometan
9
Ditrometan
10
Dieldrin
11
Endrin
12
Kamfer
13
21

Lindane
14

0,5

10

0,5

Malathion
15
Paraquat
16
Parathion
17

0,1

Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan
manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam
miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor
binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam
praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD 50
diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000)
menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD 50
yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.
PERANAN PESTISIDA

22

Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam


bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk
pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk
mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan
lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan
serangga yang lain.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian jasad pengganggu tersebut
adalah racun yang berbahaya, tentu saja dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan
manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya.
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama
tanaman. Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu
komponen pengendalian. Prinsip penggunaannya adalah:

Harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati

Efisien untuk mengendalikan hama tertentu

Meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan

Tidak boleh persistent, jadi harus mudah terurai

Dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus


memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum

Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut

Sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota

Relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi), (Lethal Dose 50
%)
23

Harga terjangkau bagi petani

JALUR MASUK PESTISIDA PADA MANUSIA


Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni
(Djojosumarto, 2004):
1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan
menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi
yang paling sering terjadi. Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit
adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift
pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang
terkontaminsai pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat-alat aplikasi
2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak
kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat
masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel
di selaput lendir atau kerongkongan. Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya
kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah :
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang
ventilasinya buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama
aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung mempunyai resiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).
3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan
kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :
a. Kasus bunuh diri.
b. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
24

c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang
terkontaminasi pestisida.
d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
e. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.
DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA
Pesticides in the atmosphere and water

Dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. Istilah residu tidak
sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu
permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah
bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan
(aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya.
Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan
derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan
(weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm),
pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum
kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan
banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua
tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau
sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua
proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga
terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari
proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga

25

terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi
dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat.
Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak digunakan sejak tahun 1950an
sampai akhir tahun 1960an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT,
endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat
organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena
walaupun bahan- bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut
sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Pada tanah-tanah
pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi, residu pestisida akan sangat tinggi
karena jenis tanah tersebut di atas menyerap senyawa golongan hidrokarbon berklor sehingga
persistensinya lebih mantap. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah akan
menghambat proses penguapan pestisida. Kelembaban tanah, kelembaban udara, suhu tanah dan
porositas tanah merupakan salah satu faktor yang juga menentukan proses penguapan pestisida.
Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan proses penguapan air.
Residu pestisida yang larut terangkut bersama-sama butiran air keluar dari tanah dengan
jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin jatuh kembali ke tanah bersama debu atau air hujan.
Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida. Pestisida dapat menguap karena suhu
yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air hujan atau pengendapan debu.

26

DAMPAK POSITIF PENGGUNAAN PESTISIDA


Benefits of pesticides
The primary benefits are the consequences of the pesticides effects the direct gains
expected from their use. For example the effect of killing caterpillars feeding on the crop brings
the primary benefit of higher yields and better quality of cabbage. The three main effects result in
26 primary benefits ranging from protection of recreational turf to saved human lives. The
secondary benefits are the less immediate or less obvious benefits that result from the primary
benefits. They may be subtle, less intuitively obvious, or of longer term. It follows that for
secondary benefits it is therefore more difficult to establish cause and effect, but nevertheless
they can be powerful justifications for pesticide use. For example the higher cabbage yield might
bring additional revenue that could be put towards childrens education or medical care, leading
to a healthier, better educated population. There are various secondary benefits identified,
ranging from fitter people to conserved biodiversity.
(Dwaipayan Sengupta Dan Ashim Chowdhury,2009)
Manfaat pestisida
Manfaat utama adalah konsekuensi dari efek pestisida keuntungan langsung diharapkan
dari penggunaan mereka. Misalnya efek membunuh ulat makan pada tanaman membawa
manfaat utama dari hasil yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik dari kubis. Tiga efek
utama menghasilkan 26 manfaat utama mulai dari perlindungan rumput rekreasi untuk
kehidupan manusia diselamatkan. Manfaat sekunder adalah manfaat langsung yang kurang atau
kurang jelas bahwa hasil dari manfaat utama. Mereka mungkin halus, kurang intuitif jelas, atau
jangka panjang. Oleh karena itu, untuk manfaat sekunder karena itu lebih sulit untuk menetapkan
sebab dan akibat, namun demikian mereka dapat menjadi pembenaran yang kuat untuk
penggunaan pestisida. Misalnya hasil kubis lebih tinggi mungkin membawa pendapatan
tambahan yang bisa diletakkan terhadap perawatan pendidikan atau kesehatan anak-anak,
menyebabkan populasi, sehat lebih berpendidikan. Ada manfaat sekunder berbagai diidentifikasi,
mulai dari orang bugar terhadap keanekaragaman hayati dilestarikan.
Memang kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan. Diantaranya,
cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode pengendalian yang lebih
panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara besar-besaran serta
27

mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif
menguntungkan.

DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN PESTISIDA


Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanian juga
menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat untuk
meningkatkan produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata
tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai
sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah.
Pencemaran Udara
Pestisida berkontribusi sebagai polutan udara. Pestisida kimiawi yang tersuspensi ke
dalam udara yang akan dibawa oleh angin ke seluruh penjuru mampu menjadi kontaminan yang
berbahaya terhadap lingkungan. Kecepatan angin merupakan salah satu faktor pendukung
pendispersian polutan udara termasuk pestisida. Pestisida umumnya bersifat volatil. Hal inilah
yang merupakan jalan bagi zat ini untuk terdipsersi ke dalam udara. Faktor lain yang amat
mendukung adalah faktor cuaca seperti angin, suhu lingkungan, dan kelembaban udara.
Pencemaran Air dan Tanah
Beberapa senyawa kimia penyusun pestisida adalah kontaminan tanah yang persisten
dalam arti bahwa sifat pencemarannya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama
bertahan di dalam tanah. Penggunaan pestisida menurunkan biodiversitas di dalam tanah.
Degradasi dan penyerapan adalah dua faktor yang sangat mempengaruhi sifat persisten pestisida
dalam tanah.
Pestisida bergerak dari lahan pertanian menuju aliran sungai dan danau yang dibawa oleh
hujan atau penguapan, tertinggal, atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan tanah
dan larut bersama dengan aliran air tanah.

28

Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan bahan kimia yang berlebihan
pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi oleh
pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya, dimana kemampuannya
untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel
tanah.
Fiksasi nitrogen dibutuhkan di dalam pertumbuhan tanaman. Insektisida seperti DDT,
methyl parathion, dan pentachlorophenol telah menunjukkan pengaruh terhadap sinyal kimia
rhizobium yang berperan dalam pengikatan nitrogen di dalam tanah. Reduksi terhadap sinyal
tersebut akan mengurangi fiksasi nitrogen sehingga berpengaruh pada menurunnya hasil panen
bila dibandingkan dengan tanah berkualitas tanpa polutan pestisida, dimana fiksasi nitrogen
berlangsung normal.
Terhadap Hewan
Pestisida kimiawi memiliki dampak yang sangat besar terhadap keberadaan biota. Hewan
mengalami keracunan akibat adanya residu pestisida tertinggal pada tanaman yang disemprot
dengan pestisida. Hewan yang berada di sekitar tanaman apabila berinteraksi dengan tanaman
tersebut dari dekat maka akan mengalami keracunan yang tidak dikehendaki. Hal yang cukup
mengkhawatirkan adalah masuknya residu pestisida ke dalam rantai makanan, contohnya ketika
seekor burung memakan serangga yang telah terkena pestisida. Dengan sendirinya burung
tersebut akan mengalami keracunan. Beberapa pestisida dapat mengalami bioakumulasi secara
permanen atau sementara pada tubuh organisme. Hal ini akan mempengaruhi kualitas hidup
beberapa hewan yang gagal dalam mempertahankan dirinya dari keracunan secara bertahap.
Terhadap Tumbuhan
Aplikasi pestisida pada kadar rendah (sublethal) dapat memberi pengaruh resisten
terhadap tumbuhan pengganggu, oleh karena itu penyemprotan yang tak sempurna dapat
menimbulkan pengaruh jangka panjang yang tak terduga. Di samping itu secara tidak langsung
penggunaan pestisida (herbisida) akan merangsang tumbuhan pengganggu lain yang bukan
sasaran justru menjadi dominan. Sebagai contoh pertumbuhan alang-alang Imperata cylindrica
dapat ditekan dengan penggunaan herbisida, akan tetapi di sisi lain rumput Mikinia micranta

29

justru akan tumbuh subur dan merajalela di tempat itu karena persaingannya dengan alangalang sudah tidak ada lagi.
Terhadap Manusia
Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan yakni dengan menghirup
aerosol, debu, atau uap yang mengandung pestisida. Masuknya pestisida juga dapat melalui
konsumsi bahan makanan dan air yang telah tercemar kimia pestisida, atau dengan kontak
langsung dengan bagian terluar (kulit) yang mengakibatka iritasi serius.
Tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida bergantung kepada tingkat toksisitas
kimiawi penyusun pestisida tersebut. Umumnya, anak-anak lebih sensistif terhadap polutan
daripada orang dewasa. Bahaya yang diakibatkannya antara lain : iritasi kulit, kanker, perubahan
genetik atau mutasi, bayi lahir cacat, gangguan pada peredaran darah dan saraf, gangguan pada
sistem reproduksi, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom), bahkan koma dan atau
kematian langsung dapat terjadi.
Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam
kesehatan manusia adalah pestisida golongan organoklorin yang bersifat resisten. Tingkat
kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain,
karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai

UPAYA PENANGGULANGAN PENCEMARAN PESTISIDA


Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan,
sehingga perlu adanya pengendalian dan pembatasan dari penggunaan pestisida tersebut serta
mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh residu pestisida. Kebijakan global pembatasan
penggunaan pestisida sintetik yang mengarah pada pemasyarakatan teknologi bersih (clean
technology) yaitu pembatasan penggunaan pestisida sintetik untuk penanganan produk-produk
pertanian terutama komoditi andalan untuk eksport. Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan
untuk mengatasi dampak negatif pestisida dan mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi.

30

Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para pengguna
perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak
negatif pestisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan
jenis pestisida yang digunakan. Kesalahan dalam pemakaian dan pengguna pestisida akan
menyebabkan pembuangan residu pestisida yang tinggi pada lingkungan pertanian sehingga akan
menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi
resisten dan bertambah jumlah populasinya.
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya
kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973,
Standar keamanan untuk pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk penggunaan yang aman
dari pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi dan periode dari aplikasi,
ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa tingkat residu tidak melebihi dari standar yang
telah ditetapkan.

2.3.2

INSEKTISIDA

PENGERTIAN
Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh
serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat membunuh serangga dengan dua
mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung meracuni si
serangga tersebut. Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai beberapa hal pokok tentang
mekanisme insektisida dalam mengendalikan serangga.
JENIS-JENIS INSEKTISIDA
Insektisida dapat dibedakan menjadi golongan organik dan anorganik. Insekstisida
organik mengandung unsur karbon sedangkan insektisida anorganik tidak. Insektisida organik
umumnya bersifat alami, yaitu diperoleh dari makhluk hidup sehingga disebut insektisida hayati.

31

a. Insektisida Sintetik
Insektisida organik sintetik yang banyak dipakai dibagi-bagi lagi menjadi beberapa
golongan besar:

Senyawa Organofosfat
Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan fosfat.

Insektisida sintetik yang masuk dalam golongan ini adalah Chlorpyrifos, Chlorpyrifos-methyl,
Diazinon, Dichlorvos, Pirimphos-methyl, Fenitrothion, dan Malathion.
Malathion

Organofosfat, suatu insektisida, dapat berinteraksi dengan gugus serin, suatu bagian
fungsional dari sisi aktif enzim asetilkolinesterase. Atom P akan berikatan dengan atom O gugus
serin melalui reaksi fosforilasi membentuk ikatan kovalen sehingga fungsi enzim terganggu.
Hambatan tersebut menyebabkan penumpukan asetilkolin yang bersifat toksik terhadap
serangga.

32

Senyawa Organoklorin
Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan klorin. ]

Insektisida organoklorin bersifat sangat persisten, dimana senyawa ini masih tetap aktif hingga
bertahun-tahun. Oleh karena itu, kini insektisida golongan organoklorin sudah dilarang
penggunaannya karena memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Contoh-contoh
insektisida golongan organoklorin adalah Lindane, Chlordane, dan DDT.
DDT 2,2-bis (p-klorofenil)-1,1,1-trikloroetana
Banyak bakteri dan jamur mengubah DDT menjadi DDD(2,2-bis[p-klorofenil]-1,1,1dikloroetana) dalam kondisi anaerob, degradasi ini dapat dianggap hanya sebagian melibatkan
deklorinasi reduktif DDT. Genus-genus mikroorganismme berikut ini diketahui mampu
membongkar DDT menjadi DDD-Achromobacter, Aeorobacter, Agrobacterium, Bacillus,
Clostridium, Corynebacterium, Escherichia, Erwina, Kurthia, Pseudomonas dan Streptococcus.
Walaupun demikian, selain penggenangan

tanah untuk menciptakan kondisi anaerob atau

infestasi buatan pada tanah dengan jamur membongkar DDT tidak ada yang terbukti berhasil
membuang insektisida ini dari tanah yang tercemar.
DDT

(1,1,1-

Tricloro-2,2-bis(clhorophenil)etane)

merupakan

insektisida

sintetis

khususnya dibidang pertanian. Sifatnya yang sangat berbahaya di lingkungan dan tahan lama di
alam, maka senyawa ini di larang penggunaaannya. Tetapi penggunaannya masih terbatas hanya
sebagai obat untuk nyamuk malaria diberbagai negara. DDT dapat mencapai ekosistem pesisir
laut melalai berbagai rute seperti penggunaan secara langsung di permukaan air, kemudian secara
tidak langsung melalui proses deposisi udara dari proses penguapan atau penguapan yang sudah
mengendap di tanah, tanaman dan permukaan air, (Preston 1989). Disamping itu sifat - sifat
fisika dan kimia seperti daya larut yang rendah dalam air menyebabkan senyawa DDT mudah
terikat dalam sedimen dasar dan terakumulasi dalam jaringan organisme.
Lindan
-1,2,3,4,5,6-heksaklorosikloheksana .

33

degradasi lindan diketahui dipengaruhi diperantarai oleh genus-genus mikroba Clostridium dan
Escherichia, tetapi hasil antaranya tampak tidak jelas. Dilaporkan adanya kehilangan lindan
secara cepat pada tanah-tanah sawah padi yang tergenang.
(N.S Subba Rao.1986: 286-288)

Toksisitas Insektisida
Toksisitas insektisida bervariasi di antara kelompok maupun di dalam satu kelompok.
Tidak dapat dikatakan bahwa satu kelompok lebih beracun dibandingkan kelompok lainnya.
Toksisitas tersebut dinyatakan dalam nilai dosis letal 50%(LD50). Nilai ini menunjukkan jumlah
pestisida, dimana jika diberikan dalam satu dosis akan bersifat letal (mematikan) terhadap 50%
dari hewan percobaan yang diberi dosis tersebut. nilai tersebut biasanya dinyatakan dalam
milligram insektisida yang diberikan per kg berat badan hewan (mg/kg atau ppm).

34

Karbamat
Insektisida golongan karbamat diketahui sangat efektif mematikan banyak jenis hama

pada suhu tinggi dan meninggalkan residu dalam jumlah sedang. Namun, insektisida karbamat
akan terurai pada suasana yang terlalu basa. Salah satu contoh karbamat yang sering dipakai
adalah bendiokarbamat.

Pirethrin/ Pirethroid Sintetik

Insektisida golongan ini terdiri dari dua katergori, yaitu berisfat fotostabil serta bersfiat tidak non
fotostabil namun kemostabil. Produknya sering dicampur dengan senyawa lain untuk
menghasilkan efek yang lebih baik. Salah satu contoh produk insektisida ini adalah Permethrin.

35

Pengatur Tumbuh Serangga


Insektisida golongan ini merupakan hormon yang berperan dalam siklus pertumbuhan

serangga, misalnya menghambat perkembangan normal. Beberapa contoh produknya adalah


Methoprene, Hydramethylnon, Pyriproxyfen, dan Flufenoxuron.

Fumigan
Fumigan adalah gas-gas mudah menguap yang dapat membunuh hama serangga.

Fumigan hanya boleh digunakan oleh personel terlatih karena tingkat toksisitasnya yang tinggi.
Contoh-contohnya adalah Metil Bromida (CH3Br), Aluminium Fosfit, Magnesium Fosfit,
Kalsium Sianida, dan Hidrogen Sianida.

b. Insektisida Hayati
Meskipun insektisida lebih dikenal merupakan senyawa sintetik, namun terdapat juga
insektisida alami yang berasal dari bakteri, pohon, maupun bunga.
Silica (SiO2) merupakan insektisida anorganik yang bekerja dengan menghilangkan
selubung lilin pada kutikula serangga sehingga menyebabkan mati lemas. Insektisida
jenis ini sering dibuat dari tanah diatom atau kieselgurh, yang tersusun dari molekul
diatom Bacillariophyceae.

36

Asam Borat (H3BO3) adalah insektisida anorganik yang dipakai untuk menarik perhatian
semut.
Pirethrum adalah insektisida organik alami yang berasal dari kepala bunga tropis krisan.
Senyawa ini memiliki kemampuan penghambatan serangga yang baik pada konsentrasi
rendah. Namun berkaitan dengan proses ekstraksinya, senyawa ini sangat mahal.
Rotenon adalah insektisida organik alami yang diperoleh dari pohon Derris. Senyawa ini
berfungsi sebagai insektisida yang menyerang permukaan tubuh hama.
Neem merupakan ekstrak dari pohon Neem (Azadirachta indica). Penggunaan Neem
sebagai insektisida hayati dimulai sejak 40 tahun lalu. Ekstrak neem mengganggu
aktivitas sistem pencernaan serangga, khususnya golongan Lepidoptera (ngengat dan
kupu-kupu beserta larvanya). Selain itu neem juga berperan sebagai pengatur tumbuh
dimana menyebabkan beberapa jenis serangga terus berada pada kondisi larva dan tidak
bisa tumbuh dewasa.
Bakteri Bacillus thuringiensis memproduksi toksin Bt yang dapat mematikan serangga
yang memakannya. Toksin Bt aktif pada pH basa dan menyebabkan saluran pencernaan
serangga berlubang sehingga berujung pada kematian. Para peneliti telah berhasil
memindahkan gen yang berperan dalam produksi toksin Bt dari B. thuringiensis ke
tanaman kapas sehingga serangga yang memakan tanaman kapas tersebut akan mati.
Kapas Bt merupakan salah satu organisme transgenik yang paling banyak ditanam di
dunia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Insektisida
PENGGOLONGAN INSEKTISIDA
1. Menurut cara kerja atau distribusinya didalam tanaman
Dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut:
Insektisida Sistemik

37

Insektisida sistemik diserap oleh bagian-bagian tanaman melalui stomata, meristem akar,
lentisel batang dan celah-celah alami. Selanjutnya insektisida akan melewati sel-sel menuju ke
jaringan pengangkut baik xylem maupun floem. Insektisida akan meninggalkan residunya pada
sel-sel yang telah dilewatinya. Melalui pembuluh angkut inilah insektisida ditranslokasikan ke
bagian-bagian tanaman lainnya baik kearah atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk
ke tunas yang baru tumbuh. Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang
mengandung residu insektisida.
Insektisida Non-sistemik
Insektisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya
menempel pada bagian luar tanaman. Lamanya residu insektisida yang menempel pada
permukaan tanaman tergantung jenis bahan aktif (berhubungan dengan presistensinya),
teknologi bahan dan aplikasi. Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang
permukaannya terkena insektisida. Residu insektisida pada permukaan tanaman akan mudah
tercuci oleh hujan dan siraman, oleh karena itu dalam aplikasinya harus memperhatikan cuaca
dan jadwal penyiraman.
Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida ini hanya mampu diserap oleh jaringan daun, akan tetapi tidak dapat
ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya (efek translaminar). Insektisida yang jatuh ke
permukaan atas daun akan menembus epidermis atas kemudian masuk ke jaringan parenkim
pada mesofil (daging daun) dan menyebar ke seluruh mefosil daun (daging daun) hingga mampu
masuk kedalam sel pada lapisan epidermis daun bagian bawah (permukaan daun bagian bawah).
2. Menurut cara masuknya insektisida kedalam tubuh serangga
Dibedakan menjadi 3 kelompok sebagai berikut:
Racun Lambung (racun perut)
Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran dengan
cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektisida akan masuk ke
organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat
38

sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Misalkan menuju ke pusat
syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya.
Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang
mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh.
Racun Kontak
Racun kontak adalah insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga melalui kulit,
celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut si serangga. Serangga
akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan
racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
Racun Pernafasan
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk
partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro
insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun
uap dari insektisida cair.
Sifat-sifat atau cara kerja insektisida tersebut mempunyai spesifikasi terhadap cara
aplikasinya :
Untuk mengendalikan hama yang berada didalam jaringan tanaman (misalnya hama
penggerek batang, penggorok daun) penanganannya dilakukan dengan insektisida
sistemik atau sistemik local, sehingga residu insektisida akan ditranslokasikan ke jaringan
di dalam tanaman. Akibatnya hama yang memakan jaringan didalam tanaman akan mati
keracunan. Hama yang berada didalam tanaman tidak sesuai bila dikendalikan dengan
aplikasi penyemprotan insektisida kontak, karena hama didalam jaringan tanaman tidak
akan bersentuhan (kontak) langsung dengan insektisida.
Untuk mengendalikan hama-hama yang mobilitasnya tinggi (belalang, kutu gajah dll),
Penggunaan insektisida kontak murni akan kurang efektif, karena saat penyemprotan
berlangsung, banyak hama tersebut yang terbang atau tidak berada di tempat
penyemprotan. Namun, selang beberapa hari setelah penyemprotan, hama tersebut dapat
kembali lagi. Pengendalian paling tepat yaitu dengan menggunakan insektisida yang
39

memiliki sifat kontak maupun sistemik dengan efek residual yang agak lama. Dengan
demikian apabila hama tersebut kembali untuk memakan daun, maka mereka akan mati
keracunan.
http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/index.php?
option=com_content&view=article&id=104:seri-pengenalan-pestisida
3. Menurut cara mematikan atau melumpuhkan serangga
Dibedakan menjadi 5 kelompok sebagai berikut:
Racun fisik (misalnya minyak bumi atau debu inert)
Racun fisik membunuh serangga dengan cara yang tidak khas. Misalnya minyak bumi
atau debu inert dapat menutup lubang-lubang pernapasan serangga, sehingga serangga mati
lemas kekurangan oksigen. Minyak bumi dapat menutupi permukaan air, sehingga jentik-jentik
nyamuk tidak bisa mengambil udara da mati karena kekurangan oksigen. Debu yang higroskopis
(misalnya bubuk karbon) dapat membunuh serangga karena debu yang menempel dikulit
serangga menyerap cairan dari tubuh serangga secara berlebihan.
Racun protoplasma
Yang termasuk racun protoplasma adalah logam berat, asam dan sebagainya.
Penghambat metabolisme
Yang termasuk insektisida panghambat metabolisme adalah sebagai berikut.
Racun pernapasan, misalnya HCN, H2S, rotenone dan fumigansia lainnya.
Penghambat mixed function oxidase
Penghambat metabolisme amina: klordimefon
Penghambat sintesa khitin: lufenuron, dsb.
Peniru hormon: juvenile hormone, dsb.
Racun syaraf (neurotoksin), merupakan mode of action insektisida yang paling
umum. Racun syraf bekerja dengan mempengaruhi sistem syaraf serangga
(menghambat kholinesterase), sehingga menimbulkan, berturu-turut, eksitasi
(kegelisahan), konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan) dan akhirnya
kematian. Semua insektisida dari golongan hidrokarbon berklor, organoposfat,
karbamat, dan piretroid bekerja sebagai racun syaraf.

Peniru hormon
Yang termasuk dalam insektisida peniru hormone adalah metoprene.
Racun perut
40

Yang termasuk racun perut adalah Bacillus thuringiensis.


(Panut Djojosumarto,2000:44-45)

DAMPAK PENGGUNAAN INSEKTISIDA


Pada tahun 1960, Rachel Carson menerbitkan buku yang sangat berpengaruh dalam
sejarah penggunaan insektisida berjudul Silent Spring (Musim Sepi yang Sunyi). Buku tersebut
menyorot penggunaan DDT yang sangat marak di masa itu karena sangat efektif, sekaligus
menyadarkan manusia akan bahaya dari penggunaan pestisida berlebihan. Insektisida yang
dipakai seringkali menyerang organisme non target seperti burung dan makhluk hidup lainnya.
Oleh karena itu, penggunaan insektisida juga dikhawatirkan berpotensi membahayakan
kesehatan manusia.
Insektisida seringkali digunakan melebihi dosis yang seharusnya karena petani
beranggapan semakin banyak insektisida yang diaplikasikan maka akan semakin bagus hasilnya.
Beberapa petani bahkan mencampurkan perekat pada insektisidanya agar tidak mudah larut
terbawa air hujan. Namun, penggunaan perekat ini justru mengakibatkan tingginya jumlah residu
pestisida pada hasil panen yang nantinya akan menjadi bahan konsumsi manusia. Menurut data
WHO sekitar 500 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya dan diperkirakan 5 ribu orang
meninggal setiap 1 jam 45 menit akibat pestisida dan/atau insektisida. Penggunaan insektisida
sintetik juga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan
insektisida tertentu dapat tersimpan di dalam tanah selama bertahun-tahun, dapat merusak
komposisi mikroba tanah, serta mengganggu ekosistem perairan.
41

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Xenobiotik adalah semua senyawa kimia yang dalam keadaan normal tidak dibutuhkan oleh
tubuh makhluk hidup, meliputi obat-obatan, pestisida, pencemar lingkungan, bahan kimia
industry dan bahan pengawet, pewarna dan penyedap rasa pada produk makanan.
Metabolisme xenobiotik dibagi 2 fase, yaitu Fase Hidroksilasi dan Fase Konjugasi.
Fase Hidroksilasi fase mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif
Fase konjugasi fase mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat kimia tertentu dalam
tubuh menjadi zat yang larut, sehingga mudah dieksresi baik lewat empedu maupun urine
Dampak penggunaan pestisida yaitu:
Positif : Cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode
pengendalian yang lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah
diproduksi secara besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan.
Negative : Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan
pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida
dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS
(Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya .
Dampak penggunaan insektisida yaitu:
Positif
: Dapat memusnahkan serangga yang bersifat merusak tanaman.
Negative : Penggunaan insektisida sintetik juga dapat mengakibatkan terjadinya
pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan insektisida tertentu dapat tersimpan di
dalam tanah selama bertahun-tahun, dapat merusak komposisi mikroba tanah, serta
mengganggu ekosistem perairan.

42

DAFTAR PUSTAKA

Dwaipayan Sengupta Dan Ashim Chowdhury.2009.Impact Of Pesticides Use In Agriculture:


Their Benefits And Hazards. India:Institute Of Agricultural Science
N.S Subba Rao.1986.Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.New Delhi:Institut
Riset Pertanian India
Djojosumarto,panut.2000.Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian.Yogyakarta:Kanisius
http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida
http://id.wikipedia.org/wiki/Insektisida
http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/index.php?
option=com_content&view=article&id=104:seri-pengenalan-pestisida
http://carabudidaya.com/akibat-pupuk-dan-pestisida-kimia/
http://blog.ub.ac.id/arifa/2012/05/15/penggunaan-pestisida/
http://abunajmu.wordpress.com/2011/07/27/mengenal-pestisida/
http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan-pestisida/

43

LAMPIRAN
PERTANYAAN DAN JAWABAN
NAMA : SRI LESTARI

NIM : A1C110006

PERTANYAAN :
Pada penggunaan pestisida, mengapa bisa terjadi resistensi(kebal terhadap pestisida) dan
apa penyebabnya?
JAWABAN :
Terjadinya resistensi dikarenakan penggunaan pestisida tersebut tidak sesuai dengan dosis
yang dianjurkan, Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah
ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di
samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak mati.
Sebaiknya sebelum menggunakan pestisida dilihat terlebih dahulu dosis yang dianjurkan untuk
digunakan agar hama tersebut musnah dan tidak menimbulkan efek keracunan ataupun merusak
lingkungan. Resistensi juga dapat terjadi karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan
organisme pengganggu tananam (OPT) , sebaiknya penggunaan pestisida harus disesuaikan
dengan hama yang akan dimusnahkan.

NAMA : ROHMAH ISNA LESTARI

NIM : A1C110005

PERTANYAAN :
Jika pada penyemprotan pestisida, setelah disemprot turun hujan yang mengakibatkan
daya kerja pestisida tersebut menurun sehingga rumput tidak mati. Apa peran air disana
sedangkan xenobiotik tidak larut di dalam air?
JAWABAN :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah
keadaan angin, suhu udara, kelembapan dan curah hujan. Kelembapan yang tinggi akan
44

mempermudah terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun.
Sedangkan curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya kerja pestisida
berkurang. Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat
diekskresi. Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut,
sehingga bisa diekskresi. Peran air adalah sebagai pelarut untuk melarutkan xenobiotik, dimana
air bersifat polar. Sebelumnya pada fase pertama metabolisme senyawa xenobiotik adalah
mengubah xenobiotik tersebut dari xenobiotik aktif menjadi inaktif. Selanjutnya pada fase kedua
yaitu mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat kimia tertentu dalam tubuh menjadi zat yang
larut, sehingga mudah dieksresi.

NAMA : HANDA KIKI LUXYATI

NIM : A1C110002

PERTANYAAN :
Xenobiotik yang masuk kedalam tubuh umumnya melalui proses absorpsi yang sampai
ke aliran darah, didistribusi ke seluruh tubuh dan kemudian dieliminasi. Proses eliminasi adalah
proses untuk menghilangkan aktifitas dan keberadaan xenobiotik didalam tubuh. Bagaimana
pada proses eliminasi, apakah semua xenobiotik keluar dari dalam tubuh? Dan bagaimana
dengan senyawa yang tidak larut?
JAWABAN :
Pada proses eliminasi semua xenobiotik akan keluar dari dalam tubuh, Xenobiotik
umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat
diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi.
Organ yang paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Metabolisme xenobiotik
dibagi 2 fase, yaitu Fase Hidroksilasi dan Fase Konjugasi.

Fase Hidroksilasi fase mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif

Fase konjugasi fase mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat kimia tertentu dalam
tubuh menjadi zat yang larut, sehingga mudah dieksresi baik lewat empedu maupun urine
45

46

Anda mungkin juga menyukai