Anda di halaman 1dari 35

Selasa, 28 Oktober 2014

Makalah Presbikusis

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
tujuan nasional. Upaya meningkatkan kemampuan bagi setiap penduduk untuk mencapai dan menikmati hidup
sehat itu harus dilaksanakan oleh kerena itu penduduk yang sehat akan lebih mampu meningkatkan
produktivitasnya.
Gangguan pendengaran disatu pihak akan menghambat produktivitas setiap penduduk yang
menyandangnya dan di lain pihak tentu membebani keluarga dan masyarakat lingkungannya. Hasil survei
telingan nasional yang dilakukan pada tahun 1996 menunjukan peningkatan prevelensi morbiliditas penyakit
tuli menjadi 22,1%. Dan diketahui pula masih rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap
kesehatan telinga, kerena diketahui pula bahwa penyebab tuli terbesar adalah presbikusis dan ditemukan adanya
kesenjangan pelayanan antara puskesmas dan rumah sakit, maka perlu adanya pendidikan langsung yang
diberikan kepada masyarakat guna menambah pengetahuan dalam kemandirian masyarakat terhadap penyakit
gangguan tersebut.
Tujuan
Dapat menegtahui penegrtian Presbikusis.
Dapat mengetahup penyebab Presbikusis.
Dapat mengetahui proses perjalanan gangguan presbikusis.
Dapat mengetahui tanda dan gejala Presbikusis.
Dapat mengetahu pemeriksaan penunjang pada gangguan Presbikusis.
Dapat mengetahui Penatalaksanaan pada gangguan Presbikusis.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Presbikusis merupakan tuli saraf sensorial pada usia 65 tahun keatas. Tuli sensori neural ( saraf ) pada usia
lanjut akibat proses degenerasi ( penuaan ) organ pendengaran. Presbikusis dapat terjadi mulai dari frekuensi
100 Hz atau lebih.
Klasifikasi Presbikusis :

Sensorik Lesi terbatas pada kokhlea, atrofiorgan corti, sel rambut berkurang.
Neural Sel neuron dan jaras auditorik berkurang.
Metabolik Fingsi sel dan keseimbangan biokimia kokhlea berkurang.
Mekanik Perubahan gerak mekanik pada duktus koklearis atrofi ligamentum spiralis. Membaran basilaris
lebih kaku.
Etiologi
Umumnya presbikusis merupakan kombinasi dari beberapa hal-hal yaitu :
Degenerasi elastisitas gendang telinga.
Degenerasi sel rambut pada koktela.
Degenerasi fleksibilitas di membran besilar.
Berkurangnya neuron pada jalur pendengaran.
Perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak.
Degenerasi jangka pendek atau auditory memory.
Menurunnya kecepatan proses pada pusat pendengaran di otak.
Faktor genetik.
Pola makan.
Anterosklerosis.
Infeksi, bising dan gaya hidup.
Patofisiologi
Proses degenerasi Perubahan struktur kokhlea dan N. VIII Atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ corti berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan sel saraf.
Tanda dan gejala
Berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan progesrif simitris pada kedua telinga.
Telinga berdinging ( tinitus nada tinggi ).
Dapat mendengar percakapan tapi sulit memehami isi percakapan.
Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Otopsi tampak membran timpani suram.
Tes panala pada tuli sensori neural.
Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukan suatu ketulian saraf nada tinggi.
Pemeriksaan audiometry tutur.
Penatalaksanaan
Pemasangan alat bantu dengar.
Latihan membaca ujaran.
Latihan mendengar.
Kurangi paparan terhadap bising.
Gunakan pelindung telinga untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut.
Berbicaralah pada pendengar presbikusis dengan nada rendah dan jelas.
BAB III

PENUTUP
Penyusun mengucapkan syukur alhamdullilah kepada Allah SWT, karena pada akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun masih banyak kesalahan dan masih kurang sempurna.
Penyusun berharap dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta para pembaca.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada para pembaca atas kesediaan membaca makalah ini.

askep Presbikusis dan Tuli Toksik


BAB 1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telinga merupakan salah satu alat indera dalam tubuh seseorang. Telinga mempunyai bagian-bagian
yang sensitive di dalamnya, bagian dari telinga juga rentan akan mengalami kerusakan oleh berbagai faktor.
Salah satu fungsi utama dari telinga adalah untuk mendengar, mendengar adalah hal yang penting dalam
melakukan komunikasi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Telinga sebagai organ pendengaran dan
ekuilibrium, berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan
reseptor yang berspon pada gerakan kepala.
Ada banyak jenis gangguan telinga pada manusia, salah satunya adalah tuli toksik dan presbikusis. Tuli
toksik (Ototoksisitas) adalah kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan organvestibuler yang berfungsi
mengirimkan informasi keseimbangan dan pendengarandari labirin ke otak yang disebabkan oleh zat-zat kimia
atau toxin (obat-obatan). Sedangkan Presbikusis adalah tuli saraf sensorineural frekuensi tinggi, terjadi pada
usia lanjut, simetris kiri dan kanan, disebabkan proses degenarasi di telinga dalam (Mansjoer, dkk. 2009).
Makalah ini menjelaskan tentang konsep teori tentang tuli toksik dan presbiakusis serta asuhan
keperawatan pada pasien dengan tuli toksik dan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan presbiakusis.
Rumusan Masalah
bagaimana konsep penyakit dari tuli toksik dan presbiakusis?
bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami tuli toksik dan presbiakusis?
Tujuan
mengetahui konsep penyakit dari tuli toksik dan presbiakusis;
mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang mengalami tuli toksik dan presbiakusis
Implikasi Keperawatan
Perawat sebagai edukator
Perawat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit tuli toksik dan
presbiakusis dengan bahasa yang mudah dipahami.
Perawat sebagai konselor
Perawat memberikan konseling mengenai prosedur dalam menjalani perawatan tuli toksik dan presbiakusis.
Perawat memberikan konseling kepada keluarganya mengenai peran keluarga dalam menghadapi pasien.
Perawat membantu pasien dalam memecahkan masalah dengan memberikan pilihan-pilihan yang terbaik guna
mendapatkan pelayanan dan penatalaksanaan untuk pasien tuli toksik dan presbiakusis

Perawat sebagai advokasi


Perawat melindungi hak-hak pasien tuli toksik dan presbiakusis, dalam mendapatkan pelayanan dan
penatalaksanaan yang sesuai.
Perawat memberikan saran - saran kepada pasien dan keluarganya jika pasien dihadapkan pada suatu
permasalahan, dengan membantu menyelesaikannya dan tidak lupa menjelaskan tentang baik buruknya dari
setiap pilihan.
Perawat sebagai care giver
Perawat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang menderita penyakit tuli toksik
dan presbiakusis, dan memberikan pelayanan yang tepat saat pasien dirawat.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


Review Anatomi Fisiologi Telinga
Bagian utama telinga dalam terdiri dari dua yaitu koklea (rumah siput), merupakan dua setengah
lingkaran yang berfungsi sebagai organ pendengaran dan vestibulum yang terdiri dari tiga buah kanalis
semirkularis. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah
dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut
membran vestibuli sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ
corti.

Pada skala media

terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran basal melekat sel-sel
rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti yang menbentuk organ corti.

Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut mengetarkan
membran timpani diteruskan ke telinga. Tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang mengamplikasikan
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong.
Energi getar yang telah diamplikasi ini diteruskan ke stapes yang akan mengerakkan tingkap lonjong
sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membran reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Tinjauan Teori Tuli Toksik


Pengertian
Tuli toksik (Ototoksisitas) adalah kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan organvestibuler yang
berfungsi mengirimkan informasi keseimbangan dan pendengarandari labirin ke otak yang disebabkan oleh zatzat kimia atau toxin (obat-obatan). Ototoksik adalah gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi
karenaefek samping dari konsumsi obat-obatan. Gangguan yang terjadi pada pendengaran biasanya
bermanifestasi menjadi tuli sensoryneural. Yang dapat bersifat reversibel dan bersifat sementara, atau tidak
dapat diubah dan permanen.
Epidemiologi
Beberapa peneliti melaporkan toksisitas auditori mencapai 41%, sedangkan peneliti yang lain
melaporkan angka yang jauh lebih rendah yaitu 7%. Data yang terkumpul dari penelitan meta-analisa
memperlihatkan sekitar 5% insiden toksisitas auditori karena konsumsi aminoglikosida dengan dosis ganda
perhari. Toksisitas vestibuler telah dilaporkan berada pada kisaran 0-7% pada pasien yang mendapatkan
aminoglikosida.
Etiologi
Ototoksisitas disebabkan oleh obat atau zat kimia yang merusak telinga bagian dalam atau saraf
vestibulocochlear, yang mengirim info keseimbangan dan pendengaran dari telinga bagian dalam ke otak.
Otoksisitas dapat menyebab gangguan pendengaran, keseimbangan, atau keduanya baik untuk sementara waktu
atau permanen. Banyak zat kimia yang berpotensi bersifat ototoksik, baik itu berupa obat atau zat kimia yang
ada di lingkungan kita. Obat apapun yang berpotensi menyebabkan reaksi toksik terhadap struktur dalam
telinga, yang mencakup koklea, vestibulum, kanalis semisirkularis, dan otolit, dianggap sebagai obat ototoksik.

Sudah sering terdengar bahwa hampir semua obat mempunyai efek samping. Salahsatunya adalah obatobatan yang menimbulkan gangguan pada pendengaran yang merupakanefek samping obat yang serius dan
sering terjadi. Dengan makin banyak obat-obatan patenyang beredar di pasaran, kemungkinan daftar obatobatan yang mempunyai efek samping pada telinga juga makin bertambah. Dari abad ke- 19 hingga kini telah
banyak diketahuiobat-obatan yang menimbulkan gangguan pada telinga diantaranya yaitu:
Golongan Aminoglikosida
Sejak diperkenalkan pada tahun 1944, banyak sediaan aminoglikosida menjadimudah didapatkan
seperti, streptomisin, dihidrostreptomisin, kanamisin, gentamisin, neomisin, tobramisin, netilmisin, dan
amikasin. Aminogikosida bersifat bakterisidyang berikatan dengan Ribosom 30S dan menghambat sistesis
protein bakteri. Aminogikosida hanya efektif pada basil gram negatif aerobik dan stafilokokus. Neomisin dan
kanamisin memiliki spektrum antibakteri yang terbatas serta lebihtoksik dari pada aminoglikosida lainnya.
Aminoglikosida memiliki efek toksik terhadap koklea dan vestibuler yang bervariasi. Streptomisin dan
gentamisin terutama bersifat vestibulotoksik, sedangkan amikasin, neomisin, dihidrostreptomisin, dan
kanamisin bersifat kokleotoksik. Tobramisin berefek sama pada fungsi vestibuler maupun auditorik.
Efek ototoksik pada netilmisin sedikit diketahui karena penggunaannya yang sudah jarang juga karena
memiliki potensi efek ototoksik yang rendah. Toksisitas aminoglikosida tertutama pada ginjal dan sistem
kokleovestibuler walaupun tidak ditemukan hubungan yang jelas antara derajat nefrotoksik danototoksik.
Toksisitas koklear yang menyebabkan gangguan pendengaran biasanya dimulai pada frekuensi tinggi dan efek
sekundernya menyebabkan dekstruksiireversibel sel rambut luar organ Corti, terutama pada lengkungan basal
koklea.Insidensi efek ototoksik aminoglikosida sekitar 10%.
Aminoglikosida dieksresi di ginjal, oleh karena itu pada pasien dengan gangguan ginjal
bilateral,kandungan serum aminoglikosida akan meningkat sehingga akan meningkatkan resiko ototoksik.
Aminoglikosida membutuhkan waktu lebih lama dibersihkan dari perilimfe daripada dari serum. Umumnya
efek ototoksik merupakan bukti adanyakehilangan sel rambut, yang dimulai pada lengkung basal koklea dan
kemudian berjalan ke apeks. Deretan dalam dari sel rambut bagian luar terkena terlebih dahulu,diikuti oleh
kerusakan dua deretan terluar. Untuk alasan yang belum diketahui, selrambut bagian dalam dilindungi ketika
tedadi efek ototoksik dengan kerusakan totalorgan Corti. Kerusakan akut sistem auditorik sering tejadi pada
aminoglikosida, tetapi ditutupi oleh keluhan tinnitus. Gangguan pendengaran biasanya terjadi pada
frekuensitinggi tetapi dapat terjadi pada frekuensi rendah. Manusia dapat mendengar frekuensilebih dari 16.000
Hz, tapi audiometer hanya bisa mendeteksifrekuensi dibawah 8.000Hz. Karena pasien tidak bisa mengenali
kehilangan pendengaran sampai merekakehilangan 20 dB, atau sekitar 3.000 4.000 Hz, akan sangat sulit
mengetahuiseorang pasien mengalami efek ototoksik atau tidak. Efek ototoksik akan tampak 2 3 minggu

setelah obat-obat tersebut berhenti digunakan secara permanen. Adapun obat-obat golongan Aminoglikosida
yaitu :
Streptomisin
Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang mengandung 1 atau 5 gr dengan dosis 20
mg/kgBB secara IM, maksimum 1gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi diturunkan menajadi
2-3kali seminggu. Dosis ini harus dikurangi untuk penderita usia lanjut, anak-anak, orang dewasa badannya
kecil dan gangguan fungsi ginjal serta memperhatikan cara pemberiandan cara penyuntikan tergantung dari
jenis dan lokasi infeksi.
Obat ini utamanya berefek vestibulotoksik sehingga menyebabkan vertigo sebelum tedadinya tinnitus
dan gangguan pendengaran. Efek ototoksik dan efrotoksik terjadi bila diberikan dalam dosis besar dan lama.
Penggunan 1gram perhari obat ini selama 10 hari tidak menyebabkan sindrom vestibular. Penggunaan 2 gram
perhari selama 14 hari dilaporkan menyebabkan sindromvestibules pada 60 70 % pasien atau pada pasien
yang mendapatkan dosis total 10-12 gr dapat mengalami hal diatas. Hingga dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan audiometri basal dan berkala pada meraka yangmendapatkan obat ini.
Ototoksik sangat tinggi terjadi pada kelompok usia 65 tahun dan pada oranghamil tidak boleh melebihi
dosis total 20 gram dalam 5 bulan terakhir kehamilanuntuk mencegah ketulian pada bayi (tuli congenital).
Temuan histologik efek ototoksik streptomisin adalah sebagai berikut :
Kehilangan sel rambut bagian luar secara terpencar di lengkung basal ataskoklea
Kerusakan berat pada epitel sensoris Krista semua saluran
Stereosilia di dalam ampula saluran mengalami pembengkakan dandiameternya menjadi dua kali lebih besar
Dihidrostreptomisin
Dihidrostreptomisin dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang beratdan tidak menentu bahkan
sampai setelah 2 bulan setelah dihentikan. Ketulian tidak bisa, diramalkan serta tidak bergantung pada dosis
obat yang diberikan. Karena efek ototoksiknya yang besar serta kegunaannya yang tidak lebih bagus daripada
streptomisin, obat ini telah ditarik dari peredaran di Amerika Serikat.
Neomisin
Neomisin tersedia untuk penggunaan topikal dan oral, penggunaannya secara parenteral tidak lagi
dibenarkan karena toksisitasnya. Salep mata dan kulit mengandung 5 mg/gr untuk digunakan 2-3 kali sehari.
Untuk oral tersedia tablet250 mg. Dosis oral neomisin dapat mencapai 408gr sehari. Penyerapan neomisin tidak
terlalu bagus bila diberikan secara oral maupun topikal. Walaupun demikian obat ini tetap diberikan secara tetes
telinga karena efek ototoksik yang rendah. Tetapi penggunaan berulang pada jaringan yang meradang dapat
menyebabkan tuli yang irreversibel. Dosis parenteral 5 - 8gram neomisin lebih dari 4 - 6 hari dapat
menyebabkan tinnitus dan tuli ireversibel.

Gangguan pendengaran dihubungkan dengan nilai diskriminasi percakapan rendah. Neomisin,


streptomisin dan kanamisin dibersihkan lebih lambat dari perilimfe dari bagian tubuh lainnya, menyebabkan
efek ototoksik yang tertunda dan terjadi 1-2 minggu setelah obat dihentikan. Penemuan histologik pada efek
ototoksik neomisin AMA:
Kerusakan sel rambut bagian luar dan bagian dalam
Kerusakan parsial sel pilar
Atropi parsial stria vaskularis
Kehilangan sedikit sel Deiter dan sel Hensen
Makula dan Krista biasanya normal
Gentamisin
Gentamisin buruk absorpsinya melalui oral dan harus diberi secara parateraluntuk penggunaan sistemik.
Ketika diberi melalui IM, kadar puncak tercapai pada 0.5 1 jam. Eliminasi pada serum kira-kira 2 jam pada
pasien dengan fungsiginjal normal. Konsentrasi puncak gentamisin tercapai pada akhir infus selama 2 jam
dengan dosis 1 mg/ Kg pada pasien dengan kadar rata-rata 4,5g/mL ( antar 0,5 8 g/mL). Konsentrasi
aminglikosid pada serum harus dimonitor untuk memastikan kadar yang adekuat dan untuk menghindari efek
toksik. Harus dihindari kadar diatas 12 g/mL untuk menurukan resiko gagal ginjal danterjadinya toksisitas
nervus kranial. Sedangkan pada pemberian secara IM, kadar diatas 10 12 g/mL dianggap menimbulkan efek
toksik.
Gentamisin, seperti juga streptomisin lebih mengenai vestibuler dari pada auditorik. Kadar efektif untuk
infeksi sedang dan berat adalah 6-8ug/ml, untuk infeksi gawat 8-10 ug/m dan kadar toksik potensial lebih
dari10-12 ug/ml. Dosisnya disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal, lanjut usia, kegemukkan, sepsis,
gagal jantung, luka bakar, dialisis dan neonatus. Pada sebuah penelitian diketahui bahwa gentamisin
menyebabkan efek ototoksik sebesar 10 -15 %.
Kanamisin
Untuk suntikan tersedia larutan dan bubuk kering. Larutan dalam vialekuivalen dengan basa kanamisin
500 mg/2 ml dan 1 gr/ 3 ml untuk orang dewasaserta 75 mg/2 ml untuk anak. Untuk pemberian oral
kapsul/tablet 250 mg dan sirup 50 mg/ml. Dosis oral untuk anak adalah 50 mg/kgBB sehari dibagi 4 kali
pemberian, untuk orang dewasa dapat mencapai 8 gr sehari. Dosis awal pada dewasa dan anak dengan dehidrasi
5-7,5 mg/kgBB, normal 7,5 mg/kgBB dan neonatus 10mg/kgBB. Kadar efektif dalam serum untuk infeksi
sedang berat 20-25 ug/ml, infeksi berat 25-30 mg/ml dan kadar dalam plasma yang berpotensi menimbulkan
toksik lebih dari 32 ug/ml.
Pada pasien yang fungsi ginjalnya normal, 15mg/kg/hari kanamisin akan menyebabkan gangguan
pendengaran ringan. Efek ototoksik kanamisin tidak seberat neomisin, tetapi seperti halnya neomisin, efeknya

terutama pada koklea. Kanamisin menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural. Diantara obat-obat
aminoglikosida, kanamisin paling sering menyebabkan kerusakan koklea unilateral. Penemuan histologik efek
ototoksik kanamisin adalah :
Kerusakan sel-sel rambut bagian dalam dan luar
Sering tidak menyebabkan perubahan sel penyokong
Krista saluran semisirkuler normal, oleh karena itu degenerasi neuraltidak signifikan
Antibiotik lainnya
Eritromisin
Termasuk ke dalam golongan makrolid yang bekerja menghambat sintesis protein kuman dengan dan
bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadarnya. Obat ini tersedia dalam
kapsul/tablet250 mgdan 500 mg dengan dosis dewasa 1-2 gr/hari dibagi dalam 4 dosis dapat ditingkatkan 2 kali
lipat pada infeksi berat, anak-anak dengan dosis 30-50mg/kgBB sehari dibagi dalam 4 dosis. Kadar puncak
dalam darah 0,3-1,9ug/ml yang mana ini dapat dicapai dengan dosis oral 500 mg dalam waktu 4 jam. Dosis
lebih dari 4 gram/hari meningkatkan efek ototoksik, gejalanya umurnnya terlihatdalam 4 hari dan biasanya
gangguan pendengaran dapat pulih setelah pengobatan dihentikan.
Gejala pemberian eritromisin intravena terhadap telinga tengah adalah kurang pendengaran subjektif,
tinnitus yang meniup dan kadang-kadang vertigo. Tuli sensorineural pernah dilaporkan terjadi pada anak-anak
maupun dewasa, terjadi tuli sensorineural nada tinggi dan tinnitus setelah pemberian intraverna dosistinggi atau
secara oral. Biasanya gangguan pendengaran dapat pulih setelah obat dihentikan.
Vankomisin
Beberapa gejala yang sering muncul pada ototoksik pada umumnya adalahtinitus dimana ini terjadi pada
pasien dengan konsentrasi serum vankomisin yangtinggi pada gagal ginjal atau pada pasien yang mendapatkan
terapi aminoglikosidasecara bersamaan, digunakan dalam waktu yang lama, dan dalam dosisyang besar.
Diuretik
Dua diuretik penyebab utama efek ototoksik adalah furosemid dan asametakrinat. Dimana kedua obat ini
merupakan diuretik yang efeknya sangat kuatdibandingkan dengan yang lain. Manifestasi ototoksiknya
adalahgangguan pendengaran sensorikneural, tinnitus dan vertigo. Asam etakrinat dapatmenyebabkan ketulian
sementara maupun menetap dan hal ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat
terjadi pada furosemid. Ketulianini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan
endolimfe.
Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini. Bila karenasuatu hal diperlukan
pemberian obat yang juga bersifat ototoksik, misalnya aminoglikosida, sebaiknya dipilih diuretik lainnya,
misalnya tiazid. Efek ototoksik tampak pada sistem dari penghambatan sodium- pomsium ATPase koklear,
menyebabkan perubahan komposisi elektrolit endolimfe. Gangguan pendengaran pada asam etakrinat dan

furosemid umumnya sementara tapidapat juga bersifat permanen. Efek ototoksik bumetanide lebih rendah dari
diuretik lainnya.
Asam etakrinat menyebabkan kerusakan lapisan pertengahan striavaskuler dansel rambut bagian luar
dari organ Corti, lebih parah pada lengkung basal. Gangguan pendengaran dapat sementara maupun permanen.
Ototoksik berhubungan dengan pemberian cepat secara IV, kerusakan ginjal, dosis besar, dan penggunaan
denganobat ototoksik lain. Insidensi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan loopdiuretik. Pemberian
secara IV harus diencerkan dengan D5W or NS (1 mg/mL) dandilakukan melalui infus selama beberapa menit.
Efek sementara dapat merupakansekunder dari efek pada enzim-enzim respirasi (succinate dehidrogenase dan
ATPase)dalam organ Corti dan stria vaskuler. Kandungan Sodium endolimfe berkurang.Gejala yang timbal
berupa tuli,tinnitus dan vertigo.
Salisilat
Asam salisilat dan derivatnya yang lebih dikenal dengan sebagai asetosal danaspirin sering dipakai
sebagai analgetik, antiperitik, keratolitik dan antireumatik. Gejala toksik umumnya berupa asidosis metabolik
sedangkan gejala utama berupasalisilismus, dan beberapa tahun ini ototoksik akibat salisilat banyak diteliti
olehkarena terapi aspirin dosis tinggi pada arthritis rematoid.
Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensori neural frekuensitinggi, bilateral dan tinnitus.
Tetapi bila pengobatan dihentikan pendengaranakan pulih dan tinnitus akan hilang. Keracunan salisilat yang
berat dapat menimbulkan kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat ringan. Gejalanya adalah nyeri
kepala, pusing, tinnitus, gangguan pendengaran, penglihatankabur, rasa bingung, cemas, rasa kantuk, banyak
keringat, haus, mual dan muntah.
Anti Kanker
Cisplatin adalah anti kanker yang paling luas penggunaannya, namun sayangnya bersifat kokleotoksik
dan nefrotoksik. Toksisitas cisplatin sinergis dengan gentamisindan pada dosis tinggi cisplatin telah dilaporkan
dapat menyebabkan tuli total. Pada binatang percobaan, ototoksisitas cisplatin berhubungan dengan peroksidasi
lipid.Carpolatin dan cisplatin diklasifikasikan sebagai agents, keduanya merusak sel-selkanker (dan beberapa
seltubuh yang sehat juga ikut rusak) dengan cara merusak DNAdari sel tersebut.
Gejala yang ditimbulkan cisplatin sebagai ototoksisitas adalah tuli subjektif,tinnitus dan otalgia, tetapi
dapat juga disertai dengan gangguan keseimbangan. Tuli biasanya bersifat bilateral dimulai dengan frekuensi
antara 6 KHz dan 8 KHz,kemudian pada frekuensi yang lebih rendah. Tinnitus biasanya samar-samar, bila
tuliringan maka akan pulih pada penghentian pengobatan, tetapi bila tulinya berat biasanya menetap.
Obat Topikal Telinga

Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosidaseperti neomisin dan
polimiksin B, keduanya memiliki efek neurotoksik dan nefrotoksik. Obat-obatan tersebut menjadi ototoksik bila
diberikan pada pasien dengan perforasi membran timpani. Terjadinya ketulian oleh karena obat Nomisin dan
polimiksin B terjadi karenaobat tersebut dapat menembus tingkap bundar. Uji klinik dan uji pada
hewanmenyebutkan bahwa siprofloksasin dan ofloksasin tidak memiliki bukti yangsignifikan menyebabkan
ototoksik. Ofloksasin topikal biasanya dikombinasikan dengan Cortisporin Otic Suspension (COS) dan obat
tetes mata gentamisin. Selrambut utama dapat rusak yang disebabkan oleh COS dengan kehilangan sekitar
65%.Ofloksasin meskipun diberikan tiga kali sehari tidak menghasilkan kerusakan koklear yang berarti.
Tanda dan gejala
Gejala dini gangguan pendengaran pada ototoksisitas aminoglikosida sulit dikenali oleh pasien karena
hanya bermanifestasi pada frekwensi tinggi. Pada keadaan lanjut mempengaruhi frekwensi percakapan dan
ketuliannya akan semakin berat jika penggunaanobat ini diteruskan. Pada audiogram ditemukan ciri penurunan
yang tajam untuk frekuensitinggi.
Tanda dan gejala untama yaitu adanya Tinitus dan vertigo. Tinitus biasanya menyertai segala jenis tuli
sensorineural yang ditandai dengan keluhan pertama yang muncul serta mengganggu jika dibandingkan dengan
tulinya sendiri dimana pada ototoksik tinitus cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6
KHz serta biasa bilateral. Pada kerusakan yang menetap, tinnitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi juga
tidak pernah hilang, gejala lainnya juga terdapat gangguan keseimbangan badan, sulit memfiksasi pandangan,
terutama setelah perubahan posisi, ataksia (kehilangan koordinasi otot) dan oscillopsia (pandangan kabur
dengan pergerakan kepala) tanpa adanya riwayat vertigo sebelumnya, menyebabkan kesulitan melihat tanda lalu
lintas ketika mengendarai kendaraan atau mengenali wajah orang ketika berjalan.
Patofisiologi
Mekanisme dari tuli akibat ototoksik masih belum begitu jelas. Patologinya meliputi hilangnya sel
rambut luar yang lebih apical, yang diikuti oleh sel rambut dalam. Hal ini permulaannya menyebabkan
gangguan pendengaran frekuensi tinggi yang dapat berlanjut kefrekuensi rendah. Pasien-pasien tertentu tidak
mengetahui adanya gangguan pendengaran hingga defisit mencapai deraja tringan sedang ( >30 dB hearing
level ) pada frekuensi percakapan. Kebanyakan poin yang terbukti saat ini adalah terdapat pengikatan obat
dengan glikosaminoglikan stria vaskularis, yang menyebabkan perubahan strial dan perubahan sekunder sel-sel
rambut. Antibiotik ototoksik menyebabkan hilangnya pendengaran dengan mengubah proses-proses biokimia
yang penting yang menyebabkan penyimpangan metabolik dari sel rambut dan bisa menyebabkan kematian sel
secara tiba-tiba.

Efek utama dari obat-obat ototoksik terhadap telinga adalah hilangnya sel-sel rambutyang dimulai dari
basal koklea, kerusakan seluler pada stria vaskularis, limbus spiralis dansel-sel rambut koklea dan vestibuler.
Kerusakan vestibuler juga merupakan efek yang merugikan dari antibiotik aminoglikosida dan awalnya
menunjukkan

nistagmus

posisional.Pada

keadaan

berat,

kerusakan vestibuler dapat menyebabkan

ketidakseimbangan dan osilopsia. Osilopsia, yang disebabkan oleh kerusakan sistem vestibuler bilateral, adalah
ketidakmampuan sistem okuler untuk menjaga horizon yang stabil.
Komplikasi dan prognosis
Prognosis sangat tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan,kerentanan pasien,
adanya faktor resiko seperti gagal ginjal akut ataupun kronis dan penggunaan obat ototoksik yang lain secara
bersamaan akan tetapi pada umumnya prognosistidak begitu baik dan malah makin memburuk.
Pengobatan
Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obat
ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam dapat diketahui secaraaudiometrik, maka pengobatan dengan
obat-obatan tersebut harus segera dihentikan. Beratringan ketulian yang terjadi tergantung kepada jenis obat,
jumlah dan lamanya pengobatan.Kerentanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat
tersendiri.Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara lain dengan alatBantu
dengar (ABD), psikoterapi, auditory training, termasuk cara menggunakansisa pendengaran dengan alat bantu
dengar, belajar komunikasi total dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan pemasangan implan koklea.
Pencegahan
Dalam melakukan pencegahan harus mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik, menilai
kerentanan pasien monitoring ketat level obat dalamserum dan fungsi ginjal harus baik sebelum, selama dan
setelah terapi. Cara lain adalah dengan mengukur fungsi audiometri sebelum terapi, memonitor efek samping
secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala keracunan telinga dalam yang timbul sepertitinnitus,
kurang pendengaran dan vertigo.
Pada pasien-pasien yang telah mulai menunjukkan gejala tersebut diatas harus dilakukan evaluasi
audiologik dan segera menghentikan pengobatan dan baiknya antibiotik yang dapat menyebabkan gangguan
pendengaran baiknya tidak diberikan pada wanita hamil, berusialanjut dan orang-orang yang sebelumnya
pernah menderita ketulian dan sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap kadar obat dalam darah jika
memungkinkan baik sebelum dan selama pengobatan berlangsung.
Tinjauan Teori Presbikusis

Pengertian
Presbikusis adalah tuli saraf sensorineural frekuensi tinggi, terjadi pada usia lanjut, simetris kiri dan
kanan, disebabkan proses degenarasi di telinga dalam (Mansjoer, dkk. 2009).
Prebiskusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran,
simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi
rendah atau tinggi serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.
Epidemiologi
Presbikusis dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-75 tahun dan 40-50% pada populasi di atas
75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbedaan prevalensi presbikusis antar
ras belum diketahui secara pasti (Lee FS 2005 dan Cruickhanks 1998). Presbikusis pada sebagian orang sudah
timbul pada usia 40 tahun atau disebut presbiakusis prekoks, tetapi yang lain pada usia 80 tahun masih
mempunyai pendengaran baik. Timbulnya presbikusis berbeda-beda tiap orang, karena presbikusis ini juga
dipengaruh oleh beberapa faktor (Wiyadi, 1984).
Laporan National Institute on Aging memberikan informasi sepertiga penduduk Amerika antara usia 6574 tahun dan separuh penduduk berusia 85 tahun ke atas memilki gangguan pendengaran jenis ini (Kakarlaudi,
2003). Prevalensi tersebut meningkat pada tahun 2030 menjadi 70 juta orang. Jumlah penduduk di Indonesia
dengan usia lebih dari 60 tahun pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 19,9 juta atau 8,48% dan tahun 2025
diperkirakan penderita presnikusis akibat usia lanjut tersebut akan meningkat menjadi empat kali lipat dan
merupakan jumlah tetinggi di dunia (Maria, 2009).
Penelitian di Qatar mengatakan frekuensi laki-laki lebih banyak 52,6% dibanding perempuan 49,5%.
Berdasarkan penelitian di South Carolina USA, ditemukan frekuensi laki-laki 52,1% lebih banyak dari
perempuan 48,4%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, laki-laki mempunyai frekuensi lebih
banyak daripada perempuan mengingat bahwa riwayat bising dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis yang
dihubungkan bahwa laki-laki lebih banyak bekerja dan mendapat paparan sura bising di dalam maupun di luar
lingkungan kerja.
Etiologi
Menurut Boedhi & Hadi (1999), ada dua jenis penyebab presbikusis yaitu sebagai berikut:
Internal

Degenerasi primer aferen dan eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti penurunan vascularisasi dari
reseptor neuro sensorik mungkin juga mengalami gangguan. Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis
otak sering terganggu akibat lanjutnya usia.
Eksternal
Terpapar bising ynag berlebihan, penggunaan obat ototoksik dan reaksi pasca radang.
Presbikusis terjadi karena adanya degenerasi yang dipengaruhi oleh beberapa factor risiko. Factorfaktor risiko yang mempengaruhi terjadinya presbiakusis yaitu:
1. Usia dan jenis kelamin
Kebanyakan orang yang berusia 60-65 tahun banyak yang menderita presbiakusis. Presbikusis lebih banyak
terjadi pada laki-laki daripada perempuan, hal ini disebabkan laki-laki lebih sering terpapar suara bising
daripada perempuan.
2. Hipertensi
Hipertensi kronik dapat memperberat tahanan vaskuler yang mengakibatkan peningkatan viskositas darah,
penurunan aliran darah kapiler dan transport oksigen ke organ telinga dalam, terjadi kerusakan sel-sel auditori
dan proses transmisi sinyal dapat terganggu (Maria, 2009).
3. Diabetes militus
Pada penderita diabetes militus terjadi penimbunan advanced glicosilation end product (AGEP), bertambahnya
AGEP akan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis), dinding pembuluh darah semakin
menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Akibat mikroangiopati organ koklea akan terjadi
atrofi dan berkurangnya sel rabut. Neuropati terjadi akibat mikroangiopati pada nervus VIII (auditorius),
ligamentum dan ganglion spiral ditandai kerusakan sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson.
Akibat proses ini dapat menimbulkan penurunan pendengaran (Abdulbari, 2008).
4. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida, mempunyai efek mengganggu peredaran darah manusia,
bersifat ototoksik secara langsung, serta merusak sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida, menyebabkan
iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin), dimana haemoglobin
menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Akibatnya suplai oksigen ke organ korti di koklea akan terganggu dan

menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan
arteriosklerotik (Karen, 1998).

5. Riwayat bising
Pajanan energy bising yang diterima akan berbanding lurus dengan kerusakan yang terjadi pada telinga.
Gangguan fisilogi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme
basal, dan vasokonstriksi pembuluh darah. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang system
saraf otonom. Pemajanan yang terus-menerus terhadap suara yang bising dpat merusak sel-sel rambut yang di
dalam koklea (Mills, 2009).
Klasifikasi
Menurut Shuknecht presbikusis dibagi menjadi empat tipe yaitu sebagai berikut:
Presbikusis Sensori
Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong organ corti.
Proses berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke darah apeks. Perubahan ini berhubungan
dengan penurunan ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Secar histology, atrofi dapat
terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basal koklea dan proses berjalan dengan lambat. Beberapa teori
mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin. Cirri khas dari tipe sensory
presbiakusis ini adlah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi.
Presbikusis Neural
Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di kolea dan jalur saraf pusat. Atrofi terjadi mulai dari
koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena disbanding sisa dari bagia koklea lainnya. Tidak
didiapati adnya penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan penurunan
diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan denga presbiakusis neural dan dapat dijumpai sebelum
terjadinya gangguan pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak
akan timbul sampai 90% neuron akhirnya hilang. Pengurangan jumlah sel-sel neuron ini sesuai dengan normal
speech discrimination. Bila jumlah neuron ini berkurang di bawah yang dibutuhkan untuk transmisi getran,
terjadilah neural presbyacsis. Menurunnya jumlah neuron pada koklea lebih parah terjadi pada basal koklea.
Gambaran klasik: speech discrimination sangat berkurang dan atrofi yang luas pada ganglion spiralis (cookiebite).
Presbikusis strial

Tipe presbiakusis yang sering didapati dengan cirri khas kurang pendengaran yang mulai timbul pada
decade ke-6 dan berlangsung perlahan-lahan. Kondisi ini diakibtakan atrofi stria vaskularis. Histology: atrofi
pada stria vaskularis, lebih parah pada separuh dari apeks koklea. Stria vaskularis normalnya berfungsi menjaga
keseimbangan bioelektrik, kimiawi dan metabolic koklea. Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia
30-60 tahun. Berkembang dengan lambat dan mungkin bersifat familial. Dibedakan dari tipe presbikusis lain
yaitu pada strial presbiakusis ini gambaran audiogramnya rata, dapat mulai frekuensi rendah, speech
discrimination bagus sampai batas minimum pendengarannya melebihi 50 dB (flat). Penderita dengan kasus
kardiovaskular (heart attacks, stroke, intermittent claudication) dapat mengalami presbikusis tipe ini serta
menyerang pada semua jenis kelamin namun lebih nyata pada perempuan.
Presbikusis konduktif koklea
Tipe kekurangan ini disebabkan gangguan gerakan mekanis di membrane basalis. Gambaran khas
audiogram yang menurun dan simetris. Histology: tidak ada perubahan morfologi pada struktur koklea ini.
Perubahan atas respon fisik khusus dari membrane basalis lebih besar di bagian basal karena lebih tebal dan
jauh lebih lebih kurang di apical, dimana di sini lebih lebar dan lebih tipis. Kondisi ini disebabkan oleh
penebalan dan kekakuan sekunder membrane basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus
koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang sangat
lambat.
Tanda dan gejala
Tanda utama presbikusis adalah terjadinya penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi.
Penderita presbikusis fungsi pendengarannya berkurang secara perlahan-lahan, progresif, dan simetris pada
kedua telinga. Penderita akan merasa bahwa teinganya berdenging. Pasien dapat mendengar suara percakapan
tetapi sulit memahaminya, terutama bila cepat dan latarnya riuh. Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa
nyeri. Dapat disertai tinnitus dan vertigo (Mansjoer dkk, 2009).
Menurut Luekenotte (1997), beberapa dari tanda dan gejala yang paling umum dari penurunan
pendengaran :
Kesulitan mengerti pembicaraan;
Ketidakmampuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada tinggi;
Kesulitan membedakan pembicaraan; bunyi bicara lain yang parau atau bergumam;
Masalah pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar belakang yang bising;
Latar belakang bunyi berdering atau berdesis yang konstan;
Perubahan kemampuan mendengar konsonan seperti s, z, t, f dan g;
Suara vokal yang frekuensinya rendah seperti a, e, i, o, u umumnya relatif diterima dengan lengkap.
Patofisiologi

Bertambahnya usia akan mengakibatkan degenerasi primer di organ corti, yaitu berupa hilangnya sel
epitel saraf yang dimulai pada usia pertengahan, terjadi degenerasi pada serabut aferen dan eferen sel sensorik
dari koklea dan juga terjadi perubahan pada sel ganglion siralis di basal koklea. Selain itu elastisitas membran
basalis di koklea dan membrana timpani juga akan menurun. Suplai darah dari reseptor neurosensorik mungkin
juga akan mengalami gangguan, seingga jalura auditorik dan lobus temporalis otak akan terganggu.
Komplikasi dan prognosis
Presbikusis dapat menyebabkan resiko yang lebih tinggi untuk Tuli. Kemampuan mendengar penderita
presbikusis akan berkurang secara berangsur, biasanya terjadi bersamaan pada kedua telinga. Telinga menjadi
sakit bila lawan bicaranya memperkeras suara. Selain itu penderita presbikusis juga mengalami kesulitan dalam
memahami percakapan terutama di lingkungan bising, hal ini disebabkan oleh berkurangnya kemampuan
membedakan (diskriminasi) suku kata yang hampir mirip.
Hal lain yang terjadi pada penderita presbikusis adalah masalah fisik dan emosional antara lain berupa :
Terganggunya hubungan perorangan dengan keluarga
Kompensasi tingkah laku akibat gangguan pendengaran :
Pemarah dan mudah frustrasi
Depresi, menarik diri dari lingkungan (introvert)
Merasa kehilangan kontrol pada kehidupannya
Waham curiga (paranoid)
Self-criticism
Berkurangnya aktivitas dengan kelompok sosial
Berkurangnya stabilitas emosi.
Pengobatan
Menurut Mansjoer dkk (2008), penatalaksanaannya dapat memasangkan alat bantu dengar
dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran dan latihan mendengar oleh ahli terapi wicara. Yang penting
adalah pengertian dari orang sekitarnya untuk berbicara dengan pelan, jelas, dengan kata-kata yang pendek dan
tidak keras.
Menurut dr. MS Wiyadi, pengobatan presbikusis didasarkan pada empat efek kelompok obat-obatan
yaitu:
Hormon
Pernah dicoba dengan hormone hipofise secara intravena. Ada yang mencoba hormone wanita pada wanita usia
lanjut. Kemudian kedua seks hormone dikombinasi dan diberikan pada penderita. Mungkin tinitusnya
berkurang atau pendengaran subjektif sedikit membaik, tapi secara objektif masih diragukan.
Vasodilator
Seperti asam nikotinat dan derivatnya menyebabkan vasodilatasi perifer, dan pemberian dosis tinggi dalam
waktu yang lama menurunkan bloodlipid pada orang hiperkolesterolimia. Efek terapeutik pada presbikusis

disebabkan oleh dilatasi koklear dan pembuluh darah di otak akibat aksi lipopreteinolitik dari obat tersebut.
Contoh lain misalnya ronicol dan hydergin.
Obat lipoproteinolitik
Heparin i.v. 250 mg setiap hari selama 8 hari. Kemajuan audiometric didapat pada 25% penderita. Vertigo dan
tinnitus menghilang pada 45% penderita.
Vitamin
Vitamin B kompleks memberikan 43,5% kemajuan dalam pendengaran. Data-data terperinci dari laporan
Weston ini tidak diberitakan. Vitamin A banyak dicoba dengan hasil yang lebih memuaskan.
Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan presbikusis:
Audiometric nada murni, akan menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris;
Audiometric tutur, menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination) dan biasanya
keadaan ini terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear;
Tes penala, menunjukkan tuli sensorineural.
Pencegahan
Menurut dr. MS Wiyadi terdapat dua factor yang relevan dalam pencegahan, yaitu dengan hindari suara
keras, ramai dan kebisingan, hindari diet yang berlemak.
Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang berebihan, rokok yang berlebihan dan stress.
Anemia, kekurangan vitamin dan insufisiensi kardiovaskular juga harus segera diobati.
4.1.3 Intervensi Keperawatan Otoksisitas
N
Diagnosa
o
.
1 Gangguan sensori
.
persepsi

Tujuan dan Kriteria Hasil

Tujuan: pasien akan dapat1.


kembali
normal
pada
pendengarannya
berhubungan
Kriteria Hasil:
1.
Mengakui perubahan
dengan kerusakan
dalam kemampuan dan2.
koklea atau saraf
adanya keterlibatan residu
2.
Mendomenstrasikan3.
pendengaran dan
perubahan perilaku/ gaya
organ vestibuler
hidup
untuk
mengkompenisasi / elefisit4.
hasil pendengaran

Rencana

Rasional

Kaji riwayat kesehatan lainnya1.

Mengetahui lebih jelas apakah


pasien
memiliki
riwayat
sebelumnya
Memberikan rasa aman dan
nyaman klien
Memberi ruang kepada tenaga
kesehatan
dalam
tindakan
perawatan
Untuk menentukan data dasar dan
tes audiologi mungkin dilakukan
sebelum terapi

2.
Beri posisi nyaman kepada3.
pasien
Posisikan pasien sesuai
prosedur pelaksanaan
4.

Anjurkan pasien untuk


melaporkan
kesulitan
pendengaran tinnitus atau5.
Untuk mencegah kehilangan
pusing
fungsi
pendengaran
secara
5. Elaborasi dengan dokter utnuk permanen dan mempercepat proses
tindakan operasi
perawatan.

2 Gangguan rasa
. nyaman (nyeri)
berhubungan
dengan gangguan
saraf pendengaran1.
2.

Tujuan: pasien akan dapat1.


beradaptasi
dengan
kondisinya
2.
Kriteria Hasil:
Pasien merasa nyaman
3.
Pasien merasa tidak
kesakitan lagi

Kaji struktur dari telinga


pasien
Kaji lingkungan pasien

1. Untuk mengetahui masalah pasien


2. Memberikan rasa nyaman pasien
3. Untuk menjaga supaya tidak
terjadi kehilangan pendengaran

Ajarkan pasien untuk saling


berbagi informasi terhadap

penyakitnya
4. Berikan reward terhadap

yang permanen
4. Memberikan motivasi pasien
untuk bisa beradaptasi
5. Mempercepat proses perawatan

tindakan yang dilakukan


5. Elaborasi dengan tim
kesehatan lainnya

3 Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
keterbatasan
informasi tentang
obat
1.

Tujuan: Pasien dapat

1. Kaji proses kebisingan dan 1.


pendengaran dan harapan klien
memahami terkait
yang akan datang
2.
kesehatnnya.
2. Diskusikan perlunya
pengetahuan yang cukup
Kriteria hasil
mengenai proses terjadinya
Klien mengatakan telah
penyakit agar klien tidak salah 3.
dalam menginterprestasikan
mengetahui tentang proses
suara atau tingkah laku
penyakit, prosedur
nonverbal orang lain.
3. Berikan informasi khusus
tindakan dan pengobatan
tentang proses pengobatan
2. Klien dan keluarga
yang akan di lakukan
mengatakan mengetahui
dan paham tentang
penyakitnya

memberiakn pengetahuan dasar


tentang proses terjadinya penyakit
agar
klien
tidak
salah
interprestasikan
dan
paham
tentang apa yang telah terjadi
dengan diri klien
meningkatkan
pengetahuan
tentang prosedur tindakan /
pengobatan yang di lakukan

4.1.4 Implementasi
N Hari/tangga
Diagnosa
o
l
1 Rabu 17
.

Mei 2013

Keperawatan
Gangguan persepsi

Implementasi

1.
2.
sensori berhubungan
3.
dengan kerusakan
4.
T
koklea atau saraf
5.
pendengaran dan

Telah mengkaji riwayat kesehatan lainnya


Telah diberikan posisi nyaman kepada pasien
Telah memposisikan pasien sesuai prosedur pelaksanaan
Telah menganjurkan pasien untuk melaporkan kesulitan pendengaran
innitus atau pusing
Telag berelaborasi dengan dokter utnuk tindakan operasi

organ vestibuler

Rabu 17
Mei 2013

Rabu 17
Mei 2013

Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
berhubungan dengan
gangguan saraf
pendengaran

1. Telah mengkaji struktur dari telinga pasien


2. Telah mengkaji lingkungan pasien
3. Telah mengajarkan pasien untuk saling berbagi informasi terhadap
penyakitnya
4. Relah memberikan reward terhadap tindakan yang dilakukan
5. Telah berelaborasi dengan tim kesehatan lainnya

Telah mengkaji proses kebisingan dan pendengaran dan harapan klien


yang akan datang
Telah berdiskusikan perlunya pengetahuan yang cukup mengenai proses
terjadinya penyakit agar klien tidak salah dalam menginterprestasikan
suara atau tingkah laku nonverbal orang lain.
Telah memberikan informasi khusus tentang proses pengobatan yang
akan di lakukan

4.2.5 Evaluasi Keperawatan


No

Hari/tanggal

No.

jam

Evaluasi

dx
1.

Rabu 17 Mei 1
2013

14.00

S : klien mengatakan ada perbaikan dalam pendengaran dank lien


mengatakan bahwa klien dapat mendengarkan semua yang dibicarakan
oleh perawat.
O : Klien memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan untuk
berkomunikasi, klien tempak berespon dengan cepat saat diajak
berbicara
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

4.2.3 intervensi keperawatan presbiakusis


No

DIAGNOSA

Tujuan Dan

11

KEPERAWATAN
Gangguan komunikasi verbal

Kriteria Hasil
Tujuan:

berhubungan dengan

komunikasi verbal

degenerasi tulang pendengaran

pasien dapat berjalan penerimaan pesan

mendengar. Untuk me

bagian dalam ditandai dengan

dengan baik

serum yang dapat me

Data Subjektif

kriteria hasil:

serumen yang

lubang telinga, sehin

pasien dapat

mengganggu

pendengaran dapat be

melakukan proses

pendengaran

Agar pasien dapat me

a.

Klien susah mendengar


rangsang berupa suara
b. Klien susah mendengar
atau menerima pesan
c. Klien tidak mengerti
terhadap pembicaraan orang
Data Objektif

INTERVENSI
1. Kaji tingkat

RASIONAL

1. untuk mengetahui sej

kemampuan klien dalam


2. Periksa apakah ada

komunikasi dengan

pesan dari pembicara

baik

a. Lambat berespon terhadap

kemampuan pasien un

dilakukan oleh peraw

alat tulis adalah salah


media yang dapat m
dalam berkomunikasi

3. Bicara dengan pelan

rangsang suara

dan jelas

Penggunaan alat bant

b. Klien nampak bingung jika

pendengaran merupak

diajak bicara

bantu yang sagat pent

c. Klien meminta untuk

4. Gunakan alat tulis pada

mengulangi pembicaraan atau

waktu menyampaikan

pesan

pesan

untuk membantu pro


pendengaran pasien

d. Komunikasi sebagian besar


berjalan melalui pesan-pesan

5. Beri dan ajarkan klien

tertulis dan perantara anggota


22

pada penggunaan alat

keluarga.
Harga diri rendah berhubungan

bantu dengar
1. Kaji pengetahuan klien1. untuk mengidentifika

Tujuan:

dengan fungsi pendengaran

pasien dapat

tentang perilaku

sebenarnya prilaku m

menurun

menerima keadaan

menarik diri dan tanda-

yang merugikan bagi

ditandai dengan:

dirinya dan

tandanya

Data Subjektif

bersosialisasi seperti

percayaan diri untuk b

Keluarga klien mengatakan

biasanya.

berprilaku menarik di

bahwa:

Kriteria hasil:

a. Klien senang menyendiri

Tidak menyendiri, 2. Beri kesempatan pada

2. Untuk mengetahui pe

3. Diskusi adalah suatu

untuk memperoleh ja

b. Klien menarik diri dari

tidak menarik diri

klien untuk

lingkungan

dari lingkungan,

mengungkapkan

pasien memiliki rasa

c. Klien tidak mau kumpul

berinteraksi dengan

perasaan penyebab klien

bercerita sehingga pa

bersama keluarga

orang lain.

tidak mau bergaul atau 5. Agar pasien memilik

2. Data Objektif

4. Untuk membina hubu

menarik diri

dapat merubah kebias

a. Klien suka duduk


menyendiri

lebih positif lagi.


3. Diskusikan bersama

6. Agar pasien mulai ter

b. Klien mengekspresikan

klien tentang perilaku

berinteraksi dengan o

perasaan kesepian

menarik diri, tanda-

kelamaan pasien mula

c. Klien menarik diri

tanda

lingkungan

serta penyebab yang

d. Klien mengekspresikan

mungkin.

perasaan kesepian

4. Beri pujian terhadap


kemampuan klien
mengungkapkan
perasaan.

5. Diskusikan tentang
keuntungan dari
berhubungan dan
kerugian dari perilaku
menarik diri
6. Anjurkan anggota
keluarga untuk secara
rutin dan bergantian
3.

Kurang aktivitas berhubungan


dengan menarik diri

mengunjungi klien
1. Variasikan rutinitas
sehari-hari

1.

Agar pasien tidak


monoton.
2. Peran dari sanak ke

lingkungan
ditandai dengan:
1. Data Subjektif
Keluarga klien mengatakan

mendukung dan mem


3. Agar pasien memilik
2. Libatkan sanak keluarga
akan pasien jalani.
dalam merencanakan 4. Agar pasien dapat
dengan baik saat bera
rutinitas sehari-hari

bahwa:
a. Klien sulit mengikuti perintah
untuk melakukan aktivitas di

3. Rencanakan suatu
aktivitas sehari-hari

rumah
b. Klien tidak mau mengikuti

4. Berikan alat bantu

kegiatan sehari-hari di

dengar dalam

masyarakat

melakukan aktivitas

2. Data Objektif
a. Klien lebih banyak tidur
b. Klien nampak gelisah atau
bosan
c. Sebagian besar waktu klien
digunakan untuk istirahat

4.2.4 Implementasi
No Hari/tanggal
1.
Rabu 17 Mei
2013

Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Gangguan komunikasi verbal 1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam penerimaan pes
2. Periksa apakah ada serumen yang mengganggu
berhubungan dengan degenerasi
pendengaran
tulang pendengaran bagian
3. Bicara dengan pelan dan jelas
4. Gunakan alat tulis pada waktu menyampaikan pesan
dalam
5. Beri dan ajarkan klien pada penggunaan alat bantu
dengar

4.2.5 Evaluasi Keperawatan


No

Hari/tanggal

No.

jam

Evaluasi

dx
1.

Rabu 17 Mei 1
2013

14.00

S : - Klien mengungkapkan dapat menerima pesan berupa kata-kata mel


media alternatif tulisan
- Klien mengatakan sudah mengerti tentang apa yang diungkapkan.

O : - Klien memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan untuk berko


- Klien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Asuhan Keperawatan Tuli Toksik
4.1.1 Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Nama
:
Umur
:
JenisKelami :
n
Agama
Pendidikan
Alamat

:
:
:

No. RM
Pekerjaan
Status Perkawinan

:
:
:

Tanggal MRS
:
TanggalPengkajian :
SumberInformasi
:

b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: pasien tampak tergangguan pendengaran
c. Riwayat kesehatan sekarang
Ototoksisitas akibat dari pemakaain obat-obatan yang menggagu kerja dari proses pendengaran,
kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan organ vestibuler.
d. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon
1) Persepsi kesehatan dan Pola manajemen
Orang tua pasien mengetahui bahwa pasien seringkali tidak mendengar perintahnya dan keluarga
tidak tahu cara mengatasinya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pola pemenuhan nutrisi kurang dan proses metabolisme tidak berjalan dengan baik khususnya
saraf pendengarannya.
3) Pola eliminasi
Pasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Dalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa
sehingga pasien akan rewel.
5) Pola istirahat dan tidur
Pasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan.
6) Pola persepsi dan kognitif
Pasien merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli pada
kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7) Pola konsep diri
Pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat memberikan informasi sesuai
kondisi.
8) Pola peran dan hubungan
Hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih banyak
menangis dan rewel.
9) Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien tidak mengalami kelainan.
10) Pola keyakinan dan nilai

Keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.


4.1.2
1.
2.
3.
4.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan
organ vestibuler;
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan gangguan saraf pendengaran;
Gangguan keseimbangan berhubungan dengan kerusakan organ vestibuler
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi tentang obat

4.2 Asuhan Keperawatan Presbikusis


4.2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama
:
Umur
:
JenisKelami :

No. RM
Pekerjaan
Status Perkawinan

:
:
:

n
Agama
:
Tanggal MRS
:
Pendidikan
:
TanggalPengkajian :
Alamat
:
SumberInformasi
:
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien presbiakusis adalah sulit untuk mendengar pesan atau
adanya rangsangan suara.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien susah mendengar pesan atau adnya suara. Kien sering kali tidak mengerti ketika diajak
bicara karena tidak mendengar apa yang lawan bicaranya katakan, pasien sering kali meminta
lawan bicaranya untuk mengulang kalimat yang diucapkan, pasien sering menyendiri. Pasien
sering meyendiri karena merasa malu, karena sering kali tidak paham ketika diajak berbicara,
pasien juga menark diri dari lingkungan dan anggota keluarganya.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Adakah riwayat pasien menderita hipertensi dan diabetes militus, pasien dengan riwayat
merokok dan juga sering terpapar oleh suara bising.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit diabetes militus, menderita penyakit pada sisitem
pendengaran.

d. Pola Fungsi Kesehatan menurut Gordon


a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Pasien biasanya terpapar dengan suara bising dalam waktu yang cukup lama dan adanya riwayat
merokok.
b. Pola aktifitas dan latihan
Pola aktivitas dan latihan pada pasien terganggu karena adanya gangguan pendengaran.
c. Pola tidur dan istirahat

Pasien presbiakusis sering tidur dan istirahat untuk mengisi waktu luangnya, karena merasa malu
jika berkumpul dengan orang lain.
d. Pola persepsi kognitif dan sensori
Pasien presbiakusis mengalami penurunan kemampuan masuknya rangsang suara dan pasien
kurang mampu mendengar perkataan seseorang.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien mengalami perasaan tidak berdaya, putus asa dan merasa minder/rendah diri.
f. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Pasien sering menarik diri dari lingkungan dan merasa malu untuk berkomunikasi dengan orang
lain.
g. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas, takut pada pasien presbiakusis, pasien sering menyendiri, pasien
mudah curiga dan tersinggung.
4.2.2
1.
2.
3.
4.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan degenerasi tulang pendengaran bagian dalam
Harga diri rendah berhubungan dengan fungsi pendengaran
Kurang aktivitas berhubungan dengan menarik diri dari lingkungan
Risiko cidera berhubungan dengan menurunnya fungsi pendengaran
BAB 3. PATHWAY
3.1 Pathway Tuli Toksik

DAFTAR PUSTAKA
Abdulbari, Bener. 2008. Association between Hearing Loss & Type 2 DM in Elderly People in a Newly
Developed Society. http://eprints.undip.ac.id/31380/3/Bab_2.pdf. [Diunduh Pada Tanggal 9 Mei
2013].
Adams, George L dkk. 1997. Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boies Fundamentals of etolaryngology).
Jakarta : EGC
Brunner &Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Kern, Eugene B. Dkk. 1991. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan (Disease of theEars,Nose, and
Throat). Jakarta : EGC
Ditta, Ervi Ana. 2010. Makalah ototoksisitas. http://www.scribd.com/doc/117609085/makalahototoksisitas. [Diunduh Pada Tanggal 9 Mei 2013]
Fernanda,

Maria.

2009.

Relation

between

Arterial

Hypertension

&

Hearing

Loss.

http://eprints.undip.ac.id/31380/2/Bab_1.pdf. [Diunduh Pada Tanggal 9 Mei 2013].


Karen,

Cruickshanks.

1998.

Cigarette

Smoking

and

Hearing

Loss

Study.

http://eprints.undip.ac.id/31380/2/Bab_1.pdf. [Diunduh Pada Tanggal 9 Mei 2013].


Mansjoer, A., dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Mills JH, Megerian CA, Lambert PR. 2009. Presbyacusis and presbyastasis. In: Snow JB, Wackym PA,
eds. Ballangers otorhinolaryngology head and neck surgery. 17th ed. New York: BC Decker
Inc;. p.333-42.
Wiyadi,

MS.

1979.

Pemeliharaan

Pendengaran.

Majalah

Kedokteran

Surabaya.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04_PendengaranPadaUsiaSenja.pdf/04_PendengaranPadaU
siaSenja.pdf . [Diunduh Pada Tanggal 9 Mei 2013].
Diposkan oleh sandhi indrayana di 00.31
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: ...., jangan di copas ya
Lokasi: Jember, East Java, Indonesia
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

sandhi indrayana
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

2014 (2)
o April (2)

askep Presbikusis dan Tuli Toksik

BAB 2. TINJAUAN TEORI2.1 Pengertian

Stomatiti...

Anda mungkin juga menyukai