Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua
yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (Pasal 19 UU No. 23 Tahun
1992 tentang kesehatan) (Maryam dkk, 2008).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat
mencapai usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan tindakan
keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat
menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia
(Maryam dkk, 2008).
B. Batasan Lanjut Usia
1. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut
usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

2.
a.
b.
c.

3.

tahun.
b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013) :
Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :
1) Young old (usia 70-75)
2) Old (usia 75-80)
3) Very old (usia >80 tahun)
Menurut Bee (1996) dalam padila (2013), bahwa tahapan masa dewasa
adalah sebagai berikut :
a.
Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
b.
Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun)

c.
d.
e.

Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun)


Masa dewasa lanjut (usia 66-75 tahun)
Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke

atas, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan


Lanjut Usia pada Bab1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-Undang tersebut
di atas lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
baik pria maupun wanita (Padila, 2013:4).
C. Jumlah dan Proporsi Lansia, UHH Lansia
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya
usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia
terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Undang-undang Nomor 13
tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut
usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Diseluruh dunia penduduk Lansia (usia 60 +) tumbuh dengan sangat
cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai
tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi
menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77
persen dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi 11,34 persen pada
tahun 2020 (BPS, 2014).

Menurut World Health Organization (2014), proporsi penduduk di atas


60 tahun di dunia tahun 2000 sampai 2050 akan berlipat ganda dari sekitar
11% menjadi 22%, atau secara absolut meningkat dari 605 juta menjadi 2
milyar lansia. Peningkatan jumlah lansia juga terjadi di negara Indonesia.
Persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas
7% dari keseluruhan penduduk, dengan spesifikasi 13,04% berada di

Yogyakarta, 10,4% berada di Jawa Timur, 10,34% berada di Jawa Tengah, dan
9,78% berada di Bali (Susenas, 2012).
Meningkatnya populasi usia lanjut ditandai dengan umur harapan
hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut
membutuhkan pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka usaha
mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (UU No.
23 Tahun 1992 Pasal 19 tentang Kesehatan. Menurut Susenas (2012), usia
harapan hidup lansia pada tahun 2000 adalah 64,5 tahun. Angka ini meningkat
menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 menjadi 69,65
tahun.
Meningkatnya jumlah lansia dan umur harapan hidup berdampak besar
terhadap kesehatan masyarakat, terlebih dengan perubahan-perubahan
yang dialami lansia dari berbagai sistem tubuh, baik dari segi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual (Wirahardja dan Satya, 2014). Menurut Granacher et al.
(2011) perubahan yang paling terlihat adalah kemunduran dan penurunan
fisik, misalnya penurunan massa dan kekuatan otot, melemahnya koordinasi
motorik,

dan

hilangnya

kemampuan

bergerak

dan

mempertahankan

keseimbangan. Menurut Tainaka (2009), penuaan dan penurunan fungsi


fisiologis, menyebabkan kelainan cara berjalan dan instabilitas postural. Selain
itu terjadi penurunan kemampuan fungsional, yaitu kemampuan lansia dalam
melakukan gerak untuk beraktivitas termasuk kemampuan mobilitas dan
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan diri lansia
perawatan

diri.

Ketidakmampuan

termasuk

aktivitas

menyelesaikan aktivitas kehidupan

sehari-hari mengakibatkan lansia sangat ketergantungan dengan anggota


keluarganya (Brach dan Vanswearingen, 2012).
D. Angka Kesakitan dan Kematian Lansia
Semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin rentan pula
orang tersebut untuk terjangkit suatu penyakit. Sebenarnya bukan hanya orang
tua saja yang perlu khawatir, setiap orang mulai dari anak-anak juga harus
selalu waspada terhadap serangan penyakit yang mampu datang kapanpun

hanya saja, dengan bertambah usia maka daya tahan tubuh terhadap penyakit
juga semakin berkurang apalagi ditambah dengan pola hidup yang tidak sehat.
Salah satu penyakit yang siap menggerayangi para lansia adalah
berbagai penyakit yang termasuk dalam penyakit degeneratif. Penyakit
degeneratif adalah penyakit yang terjadi ataupun mengiringi dengan proses
penuaan pada seseorang. Penyakit ini sering terjadi ketika bertambahnya usia
seseorang yang juga diakibatkan oleh berkurangnya atau menurunnya fungsi
organ tubuh manusia. Tubuh akan mengalami defisiensi produksi enzim dan
hormone imunodefisiensi, peroksida lipid, kerusakan sel, pembuluh darah,
jaringan protein dan kulit (penuaan) sehingga memunculkan berbagai penyakit
degenerative.
Ada beberapa jenis penyakit degeneratif diantaranya adalah hipertensi,
hiperlipidemia, hypercholesterolemia, stroke, jantung koroner, kerusakan
syaraf otak dalam istilah lainnya pikun, arthritis rematoid, diabetes mellitus
type 2, penuaan kulit, osteoporosis dan berbagai penyakit lainnya. Penyakit
degeneratif pada lansia ini selain disebabkan oleh bertambahnya usia serta
menurunnya fungsi organ tubuh juga mampu disebabkan oleh berbagai hal
lainnya seperti pola hidup yang tidak sehat karena kurangnya olah raga,
merokok, mengkonsumsi alcohol dan narkoba, kurang istirahat dan stress.
Selain itu juga dapat disebabkan karena banyak mengkonsumsi lemak
jenuh yang menyebabkan tingginya kadar kolesterol, banyak mengkonsumsi
gula yang tidak diimbangi dengan serat, berat badan yang diatas normal atau
obesitas, terlalu banyak terkena paparan zat kimia dan radikal bebas, banyak
mengkonsumsi makanan instan dan penyedap (MSG) serta banyak
mengkonsumsi makanan teroksidasi yakni makanan yang dimasak dengan
minyak jlantah atau dimasak pada suhu tinggi dan makanan yang dibakar.
Salah satu jenis penyakit degeneratif yang memiliki resiko tingginya
angka mortalitas adalah stroke. Stroke merupakan penyebab kematian dan
kecacatan yang utama di banyak negara termasuk Indonesia. Pola penyebab
kematian di rumah sakit yang utama dari Informasi Rumah Sakit Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2004) menyebutkan bahwa stroke menempati
urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Di Amerika

Serikat, stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit


jantung dan kanker pada orang dewasa (National Stroke Association, 2009).
Menurut American Heart Association dalam Japardi (dalam Maryam, 2008),
insidensi penyakit stroke di Amerika Serikat mencapai 500.000 pertahun. Di
negara-negara berkembang, jumlah penderita stroke cukup tinggi dan
mencapai dua pertiga dari total penderita stroke di seluruh dunia (WHO,
2011).
Dari data Departemen Kesehatan R.I. (2009), prevalensi stroke di
Indonesia mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki
prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000
penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Dari
8,3 per 1.000 penderita stroke, 6 diantaranya telah didignosis oleh tenaga
kesehatan. Hal ini menujukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan, namun angka kematian akibat stroke tetap
tinggi.
Sampai saat ini stroke masih merupakan masalah kesehatan yang
serius. Stroke dengan serangannya yang akut dapat menyebabkan kematian
dalam waktu singkat. Selain itu stroke juga sebagai penyebab utama kecacatan
fisik maupun mental pada usia produktif dan usia lanjut (Nugroho, 2008).
Dilihat dari kelompok umur, di Indonesia, penderita stroke tersebut terbanyak
pada kelompok umur yang produktif. Apabila mortalitas dan cacat yang terjadi
dapat diatasi maka penderita stroke yang produktif tersebut masih dapat
meneruskan kariernya untuk mendapatkan penghasilan dalam menghidupi
keluarganya, menyumbangkan pikiran dan darma baktinya kepada nusa dan
bangsa. Dengan penanganan stroke yang baik, cepat dan tepat, berarti dapat
mengatasi berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dalam
masyarakat Indonesia (Maryam, 2008).
Sejumlah faktor risiko stroke telah diketahui, baik yang dapat
dimodifikasi maupun yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, herediter dan ras/etnis,
sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah riwayat stroke,
hipertensi, penyakti jantung, DM, stenosis karotis, TIA, hiperkolesterol,

penggunaan kontrasepsi oral, obesitas, merokok, alkoholik, penggunaan


narkotik, antibodi anti fosfolipid, hiperurisemi, peninggian hematokrit dan
peninggian

kadar

fibrinogen

(Kelompok

Studi

Serebovaskuler

&

Neurogeriatri Perdossi, 2011).


Obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang
tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan (Sugondo, 2009). Obesitas dipengaruhi oleh lingkungan, kebiasaan
makan, kurangnya kegiatan fisik, dan kemakmuran. Pada zaman sekarang ini
kelebihan berat badan ataupun obesitas sudah menjadi hal biasa di dunia, baik
di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Hal tersebut patut
mendapat perhatian karena kelebihan berat badan dapat memacu kelainan
kardiovaskuler terutama stroke dan penyakit jantung, Diabetes, kelainan
muskuloskeletal, dan beberapa kanker (WHO, 2011).
E. Karakterstik Sosial Lansia
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap
menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para
lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang
dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi,
ketidak ikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak
kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.

Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,


walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang
memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan.
Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak
pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia.
(J.W.Santrock, 2012).
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan
yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain :

kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat
tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika
antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia
tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.

F.

3. TUGAS DAN PERKEMBANGAN PADA LANSIA


Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai dari 60 tahunan sampai akhir kehidupan.
Usia lanjut merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia
yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya
sehari-hari lagi. Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan
penurunan, yang penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan dari pada
tahap usia baya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional. Pada manusia , penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative
pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh
lainya. Dengan kemampuan regeneratife yang terbatas, mereka lebih rentan
terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang
dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, teradapat berbagai
perbedaan teori, namun para pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih
banyak ditemukan oleh faktor gen. Penelitian telah menemukan bahwa tingkat sel,
umur sel manusia ditentukan oleh DNA yang disebut telomere, yang beralokasi

pada ujung kromosom. Ketentuan dan kematian sel terpicu ketika telomere
berkurang ukuranya pada ujung kritis tertentu.
Tugas Perkembangan dewasa akhir
Adapun tugas perkembangan pada masa dewasa akhir ini, diantaranya:
Menciptakan kepuasan dalam keluarga sebagai tempat tinggal di hari tua.
Menyesuaikan hidup dengan penghasilan sebagai pensiunan
Membina kehidupan rutin yang menyenangkan.
Saling merawat sebagai suami-istri
Mampu menghadapi kehilangan (kematian) pasanan dengan sikap yang positif
(menjadi janda atau duda).
Melakukan hubungan dengan anak-anak dan cucu-cucu.
Menemukan arti hidup dengan nilai moral yang tinggi.

Nugroho, W. 2008.Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta


Maryam, S dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya
.Salemba Medika:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai