Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MODUL 2
TITRASI KOMPLEKSOMETRI
Tanggal Praktikum : 21 Maret
2012
A. Tujuan Praktikum
1. Mampu melaksanakan penimbangan dengan teliti dan seksama.
2. Mampu melaksanakan proses standarisasi (pembakuan).
3. Mahasiswa mampu melaksanakan analisis volumetri berdasarkan reaksi
pengomplekan (pengompleksometri).
4. Mampu melakukan perhitungan kadar zat yang dianalisis.
B. Alat dan Bahan
No
Alat
1
Buret 50 ml
2
3
4
5
6
7
8
9
Labu Erlenmeyer
Corong kaca
Botol semprot
Klem buret
Timbangan analit
Botol timbang/ kaca arloji
Pipet tetes
Perlengkapan lain yang
disesuaikan dengan bentuk
sediaan yang akan dianalisis
Bahan
Larutan Standar Dinatrium
edetat 0,1 N
Dapar salmiak pH 10
Indikator EBT
Sampel
C. Dasar Teori
Salah satu cara penetapan kadar suatu ion logam berdasarkanterbentuknya
suatu senyawa kompleks antar ion logam dengan senyawa pembentuk kompleks
ialah dengan kompleksometri. Senyawa pembentuk kompleks sebagai donor
elektron sedangkan ion logam yang bertindak sebagai akseptor elektron. Dalam
larutan alkali, pembentukan kompleks lebih stabil. Namun, jika terlalu alkali,
perlu diwaspadai akan terbentuknya endapan logam teroksidasi.
Liganda unidentat adalah liganda (molekul donor elektron) yang
ikatannya pada ion logam hanya pada satu tempat saja, jika terdapat pada
banyak tempat disebut liganda poli/ multiudentat seperti Dinatrium EDTA
(senyawa yang dengan banyak kation membentuk kompleks dengan
perbandingan 1: 1). Umumnya, indikator yang digunakan dalam titrasi
Kelarutan : larut perlahan- lahan dalam kurang 30 bagian air; larut dalam lebih
kurang 4 bagian air mendidih, praktis tidak larut dalam etanol mutlak P, dalam
kloroform P dan dalam eter P.
4. Zinc Oksida
Kelarutan : larut dalam asam mineral encer dan larutan alkali hidroksida, praktis
tidak larut dalam air dan etanol (95%)P.
5. Magnesii Sulfas/ Magnesium Sulfat/ Garam Inggris
MgSO4. 7H2O BM 246, 47
Magnesium Sulfat mengandung tidak kurang dari 99, 0% MgSO4, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : hablur, tidak berwarna; tidak berbau; rasa dingin, asin dan pahit.
Dalam udara kering dan panas merapuh.
Kelarutan : larut dalam 1,5 bagian air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P.
6. Zinc Sulfat
Pemerian : sangat mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (95%)
P, mudah larut dalam gliserol P.
BM MgSO4 = 24 + 32 + 64 = 120
BM ZnSO4 = 65 + 32 + 64 =
E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan dinatrium edetat
Melarutkan 37,22 gram dinatrium edetat dalam 1000 ml air
2. Pembuatan indikator EBT
Mencampurkan 1 gram EBT kedalam 99 gram Natrium Klorida
3. Pembuatan dapar salmiak pH 10
a. Melarutkan 67,5 gram Amonium klorida P dalam 650 ml amonia P.
b. Mengencerkan dengan air secukupnya hingga 1000 ml.
4. Pembakuan dinatrium edetat
a. Menimbang sejumlah MgSO4 atau ZnSO4 kemudian larutkan dalam air
b. Tambahkan 10 ml dapar salmiak, dan indikator EBT serbuk.
c. Mentitrasi dengan Natrium edetat sampai terbentuk warna biru. Menghitung
molaritas dengan cara :
M Na2EDTA =
berat MgSO4 atau ZnSO4
V Na2EDTA x BM MgSO4 atau ZnSO4
5. Penetapan kadar sampel
a. Kalsium glukonas
Bentuk sampel
Serbuk
Kelarutan
Melarutkan perlahan-lahan dalam kurang lebih 30 bagian air, larut dalam lebih
kurang 4 bagian air mendidih, praktis tidak larut dalam etanol mutlak P, dalam
kloroform mutlak P, dan dalam eter P.
Penetapan kadar
Melakukan perlakuan pendahuluan untuk sampel serbuk. Sejumlah sampel yang
telah ditimbang secara seksama + 5 ml MgSO4 0,1 M, kemudian dititrasi
dengan larutan dinatrium edetat, dengan indikator EBT dan 10 ml dapar
salmiak. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna biru
Kesetaraan
1 ml Na2EDTA 0,1 M = 44,84 mg Ca-Glukonas
Catatan : volume Na2EDTA = volume Na2EDTA total volume MgSO4
b. Zinc Oksida
Bentuk sampel
Salep
Kelarutan
Melarutkan dalam asam mineral encer dan larutan alkali hidroksida, praktis
tidak larut dalam air dan etanol (95 %) P
Penetapan kadar
Melakukan perlakuan pendahuluan untuk sampel salep. Sampel yang telah
ditimbang dipanaskan dengan HCl 0,1 N sampai vaselin meleleh, lalu
dinginkan. Tambahkan NaOH 0,1 N sampai larutan netral (terbentuk seperti
kabut pada saat ditambah NaOH) tambahkan 10 ml dapar salmiak pH 10 dan
tambahkan indikator EBT, kemudian dititrasi dengan larutan dinatrium edetat
yang telah di standarisasi terlebih dahulu hingga terbentuk warna biru
Kesetaraan
1 ml Na2EDTA 0,1 M = 8,138 mg Zinc Oksida
c. Magnesium sulfat
Bentuk sampel
Serbuk/ larutan
Kelarutan
Melarutkan dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam etanol (95 %) P
Penetapan kadar
Melakukan perlakuan pendahuluan untuk sampel serbuk/larutan. Sejumlah
sampel + 10 ml dapar salmiak pH 10 + indikator EBT, kemudian dititrasi
dengan larutan baku natrium edetat, hingga terbentuk warna biru.
Kesetaraan
1 ml Na2EDTA 0,1 M = 24, 647 mg MgSO4
d. Zinc sulfat
Bentuk sampel
Larutan
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol 95%) P, mudah
larut dalam gliserol P
Penetapan kadar
Kadar sampel
V1 = 2,7 ml
V2 = 2,8 ml
V3 = 2,9 ml
Pembahasan Data
Pada percobaan titrasi kompleksometri, didapatkan konsentrasi pembakuan Na2EDTA
adalah 0.02000N. Pada penentuan kadar Ca2+didapat konsentrasi Ca2+sebesar 0.0296 N, dan
kadar sampel Ca2+ sebesar 0.0134 N.
Kesimpulan
dinatrium EDTA-logam dan bersifat sebagai ligand yang membentuk kompleks-logam yang
warnanya berbeda dengan warnanya sendiri.[3]
1
EDTA merupakan suatu zat yang penggunaanya sangat luas dalam titrasi pembentukan
kompleks. EDTA merupakan ligand sixidentat yang dapat membentuk ikatan koordinasi
dengan ion logam melalui dua atom nitrogen dan empat gugus karboksilat. Kestabilan
kompleks senyawa EDTA bergantung pada macamnya ion logam. Persyaratan mendasar
dalam titrasi kompleksometri ialah terbentuknya kompleks molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan adalah kelarutan tingkat tinggi, seperti kompleks logam dengan EDTA.
[4] Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dilakukanlah percobaan untuk membuat
larutan Na-EDTA dan standarisasi Na-EDTA dengan metode titrasi kompleksometri
menggunakan larutan baku CaCl2 0,01 M.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini, yaitu :
1. Bagaimana cara membuat larutan Na-EDTA dan standarisasi Na-EDTA dengan CaCl2 0,01 M
?
2. Berapa konsentrasi dari Na-EDTA yang telah distandarisasi ?
C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini, yaitu :
1. Mengenal cara membuat larutan Na-EDTA dan standarisasi Na-EDTA dengan CaCl2 0,01 M.
2. Menghitung konsentrasi dari Na-EDTA yang telah distandarisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Larutan
Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran homogeny dari dua zat atau lebih yang
terdispersi sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Disebut
homogeny karena komposisi dari larutan bergitu seragam (satu fasa) sehingga tidak dapat
diamati bagian-bagian komponen penyusunnya meskipun dengan mikroskop ultra. Dalam
campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu dapat diamati antara fase-fase yang
terpisah.[5]
Larutan cairan dibuat dengan melarutkan gas, cairan atau padatan dalam suatu cairan.
Jika sebagai cairan adalah air, maka larutan disebut larutan berair. Larutan padatan adalah
padatan-padatan dalam mana satu komponen terdistribusi tak beraturan pada atom atau
molekul dari komponen lainnya. Sifat-sifat larutan, misalnya warna dari larutan zat warna
atau manisnya larutan gula,tergantung pada konsentrasi larutan.[6]
3
Apabila zat padat atau cairan larut dalam cairan, maka dalam campuran terjadi gaya tarik
menarik antarmolekul (intermolekul) zat terlarut dan pelarut. Selain itu juga terdapat gaya
tarik di dalam molekul (intramolekul) itu sendiri, yang menyebabkan molekul atau ionnya
masih tetap bersatu. Dua senyawa dapat bercampur (miscible) lebih muda bila gaya tarik
antara molekul solut dan pelarut semakin besar. Besarnya gaya tarik ini ditentukan oleh jenis
ikatan pada masing-masing molekul. Bila gaya tarik antara molekulnya termasuk dalam
kelompok yang sama (misalnya: air dan etanol), maka keduanya akan saling melarutkan.
Sedangkan bila kekuatan gaya tarik antara molekulnya berbeda jenis (misalnya : air dan
heksana), maka tidak saling melarutkan.[7]
B. Buffer
Larutan buffer adalah larutan yang tidak mengalami perubahan pH jika sejumlah kecil
asam atau basa ditambahkan atau jika larutan diencerkan. Hal ini sangat penting untuk
mempertahankan pH bagi suatu reaksi pada nilai pH optimumnya. Larutan buffer terdiri atas
campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya
pada konsentrasi yang ditentukan sebelumnya.[8]
Dalam praktek analisis kualitatif dan kuantitatif anorganik, penyesuaian konsentrasi
ion-hidrogen sampai nilai tertentu perlu dilakukan sebelum melakukan suatu uji dan menjaga
agar konsentrasi ion-hidrogen ini tetap selama jalannya analisis. Jika diperlukan suasana yang
bersifat asam kuat (pH 0-2) atau basa kuat (pH 12-14), ini dapat dicapai dengan
menambahkan asam kuat atau basa kuat secukupnya. Namun, jika pH larutan harus
dipertahankan antara 2 dan 12 misalnya, cara di atas tak akan membantu.[9]
D. Indikator
Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi ion
hidrogen. Umumnya merupakan suatu asam atau basa organik lemah, yang dipakai dalam
larutan yang sangat encer. Asam atau basa indikator yang tak terdisosiasi mempunyai warna
yang berbeda dengan hasil disosiasinya.[10]
Pada titrasi kompleksometri digunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleks sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya adalah: Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue. Sebagian besar
indikator adalah IDA-imino-diasetat atau sulfoftalein, SP, dari tipe purin atau azo.
Keefektifan indikator tergantung pada kestabilannya.[11]
Eriochrome black T (pH 8,0 10,5)
C. Larutan Baku
Bahan baku adalah bahan kimia yang dapat dipergunakan untuk membuat larutan
baku primer (primary standard solution) dan untuk menetapkan kenormalan larutan baku
sekunder (secondary standard solution).[12] Zat kimia yang benar-benar murni bila
ditimbang dengan tepat dan dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut yang sesuai
menghasilkan larutan standar primer. Larutan standar lain yang ditetapkan konsentrasinya
melalui titrasi dengan menggunakan larutan standar primer dikenal sebagai larutan standar
sekunder.[13]
Menurut Sodiq Ibnu, et al (2005), bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
membuat larutan standar primer harus memenuhi tiga persyaratan berikut :
1. Benar-benar ada dalam keadaan murni dengan kadar pengotor sebesar 0,02%.
2. Stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis.
3. Memiliki berat ekivalen besar sehingga meminimalkan kesalahan akibat penimbangan.
Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui dengan pasti.
Larutan baku dapat dibuat dengan cara penimbangan zat-nya lalu dilarutkan dalam sejumlah
pelarut (air). Larutan baku ini sangat bergantung pada jenis zat yang ditimbangnya/dibuat.
Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat-syarat tertentu disebut larutan baku
primer. Syarat agar suatu zat menjadi larutan baku primer adalah :
1. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-120 0C) dan
disimpan dalam keadaan murni.
2. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
4. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga
kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung.
Kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
Larutan baku primer biasanya dibuat hanya sedikit, penimbangan yang dilakukan pun harus
teliti dan dilarutkan dengan volume yang akurat. Pembuatan larutan baku primer ini biasanya
dilakukan dalam labu ukur yang volumenya tertentu. Zat yang dapat dibuat sebagai larutan
baku primer adalah asam oksalat, boraks, asam benzoat (C 6H5COOH), K2Cr2O7, AS2O3,
NaCl.[14]
Konsentrasi larutan baku yang digunakan dapat berupa molaritas (jumlah mol zat
terlarut dalam satu liter larutan) dan normalitas (jumlah ekivalen zat terlarut dalam satu liter
larutan). Satuan molaritas merupakan satuan dasar yang digunakan secara internasional,
sedangkan satuan normalitas biasa juga dilakukan dalam analisis karena dapat memudahkan
perhitungan.[15]
Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer. Natrium hidroksida (NaOH) tidak dapat dipakai
untuk larutan baku primer yang disebabkan karena natrium hidroksida (NaOH) bersifat
higroskopis. Oleh sebab itu, maka natrium hidroksida (NaOH) harus dititrasi dahulu dengan
KHP agar dapat dipakai sebagai larutan baku primer. Begitu juga dengan asam sulfat (H 2SO4)
dan asam klorida (HCl) juga tidak bisa dipakai sebagai larutan baku primer, agar menjadi
larutan baku sekunder maka larutan ini dapat dititrasi dengan larutan standar primer natrium
karbonat (NaCO3).[16]
Menurut Effendy Wijaya (2010), syarat-syarat larutan baku sekunder, yaitu :
D. Titrasi Kompleksometri
Komplekson yaitu zat-zat yang dapat membentuk senyawaan kompleks khelat dengan
ion logam. Sejumlah golongan amina tertier yang mengandung gugusan karboksilat akan
membentuk senyawa kompleks yang sangat baik dengan bermacam-macam ion logam.
Senyawaan tersebut dijual dengan nama versene (Dow Chemical Co) atau komplekson.[17]
Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara
analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag+ dan CN- yang mengikuti persamaan reaksi:
Ag+ + 2CN- Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig untuk penetapan sianida.[18]
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks
tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA.[19]
(Struktur EDTA)
Kelebihan titrasi kompleksometri adalah karena EDTA stabil, mudah larut dan
menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan
pengendalian pH, misal Mg, Cr, Ca, dan Ba dapat dititrasi pada pH 11; Mn 2+, Fe, Co, Ni, Zn,
Cd, Al, Pb, Cu, Ti dan V dapat dititrasi pada pH 4-7. Terakhir logam seperti Hg, Bi, Co, Fe,
Cr, Ca, In, Sc, Ti, V dan Th dapat dititirasi pada pH 1-4. EDTA sebagai garam natrium,
Na2H2Y sendiri merupakan standar primer sehingga tidak perlu standardisasi lebih lanjut.
Kompleks yang mudah larut dalam air. Suatu titik ekuivalen segera tercapai dalam titrasi
demikian dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan beberapa
logam pada operasi skala semimikro.[20]
2.
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat dilaksanakannya percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
Hari/Tanggal : Rabu/ 9Mei 2012
Pukul
Tempat
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Pembuatan 1 L larutan Na-EDTA 0,01 M
a. Menimbang 4 gram Na-EDTA secara kasar dan memasukkan ke dalam gelas kimia 400 mL.
b. Menimbang secara kasar 0,1 gram MgCl2.6H2O dan memasukkan ke dalam gelas kimia.
c. Menambahkan aquabides sampai kedua padatan membentuk larutan homogeny.
d. Memindahkan larutan ke dalam labu takar 1 L dan menambahkan aquabides sampai tepat
tanda batas.
e. Menghomogenkan larutan dan memindahkan ke dalam botol reagen, kemudian memberi
label.
2. Pembuatan 500 mL larutan baku CaCl2 0,01 M
a. Menimbang secara kasar 0,4 gram CaCO3 dalam petridis dengan menggunakan neraca
analitik.
b. Menimbang ulang dengan teliti cawan + zat + tutup cawan dan mencatat beratnya sebagai a
gram.
c. Memindahkan zat tersebut ke dalam labu takar 500 mL.
d. Mengalirkan secara memutar lewat leher labu sampai volume 100 mL.
e. Menimbang lagi dengan teliti cawan + sisa zat + tutup cawan dan mencatat beratnya sebagai
b gram.
f. Menambahkan HCl 1:1 tetes per tetes sampai larutan jernih.
g. Menambahkan aquabides ke dalam labu takar sampai 0,5 cm di bawah tanda garis dan
mengeringkan leher labu dengan menggunakan tissue.
h. Menambahkan tetes per tetes aquabides sampai tepat tanda batas.
i. Menutup labu dan menghomogenkan larutan.
3. Pembakuan larutan Na-EDTA dengan larutan baku CaCl2
a. Memipet 25 mL larutan baku CaCl2 0,01 M dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
b. Menyemprot dengan sedikit aquabides pada dinding erlenmeyer yang basah.
c. Menambahkan 3 mL larutan buffer pH 10 ke dalam erlenmeyer.
d. Menambahkan 5 tetes indikator EBT ke dalam erlenmeyer dan menghomogenkan larutan.
e. Menitrasi larutan dengan Na-EDTA dari buret secara perlahan sampai warna merah anggur
(ungu) berubah menjadi warna biru.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengamatan dari percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Tabel Pengamatan
a. Pembuatan Na-EDTA 0,01 M
Zat yang Bereaksi
Hasil Reaksi
Keterangan
Larutan bening
Larutan bening
+ Aqubides
+ Mengencerkan hingga
1L
Larutan bening
14
Hasil Reaksi
Keterangan
aquabides
+ HCl 1 : 1
Larutan bening
batas
Hasil Reaksi
Keterangan
25 mL CaCl2 0,01 M + 3
Larutan bening
mL buffer pH 10
+ 5 tetes indikator EBT
Larutan ungu
EDTA 0,01 M
2. Hasil Pengamatan
a. Pembuatan Na-EDTA 0,01 M
1) Bobot Na-EDTA
= 4,0009 gram
2) Bobot MgCl2.6H2O
= 0,1030 gram
= 0,4002 gram
= 37,6967 gram
= 37,3000 gram
Volume titrasi = 28 mL
3. Analisa Data
Molaritas CaCO3 =
=
= M = 7,93 x 10-3 M
MNa-EDTA
= = = 0,0089 M
4. Reaksi
CaCl2 + Na(C10H16O8N2) Ca(C10H16O8N2)2 + Na+ + Cl(biru)
B. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk membuat larutan Na-EDTA 0,01 M
dan standarisasi Na-EDTA dengan larutan kalsium klorida (CaCl2) 0,01 M. Penambahan
MgCl2.6H2O pada larutan yang mengandung Na-EDTA berfungsi sebagai larutan yang akan
menyumbangkan ion Mg2+ sehingga pada saat standarisasi larutan Na-EDTA, Mg 2+akan
bereaksi dengan indikator EBT dan membentuk MgIn- yang berwarna ungu. Pembuatan
larutan baku kalsium klorida (CaCl2) 0,01 M dilakukan dengan melakukan pencampuran
antara kalsium karbonat (CaCO3) dan asam klorida (HCl) 1 : 1 yang dilarutkan dalam 500 mL
aquabides. Kalsium karbonat (CaCO3) dan asam klorida (HCl) akan bereaksi menghasilkan
larutan kalsium klorida (CaCl2) yang dapat digunakan sebagai analit dan larutan standar
primer. Pembakuan Na-EDTA dilakukan dengan penitrasian kalsium klorida (CaCl2) dimana
keberadaan ion Ca2+ pada kalsium klorida (CaCl2) akan mengubah MgIn- yang merupakan
hasil reaksi antara ion Mg2+ dengan Na-EDTA menjadi MgY2- sehingga indikator yang
awalnya berwarna merah muda akan berbalik menjadi bentuk MgIn2- yang berwarna biru.
Penambahan buffer pH 10 ke dalam larutan kalsium klorida (CaCl 2) berfungsi sebagai larutan
yang akan mempertahankan nilai pH sehingga berkisar 10 karena Mg 2+ dapat bebas dan
membentuk kompleks berwarna dengan EBT pada pH 10. Titik akhir titrasi diperlihatkan
dengan perubahan warna dari indikator EBT akibat kompleks yang terjadi dari Mg 2+ dan Ca2+.
Natrium Etilen Diamin Tetra Asetat (Na-EDTA) sendiri berfungsi sebagai titran dimana
EDTA mengandung logam Na (Y4-) yang menjadi anion bebas pada pengompleksan larutan
serta berfungsi sebagai larutan baku sekunder yang akan ditentukan konsentrasinya
berdasarkan titrasi kompleksometri.
Larutan standar primer dari percobaan ini adalah kalsium klorida (CaCl2) dimana
larutan standar primer merupakan larutan yang konsentrasinya diketahui dengan
penimbangan secara tepat zat kimia yang benar-benar murni dan dilarutkan dalam sejumlah
pelarut tertentu. Penimbangan kalsium karbonat (CaCO3) dilakukan dengan seksama
sehingga diperoleh berat sebesar 0,4002 gram agar diperoleh larutan standar primer yang
sesuai dimana konsentrasinya diketahui dengan tepat. Larutan standar sekunder merupakan
larutan yang kosentrasinya diketahui melalui titrasi menggunakan larutan standar primer,
dalam percobaan ini Na-EDTA berfungsi sebagai larutan standar sekunder yang
konsentrasinya diketahui melalui titrasi dari larutan kalsium klorida (CaCl 2). Standarisasi dari
larutan standar sekunder dapat dilakukan melalui titik akhir dari titrasi sehingga konsentrasi
baku-nya dapat diketahui. Konsentrasi Na-EDTA diketahui melalui sejumlah volume NaEDTA yang digunakan untuk mengubah warna dari kalsium klorida (CaCl 2) sehingga titik
ekivalennya tercapai.
Berdasarkan dari hasil pengamatan dan analisa data, molaritas CaCO 3 yang diperoleh
adalah 7,93 x 10-3 M dan molaritas Na-EDTA adalah 0,0089 M. Konsentrasi Na-EDTA yang
diperoleh ini hampir sesuai dengan teori dimana kemolaran Na-EDTA adalah 0,01 M
sedangkan kemolaran yang diperoleh adalah 0,0089 M. Hal ini kemungkinan dipengaruhi
oleh bobot Na-EDTA yang berkurang saat dipindahkan ke dalam gelas kimia, kehilangan
sedikit bobot dari Na-EDTA ini dapat mempengaruhi konsentrasinya saat pembakuan
sehingga tidak sesuai dengan teori.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Pembuatan Na-EDTA dapat dilakukan dengan cara mencampurkan Na-EDTA dan
MgCl2.6H2O kemudian diencerkan dengan aquabides sampai volume tertentu. Standarisasi
Na-EDTA dilakukan dengan metode titrasi kompleksometri menggunakan larutan standar
primer CaCl2 0,01 M.
2. Konsentrasi Na-EDTA yang diperoleh setelah distandarisasi adalah 0,0089 M.
B. Saran
Saran dari percobaan ini adalah sebaiknya pada percobaan berikutnya dilakukan
penimbangan dengan lebih teliti karena syarat dari larutan baku primer adalah melakukan
penimbangan dengan teliti.
20
DAFTAR PUSTAKA
Chadijah, Sitti. Dasar-dasar Kimia Analitik (Kimia Analitik I). Kendari, Universitas Haluoleo, 2001
Chadijah, Sitti, Wa Ode Rustiah dan Anna Handayani. Penuntun Praktikum Kimia
Analitik. Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2012
Firdaus, Ikhsan, Komplekson, chem.-is-try.org. 5 Maret 2009. http://www.chem-is-try.org. Diakses
pada tanggal 9 Mei 2012
Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al.. Kimia Analitik I. Malang: Universitas Negeri Malang, 2005
Indigomorie, Bagaimana Membuat Larutan Standar?, kimiaanalisa.web.id. 18 Agustus 2009.
http://kimiaanalisa.web.id/bagaimana-membuat-larutan-standar/. Diakses pada tanggal 9 Mei
2012
Khopkar. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2010
Kirana,
Candra.
Kompleksometri, 4shared.com.
2
desember
2008.
http://dc339.4shared.com/doc/Au_S-nGE/preview.html. Diakses pada tanggal 9 Mei 2012
Muhtiawati, Nur Holifah Muhtiawati, Larutan Baku Primer, catatankimia.com.
http://catatankimia.com/catatan/larutan-baku-primer.html.
Diakses
pada
tanggal 9 Mei 201
Sastrohamidjojo, Hardjono. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM-Press, 2005
Svehla G.. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. Terj. L. Setiono dan A.
Hadyana Pudjaatmaka. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I.
Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka, 1985
Wijaya, Effendy. Kimia Analitik-titrasi Asam Basa, scribd.com. 3 Oktober 2010.
http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 9 Mei 2012
Yazid, Estien. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI, 2005
[1]Sitti Chadijah, Wa Ode Rustiah dan Anna Handayani, Penuntun Praktikum Kimia
Analitik (Makassar: UIN Alauddin Makassar,2012), h. 1
[2]Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010), h. 76
[3]Candra
kirana,
Kompleksometri, 4shared.com.
2
desember
2008.
http://dc339.4shared.com/doc/Au_S-nGE/preview.html (9 Mei 2012)
[4]Ibid
[5]Estien Yazid, Kimia Fisika untuk Paramedis (Yogyakarta: ANDI, 2005), h : 38
[6]Hardjono Sastrohamidjojo, Kimia Dasar (Yogyakarta: UGM-Press, 2005) h : 227 228
[7]Estien Yazid, op. cit., h. 39
[8]Sitti Chadijah, Dasar-dasar Kimia Analitik (Kimia Analitik I) (Kendari, Universitas Haluoleo,
2001), h. 32
[9]Svehla G., Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis, terj. L. Setiono
dan A. Hadyana Pudjaatmaka, Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I (Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka, 1985), h. 51
Waktu / Tempat Praktikum : Rabu,15 Februari 2012 / Lab Kimia Jur. Analis Kesehatan
Poltekkes Denpasar
II.
Tujuan
1. Mahasiswa dapat membuat larutan baku EDTA 0,01 M yag diperlukan untuk titrasi
2. Mahasiswa dapat melakukan pembakuan EDTA dengan larutan CaCO3.
III.
Prinsip
Bila etilen diamine tetra asetat (EDTA) ditambahkan ke dalam suatu larutan dari kation
logam tertentu, maka akan membentuk kompleks khelat yang mudah larut.
Bila sejumlah kecil zat warna seperti Eriochrom Blact T atau Calmigite ditambahkan
pada larutan menjadi merah anggur.
Apabila EDTA ditambahkan pada larutan tersebut, kalsium dan magnesium akan
dikomplekskan, maka larutan berubah dari merah anggur menjadi biru, menandakan titik
akhir titrasi. Untuk menghasilkan titik akhir titrasi yang baik diperlukan adanya ion
magnesium.
Ketajaman titik akhir titrasi meningkat dengan bertambahnya pH. pH 10,0 + 0,1 adalah
pH yang memberikan hasil yang memuaskan.
Batas waktu 5 menit dimaksudkan untuk mengatur lamanya titrasi guna memperkecil
kemungkinan pengendapan CaCO3.
IV.
Dasar Teori
Analisis kualitatif untuk zat zat anorganik yang mengandung ion ion logam seperti
aluminium, bismuth, kalium, magnesium, dan zink. Dengan cara gravimeteri memakan waktu
Bahan
- etilen diamine tetra asetat (EDTA)
- Larutan dapar (MgSO4.7H2O,NH4Cl,NH4OH)
VI.
Pipet Ukur 5 ml
Gelas beaker 50 dan 250 ml
Spatula
Batang pengaduk
Ball pipet
Neraca analitik
Corong
Kompor listrik
Asbes
Mortal & pestle
Gelas ukur
Labu ukur 250 ml dan 500 ml
Labu Erlenmeyer
Cara Kerja
0,25 g serbuk kalsium karbonat (CaCO3) anhidrat (baku primer atau reagen khusus yang
rendah kandungan logam berat, alkali dan magnesium) ditimbang dalam gelas beaker 50 ml
Diencerkan sedikit demi sedikit dengan aquades lalu dimasukkan dalam gelas beaker 250 ml
dengan bantuan corong
Ditambahkan aquades 200 ml lalu ditambahkan HCl (1 : 1) sedikit demi sedikit sampai
semua CaCO3 larut
Setelah dingin ditambah beberapa tetes indicator NH4OH 3N atau HCl (1:1) secukupnya
sampai larutan berwarna jingga
Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 250 ml dan diencerkan sampai
tepat 250 ml dengan aquades.
1 ml = 1 mg CaCO3
Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna merah anggur
menjadi biru
VII.
Hasil Pengamatan
Sebelum ditambahkan indicator, larutan CaCO3 berwarna bening. Setelah diberi indicator
EBT larutan menjadi berwarna merah anggur. Setelah larutan titrat berubah menjadi warna
biru, titrasi dihentikan. Volume titran dicatat sebagai vol. titrasi.
Perhitungan.
Hasil titrasi EDTA dengan CaCO3 :
pH larutan dapar = 10
= 1,09 ml CaCO3
0,01
= 9,167 x M EDTA
M EDTA =
VIII. Pembahasan
= 0,0109 M
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara
bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks
senyawa ini dsebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Dalam
hal ini titran larutan EDTA 0,01 M dan titrat larutan CaCO 3 saling mengompleks dengan
bantuan indicator warna EBT.
Dalam pengamatan ini dilakukan analisa terhadap logam Ca+3, sehingga untuk
memudahkan analisanya maka digunakan metode titrasi kompleksometri yang menggunakan
titran EDTA karena larutan ini sangat mudah bereaksi dengan banyak ion logam. Selain itu
EDTA mudah membentuk kelat yang dapat larut dalam air sehingga reaksi dapat berjalan
sempurna.
Perubahan warna dari merah anggur (karena pemberian indicator EBT) menjadi warna
biru karena ion kalsium dari larutan CaCO 3 dengan ion magnesium dari larutan dapar
mengkompleks saat terjadi reaksi dengan larutan EDTA.
Untuk pembuatan larutan CaCO3, ditambahkan HCl (1:1) yang artinya, HCl dilarutkan
terlebih dahulu dengan aquades pada perbandingan volume yang sama, misalnya, dilarutkan
dalam 3 ml aquades maka volume HCl juga 3 ml, setelah itu ditambahkan ke larutan CaCO 3
untuk membuat CaCO3 melarut sempurna. Namun dalam pengamatan ini, karena factor
kelarutan CaCO3 berada dalam keadaan jenuh, sehingga, pada awalnya, CaCO3 dapat larut
namun, semakin lama CaCO3 tidak dapat melarut lagi karena sudah berada pada titik jenuh.
Sehingga ditambahkan HCl karena ion dalam CaCO 3 bisa seimbang dengan tambahan asam
kuat seperti HCl.
Ketika kalsium karbonat dipanaskan dalam wadah tertutup, akan terjadi kesetimbangan
heterogen (heterogeneus equilibrium), reaksi reversibel yang melibatkan reaktan dan produk
yang fasanya berbeda. Kesetimbangan yg terjadi menghasilkan CO2, reaksinya sebagai
berikut:
CaCO3 (s)
Dalam standarisasi ini ingin diketahui perandingan volume dari EDTA dan CaCO 3 untuk
selanjutnya digunakan dalam pemeriksaan kadar ion kalsium dalam suatu larutan sampel.
Dalam perhitungan, dilakukan pemeriksaan ulang dari molaritas EDTA guna memastikan
hasil perhitungan dari vol titrasi. Agar pada pemeriksaan berikutnya titrasi dapat berlangsung
dengan baik. Dalam pengamatan ini, didapat perbandingan untuk 1 ml EDTA sebanding
dengan 1,09 ml CaCO3. Dimana perbandingannya tidak terlalu jauh.
IX.
1.
Simpulan
Untuk standarisasi EDTA dengan larutan CaCO3 digunakan titrasi dengan metode
kompleksometri karena EDTA dapat bereaksi sempurna dengan ion logam pada CaCO 3
dengan menggunakan indicator EBT.
Saran
Praktikum ini sudah berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Dengan partisipasi penuh dari
semua dosen pembimbing. Namun, perlu ditingkatkan kedisiplinan dari seluruh praktikan
dalam menjalankan praktikum agar praktikum lebih lancar lagi. Diperlukan juga pengarahan
sebelum praktikum sehingga praktikan lebih memahami apa yang akan dilakukan.
XI.
Daftar Pustaka
Satuan Acara Praktikum Kimia Analitik (Semester II), Politeknik Kesehatan Denpasar
Jurusan Analis Kesehatan 2012
Lembar Pengesahan
Pembimbing I
Pembimbing II
Pembimbing III
Pembimbing IV
TITRASI KOMPLEKSOMETRI
Standarisasi EDTA dengan CaCO3
Nama
NIM
: P07134011007
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2012
Titrasi langsung.
Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibufferkan samapi ke pH yang
dikehendaki (misalnya, sampai pH = 10 dengan NH4+ larutan air NH3), dan titrasi langsung
dengan larutan EDTA standar. Mungkin adalah perlu untuk mencegah pengendapan
hidroksida logam itu (atau garam basa) dengan menambahkan sedikit zat pengkompleks
pembantu, seperti tartrat atau sitrat atau trietanolamina. Pada titik ekivalen, besarnya
konsentrasi ion logam yang sedang ditetapkan itu turun dengan mendadak. Ini umumnya
ditetapkan dari perubahan-perubahan pM: titik akhir ini dapat juga ditetapkan dengan
metode-metode amperometri, kondutometri, spektrofotometri, atau dalam beberapa keadaan
dengan metode potensiometri.
2.
Titrasi-balik.
Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung, mereka mungkin
mengendap dari dalam larutan dalam jangka pH yang perlu untuk titrasi, atau mereka
mungkin membentuk kompleks-kompleks yang inert, atau indikator logam yang sesuai tidak
tersedia. Dalam hal-hal demikian, ditambahkan larutan EDTA standar berlebih, larutan yang
dihasilkan dibufferkan samapi ke pH yang dikehendaki, dan kelebihan reagnesia dititrasi
balik dnegan suatu larutan ion logam standar, larutan zink klorida atau sulfat atau magnesium
klorida sering digunakan untuk tujuan ini. Titik akhir dideteksi dengan bantuan indikator
logam yang berespons terhadap ion logam yang ditambahakn pada titrasi balik.
3.
Titrasi penggantian atau titrasi substitusi.
Titrasi-titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi (atau berekasi
denagn tak memuaskan) dengan indikator logam, atau untuk ion logam yang membentuk
komplkes EDTA yang lebih stabil daripada komplkes EDTA dari logam-logam lainnya
seperti magnesium dan kalsium. Kation Mn+ yang akan ditetapkan dapat diolah dengan
kompleks magnesium EDTA, pada mana reaksi berikut terjadi :
Mn+ + MgY2- ? (MY)(n-4)+ + Mg2+
Jumlah ion magnesium yang dibebaskan adalah ekivalen dengan kation-kation yang berada di
situ, dapat dititrasi dengan suatu larutan EDTA standar serta indikator logam yang sesuai.
Satu penerapan yang menarik adalah titrasi kalsium. Pada titrasi langsung ion-ion kalsium,
Hitam Solokrom (Hitam Erikrom T) memberi titik akhir yang buruk; jika magnesium ada
serta, logam ini akan digantiakn dari komplkes EDTA-nya oleh kalsium, dan menghasilkan
titik kahir yang lebih baik.
4.
Titrasi alkalimetri.
Bila suatu larutan dinatrium etilenadiaminatetraasetat, NaH2Y, ditambahkan kepada suatu
larutan yang mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-kompleks dengan disertai
pembebasan dua ekivalen ion hidrogen :
Mn+ + MgY2- ? (MY)(n-4)+ + 2H+
Ion hidrogen yang dibebaskan demikian dapat dititrasi dengan larutan natrium hidroksida
standar dengan menggunakan indikator asam-basa, atau titik akhir secara potensiometri;
pilihan lain, suatu campuran iodida-iodida ditambahkan disamping larutan EDTA, dan iod
yang dibebaskan dititrasi dengan larutan tiosulfat standar. Larutan logam yang akan
ditetapkan harus dinetralkan dengan tepat sebelum titrasi; ini sering merupakan hal yang
sukar, yang disebabakan oleh hidrolisis banyak garam, dan merupakan segi lemah dari titrasi
alkalimetri.
5.
Macam-macam Metode.