Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Hubungan Teori Hukum Dengan Cabang Ilmu Pengetahuan Hukum Yang Lain

Teori Hukum merupakan suatu bidang studi yang bertumpu pada Filsafat Analitik
Modern, Ilmu Bahasa dan Ajaran Ilmu Umum. Dalam bidang kajian ini ditelaah
berbagai soal yang dalam keseluruhan merupakan refleksi terhadap landasan berpijak
hukum serta praktek hukum1.

Berbagai kesukaran timbul dalam memberikan definisi apa yang sesungguhnya


dimaksudkan dengan Teori Hukum. Hal ini terutama disebabkan muatan Teori Hukum
dianggap sebagai hasil sampingan dari Filsafat Hukum. Hal ini terjadi baik karena
Filsafat Hukum maupun Teori Hukum bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
tentang pengertian-pengertian yang asasi dari hukum. Perbedaannya adalah bahwa
pada Filsafat Hukum yang dikaji adalah pengertian-pengertian asasi dari hukum yang
bersifat universal, sedangkan pada Teori Hukum yang dikaji adalah pengertianpengertian asasi yang terkandung di dalam hukum positif tertentu.

Seluruh pemikiran sistematik teori hukum pada satu sisi berkaitan dengan filsafat, dan
pada sisi lain dengan teori politik. Seringkali titik tolaknya adalah filsafat, dan
ideologi politik berperan sebagai pelengkap. Semua teori harus memuat unsur filsafat,
refleksi dari kedudukan manusia di muka bumi, karena semua pemikiran mengenai
tujuan hukum didasarkan atas konsepsi tentang manusia, baik sebagai individu yang
1 J.J.H.Bruggink. Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit de rechtstheorie. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Refleksi Tentang Hukum, oleh B.Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. V.

berakal maupun sebagai insan politik. Unsur-unsur teori hukum bermula dari ajaranajaran filsafat dan teori politik. Tugas Teori Hukum adalah untuk membuat jelas nilainilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling
dalam.

Dahulu teori-teori hukum dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum. Teori -teori
hukum modern dibahas dalam dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum
sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya2.

Hubungan antara teori hukum dan filsafat hukum adalah seperti suatu hubungan dari
disiplin meta (filsafat hukum) dengan disiplin objek (teori hukum) dimana filsafat
hukum memperhatikan secara esensial pemikiran yang bersifat spekulatif, sedangkan
teori hukum berusaha kearah pendekatan gejala hukum secara positif keilmuan.

Prof.Mr. Roeslan Saleh3 mengemukakan mengenai dua disiplin ilmu yang termasuk
ke dalam ilmu pengetahuan hukum murni, yaitu teori hukum dan dogmatik hukum.
Dogmatik Hukum atau ajaran hukum dalam arti sempit merupakan ilmu pengetahuan
yang memperhatikan hukum positif dengan menguraikannya, mensistemkan serta
dalam batas-batas tertentu menjelaskannya. Suatu ilmu tentang kenyataan hukum.
Dogmatik hukum bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang netral atau bebas
nilai. Dogmatik hukum dapat dirumuskan sebagai cabang dari ilmu pengetahuan
hukum yang mengemukakan dan atau menuliskan serta mengsistematisasikan hukum
2 Uraian mengenai Teori Hukum pada satu sisi berkaitan dengan filsafat, dan pada sisi lain dengan teori politik
berasal dari W. Friedmann: Legal Theory, diterjemahkan oleh Mohamad Arifin: Teori dan Filsafat Hukum.
Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum (Susunan I), Jakarta: RajaGrafindo Persada,1993, hal. 1-3.
3 Roeslan Saleh. Pembatasan Daerah Teori Hukum. Bahan kuliah Program Strata 3 Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia Tahun 1995/1996, hal. 22 dst.

positif yang berlaku dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu dan pada saat
tertentu, dilihat dari sudut pandangan normatif.

Teori Hukum dilihat dari hubungannya dengan dogmatik hukum adalah sebagai suatu
teori meta dari dogmatik hukum. Suatu teori meta adalah suatu disiplin yang objek
studinya adalah ilmu pengetahuan lain. Jika dogmatik hukum mengkaji aturan-aturan
hukum dengan bertolak dari sudut teknis, maka teori hukum terutama adalah suatu
refleksi terhadap teknik hukum itu. Dogmatik hukum memperhatikan perumusan yang
dikemukakannya mengenai hukum positif yang berlaku, dan mensitematisasikannya,
sedangkan teori hukum memperhatikan suatu refleksi terhadap perumusan dan
sistematisasi ini.

Terhadap pandangan yang membedakan Dogmatik Hukum dengan Teori Hukum,


bahwa dogmatik hukum mengkaji hukum positif sebagai halnya hukum tersebut
berlaku pada suatu saat tertentu dan tempat tertentu, sedangkan teori hukum mengkaji
hukum dengan sifat-sifatnya yang umum terlepas dari aturan dan sistem hukum
yang konkrit, dikemukakan keberatan sebagai berikut:
1. Pembedaan di atas tidak memberikan suatu perumusan yang teliti dan sempurna
mengenai hubungan yang tepat antara teori hukum dan dogmatik hukum.
2. Pembedaan seperti di atas berarti kembali kepada pandangan dalam abad ke-19
mengenai ajaran hukum umum yang mencari hakekat dari hukum, dan ini berarti
menghilangkan pandangan bahwa hukum positif adalah suatu teknik yang dengan
itu dapat diatur tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Setiap
penelitian yang bersifat teori hukum tujuannya adalah dengan mengadakan
pengujian beberapa hipotesa tertentu yang dijadikan pangkal pandang sampai

kepada pembentukan teori. Teori Hukum mencari/memperoleh penjelasan tentang


hukum dari sudut faktor-faktor bukan hukum (non-yuridical) yang bekerja di
dalam masyarakat, dan untuk itu menggunakan suatu metode interdisipliner.

B. ILMU HUKUM, AJARAN HUKUM DAN TEORI HUKUM4


Ilmu Hukum (jurisprudence) pada dasarnya berusaha mengenal hukum dan
membentuk hukum secara ajeg (konsisten). Dengan demikian mempersoalkan arti
ilmu hukum sebenarnya dan mempertanyakan apakah hukum itu.
Ilmu hukum merupakan penggarapan yang logis dari materi yang a-logis. Hal ini
dapat dilihat umpamanya dalam hal seorang saksi (bukan saksi ahli) dalam proses
pembuktian selalu mengungkapkan pengalamannya tentang suatu peristiwa di masa
lampau. Materinya a-logis, tetapi pemeriksaan perkara tersebut sampai kepada
penjatuhan putusannya haruslah dilakukan secara logis. Karena penggarapannya harus
logis, maka ilmu hukum tidak lepas dari logika. Hal ini antara lain disebabkan karena
hukum merupakan suatu sistem (kesatuan).
Hubungan antara logika dengan sistem. Dalam sistem dikenal ada klasifikasi, di mana
dalam melakukan klasifikasi ini diperlukan logika. Paul Scholten mengatakan bahwa
struktur ilmu hukum itu ditentukan baik oleh sifatnya yang logis, maupun oleh
kenyataan bahwa materinya adalah historis (Catatan: karena historis, berarti a logis).
Oleh karena hukum itu sifatnya historis, maka demi adanya sistem (kesatuan); maka
bila ada hukum baru yang bertentangan dengan hukum yang lama, maka hukum yang
lama harus mengalah. Hal ini disebabkan oleh sifat historis dan sifatnya sebagai
sistem. Tidaklah logis apabila terdapat dua peraturan yang bertentangan berlaku pada
waktu yang bersamaan. Dapat disimpulkan bahwa sistem menghendaki adanya
4 Bagian ini disarikan dari Kuliah Prof.Dr.Sudikno Mertokusumu,SH pada Program Magister Hukum Tahun
1986.

homogenitas, dan karena sistem itu pula homogenitas dalam hukum tersebut bersifat
logis.
Ilmu hukum lebih lanjut mensistematisasi hukum positif tertentu, bukan sitematika
hukum pada umumnya. Jadi ilmu hukum membahas sistem hukum negara tertentu,
seperti sistem hukum Jepang, sistem hukum Amerika Serikat, dan lain sebagainya.
Tugas ilmu hukum juga berusaha mengenal, mensitematisir dan menganalisa apa yang
telah dimulai oleh praktek hukum. Apabila hanya mencatat saja praktek hukum, hal
itu belum dapat disebut sebagai ilmu hukum. Barulah dapat dikatakan sebagai ilmu,
apabila inventarisasi tadi disistematisir, lalu kemudian dicoba untuk dianalisa secara
objektif. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa ilmu hukum itu adalah
ilmu tentang praktek hukum. Karena itu pula ilmu hukum dapat dikatakan bersifat
berkesinambungan (kontinuitas). Hal ini berhubungan dengan sifat lain yang
historisch bestimnt yang dimilikinya.5
Dari uraian di atas dapat dirangkum sebagai berikut: Obyek dari ilmu hukum
sebenarnya adalah hukum sebagai gejala masyarakat. Ilmu hukum berusaha
mengenal, mensistematisir dan menganalisa hukum tertentu. Karena bersifat
historis, maka sebagai ilmu, ia selalu ilmiah dan berkesinambungan.
Ajaran hukum (Rechtsleer/rechtslehre) bertujuan menguraikan secara sistematis
tentang kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam masyarakat tertentu pada waktu
tertentu.

5 Dalam hal ini terkenal ucapan sejarah itu selalu berulan kembali (Lhistoire se repete). Hal ini terlihat dari
pendapat Sir Henry Maine, yang menyatakan bahwa semula kedudukan yuridis manusia ditentukan oleh status
sosial yang dimilikinya, namun kemudian kedudukan yuridis manusia beralih dari kedudukan status sosialnya
kepada perjanjian (from status to contract). Sekarang ini kembali terlihat status sosial lebih menentukan.
Pernyataan terakhir ini antara lain terlihat dari berkembangnya perjanjian-perjanjian baku/standar (perjanjian
yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang kedudukannya lebih unggul, baik secara ekonomis
maupun psikologis), Di sini tampak berulangnya sejarah. Jadi, seperti bentuk spiral, yang suatu saat akan
kembali ke bentuk yang serupa seperti sebelumnya.

Uraian yang sistematis maksudnya mengikuti sistem/aturan tertentu. Sarana untuk


mensistematisir materi-materi hukum adalah dengan pengertian-pengertian hukum.6
Teori Hukum, seperti juga ajaran hukum, dekat dengan praktek hukum. Objeknya,
bukan hukum sebagai konsep filosofis, tetapi sistem hukum yang ditentukan khusus
secara konkret oleh waktu dan tempat. Jadi obyeknya adalah kompleks tatanan
yuridis.
Di samping itu teori hukum mencoba menerangkan hukum dari faktor-faktor yang
tidak yuridis yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itu teori hukum menggunakan
metode interdisipliner. Dalam hal tujuan dan metodanya, teori hukum berbeda dengan
pelaksanaan praktek hukum.
Teori hukum melihat hukum yang berlaku dari sudut sarjana hukum (jurist).
Maksudnya, dari sudut mereka yang berhubungan dengan undang-undang, perjanjian,
peradilan, dan lain sebagainya. Jadi kedudukan teori hukum dalam menyelidiki
hukum adalah sebagai orang dalam yang terlibat (insider). Ini berbeda dengan ilmu
hukum yang menyelidiki hukum sebagai seorang penonton. Selain itu teori hukum
mempelajari hukum secara mendalam demi hukum itu sendiri, sedangkan ilmu hukum
mempelajarinya demi kepentingan manusia.

C. TEORI HUKUM DALAM ARTI LUAS

Teori Hukum adalah cabang ilmu pengetahuan hukum yang mempelajari berbagai aspek teoritis
maupun praktis dari hukum positif tertentu secara tersendiri dan dalam keseluruhannya secara
interdisipliner, yang bertujuan memperoleh pengetahuan dan penjelasan yang lebih baik, lebih
jelas dan lebih mendasar mengenai hukum positif yang bersangkutan (Roeslan Saleh)

6 Untuk pembentukan pengertian dikenal metode expositie. Metode tersebut antara lain menguraikan teknik
pembuatan definisi. Aristoteles misalnya, menyatakan dalam pembentukan definisi harus mulai dari kelas yang
lebih besar ke kelas yang lebih kecil (species) untuk dicari perbedaan dengan species-species lainnya (definitie
per genus et differentiam).

Teori Hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan
sistem konseptual aturan-aturan hukum dan keputusan-keputusan hukum, yang untuk suatu
bagian penting sistem tersebut memperoleh bentuk dalam hukum positif ( J.J.H. Bruggink).

Dari definisi Bruggink di atas terlihat bahwa:


1. Teori Hukum Sebagai Produk.
Keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan merupakan hasil kegiatan teoretik
bidang hukum.
2. Teori Hukum Sebagai Suatu Proses.
Di sini perhatian diarahkan pada kegiatan teoretik tentang hukum, atau pada kegiatan
penelitian teoretik bidang hukum sendiri. Jadi tidak pada hasil kegiatan-kegiatan
itu.

Definisi Bruggink di atas disebut teori hukum dalam arti luas. Seperti diketahui
keberlakuan kaidah hukum dapat dibagi atas:
1. Keberlakuan Faktual/Empirik.
2. Keberlakuan Normatif/Formal.
3. Kebrlakuan evaluatif.

Bila hal di atas kita hubungkan dengan teori hukum, maka:


1. Keberlakuan Faktual/Empirik dipelajari dalam Sosiologi Hukum.
2. Keberlakuan Normatif/Formal dipelajari dalam Teori Hukum dalam arti sempit.
3. Keberlakuan Evaluatif dipelajari dalam Filsafat Hukum.
4. Dogmatika Hukum (Ilmu Hukum dalam arti sempit.

Dengan demikian terlihat bahwa Teori Hukum dalam arti luas meliputi Teori Hukum
dalam arti sempit, Dogmatika Hukum, Sejarah Hukum, Perbandingan Hukum,
Sosiologi Hukum, dan Psikologi Hukum.
Seperti dikemukakan sebelumnya hanya dua disiplin ilmu yang termasuk ke dalam
ilmu pengetahuan hukum murni, yaitu teori hukum dan dogmatika hukum.

Teori Hukum memandang hukum yang ada dari sudut situasi yuris, yakni orang-orang
yang berurusan dengan undang-undang, traktat-traktat, kontrak-kontrak, kebiasaankebiasaan, praktek-praktek yuridical, perikatan-perikatan dari semua jenis dan
peradilan. Titik berdiri dari mana Teori Hukum meneliti hukum adalah titik berdiri
orang dalam (insider), bukan dari orang luar yang mempunyai kepentingan dengan
itu. Ia membedakan diri dari disiplin-disiplin lain yang juga memilih hukum sebagai
obyek studi seperti Filsafat, Sosiologi, Ekonomi, Sejarah, Psikologi, dan lain-lain.
Akhirnya, Teori Hukum mempelajari hukum dengan tujuan suatu pemahaman yang
lebih baik dan terutama lebih mendasar tentang hukum, demi hukum, bukan demi
suatu pemahaman dalam hubungan=hubungan kemasyarakatan atau dalam kaidahkaidah etikal yang dianut masyarakat atau dalam reaksi-reaksi psikhologikal dari
penduduk. Ini tidak berarti bahwa Teori Hukum langsung bertujuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah konkrret dengan memformulasikan kaidah-kaidah
de lege ferenda, ia bukan pembentuk undang-undang7.

Sosiologi Hukum.

Terutama berfokus pada keberlakuan Empirik/Faktual.

7 Jan Gijssels & Mark van Hoecke. Apakah Teori Hukum Itu? Hal.3

Sosiologi Hukum tidak secara langsung diarahkan pada hukum sebagai sistem
konseptual, melainkan pada kenyataan kemasyarakatan, yang di dalamnya hukum
berperanan.

Sosiologi hukum adalah teori tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum dan
kenyataan kemasyarakatan

Sosiologi hukum juga meneliti apakah suatu kaidah hukum tertentu efektif. Jadi
penelitian tidak hanya memiliki arti teoretikal, melainkan juga arti praktikal.

Kriminologi merupakan cabang sosiologi hukum yang berusaha memberikan lebih


banyak pemahaman dalam hubungan antara praktek Hukum Pidana dan kenyataan
kemasyarakatan.

Dogmatika Hukum
Di sini yang dimaksud adalah Ilmu Hukum dalam arti sempit, yang merupakan bagian utama
dalam pengajaran di Program S-1 (Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi Negara, Hukum Pidana dan lain-lain). Objek Dogmatika hukum terutama
adalah Hukum Positif. Seperti diketahui perumusan aturan hukum oleh para pengemban
kewenangan hukum disebut pembentukan hukum (Rechtsvorming), dan pengambilan putusan
hukum oleh para pengemban kewenangan hukum (lain) disebut penemuan hukum
(Rechtsvinding).

Dogmatika hukum atau disebut juga ajaran hukum, dan kerapkali pula disebut dengan ilmu
pengetahuan pengetahuan hukum dalam arti sempit, memperhatikan hukum positif dengan
menguraikannya, dan mensistematisasikannya, serta dalam arti tertentu juga menjelaskannya.
Tetapi dogmatika hukum bukanlah ilmu pengetahuan yang netral, atau bebas nilai. Ajaran
hukum dalam bagian terpentingnya bukanlah hanya bersifat deskriptif tetapi juga preskriptif.

Dogmatika hukum sebagai memaparkan, menganalisis, mensistematisasi dan menginterpretasi


hukum yang berlaku atau hukum positif (D.H.M. Meuwissen)

Dogmatika Hukum adalah cabang Ilmu Hukum (dalam arti luas) yang memaparkan dan
mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu
waktu tertentu dari suatu sudut pandang normatif (M.van Hocke).

Teori kebenaran yang paling sesuai bagi Dogmatikus Hukum adalah teori pragmatik, dan
bahwa proposisi-proposisi yang ditemukan orang dalam dogmatika hukum bukan hanya yang
informatif atau empirik, melainkan terutama yang normatif dan yang evaluatif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa objek dogmatika hukum adalah Hukum Positif
Nasional. Tujuannya bersifat teoretikal, tetapi terutama praktikal. Perspektifnya internal.
Teori kebenaran yang sesuai adalah teori pragmatik. Proposisinya: informatif, normatif, dan
evaluatif.

Hubungan Dogmatika Hukum dengan Teori Hukum


Teori hukum dilihat dari hubungannya dengan dogmatika hukum adalah sebagai suatu teori
meta dari dogmatika hukum. Suatu teori meta adalah suatu disiplin yang objek studinya
adalah ilmu pengetahuan lain. Jika dogmatika hukum mengkaji aturan-aturan hukum itu
sendiri dengan berpangkal tolak dari sudut teknis, teori hukum pertama-tama adalah suatu
refleksi terhadap teknik hukum itu. Dogmatika hukum memperhatikan perumusan yang
dikemukakannya mengenai hukum positif yang berlaku, dan mensitemkannya, maka teori
hukum memperhatikan suatu refleksi terhadap perumusan dan sistematisasi ini.

D. TEORI HUKUM DALAM ARTI SEMPIT

Teori Hukum dalam arti sempit terletak antara Dogmatika Hukum dan Filsafat Hukum. Dua
cabang dalam teori hukum yang memiliki objek sendiri:
1. Teori Hukum sebagai teori tentang hukum positif, yang mempelajari aspek-aspek lain
ketimbang yang dipelajari dalam Dogmatika Hukum.
2. Teori Hukum yang merupakan teori tentang Dogmatika Hukum itu sendiri dan juga teori
tentang kegiatan-kegiatan yang terkait pada pembentukan hukum dan penemuan hukum.

Teori Hukum yang satu dapat ditipikasi sebagai meta-teori dari dogmatika hukum, dan yang
lainnya sebagai teori hukum dari hukum positif. Filsafat Hukum adalah juga teori yang
merefleksi teorinya sendiri dan tidak memiliki meta-teori di atasnya.

Filsafat Hukum masih tetap dipandang sebagai landasan Teori Hukum; induk dari semua
disiplin yuridik. Filsafat tidak mengenal meta-disiplin, karena itu selalu melakukan refleksi
diri. Filsafat Hukum adalah teori tentang dasar-dasar dan batas-batas kaidah hukum. Filsafat
Hukum adalah filsafat, karena itu ia merenungkan semua persoalan fundamental dan
masalah-masalah perbatasan yang berkaitan dengan gejala hukum.

Meta-teori adalah teori yang di dalamnya suatu teori lain direnungkan. Filsafat Hukum adalah
meta-teori untuk Teori Hukum. Teori Hukum adalah meta-teori untuk Dogmatika Hukum.
Filsafat Hukum adalah meta-meta-teori untuk Dogmatika Hukum.

Tujuan Teori Hukum berbeda dengan Dogmatika Hukum; karena semata-mata teoretikal.
Teori Hukum adalah salah satu cabang dari Ilmu Hukum, dan bukan ilmu bantu dari ilmu
hukum.

Anda mungkin juga menyukai