Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses-proses geologi secara garis besarnya dibagi menjadi 2
bagian, yaitu proses-proses yang terjadi karena adanya tenaga atau
gaya dari dalam bumi yang disebut proses endogenetik dan prosesproses yang terjadi akibat adanya tenaga atau gaya berasal dari luar
yang disebut eksogenetik. Gaya-gaya yang bersal dari dalam bumi
meliputi gaya tektonik. diatropisme, vulkanisme dan gempa bumi.
Gaya tektonik adalah gaya yang menyebabkan terjadinya proses
dislokasi batuan didalam bumi. Dislokasi adalah perubahan keadaan
atau posisi komplek batuan, baik yang mengakibatkan putusnya
hubungan batuan ataupun tidak. Setiap aktivitas tektonik berpotensi
mempengaruhi aktivitas gunung berapai. Besarnya pengaruh sangat
bergantung ketebalan lempeng tektonik dan posisi dapur magma.
Tenaga yang menyebabkan tektonik adalah tenaga endogen yang
bersifat tekanan tangensial ( mendatar ), gaya tarik tangensial dan
gaya radial ( tegak ). Berdasarkan sifat gerakan dan cangkupan
wilayahnya gaya tektonik dibedakan menjadi dua yaitu tektonik
epirogenesa ( benua ) dan tektonik orogenesa ( pegunungan ).
Diatropisme adalah gerakan-gerakan di dalam kerak bumi yang
mengakibatkan perubahan kedudukan sendimen atau deformasi
tektonik. Gaya yang bekerja pada proses ini umumnya berupa tekanan
tangesial ( mendatar ) yang akan menghasilkan gejala pelipatan dan
gejala patahan pada sendimen-sendimen. Gaya tarikan ( divergen )
biasanya hanya menghasilkan patahan dengan berbagai bentuknya
seperti normal fault, oblique-slip fault, strike-slip or dextral fault dan
reverse fault.

Vulaknisme adalah gejala pembentukan gunung berapi. Istilah


vulkanisme selalu berkaitan dengan proses pergerakan magma dari
dalam bumi menuju ke bagian atas, baik sampai ataupun tidak sampai
ke permukaan bumi. Magma adaah materi cair pijar yang terbentuk
didalam perut bumi ( kerak bumi bagian bawah sehingga selubung
bagian atas ) yang merupakan penyesawaan dari berbagai unsure
terutama silikat, air, dan gas. Pada proses pembekuan magma yang
terjadi didalam bumi maka dapat menghasilkan beberapa jenis batuan
yaitu batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi
magma, batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi, dan
batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme. Contoh adalah
bataun beku yakni intan ( diamond ).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
matakuliah Geologi Indonesia dan mengetahui tentang intan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu agar para pembaca
mengetahui sumber daya alam yang berupa intan yang terdapat di
wilayah Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Intan


Intan atau berlian adalah mineral non logam yang termasuk ke
dalam batu mulia dan batu hias, yang secara kimia merupakan bentuk
kristal, atau alotrop, dari karbon. Intan terkenal karena memiliki sifatsifat

fisika

yang

istimewa,

terutama

faktor

kekerasannya

dan

kemampuannya mendispersikan cahaya. Sifat-sifat ini yang membuat


intan digunakan dalam perhiasan dan berbagai penerapan di dalam
dunia industri.
2.2. Proses Terbentuknya Intan
Intan terbentuk Pada tekanan dan suhu yang sangat tinggi (1000 K
dan 3.5 Gpa) dengan luasan area 60 km2 dengan kedalaman 117 km.
Ada 2 kemungkinan proses pembentukan (masih dalam perdebatan),
yaitu;

Langsung terkristalkan dari magma (phenocrysts)

Terbentuk sebagai exotic fragments yang berasal dari


daerah yang stabil pada mantel yang lebih atas (xenocrysts).

Intan tumbuh dengan stabil di mantel atas pada eklogit (batuan


yang tersusun dari garnet dan piroksen) dan batuan ultramafic.
Kimberlite pipe terbentuk akibat adanya proses explosive material

deep mantle yang berasal dari asthenosphere (mungkin lebih dari 200
km

dibawah

permukaan

bumi)

dan

kemungkinan

adanya

degassing CO-CO2-H2-H2O, terjadi di bawah tekanan 50 70 kbar dan


> 1500 C. Proses pembentukan intan memakan waktu yang sangat
lama, lebih dari 1000 Tahun.
2.3. Sejarah Intan
Intan yang pertama sekali ditemukan manusia adalah di India,
yaitu pada abad ke 8 SM. Dan yang kedua di Kalimantan pada tahun
800 Masehi, (Griffin,.1995). Bahkan menurut Roumbuts. L., 1993, intan
di Kalimantan sudah mulai dikenal pada abad ke 2 M. Kemudian lama
sesudah itu, atau baru pada abad ke 18 M tepatnya pada tahun 1727
M intan ditemukan di Brazil, kemudian pada abad 19 M (1866)
ditemukan di Afrika selatan, dan di beberapa negara lainnya seperti di
Cina, Siberia, Afrika dan Australia

Walaupun intan diketahui telah

ditemukan di Kalimantan pada abad ke 2 atau 9 M, namun menurut


laporan terdahulu perdagangan intan di Kalimantan mulai terkenal
sejak tahun 1604 M. Rafles dalam bukunya History of Java,
menyebutkan bahwa export intan dari Kalimantan pada tahun 1738 M
mencapai 8 - 12 juta gulden, suatu nilai yang cukup besar pada saat
itu. Dan semua intan yang ditemukan di Kalimantan selama ini
ditambang oleh penduduk hanya pada endapan alluvial, baik sebagai
endapan

sungai

sekarang

maupun

Penelitian untuk

menemukan

intan

dilakukan

pemerintah

Belanda

oleh

endapan

primer

di

sungai
Kalimantan

(Geological

purba.
baru

Survey

of

Netherlands East Indiest) pada abad ke 19. Bersamaan dengan itu


Koolhoven

(1935)

dalam

penelitiannya

di

Kalsel

khususnya

di

Martapura telah menemukan intan pada batuan breksi di S. Pemali,


anak S. Riamkanan, yang kemudian dinamakan Breksi Pemali (breksi
erupsi ultrabasa). Percontoan yang dilakukan dari 17 sumur uji pada
batuan tersebut, menunjukkan kadar intannya rata-rata 0.01 karat/ ton
dan

butiran

intan

terbesar

hanya

0.2

karat.

Menurut Koolhoven, secara petrografis batuan Breksi Pemali

yang berumur Kapur Akhir dapat dipersamakan dengan batuan


Kimberlit di Afrika Selatan. Kemudian Anaconda Canada, melakukan
esplorasi intan di daerah ini pada tahun 1987 dan menyimpulkan
bahwa Breksi Pemali
berupa

sedimen

bukan merupakan batuan intrusi tapi hanya


konglomerat

(Bergman

et

al.,

1987).

Terlepas dari pendapat kedua ahli tersebut diatas, tentang asal


usul intan di Kalimantan. Tapi kalau kita perhatikan penyebaran intan
sekunder di Kalimantan, dan dikaitkan dengan pola struktur tektonik
yang berkembang di daerah tersebut, kelihatannya antara intan yang
terdapat di kedua daerah tersebut ada kaitannya dengan aktivitas
tektonik yang terjadi saat itu. Seperti adanya subdaksi pada Zaman
Kapur di Kalimantan Selatan, yang membentuk pegunungan Meratus
dan terdiri dari batuan bancuh, dan ditemukannya intan disekitar
daerah subdaksi tersebut (peta 1). Pada saat yang relatif sama di
Kalimantan Barat juga terjadi subdaksi di daerah Putussibau, yang
dicirikan oleh batuan bancuh Boyange (Boyange Melange). Sedangkan
intan yang ditemukan di Kalimantan Barat (S. Landak dan S. Sekayam)
berdekatan dengan daerah Melange. Oleh karena itu kemungkinan
besar intan yang terdapat di Kalimantan erat kaitannya dengan
subduksi yang terjadi pada zaman Kapur tersebut. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai akibat dari subdaksi, terbentuklah rekahan-rekahan
dan struktur-struktur yang memungkinkan tersingkapnya batuan dasar
ultrabasa dan sebagiannya mungkin bisa berupa Kimberlit atau
Lamproit kepermukaan. Kemudian karena pengaruh iklim tropis yang
berlangsung cukup lama maka batuan tersebut menjadi lapuk, dan
berubah menjadi soil yang cukup tebal. Sebagai conto di Pongkor,
Bogor pelapukan batuannya mencapai 250 m dibawah permukaan
tanah (Narcoux, E. et al,. 1996) sehingga sulit mengidentifikasikan
jenis batuan asalnya, apalagi diatasnya ditutupi oleh vegetasi yang
cukup lebat. Batuan Kimberlit yang belum lapuk (fresh) mungkin
sudah berada puluhan bahkan ratusan meter dibawah permukaan
tanah. Seperti batuan Kimberlit yang pernah ditemukan di Wajrakarur,
Selatan India pada tahun 1985 pelapukannya mencapai 300 m

(Guptasarma, D., et.al, 1987). Kemungkinan lainnya adalah karena


proses erosi yang cukup kuat dan lama sehingga batuan Kimberlit
yang mengandung intan yang telah tersingkap kepermukaan sejak
Zaman Kapur, telah habis tererosi dan intannya terendapkan dalam
batuan sedimen. Oleh karena itu intan primer di daerah Kalimantan
sulit

ditemukan.
Intan yang ditemukan di Sungai Landak, Ngabang, Kalimantan

Barat, berbeda sumbernya dengan intan yang terdapat di Martapura,


Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Karena masing-masing lokasinya
berada

dalam

pola

aliran

yang

berbeda

dan

dipisahkan

oleh

pegunungan Schwaner yang merupakan tinggian yang cukup panjang


mulai

dari

selatan

sampai

ke

utara

Banyak intan yang ditemukan di Sungai Landak, S. Sekayam,


Kalimantan Barat, mulai dari yang halus sampai yang kasar tidak
termonitor dengan jelas selama ini, karena sampai sekarang belum
ada perusahaan yang melakukan esplorasi intan di daerah tersebut.
Berdasarkan informasi penduduk, intan yang ditemukan di daerah
Ngabang juga cukup potensial, karena banyak intan didaerah ini yang
pernah ditemukan berukuran 5 karat sampai 20 karat, bahkan
menurut informasi (Siagian, BMW., 1996 komunikasi lisan) pada zaman
Belanda ada intan yang ditemukan didaerah Ngabang yang beratnya
mencapai 386 karat. Sedangkan intan yang ditemukan di Martapura,
Kalimantan

Selatan

lebih

banyak

termonitor

baik

semenjak

pemerintahan Belanda maupun oleh PT. Aneka Tambang yang telah


melakukan esplorasi intan sejak tahun 1965, tidak lama setelah
ditemukan intan Trisakti yang terkenal itu di daerah Cempaka yang
beratnya

167

karat.

Kalau dilihat dari sejarah geologi daerah Kalimantan SelatanTengah dan Barat, batuannya telah tersingkap kepermukaan laut sejak
Awal Tersier hingga sekarang. Oleh karena itu diperkirakan ratusan
meter bahkan ribuan meter tebalnya batuan primer telah tererosi
sampai

sekarang.
Bersamaan dengan itu intan-intan dari batuan primer ini juga

tererosi dan terangkut ke sungai bahkan terus kelaut sejak zaman


Tersier sampai sekarang dan terendapkan secara luas di daerah ini
berupa endapan terase, kipas dan paleochannel, baibaik di darat
maupun

dilaut.

Apabila dihubungkan dengan naik turunnya permukaan laut (sea


level changes), dimana pada 10 000 tahun yang lalu permukaan air
laut masih berada 60 meter dibawah permukaan laut yang sekarang
(Tjia & Fuji,. 1990). Maka dapat diperkirakan bahwa endapan-endapan
sungai purba (paleochannel) yang dahulunya merupakan

alur S.

Barito dan S. Landak, kemungkinan besar berada dibawah rawa dan


dilepas pantai yang ada sekarang, Oleh karena itu diperkirakan daerah
rawa dan lepas pantai Kalimantan barat maupun

di Kalimantan

selatan, cukup potensial kandungan intannya untuk diesplorasi.


2.4. Jenis Jenis Intan
Beberapa Tipe Berlian
Secara garis besar berlian dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe,
yaitu :

TIPE IA, adalah berlian yang mengandung unsur nitrogen dan pada
umumnya berwarna semu kuning sangat muda hingga agak tua : 99
persen berlian yang ditemukan berasal dari Tipe IA

TIPE IB, adalah berlian yang mengandung satu unsur nitrogen dan
biasanya berupa fancy yellow diamond.

TIPE IIA, adalah berlian yang bebas dari kandungan unsur


nitrogen , umumnya berwarna putih, ada pula yang berwarna
cokelat.

TIPE IIB, adalah berlian yang mengandung unsur boron dan


berwarna biru, berlian tipe IIB sangat langka.

Penyebab Warna Berlian.


Saat unsur karbon bergabung dengan unsur nitrogen, itulah kristalisasi
berlian berlangsung. Terbentuklah berlian berwarna semu kuning. Jika
makin bayak unsur nitrogen maka warna berlian akan semakin kuning.
Semakin sedikit unsur nitrogen maka semakin sedikit warna
kekuningan. Pada berlian yang sangat putih (Warna D pada skala
warna GIA) maka tidak ditemukan unsur nitrogen sama sekali.

Berlian Hope yang berwarna biru, mengandung unsur boron


yang berperan sebagai penyebab warna biru.

Berlian berwarna hijau, sebab radiasi alamiah pada saat proses


kristalisasi terjadi di dalam perut bumi.

Berlian berwarna pink, merah, dan cokelat, terjadi karena


susunan struktur - struktur atomnya yang rusak atau mengalami
deformasi.

2.5. Persebaran Intan di Indonesia


Di Kalimantan Tengah

Di Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Murung Raya.


Di Kalimantan Selatan

Persebaran intan di Kalimantan Selatan adalah di Martapura, Kabupaten


Banjar dan di Desa Tambak Jariah, Kelurahan Palam Kecamatan Cempaka,
Kota Banjarbaru.
Perusahaan yang saat ini sedang melakukan eksplorasi detail adalah PT.
Galuh Cempaka yang terletak di desa Tambak Jariah, Kelurahan Palam
Kecamatan Cempaka, Banjarbaru Kota. Berdasarkan hasil penyelidikan
diperoleh bahan sampingan selain intan juga terdapat mineral-mineral
pengikut seperti emas, platina, rutil, korundum, kromit, ilmenit dan
sebagian kecil terdapat magnetit. Dari kegiatan eksplorasi diatas
diperoleh rata-rata kandungan intan untuk 1 m kerikil mengandung ratarata 0.146 karat intan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Batuan Intan yang ada di Indonesia hanya terdapat di Kalimantan.
Terjadinya Intan membutuhkan waktu yang sangat lama, lebih dari 1000
tahun. Di Kalimantan sendiri daerah yang di kenal sebagai penghasil intan
yaitu di Martapura. Dengan perusahaan Aneka Tambang. Didaerah lain
selain Martapura ada Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru.
Batuan intan dapat menjadi barang tambang yang sangat tinggi nilai
ekonomisnya dikarenakan pembentukannya yang sangat lama.

Daftar Pustaka
http://artikelmakalah.web.id/2011/08/08/mengenal-sejarah-batu-berlian/
http://bkpmd.kalselprov.go.id/potensi-daerah/pertambangan-dan-energi
http://id.wikipedia.org/wiki/Intan
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?
ic=533&ia=62
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?
ic=533&ia=63
http://www.inaquarter.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=65%3Apotensi-endapan-

intan-plaser-dilepas-pantai-kalimantan-selatan-danbarat&catid=38%3Aartikel&Itemid=57
http://www.rosejwl.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=53&Itemid=29

MAKALAH GEOLOGI
INDONESIA
INTAN

Disusun Oleh :
Pradita Athayandini (4315101503)
Putri Isti Handayani (4315102488)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012

Anda mungkin juga menyukai