PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien
yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi
pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari
pasien.
Perubahan orientasi ini mengharuskan apoteker untuk memiliki peran yang lebih luas dari
hulu ke hilir mulai dari pembuatan, pengawasan, penyerahan hingga pemastian bahwa obat
yang akan digunakan oleh pasien memenuhi prinsip-prinsip rasionalitas. Apoteker dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat meningkatkan
interaksi langsung dengan pasien.
Peran farmasi klinik sendiri memberikan dampak yang baik terhadap
berbagai outcome terapi pada pasien, baik dari sisi humanistik (kualitas hidup, kepuasan),
sisi klinik (kontrol yang lebih baik pada penyakit kronis), dan sisi ekonomis (pengurangan
biaya kesehatan). Hasil review publikasi Inditz et al (1999) antara tahun 1984-1995
menyimpulkan bahwa pelayanan farmasi klinik efektif untuk mengurangi biaya pelayanan
kesehatan dan juga efektif dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini
diperoleh terutama dengan melakukan pemantauan resep dan pelaporan efek samping obat.
Pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah sub
sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif( peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Lingkungan pelayanan
kesehatan yang sensitif terhadap biaya saat ini menciptakan tempat kerja yang kompetitif
dan menantang bagi tenaga kesehatan. Kekhawatiran bahwa kualitas kesehatan sedang
dikompromikan di dorong untuk mengendalikan biaya.Telah terjadi gerakan yang
berkembang untuk fokus evaluasi kesehatan pada penilaian hasil akhir, atau hasil, terkait
dengan sistem pemberian perawatan medis serta intervensi medis tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah sub
sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Sedangkan menurut
Depkes RI (2009) yaitu pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan
terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan
kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun
temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
Karena kesemuanya ini ditentukan oleh:
Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersamasama dalam suatu organisasi.
Tradisional
Dikenal dengan 5 D : Death, disease, disability, discomfort dan dissatification
- Komprehensif
ECHO model mengkategorikan luaran/hasil pelayanan kesehatan dari 3 kategori :
a. Luaran ekonomi
b. Luaran klinis
c. Luaran humanistic
Model ini mencakup konsep lima D yang termasuk dalam luaran klinik dan humanistic dan
penambahan dimensi ekonomi.
hidup, maka CBA menggunakan nilai uang dalam mengukur benefit, sehingga dapat
menimbulkan perdebatan, sebagai contoh: berapa nilai uang sebuah kualitas hidup
seseorang?
Tipe-tipe biaya :
1. Direct medical costs
Biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait dengan pelayanan jasa medis, yang
digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obatobat yang diresepkan, lama perawatan, perawatan kesehatan dirumah (Orion,1997;
Vogenberg,2001).
Kategori biaya-biaya medis langsung, antara lain : pengobatan, pelayanan untuk mengobati
efek samping, pelayanan pencegahan dan penanganan,
2. Direct nonmedical costs
Biaya yang dikeluarkan oleh pasien tidak terkait langsung dengan pelayanan
medis, seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang
diberikan pihak rumah sakit (Orion, 1997; Vogenberg, 2001).
3. Indirect medical costs
Biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien (Vogenberg, 2001). Biaya yang
hilang akibat waktu produktif yang hilang. Sebagai contoh pasien kehilangan pendapatan
karena sakit yang berkepanjangan sehingga tidak dapat memberikan nafkah keluaganya,
pendapatan berkurang karena kematian yang cepat (Vogenberg, 2001).
4. Intangible costs
Merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil tindakan medis, tidak dapat diukur
dalam mata uang (Vogenberg, 2001). Biaya yang sulit diukur seperti rasa nyeri/ sakit, cacat,
kehilangan kebebasan, efek samping. Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam
bentuk rupiah sehingga sering diabaikan (Vogenberg, 2001).
5. Opportunity costs
Memberikan
pelayanan
maksimal
dengan
biaya
yang
terjangkau.
simptom
penyakit
tersebut.
Hal ini memberikan manfaat, yaitu terdapat banyak pilihan obat yang dapat diberikan
untuk tindakan terapi bagi pasien. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan
bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang
mahal. Oleh karena itu, pertimbangan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang
akan diberikan kepada pasien sangat diperlukan, misalnya dengan penggunaan obat
generik. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi
dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan
dengan obat patennya.
2.
kepada pasien, tentu saja penyakit pasien tidak sembuh dan harus kembali berobat dan
biaya yang dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan semakin besar.
2.2.b Luaran Klinik
Hasil/luaran klinik adalah hasil akhir dari intervensi terapeutik setiap diterapkan pasien.
Pengukuran perubahan status kesehatan karena intervensi pelayanan kesehatan. Bisa jangka
panjang ataupun jangka pendek.
Evaluasi luaran klinik dilakukan dengan uji klinik atau post-marketing reports
Contoh :
Kualitas hidup sebagai masukan untuk pengambilan keputusan klinis di tingkat pasien juga
sangat penting. Misalnya, pengobatan alternatif mungkin memiliki khasiat yang sama
berdasarkan parameter klinis tradisional (misalnya penurunan tekanan darah) tetapi
menghasilkan efek yang sangat berbeda pada kualitas hidup pasien
Luaran humanistic dievaluasi menggunakan survei atau kuesioner pada pasien.
Metode yang digunakan, antara lain :
1. Health related quality of life (HRQOL)
2. Consumer Assessment of Health Plan Survey (CAHPS)
2.3 Kegunaan Pengukuran Luaran Pelayanan Kesehatan
Luaran pelayanan kesehatan digunakan dalam rencana pengembangan kesehatan,
pharmacy benefit managers, kelompok medis, pihak pemerintah, pusat pendidikan dan
industry farmasi. Hasil luaran pelayanan kesehatan digunakan untuk mendukung keputusan
formula, kebijakan penggunaan obat, peraturan pengobatan klinik dan evaluasi program.
Pentingnya luaran pelayanan kesehatan :
Mengidentifikasi strategi yang efektif dan potensial untuk memperbaiki kualitas dan
nilai pelayanan
10
6. Pemerintah
7. Perusahaan farmasi
8. Institusi akademik
9. Profesional kesehatan lainnya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah sub
sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Luaran pelayanan
kesehatan bisa diukur menggunakan ECHO models, yaitu economic, clinical, humanistic
outcomes.
Luaran ekonomi adalah konsekuensi ekonomi dari intervensi kesehatan mental,
atau kurang intervensi, untuk masyarakat secara keseluruhan dan termasuk pertimbangan
biaya keseluruhan dan termasuk pertimbangan biaya keseluruhan untuk masyarakat
gangguan mental. Luaran klinis adalah hasil akhir dari intervensi terapeutik setiap
diterapkan pasien. Luaran humanistik adalah hasil Pasien yang dilaporkan seperti kepuasan
pasien dan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan. Luaran atau hasil
11
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan, 2009, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36, tentang
kesehatan, Indonesia.
Orion, 1997, Pharmacoeconomics Primer and Guide Introduction to Economic Evaluation,
Hoesch Marion Rousell Incorporation, Virginia.
Diakses tanggal 5 oktober 2016 : http://dokumen.tips/download/link/far-mako-eko-nomidraft
Notoatmojo, soetkidjo, 2011, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka cipta,
Indonesia.
12
13