Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMAKOGNOSI

TANIN

KELOMPOK IV
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Aulia Nisa Alief Saputri


Handryantiecho Agatha
Cyndi Maulidya Mustaqim
Sintya Agustina
Dicky Ibnu Fernandes
Syafrika Nurlia Nafitri

( 15040069 )
( 15040075 )
( 15040083 )
( 15040086 )
( 15040091 )
( 15040095 )

SEKOLAH TINGGI FARMASI (STF) MUHAMMADIYAH TANGERANG


Jalan Syech Nawawi Kilometer 4 Nomor 13 Matagara Telepon (021) 29867307
TANGERANG
2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah farmakognosi
tentang Tanin. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
2. Bapak, Banu Kuncoro, M.farm. Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
dan memberi pengarahan kepada kami.
kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum terlalu sempurna, baik
dari segi penyusunan, pembahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen matakuliah
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan
datang.

Tangerang, 25 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
2

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

...................................................................................................ii

...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN

..............................................................................................3

2.1 Definisi Tanin

..............................................................................................3

2.2 Klasifikasi Tanin

.........................................................................................5

2.3 Biosintesis Tanin

.........................................................................................6

2.4 Indikasi Tanin

..............................................................................................7

2.5 Gambar Tanaman yang mengandung Senyawa Tanin


2.6 Cara Ekstraksi dan Identifikasinya
BAB III PENUTUP

.............................................................9

....................................................................................................12

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

................................8

...............................................................................................12

.........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

..................................................................................................13

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan menghasilkan
beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan energi melainkan untuk
menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predator. Beberapa
senyawa seperti alkaloid, triterpen dan golongan phenol merupakan senyawa-senyawa
yang dihasilkan dari metabolisme sekunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin
aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dari ribuan
senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat, antosianin, pigmenkuinon,
melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan (Harbone, 1996).
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yng termasuk ke dalam golongan
polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan
untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu
juga tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin. Tanin secara umum didefinisikan sebagai
senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000 D) dan
dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan
menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan
(hydrolysabletannins) (Hagerman et al., 1992; Harbone, 1996).
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin
yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Maka dari
itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin
mulai dilirik para peneliti sekarang (Hagerman, 2002).
Dalam makalah ini akan dibahas berbagai hal tentang tanin yaitu klasifikasinya dan
contoh senyawanya, sifat umumnya, cara identifikasi serta contoh pemurnian senyawa
tanin (Shorgum Tanin).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dan rumus struktur dari senyawa tanin?
1

2.
3.
4.
5.
6.

Bagaimana klasifikasi dari senyawa tanin?


Bagaimana biosintesis yang dihasilkan dari senyawa tanin?
Apa indikasi dari senyawa tanin?
Bagaimana gambar simplisia yang mengandung senyawa tanin?
Bagaimana cara mengidentifikasi dan mengekstraksi senyawa tanin?

1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untuk mendefinisikan senyawa tanin beserta rumus strukturnya.


Untuk mengklasifikasikan senyawa tanin.
Untuk mengetahui biosintesis yang dihasilkan dari senyawa tanin.
Untuk mengetahui indikasi dari senyawa tanin.
Untuk mengetahui gambar-gambar simplisia yang mengandung senyawa tanin.
Untuk mengidentifikasi dan mengekstraksi senyawa tanin.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tanin
3

Tanin (atau tannin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan
menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam
amino dan alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman Hulu Kuno tanna, yang
berarti pohon ek atau pohon berangan) pada mulanya merujuk pada penggunaan
bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar
menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas,
mencakup aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak
gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk
perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.

2.1.1. Sifat Fisika Tanin


1.
2.
3.
4.
5.

Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat.
Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.
Tidak dapat mengkristal.
Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen.
Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut
sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

2.1.2. Sifat Kimia Tanin


1. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar
dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
2. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi
warna.

2.1.3. Identifikasi Tanin


1. Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan.
2. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna coklat.
3. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat berwarna
coklat.
2.1.4. Kegunaan Tanin
4

1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian


tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang
taninnya hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.
3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.
4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada
gastrointestinal dan pada kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka
bakar, dengan cara mengendapkan protein.
6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.
8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam
tamak yang tidak larut.
2.1.5. Sifat Fisika Tanin
Hidrolisa Tanin : Tanin apabila dihidrolisa akan menghasilkan fenol polihidroksi
yang sederhana. Hidrolisa :
1. Asam Gallat terurai pirogalol
2. Asam Protokatekuat Katekol
3. Asam Ellag dan Tenol-fenol lain.
(Asam Ellag dapat disamak kulit bentuk bunga)

2.2 Klasifikasi Tanin


Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa poli fenol yang artinya senyawa yang
memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang
terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Klasifikasi tanin yaitu :
1. Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins)

Tanin

ini

biasanya berikatan
dengan karbohidrat
dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis
dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin
ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan
asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin
terhidrolisis yang bisa disebut Ellagitanins.Berat molekul galitanin 10001500,sedangkan Berat molekul Ellaggitanin 1000-3000. Ellagitanin sederhana
disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat
terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air. Asam elagat merupakan
hasil sekunder yang terbentuk pada hidrolisis beberapa tanin yang sesungguhnya
merupakan ester asam heksaoksidifenat (Hagerman, 2002).

2. Tanin terkondensasi (condensed tannins)

Tanin
ini
tidak

jenis

biasanya
dapat

dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi meghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini
6

kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Oleh
karena adanya gugus fenol, maka tannin akan dapat berkondensasi dengan
formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehida dan
mampu membentuk produk kondensasi Tanin terkondensasi merupakan senyawa
tidak berwarna yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama pada
tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi telah banyak ditemukan dalam tumbuhan
paku-pakuan. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin
merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungan dengan melalui C8 dengan
C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan
trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin (Hagerman, 2002).
2.3 Biosintesis Tanin
Biosintesa dari Tanin secara umum :
Biosintesa asam galat dengan precursor senyawa fenol propanoid contoh :
- Asam gallat merupakan hasil hidrolisa tannin
- Dari jalur asam siklimat melalui asam 5-D-hidroksisiklimat
- Dengan precursor senyawa fenol propanoid. (Rhus thypina)
- Katekin dibentuk dari 3 molekul as. Asetat , as. Sinamat & as. Katekin
1. Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk
dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galotanin) yang membentuk
senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon
menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8
atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2 sampai 20 satuan flavon.
Nama lain untuktanin-terkondensasi adalah proantosianidin karena bila
direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung
satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan
proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam akan
menghasilkan sianidin.
2. Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana
adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa
dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul
berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, disini pun
berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam
elagat. Tannin terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan asam klorida atau asam
7

sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh
asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat.
Contoh gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic
(C76H52O46), ditemukan dalam daun dan kulit berbagai jenis tumbuhan.
Salah satu contoh tanaman yang mengandung senyawa tannin adalah jambu biji.
2.4 Indikasi Tanin
1.
2.

Tanin diindikasikan untuk mengobati inflamasi (peradangan) dan diare.


Sebagai pelindung pada tumbuhan saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada

3.
4.
5.

tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang taninnya hilang.
Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.
Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.
Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal

6.

dan pada kulit.


Efek terapi sebagai antiseptik pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan cara

7.
8.
9.

mengendapkan protein.
Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
Reagensia di laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.
Sebagai antidotum ( keracunan alkaloid ) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang

10.

tidak larut.
Diindikasikan untuk radang gusi, laring, rongga mulut yang dingin, rhinitis, laringitis.

2.5 Tanaman Yang Mengandung Senyawa Tanin


1. Teh (Camellia sinensis)
Teh mengandung tanin yang bersifat sebagai
antibakteri dan astringen atau menciutkan dinding usus
yang rusak karena asam atau bakteri. Oleh karena itu
zaman dahulu sebelum ada oralit, bayi mencret diberi
teh kental sebagai usaha mengatasi hal itu (Sukasman,
1997). Senyawa kimia dalam daun secara umum dapat
digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu ; 1).
Substansi fenol yang terdiri dari flavonol dan flavonol ;
2). Substansi bukan fenol diantaranya karbohidrat, pektin, alkoloid, protein, lemak,
asam amino, klorofil, asam organik, vitamin dan mineral; 3). Substansi aromatik dan
4). Enzim (Bokuchava, 1969).

2.

Polifenol teh atau yang disebut dengan tanin merupakan zat yang unik karena
berbeda dengan tanin yang berada dalam tanaman lain. Tanin dalam teh tidak bersifat
menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan. Tanin dalam
teh termasuk tanin terkondensasi yang secara biosintetis terbentuk dari kondensasi
katekin tunggal yang membntuk senyawa dimet kemudian oligomer yang lebih tinggi.
Pada daun the segar terdapat sekitar 30 % senyawa tanin, yang sebagian besar dari
golongan katekin dan daun teh juga dilengkapi enzim polfenol oksidase yang siap
bekerja merubah tanin menjadi senyawa turunan tanin yaitu, theaflavin dan
thearubigin. Pada proses ini daun teh berubah menjadi coklat muda lalu coklat tua
(Bokuchava, 1969).

2. Kaliandra
Kaliandara adalah tanaman leguminosa yang digolongkan kedalam subfamily
Mmmosoidae yang

ebrasal

dari

Amerika Tengah dan masuk ke


Pulau Jawa pada tahun 1936.
Kaliandara

sebagai

tanaman

leguminosa mempunyai kandungan


protein yang cukup tinggi yaitu
sebesar 22% berdasarkan bahan
kering.
Namun kadar tanin cukup tinggi yaitu sekitar 10% menyebabkan
kecernaannya menjadi rendah yaitu sekitar 35-42% (Jayadi, 1991). Kaliandra yang
termasuk daun legum diketahui mengandung protein kasar yang cukup banyak
jumlahnya (Tangenjaja et al., 1992), sehingga dapat digunakan sebagai suplemen bagi
hijauan rendah protein (Mannetje dan Jones, 1992). Pemanfaatan daun ini, baik dalam
bentuk segar maupun kering telah lama diketahui, terutama untuk ternak ruminansia.
Sedangkan untunk unggas belum berkembang karena daun kaliandra ini mengandung
serat kasar yang cukup tinggi (Tangenjaja dan Wina, 2000). Zat antinutrisi yang
terdapat pada kaliandra adalah tanin (National Research Council, 1983).
2.6 Cara Ekstraksi Dan Identifikasinya
Cara Kerja dikutip dari jurnal :

Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris kecil-kecil
kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 C selama 5 jam dan diblender
sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian.
Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian direndam dengan
400 mL pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL asam askorbat 10 mM.
Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum rotary evaporator dan pemanasan
di atas waterbath pada suhu 40-50C. Cairan hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan
kloroform (4x25 mL) menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan
kloroform (bawah) dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat (1x25
mL) dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2
(bawah) dipekatkan dengan vacum rotary evaporator (Makkar, 1998).
Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F254 yang sudah
diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 _C selama 10 menit. Masingmasing plat dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan pada jarak 1 cm dari
tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak
toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008), forestal (asam
asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam
asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium klorida 5% (Olivina, 2005), n-butanol :
asam asetat : air (4:1:5), metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1%
(Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10% (15:5:2). Setelah gerakan
larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk
masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan memperhatikan bentuk noda
pada berbagai larutan pengembang ditentukan perbandingan larutan pengembang yang
paling baik untuk keperluan preparatif. Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu
UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254 dengan
ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan aseton-air,
kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis
tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA)
(4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT analitik. Setelah gerakan larutan
pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masingmasing diukur nilai Rf nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif,
dilarutkan dengan aseton : air dan disentrifuge kemudian dianalisis dengan
10

spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak 2 mL


dimasukkan dalam kuvet dan diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800
nm. Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M, AlCl3 5%,
AlCl3 5%/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati pergeseran puncak
serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah sebagai berikut:
a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan dicatat
spektrum yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga homogen
dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5 menit dan
diamati spectrum yang dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam metanol
kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya. Sampel ditambah
dengan 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg. Campuran
dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi spektrumnya.
Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150 mg dikocok sampai
homogen dan diamati spektrumnya.
e. Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi dengan
menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan dengan satu
tetes isolat yang diduga senyawa tanin, dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan
spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific dengan panjang gelombang
4000-400 cm.
Identifikasinya
Identifiaksi dengan spektrofotometri inframerah (FTIR) hasil pemisahan KLTP
menunjukkan bahwa isolat 2 mengandung gugus fungsi seperti rentangan asimetri O-H
pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1, sebagai akibat dari vibrasi ikatan hidrogen
intramolekul. Bilangan gelombang 2071,8 cm-1 menunjukkan puncak serapan C-H
deformasi keluar bidang. Pada spektrum ini tidak terlihat adanya pita serapan karbonil
di daerah 1700 cm-1, tetapi terdapat pita serapan agak melebar di bilangan gelombang
1625,8 cm-1 dimungkinkan merupakan pita gabungan dari uluran C=O dan serapan
ikatan rangkap C=C aromatik. Hal ini mungkin dikarenakan kuatnya efek resonansi
gugus karbonil dengan cincin aromatik. Dugaan senyawa tanin diperkuat dengan
adanya cincin aromatik yang tersubstitusi pada posisi orto yang ditunjukkan dengan
puncak serapan pada bilangan gelombang 782,5. Puncak-puncak spesifik tersebut

11

merupakan puncak spesifik dari senyawa tanin, sehingga memperkuat dugaan bahwa
dalam isolat 2 hasil pemisahan senyawa tanin dengan KLTP mengandung senyawa
tanin. Jenis senyawa tanin yang diperoleh dari hasil pemisahan ekstrak (isolat 2) daun
belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis diduga adalah flavan-3,6,7,4',5'pentaol atau flavan- 3,7,8,4',5'-pentaol.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul lebih dari 1000
D yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin memiliki sifat yang khas
baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem
pertahanan dari predaptor, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa
asam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin juga
dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan gelatin. Tanin juga dapat membentuk khelat
dengan logam secara stabil, sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makanan
yang memiliki tanin maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia
12

Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang berbeda. Untuk tanin yang
tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau tanin
terkondensasi biasanya berbentuk polimer.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Tanin yang menjadi pokok
bahasandalam makalah Farmakognosi ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya,kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang adahubungannya dengan makalah Tanin ini.Kami sebagai penulis banyak berharap
agar para pembaca yang budiman bersediamemberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalahini dan dan penulisan makalah di
kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalahini berguna bagi kami pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan. 1997. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi IV. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta.
Harborne, J.B.1996. Metode Fitokimia.Edisi ke-2. ITB : Bandung.
Sa'adah, Lailis. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L.). Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam
Negeri : Malang.

13

Anda mungkin juga menyukai