Anda di halaman 1dari 2

Ilustrasi Perputaran Uang di Taruhan Bola

Mari kita anggap ada dua petaruh bola: Acong dan Ucok. Acong dari Pontianak
dan Ucok dari Medan. Acong dan Ucok masing-masing bertaruh Rp 100 ribu. Jadi
total ada Rp 200 ribu uang yang terkumpul. Uang Acong pindah ke Ucok atau
sebaliknya dari Ucok pindah ke Acong. Bertaruh Rp 100 ribu mendapatkan Rp
200 ribu termasuk modal. Ini yang disebut taruhan tradisional tanpa lewat
mediator.

Bagaimana jika Acong kalah lalu kabur atau tidak membayar? Atau sebaliknya
Ucok kabur dan ngotot tidak mau membayar? Tentu saja tidak akan terjadi
proses taruhan ini. Masing-masing akan saling mencurigai, meragukan sehingga
ujung-ujungnya tidak jadi bertaruh. Hanya bisa nonton bola sambil bengong dan
kurang dag dig dug.

Jadi sampai di sini kita paham bahwa tanpa mediator, boleh dibilang hampir
mustahil mewujudkan yang namanya taruhan bola, transaksi saham, valas,
indeks komoditi, hedging, jual beli online, dsb. Siapa mempercayai siapa, siapa
yang bisa menjadi penengah, dsb? Nah, di sinilah bandar bola berperan persis
seperti pialang saham atau bank.

Setiap pilihan taruhan baik dari si Ucok atau Acong akan selalu dikenakan odds.
Boleh dibilang semuanya ada odds tersebut apapun pilihan taruhan kita. Mau
pegang tuan rumah, tamu, over, under, genap, ganjil, dsb. Misalnya pegang
bawah kena kei -19, pegang atas kena kei -03. Mau tercipta gol berapa pun atau
klub mana pun yang menang, setiap pemain yang kalah dari kedua sisi (Ucok
dan Acong) harus membayar lebih dari nilai taruhan. Jika bertaruh Rp 100 ribu
maka yang pegang atas harus membayar Rp 103.000, sedangkan yang pegang
bawah membayar Rp 119.000. Jika menang hanya menerima Rp 100.000. Ke
manakah selisih uang Rp 3.000 dan Rp 19.000 tersebut? Sudah pasti menjadi
milik bandar bola sebagai mediatornya. Inilah yang dimaksud uang kei atau odds
itu. Semua bidang bisnis dan transaksi ekonomi memiliki uang komisi seperti ini.

Sekarang kita bayangkan: jika misalnya sabtu dan minggu ada lebih dari 100
laga pertandingan di semua liga utama di seluruh dunia, berapa penghasilan
bandar bola? Kalikan saja misalnya di seluruh negara Asia yang mendaftar
menjadi anggota total 1 juta pemain. Masing-masing pemain katakanlah
bertaruh hanya Rp 100 ribu untuk setiap laga. Berapa omsetnya? 100 x 100.000
x 1.000.000 = 10.000.000.000.000. Sepuluh triliun bung! Itu hanya contoh bet

cuma Rp 100 ribu. Bahkan ada yang bet hingga Rp 50 juta per laga dan dari total
keseluruhan petaruh di Asia bisa lebih dari 20 juta orang.

Sekarang andaikata bandar bola cukup mengambil selisih odds = 2%. Sudah
sangat spektakuler dan menakutkan bahkan bagi konglomerat super kaya dan
paling besar sekalipun seperti: Warren Buffett, Li Ka Shing, Bill Gates, David
Koch, dsb. Sehari bisa mengantongi keuntungan Rp 200 milyar hanya dengan
cara memutar duit petaruh sebagai mediator. Ada bisnis yang bisa
mengunggulinya? Makanya tak heran kita mendengar ada orang yang tiba-tiba
kaya raya hanya gara-gara menjadi bandar bola, bandar togel, pialang saham,
bandar judi, dsb. Tak heran banyak konglomerat akhirnya ikut terjun membeli
saham-saham bandar bola yang ada di seluruh dunia. Luar biasa!

Meski demikian, untuk bisa berhasil menarik orang bermain atau pindah bermain
di tempat mereka, bukanlah hal mudah. Tingkat persaingan sedemikian tinggi
dan harus memiliki tenaga-tenaga pelayananan (customer service), penjualan
(marketing) yang brilian dan profesional. Selain itu biaya operasional,
pembuatan sistem komputer, pemeliharaan sistem komputer, menggaji
karyawan, dsb...juga tidaklah mudah dan murah. Namun semuanya itu akan
terbalaskan jika sudah berjalan dan semakin bertambah jumlah membernya.
Keuntungan di depan mata sudah siap menanti.

Jika seorang bandar bola sudah memiliki pemain yang loyal dan mempercayai
mereka, maka dengan sendirinya mesin uang ini tercipta dan berjalan terus.
Apalagi jika pemain di darat bisa ditarik untuk melempar taruhan ke bandar bola
online ini, maka sempurnalah bisnis spektakuler ini.

Anda mungkin juga menyukai